BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan kanker terbanyak kelima pada laki-laki (7,9%) dan ketujuh pada wanita 6,5%) di dunia, sebanyak 85% insidensi KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan penyebab kematian ketiga tertinggi akibat kanker di dunia dengan rasio mortalitas 0,93 (Ferlay et al., 2010). Angka insidensi tertinggi KHS dilaporkan berasal dari wilayah dengan endemik virus hepatitis B (HBV), yaitu Asia Timur, Asia Tenggara dan SubSahara Afrika (9,4 kasus tiap 100.000 orang). Karsinoma hepatoseluler yang terkait dengan infeksi virus hepatitis C (HCV) menunjukkan peningkatan yang cepat sebagai penyebab kematian akibat kanker di Amerika Serikat, dengan insidensi yang meningkat tiga kali lipat dalam dua dekade terakhir (14 kasus tiap 100.000 orang), sementara angka bertahan hidup dalam 5 tahun hanya dibawah 12% (El-Serag, 2011). Karsinoma hepatoseluler mempunyai faktor risiko penting yang sudah diketahui, yaitu infeksi virus hepatitis. Infeksi hepatitis B kronis merupakan faktor risiko utama dari KHS di seluruh dunia. Di Asia dan Afrika, lebih dari 80% pasien KHS mempunyai latar belakang infeksi hepatitis B kronis. Di Jepang, Eropa dan Amerika, sekitar 60% pasien KHS mempunyai infeksi hepatitis C kronis sebelumnya (Marrero, 2012).
1
2
Sitokin merupakan kompleks molekul yang berperan dalam proses fisiologis dan patologis yang terjadi di hati seperti proses pertumbuhan, perkembangan, regenerasi hati, proses inflamasi termasuk infeksi viral dan bakterial, fibrosis hati, dan sirosis hati. Interleukin-6 (IL-6) merupakan sitokin proinflamasi yang berperan sangat penting terhadap mekanisme pertahanan tubuh. Kadar IL-6 dalam tubuh akan rendah pada kondisi fisiologis, tetapi dapat terjadi peningkatan yang bermakna pada kondisi patologis seperti pada trauma, inflamasi, dan keganasan. Interleukin-6 pada tumor mungkin berperan untuk memacu proses diferensiasi dan pertumbuhan pada organ target. Kadar IL-6 meningkat pada pasien hepatitis C kronis (51,97±17,97 pg/mL), serta didapatkan kadar IL-6 yang lebih tinggi pada KHS (85,43±18,61 pg/mL). Peningkatan IL-6 pada pasien hepatitis C sesuai dengan progresifitas penyakit. Kadar ini lebih menggambarkan kondisi disfungsi hati daripada parameter inflamasi yang terjadi pada hati. Interleukin-6 dapat digunakan sebagai penanda progresifitas penyakit hati daripada menggunakan metode yang invasif (El-Ghaffar et al., 2008). Interleukin-6 merupakan sitokin yang berperan besar dalam respon hati terhadap infeksi atau inflamasi sitemik. Serum IL-6 meningkat pada pasien dengan inflamasi hati kronis termasuk hepatitis B, hepatitis C dan steatohepatitis. Serum IL-6 juga meningkat pada pasien KHS. Pada hepatitis kronis, IL-6 terutama diproduksi oleh sel Kupffer yang teraktivasi, yang akan meningkatkan respon inflamasi lokal dan menginduksi proliferasi hepatosit sebagai kompensasi dan akan menyebabkan transformasi maligna dari hepatosit (Nakagawa et al., 2009).
3
Produksi IL-6 yang berlebihan akan berperan dalam berbagai penyakit, termasuk penyakit autoimun, penyakit inflamasi kronis, dan beberapa macam kanker. Kadar IL-6 meningkat pada pasien KHS. Tingginya kadar IL-6 akan memicu perkembangan KHS pada pasien hepatitis B, sehingga IL-6 dapat dipertimbangkan sebagai penanda biologis untuk KHS (Liu et al., 2010). Pasien hepatitis B kronis dan hepatitis C yang mempunyai kadar IL-6 yang tinggi akan berkembang menjadi KHS. Kadar IL-6 serum pada pasien KHS yang baru terdiagnosis dan pasien KHS yang kambuh lebih tinggi dibandingkan pada orang sehat. Tingginya kadar IL-6 berhubungan dengan besarnya diameter tumor pada pasien KHS. Sehingga, tingginya kadar IL-6 dapat digunakan sebagai penanda tumor pada KHS (Pang et al., 2011). 2. Pertanyaan Penelitian Apakah kadar interleukin-6 pada KHS lebih tinggi dibandingkan dengan hepatitis kronis? B. 1.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum Untuk mengetahui seberapa peningkatan kadar interleukin-6 pada KHS dibandingkan dengan hepatitis kronis.
2.
Tujuan khusus Mengukur kadar interleukin-6 penderita pada hepatitis kronis dan KHS. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penderita
hepatitis kronis, peneliti maupun institusi, berupa :
4
1.
Manfaat bagi peneliti Menambah pengetahuan peneliti tentang sitokin yang berperan dalam progresifitas penyakit hati sehingga dapat lebih waspada untuk monitoring yang lebih ketat.
2.
Manfaat bagi penderita Penderita dapat mengetahui tingkat keparahan penyakitnya.
3.
Bagi institusi/ilmu pengetahuan Pengetahuan mengenai progresifitas penyakit hepatitis menjadi KHS dengan melihat kadar IL-6 akan menambah wawasan/masukan lain untuk membantu diagnosis adanya KHS. D. Keaslian Penelitian Tabel 1. Daftar penelitian tentang hubungan IL-6 dengan hepatitis kronis dan KHS
No. Peneliti
Judul Penelitian
Metode Hasil Penelitian Penelitian 1. Ataseven The Levels of CrossTerdapat peningkatan yang bermakna et al., Ghrelin, Leptin, sectional kadar ghrelin, TNF α, dan IL-6 pada 2006 TNF-α, and IL-6 sirosis hati dan KHS. in Liver IL-6 serum meningkat bermakna pada Cirrhosis and kelompok penderita sirosis hati Hepatocellular dengan hepatitis B dan atau hepatitis Carcinoma due D (15,65 ± 5,19; p<0,05) dan to HBV and kelompok penderita KHS (33,27 ± HDV Infection 16,38; p<0,01). 2. Wong et High serum IL-6 CaseTerdapat kadar IL-6 yang tinggi pada al., 2009 level predicts control pasien hepatitis B kronis yang future akhirnya berkembang menjadi KHS hepatocellular (OR 3,2 CI 95% 1,6±6,3; p=0,001). carcinoma Median kadar IL-6 pada kelompok development in hepatitis B 6,1(4,6–7,7) dan patients with kelompok KHS 9,7(5,8–15,2). IL-6 chronic hepatitis mempunyai akurasi moderat dalam B memprediksi terjadinya KHS.
5
3. ElGhaffar et al., 2008
Prognostic Significance of Interleukins Determination in Liver Diseases
4. Porta et al., 2008
Circulating IL-6 as a tumor marker for hepatocellular carcinoma
CrossTerdapat peningkatan kadar IL-6 pada sectional pasien penyakit hati terkait hepatitis C, terutama pada pasien sirosis hati dan KHS. IL-6 serum meningkat bermakna pada kelompok penderita hepatitis C tanpa sirosis hati (51,97±17,97), kelompok penderita hepatitis C dengan sirosis hati (71,55± 22,87) dan kelompok penderita hepatitis C dengan KHS (85,43 ± 18,61) dibandingkan dengan kelompok kontrol (8,87 ± 3,09), p=0,001. CaseIL-6 dapat dipertimbangkan sebagai control penanda tumor untuk KHS. Nilai diagnostiknya meningkat secara signifikan ketika dikombinasikan dengan AFP. IL-6 serum meningkat bermakna pada kelompok penderita sirosis hati dengan hepatitis B dan atau hepatitis C (median 5,47 (2,6–10)) dan kelompok penderita KHS dengan hepatitis B dan atau hepatitis C (median 22,19 (10,6–38,4)) dibandingkan dengan kelompok kontrol (median 0,89 (0,0–1,81)), p<0,001.
Sepengetahuan peneliti belum ada penelitian yang membahas peningkatan kadar interleukin-6 pada KHS dibandingkan dengan hepatitis kronis yang dilakukan di Indonesia dan RS Dr. Sardjito khususnya dimana mempunyai populasi penderita yang berbeda dari penelitian sebelumnya, yaitu ras Asia Tenggara dengan genotip yang berbeda.