BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan industri farmasi di Indonesia semakin maju, hal ini terbukti dengan meningkatnya pasar farmasi Indonesia yang tumbuh signifikan mencapai 13,5% per tahun dan nilai pasar industri farmasi di Indonesia ditargetkan mencapai US$ 4,9 miliar pada tahun 2012. Angka pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan rata-rata industri farmasi dunia yang hanya sebesar 3% per tahun. Indonesia memiliki pangsa pasar terbesar, sekitar 37% di Asia Tenggara dengan penduduk mencapai 650 juta. Indonesia bersama Thailand dan Filipina menguasai pasar industri farmasi Asia Tenggara sebesar 80% serta diperkirakan pasar industri farmasi hingga 2016 akan mencapai nilai 96,1 miliar USD (Rinaldi, 2012). Tingginya tingkat pertumbuhan pasar industri farmasi Indonesia meningkatkan persaingan dalam dunia industri sehingga keberlangsungan suatu industri farmasi tidak lepas dari faktor kualitas obat yang menjadi permasalahan penting bagi manajemen dalam menjalankan kegiatan produksi dan operasi karena produk yang berkualitas mencerminkan keberhasilan setiap perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen yang akan membawa citra perusahaan. Industri farmasi merupakan segmen vital pelayanan kesehatan yang melakukan penelitian, produksi dan pemasaran obat-obatan dan produk biologi dan perangkat obat yang digunakan untuk diagnosis dan pengobatan penyakit. Kualitas obat yang rendah bukan hanya membahayakan kesehatan, tetapi juga merupakan pemborosan biaya bagi industri farmasi maupun konsumen. Oleh 1
karena itu, pemeliharaan kualitas obat dengan perbaikan terus-menerus (continous improvement) sangat penting di dalam industri farmasi (Mazumder et al, 2011). Sediaan obat tidak hanya ditentukan oleh pengawasan kualitas terhadap produk jadi, tetapi meliputi pengawasan menyeluruh mulai dari pemilihan bahan baku, proses pembuatan sampai pada produk akhir yang siap diedarkan. Perlindungan masyarakat terhadap efek negatif penggunaan obat yang tidak memenuhi persyaratan kualitas memerlukan standar proses pembuatan agar diperoleh produk yang memenuhi syarat kualitas konsisten dari bets ke bets melalui penerapan Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB). Produk obat yang berkualitas reproduksibilitasnya terjamin dari batch ke batch (Soebagyo, 2001). Tahap produksi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas suatu produk obat dan biasanya timbul ketidaksesuaian terhadap spesifikasi. Output proses produksi yang dihasilkan selalu berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh variabilitas-variabilitas yang terjadi dalam proses produksi. Variabilitas merupakan perubahan-perubahan atau perbedaan yang sumbernya berasal dari komponen-komponen penyusun produksi antara lain sumber daya manusia, mesin, bahan baku, metode, pengukuran, dan kondisi lingkungan, (McClave dkk., 2011). Proses produksi yang memiliki variasi dalam operasinya akan menghasilkan produk yang kualitasnya tidak konsisten dalam memenuhi spesifikasi produk yang telah ditetapkan. Jenis variasi dalam proses produksi dikelompokkan menjadi dua yaitu variasi alamiah (natural variation) dan variasi buatan (assignable variation) (Reid, 2005). Variasi alamiah disebut juga sebabsebab umum merupakan variasi yang tidak dapat dihilangkan meskipun suatu 2
produk dan proses produksinya didesain dan dipelihara sebaik apapun (Montgomery, 2009). Variasi buatan disebut juga sebab-sebab khusus adalah sumber variasi dalam sebuah proses yang seharusnya dapat ditelusuri penyebabnya dan dihilangkan agar tidak mengganggu kualitas produk yang dihasilkan. Variasi ini mengakibatkan suatu proses berjalan diluar kendali dan berakibat buruk pada kualitas produk (Heizer dan Render, 2006). Produk harus diproduksi pada proses yang stabil atau dapat diulang agar produk yang dihasilkan kualitasnya konsisten dan memenuhi spesifikasi karakteristik kualitas yang ditetapkan (Montgomery, 2009). Semua proses selalu ada variasi alamiah maupun variasi buatan padahal variasi dalam proses produksi mengakibatkan cacat kualitas dan produk yang dihasilkan kualitasnya tidak konsisten. Cacat kualitas dapat diminimalkan dengan cara dilakukan pengawasan kualitas produk yang sedang diproduksi untuk membangun kualitas ke dalam produk sehingga kualitas produk tidak hanya diperoleh melalui pengujian terhadap produk akhir, melainkan menanamkan kualitas dalam setiap proses. Semakin meningkatnya tuntutan terhadap jaminan khasiat, keamanan, dan kualitas obat, maka konsep pengawasan mutu yang saat ini masih banyak digunakan di indutri farmasi yaitu konsep defect detection yaitu bagaimana suatu sistem pengawasan tersebut dapat mendeteksi kesalahan yang sudah terjadi menjadi sangat tidak memadai lagi di tengah arus globalisasi. Jaminan terhadap khasiat, kemananan, dan mutu produk industri farmasi hanya bisa dilakukan jika terdapat sistem yang secara proaktif mencegah sebelum terjadinya kesalahan atau penyimpangan dalam proses pembuatan obat (Priyambodo, 2007). Agar proses 3
produksi obat berada dalam rentang kendali kualitas yang ditetapkan, dibutuhkan metode yang dapat memberikan informasi kinerja sebuah proses bahwa proses berjalan dengan baik dan terkendali. Metode yang dapat digunakan adalah Statistical Process Control (SPC) (Reid, 2005). Statistical Process Control (SPC) merupakan teknik statistik dalam pengendalian proses yang menunjukkan prosedur dalam mengawasi, mengontrol, menganalisis mempertahankan, dan memperbaiki standar kualitas proses produksi (Deros dkk., 2010). Sebuah proses dikatakan terkendali secara statistik bila sumber variasi hanya berasal dari variasi alamiah atau sebab-sebab umum. Statistical Process Control (SPC) dapat membedakan variasi alamiah dan variasi buatan, dengan demikian akan memberikan peringatan secara statistik bila terdapat penyebab variasi buatan (sebab-sebab khusus) sehingga SPC dapat dijadikan alat untuk mempercepat pengambilan keputusan untuk mengambil tindakan dalam menghilangkan penyebab timbulnya variasi buatan (Heizer dan Render, 2006). Statistical Process Control (SPC) menggunakan alat bagan kendali (control chart) yang menggambarkan apakah output suatu proses berada dalam rentang variasi alamiah. Aplikasi SPC dapat dilakukan untuk mengevaluasi proses selama periode tertentu (annual review) terkait dengan adanya permasalahan pada output produk. Statistical Process Control (SPC) dapat membantu dalam mengidentifikasi variasi dalam proses untuk dapat dikurangi sehingga dapat memperbaiki yield. Statistical Process Control (SPC) merupakan metode yang efektif untuk memperbaiki yield produk, yaitu melalui analisis variasi karakteristik kualitas pada sebuah proses dan menggunakan hasil analisis 4
tersebut untuk melakukan perubahan pada proses produksi. Sehingga diperlukan tindakan pengumpulan data terkait karakteristik kualitas produk, untuk mengetahui bukan hanya proses tersebut menghasilkan produk yang dapat memenuhi spesifikasi atau dapat diterima (acceptable product) tetapi proses tersebut dapat diprediksi (predictable) atau tidak dapat diprediksi (not predictable). Proses yang predictable berarti proses tersebut secara statistik terkendali dan proses not predictable berarti proses tersebut secara statistik tidak terkendali. Proses yang terkendali belum tentu berarti bahwa proses tersebut menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi kualitas yang ditetapkan, maka perlu menentukan seberapa kemampuan proses tersebut memenuhi spesifikasi. Berdasarkan hasil metode SPC dengan menggunakan alat bagan kendali ini, perusahaan dapat melakukan upaya perbaikan berkesinambungan (continous improvement). Industri farmasi tempat dilakukannya penelitian ini merupakan salah satu industri farmasi di Jakarta yang tidak berorientasi pasar ataupun bisnis untuk mencapai keuntungan (not-for-profit) karena produksi yang dilaksanakan menggunakan dana APBN dan mempunyai tugas memproduksi obat-obatan untuk anggota-anggotanya. Walaupun bukan merupakan industri farmasi not-for-profit, industri farmasi tersebut memiliki tanggung jawab yang sama dengan industri farmasi lainnya terutama dalam hal pemenuhan pelayanan ketersediaan obat yang berkualitas sesuai dengan standar CPOB untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya di bidang kesehatan. Industri farmasi tersebut merupakan industri farmasi yang sampai saat ini terus mengalami perkembangan dan melakukan 5
perbaikan yang terus menerus di segala aspek operasionalnya termasuk dalam pengendalian proses produksinya. Industri farmasi memproduksi kurang lebih 48 jenis obat generik setiap tahunnya dengan produksi obat yang berbeda-beda setiap tahun tergantung dari permintaan. Bentuk sediaan padat (solid) adalah yang paling banyak diproduksi mencapai sekitar 75% dari seluruh bentuk sediaan yang diproduksi di Industri farmasi. Industri farmasi memproduksi kaplet antibiotik dengan ukuran jumlah batch paling besar dibandingkan produk sediaan padat lainnya karena banyaknya permintaan kebutuhan akan kaplet antibiotik untuk anggotanya di Indonesia dan jenis obat yang selalu ada dalam permintaan produksi tiap tahun. Produksi kaplet antibiotik diproduksi dengan metode kempa langsung yang selama ini karakteristik kualitasnya selalu memenuhi spesifikasi yang sesuai dengan monografi Farmakope yang dipakai oleh Industri farmasi tetapi belum diketahui keterkendalian proses produksinya. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan evaluasi proses produksi kaplet antibiotik tersebut yaitu pada tahap pencampuran dan tahap pengempaan menggunakan SPC dengan alat bagan kendali sehingga dapat diketahui apakah proses pembuatan kaplet terkendali secara statistik sehingga dapat diprediksi (predictable) atau tidak terkendali secara statistik sehingga tidak dapat diprediksi (not predictable). Hasil evaluasi tersebut dapat digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan kinerja proses yang sesuai. Penelitian ini melakukan analisis proses produksi kaplet antibiotik dibatasi pada tahap proses pencampuran dan pengempaan kaplet dengan menerapkan metode Statistical Process Control yang belum pernah diterapkan di industri farmasi tersebut. 6
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang adalah: 1.
Apakah proses produksi tahap pencampuran dan tahap pengempaan kaplet antibiotik di industri farmasi terkendali atau tidak terkendali apabila dianalisis dengan metode Statistical Process Control (SPC)?
2.
Apa sajakah sebab-sebab khusus yang menyebabkan proses produksi tahap pencampuran dan tahap pengempaan kaplet antibiotik tidak terkendali secara statistik di industri farmasi? C. Keaslian Penelitian Penelitian yang hampir sama yang pernah dilakukan oleh :
1.
Wulandari (2007), dalam penelitian Analisis Pengendalian Kualitas Kaplet Salut “A” dengan Metode Statistiscal Quality Control (SQC) di PT. Berlico Mulia Farma Yogyakarta.
2.
Puspita (2010), dalam penelitian Analisis Pengendalian Kualitas Obat Sediaan Kaplet Salut Selaput Profenal® melalui Penerapan Metode Statistical Process Control di PT. Yarindo Farmatama. Perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian sebelumnya adalah pada
penelitian ini dilakukan analisis proses produksi pada tahap pencampuran dan pengempaan bentuk sediaan kaplet kempa langsung sedangkan kedua penelitian tersebut melakukan analisis proses produksi bentuk sediaan kaplet salut yaitu pada tahap pengempaan garnulasi basah dan penyalutan kaplet. Software yang dipakai pada penelitian ini adalah MINITAB 15.0 yang lebih umum digunakan dan lebih mudah didapatkan dibandingkan dengan kedua penelitan tersebut yang 7
menggunakan CHARTRUNNER 3.6. Lokasi dan waktu dalam penelitian ini juga berbeda dengan penelitian sebelumnya. D. Kepentingan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1.
Bagi Perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk mengevaluasi proses pengendalian kualitas kaplet antibiotik melalui penerapan Statistical Process Control (SPC) dan sebagai dasar untuk merencanakan perbaikan atau peningkatan proses produksi kaplet antibiotik bagi kemajuan industri farmasi.
2.
Bagi Praktisi Penulis dapat menerapkan ilmu yang diperoleh sehingga penulis mampu memperdalam pengalaman secara konkrit sebagai bekal bekerja di perusahaan farmasi.
3.
Bagi Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak akademis sebagai pengembangan ilmu pengetahuan yang disesuaikan dengan kondisi aktual di bidang manajemen produksi farmasi.
4.
Bagi pihak lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi penelitian lebih lanjut bagi yang akan melakukan penelitian di bidang manajemen produksi farmasi.
8
E. Tujuan Penelitian 1.
Menganalisis keterkendalian proses produksi tahap pencampuran dan tahap pengempaan kaplet antibiotik di industri farmasi dengan metode Statistical Process Control (SPC).
2.
Mengetahui sebab-sebab khusus yang menyebabkan proses produksi tahap pencampuran dan tahap pengempaan kaplet antibiotik tidak terkendali secara statistik di industri farmasi.
9