BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada konteks negara Indonesia, tujuan negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, yang mengidentifikasi bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang menganut konsep welfare state (negara kesejahteraan).1 Dalam mewujudkan negara kesejahteraan tersebut, maka diperlukan adanya suatu pembangunan nasional yang melibatkan peran serta bukan hanya dari Pemerintah, namun juga dari masyarakat. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai. Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa 1
H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, 2009, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan Publik, Pertama, Nuansa, Bandung, hlm. 11.
1
2
diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan Pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi serta menumbuhkan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan Pemerintah saling menunjang, saling mengisi dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional. Sebagai warga negara Indonesia, kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang disabilitas adalah sama dengan warga negara lainnya. Oleh karena
itu,
peningkatan
peran
para
penyandang
disabilitas
dalam
pembangunan nasional sangat penting untuk mendapat perhatian dan didayagunakan sebagaimana mestinya. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, juga dilindungi, dihormati, dan dipertahankan oleh Negara Republik Indonesia, sehingga perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia terhadap kelompok rentan khususnya penyandang disabilitas perlu ditingkatkan. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari masyarakat yang dikelompokkan sebagai masyarakat rentan. Berdasarkan hal tersebut, maka penyandang disabilitas berhak mendapatkan perlindungan sebagaimana yang diamanatkan undang-undang. Hak untuk memperoleh perlindungan tersebut
3
salah satunya meliputi hak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Pasal 28 H ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang pada intinya mengatur bahwa setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif dan berhak atas perlindungan dari tindakan diskriminatif serta berhak untuk memperoleh kesempatan yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Ketentuan tersebut memberikan kedudukan yang jelas bagi penyandang disabilitas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan hal tersebut, penyandang disabilitas sebagai bagian dari masyarakat berhak mendapatkan perlindungan dan mampu berdayaguna bagi pembangunan nasional. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat mengatur bahwa setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menyatakan
bahwa
Pemerintah
dan/atau
masyarakat
mengupayakan
terwujudnya hak-hak penyandang cacat. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat juga mengatur bahwa yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, pendidikan, sosial, ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan umum, hukum, budaya, politik, pertahanan keamanan, olahraga, rekreasi, dan informasi. Artinya penyandang
4
disabilitas mempunyai hak-hak yang sama dengan warga negara lain dan harus dijamin dan dilindungi oleh Pemerintah. Dalam rangka mewujudkan jaminan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas, Pemerintah semakin intensif dalam permasalahan penyandang disabilitas. Hal tersebut juga didukung dengan disahkannya Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Pemerintah mulai mengubah paradigma penanganan terhadap permasalahan penyandang disabilitas, yang semula dengan melaksanakan pendekatan kesejahteraan sosial telah diubah menjadi pola penanganan dengan pendekatan pemenuhan hak. Tentunya perubahan ini harus didukung dengan adanya fasilitas yang memadai sehingga pemenuhan hak tersebut dapat terwujud. Pemerintah
dalam
mewujudkan
pemenuhan
hak
bagi
para
penyandang disabilitas telah menyusun program yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan, yang meliputi penghapusan kemiskinan dan kesempatan kerja, peningkatan partisipasi politik dan pengambilan keputusan, aksesibilitas lingkungan fisik transportasi umum, ilmu pengetahuan, informasi dan komunikasi, penguatan perlindungan sosial, perluasan intervensi dini dan pendidikan bagi penyandang disabilitas anak.2
2
Strategi Pembangunan yang Inklusif dan Berkelanjutan diakses melalui Trirustiana.wordpress.com pada tanggal 26 Agustus 2014 Pukul 20.46 WIB.
5
Program Pemerintah tersebut dalam pelaksanaannya membutuhkan peran serta dari pihak-pihak terkait. Mewujudkan hal tersebut Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah menetapkan Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Peraturan daerah tersebut telah termuat program-program Pemerintah yang menjadi prioritas, sebagaimana telah dikemukakan diatas. Dengan begitu diharapkan, perwujudan perlindungan dan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas tidak hanya menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat, namun juga menjadi tanggungjawab Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Mengingat hal tersebut, maka perlu adanya suatu keterlibatan aktif dari Satuan Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sehingga Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas dapat terimplementasikan dengan baik. Salah satu campur tangan Pemerintah DIY dalam usaha untuk mengimplementasikan peraturan daerah tersebut dapat melalui stelsel perizinan. Melalui perizinan pemerintah mencampur, mengarahkan, bahkan juga mengendalikan berbagai aktivitas dan sepak terjang warganya. Seperti halnya dalam Pasal 89 ayat (1) Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas mengatur Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat berkewajiban mewujudkan dan memfasilitasi terwujudnya aksesibilitas
6
penggunaan fasilitas umum bagi penyandang disabilitas sesuai dengan kewenangannya. Pasal 90 Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas mengatur lebih lanjut bahwa upaya mewujudkan aksesibilitas tersebut harus memenuhi
prinsip
kemudahan,
keamanan/keselamatan,
kenyamanan,
kesehatan, dan kemandirian dalam hal menuju, mencapai, memasuki dan memanfaatkan fasilitas umum. Kedua pasal tersebut menunjukkan bahwa perizinan merupakan salah satu komponen utama dalam mewujudkan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Faktanya, masih ditemukan adanya fasilitas publik di Kota Yogyakarta yang belum mewujudkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, seperti halnya bangunan-bangunan yang digunakan untuk melakukan kegiatan keagamaan, usaha, sosial, budaya, dan kegiatan khusus. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dilakukan penelitian dengan judul Peran Dinas Perizinan Dalam Mendorong Percepatan Implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Studi Kasus Dinas Perizinan Kota Yogyakarta).
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan masalah : 1. Bagaimana upaya Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas? 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas? 3. Bagaimana upaya mengatasi kendala-kendala yang dihadapi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui dan menganalisis upaya Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. 2. Mengetahui dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam mendorong percepatan implementasi
8
Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. 3. Mengetahui dan menganalisis upaya mengatasi kendala-kendala yang dihadapi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat : 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum pemerintahan serta penguatan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas pada khususnya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat bermanfaat bagi : a. Dinas Perizinan agar dapat menjadi bahan referensi dalam melaksanakan tugas dan peranannya sehingga hak-hak penyandang disabilitas dapat terlindungi dan terpenuhi. b. Pemerintah Daerah agar dapat menjadi bahan referensi dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mengeluarkan kebijakan
di
bidang
penyandang disabilitas.
perlindungan
dan
pemenuhan
hak-hak
9
c. Penyandang Disabilitas agar semakin memahami hak-hak yang dimiliki sesuai dengan peraturan perundang-undangan. d. Masyarakat agar dapat semakin paham hal-hal yang berkaitan dengan penyandang disabilitas.
E. Keaslian Penelitian Peran Dinas Perizinan Dalam Mendorong Percepatan Implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Studi Kasus Dinas Perizinan Kota Yogyakarta) merupakan karya asli. Hal ini dikarenakan terdapat kekhususan dalam penelitian ini. Kekhususan dalam penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang peran Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Adapun 4 (empat) penelitian yang sudah ada yang temanya sama atau proposisinya sama atau sub-sub isu hukumnya sama atau sub isu hukumnya sama : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Choirina Tien Rosyadi dengan NPM 10 340204 pada tahun 2014, dari Fakultas Syaria’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul Implementasi Pelayanan Publik di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta Tahun 2013. Pokok permasalahan yang diangkat adalah bagaimana proses dan prosedur
10
pelayanan serta keterbukaan Dinas Perizinan Yogyakarta dalam meberikan informasi kepada publik, apakah Dinas Perizinan Yogyakarta sudah merealisasikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undnag-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan kendala apa saja yang dihadapi Dinas Perizinan dalam memberikan pelayanan publik. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui proses dan prosedur pelayanan serta keterbukaan Dinas Perizinan Yogyakarta dalam meberikan informasi kepada publik, untuk mengetahui realisasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan untuk mengetahui kendala yang dihadapi Dinas Perizinan dalam memberikan pelayanan publik. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan yakni bahwa proses dan prosedur pelayanan di Dinas Perizinan sudah sesuai dengan standar pelayanan yang ada, Dinas Perizinan telah merealisasikan UndangUndang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan menerapkan asas-asas yang terkandung dalam undang-undang tersebut, dan kendala yang dialmi berkaitan dengan sumber daya manusia yang kurang memadai. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Netty Prabawijayanti dengan NPM E1A007009 pada tahun 2012 dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal
11
Soedirman dengan judul Penganturan Pemenuhan Hak-HAk Penyandang Cacat Berdasarkan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities Tahun 2006 di Indonesia. Pokok permasalahan yang diangkat adalah bagaimana pemenuhan hak-hak penyandang cacat di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemenuhan hak-hak penyandang cacat di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan mengenai hak penyandang cacat dalam CRPD diatur dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 30, tetapi kenyataannya masih jauh dari yang diharapkan dan belum diimplementasikan secara optimal. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Andi Sulastri dengan NPM B1110908 pada tahun 2014 dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar yang berjudul Tinjauan Hukum Terhadap Penyediaan Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas di Kota Makassar. Pokok permasalahan yang diangkat adalah bagaimana pemenuhan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di Kota Makassar dan bagaimana mekanisme pelaksanaan dan implementasi Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemenuhan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di Kota Makassar dan untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan dan implementasi Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Hasil dari penelitian yakni pemenuhan aksesibilitas di Kota Makassar tidak sepenuhnya berjalan dan terdapat kerangka acuan kerja bagi Dinas Pekerjaan Umum untuk
12
membangun gedung yang diharapkan sesuai dengan Undang -Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Kelompok PKM-P (Program Kreativitas Mahasiwa-Penelitian) terdiri dari Bernadette Febriyanti (110510522), Natalia Cynintia Dewi (110510549), Fransisca Devega Matulessy (110510617 ), Arysthanya Arysanto ( 120510852 ) pada tahun 2012, dari Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul Aksesibilitas Bagi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Di Perguruan Tinggi Swasta Di Kopertis Wilayah V Yogyakarta. Pokok permasalahan yang diangkat adalah bagaimana penyediaan serta peran Kopertis Wilayah V Yogyakarta dalam upaya memenuhi aksesibilitas bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penyediaan serta peran Kopertis Wilayah V Yogyakarta dalam upaya memenuhi aksesibilitas bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan adalah belum semua Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah V Yogyakarta sudah menyediakan sarana dan prasarana yang layak bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Kalaupun sudah ada, ketentuannya belum sesuai seperti yang sudah diatur dalam undang-undang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum.
13
F. Batasan Konsep Batasan konsep yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah : 1. Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.3 2. Dinas Perizinan adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum.4 3. Mendorong adalah mendesak.5 4. Percepatan adalah perbuatan (hal dan sebagainya) mempercepat.6 5. Implementasi adalah penerapan.7 6. Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas adalah dasar hukum untuk meningkatkan kualitas hidup para penyandang disabilitas di Yogyakarta.
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. 8 Pada
3
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, 2012, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1051. 4 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah diakses melalui www.bappenas.go.id pada tanggal 18 November 2014 pukul 20.29 WIB. 5 Op.Cit. hlm. 341. 6 Ibid. hlm. 232. 7 Ibid. hlm. 529.. 8 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 117.
14
penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.9 Penelitian hukum normatif berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peran Dinas Perizinan dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Studi Kasus Dinas Perizinan Kota Yogyakarta). 2. Data Dalam penelitian hukum normatif data berupa data sekunder, terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.10 Adapun bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.11 a. Bahan hukum primer, meliputi : 1) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28 H ayat (2) yang mengatur bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan
9
Ibid. Soerjono Soekanto dan Sri Pamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 13. 11 Ibid. 10
15
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan 2) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28 I ayat (2) mengatur bahwa setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak atas perlindungan dari tindakan diskriminatif. 3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1997, Bab III tentang Hak dan Kewajiban, Pasal 8 mengatur bahwa Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat. 4) Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012, Bab III tentang Aksesibilitas, Pasal 89 ayat (1) mengatur bahwa Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat
berkewajiban
mewujudkan
dan
memfasilitasi
terwujudnya aksesibilitas penggunaan fasilitas umum bagi penyandang disabilitas sesuai dengan kewenangannya. b. Bahan hukum sekunder, meliputi :
16
1) Pendapat hukum dan pendapat bukan hukum yang diperoleh dari : (a) Buku (1) Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Kedua, Sinar Grafika, Jakarta (2) Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta (3) H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, 2009, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan Publik, Pertama, Nuansa, Bandung (4) Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Pertama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta (5) N. M. Spelt, J. B. J. M. ten Berge disunting oleh Philipus M. Hadjon, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Pertama, Yuridika, Surabaya (6) Philipus M. Hadjon, Sri Soemantri Martosoewignjo dkk, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Kesepuluh, Gadjah Mada Unversity Press, Yogyakarta
17
(7) Soerjono Soekanto dan Sri Pamudji, 2007, Penelitian Hukum
Normatif
Suatu
Tinjauan
Singkat,
PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta (8) W. Riawan Tjandra, 2004, Dinamika Peran Pemerintah Dalam Perspektif Hukum Administrasi-Analisis Kritis Terhadap Perspektif Penyelenggaraan Pemerintahan, Pertama,
Universitas
Atma
Jaya
Yogyakarta,
Yogyakarta (9) W. Riawan Tjandra ,2008, Hukum Administrasi Negara, Pertama, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta (10)
W. Riawan Tjandra,2011, Teori Dan Praktik
Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta (11)
Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan Problem
Dan Upaya Pembenahan, Pertama, PT. Grasindo, Jakarta (b) Hasil penelitian (1) Etti Papayungan, 2006, Pemberdayaan Penyandang Cacat Melalui Program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (Studi Kasus Pelaksanaan Pemberdayaan
18
Terhadap 7 Penyandang Cacat Melalui Program RBM di Kecamatan Rantepao Tana (2) Imma Indra Dewi W., 2011, Pemenuhan Hak Aksesibilitas Penyandang Cacat di Kota Yogyakarta (c) Internet (1) http://www.pendidikan-diy.go.id,
Peraturan
Daerah
DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas (2) http://perizinan.jogjakota.go.id/ (3) Trirustiana.wordpress.com
(d) Jurnal hukum Laica Marzuki, 2011, Konstitusionalisme Dan Hak Asasi Manusia, Jurnal Konstitusi, Volume 8 Nomor 4, Sekretariat Jenderal Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2) Dokumen tentang izin yang telah dikeluarkan oleh Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang berupa advice planning bangunan komersial. 3) Wawancara dengan narasumber yaitu : (a) Iswari Maendrarko, S.T selaku Kepala Seksi Regulasi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
19
(b) Giri Widjonartomo, S.T., M.T selaku Kepala Seksi Koordinasi Lapangan dan Penelitian Dinas Perizinan Kota Yogyakarta; dan (c) Isniyarti Wuri Putranti, S.IP, MPA selaku Kepala Seksi Data Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. c. Bahan hukum tersier Bahan-bahan
yang
memberikan
petunjuk
maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disuusun oleh Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa pada tahun 2012 edisi Keempat dengan penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta
3. Cara Pengumpulan Data a) Studi kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundangundangan dan bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum dan pendapat bukan hukum yang diperoleh dari buku, hasil penelitian, jurnal hukum, dan internet.
20
b) Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung kepada Kepala Seksi Regulasi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, Kepala Seksi Koordinasi Lapangan dan Penelitian Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, dan Kepala Seksi Data Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dengan mengajukan pertanyaan yang sudah disiapkan. Pertanyaan secara terstruktur tentang peran Dinas Perizinan dan bentuknya tertutup dan terbuka. 4. Analisis Data a. Bahan hukum primer 1) Deskripsi Hukum Positif a. Isi Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundangundangan sesuai dengan pasal-pasal yang terkait dengan peran Dinas Perizinan dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan
Dan
Pemenuhan
Hak-Hak
Penyandang
Disabilitas, akan dideskripsikan. b. Struktur Sesuai dengan bahan hukum primer, maka peraturan perundang-undangan yang tertinggi sampai yang terendah juga akan dideskripsikan, yaitu
21
(1) Pasal 28 H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Pasal 28 I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (3) Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. (4) Pasal 89 ayat (1) Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. 2) Sistematisasi Hukum Positif Bahan hukum primer yang digunakan berupa peraturan perundang-undangan yang terdiri dari Pasal 28 H ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 8 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, dan Pasal 89 ayat (1) Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Ketiga peraturan perundang-undangan tersebut telah terdapat sinkronisasi. Prinsip penalaran yang akan digunakan adalah prinsip subsumsi, yakni adanya hubungan logis antara aturan-aturan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah, sehingga tidak perlu ada asas berlakunya peraturan perundangundangan.
22
3) Analisis Hukum Positif Hukum positif memiliki sistem terbuka, artinya normanorma dalam hukum positif terbuka untuk dianalisis, dikaji, dievaluasi, dan diteliti. 4) Interpretasi Hukum Positif Interprestasi hukum positif yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Interpretasi gramatikal yakni mengartikan setiap bagian kalimat menurut bahasa sehari-hari maupun bahasa hukum. b) Interpretasi sistematis yaitu dilakukan secara vertikal untuk mengetahui ada tidaknya sinkronisasi antara peraturan perundang-undangan yang tinggi dengan peraturan perundangundangan yang lebih rendah. c) Interpretasi teleologi, bahwa setiap interpretasi memiliki tujuan tertentu. Tujuan sebagai perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. 5) Menilai Hukum Positif Menilai hukum positif merupakan gagasan yang ideal tentang peran Dinas Perizinan dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung
23
dalam Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum yang diperoleh dari buku, hasil penelitian, jurnal hukum, majalah, surat kabar, internet, dan makalah yang dideskripsikan dicari perbedaan dan persamaan pendapat untuk diperbandingkan dengan bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan. Dokumen tentang izin yang telah dikeluarkan oleh Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang akan dideskripsikan dan dikelompokkan ke dalam izin yang telah mengarah pada pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dan yang belum, serta jenis-jenis izin. 5. Proses Berpikir Langkah terakhir dalam menarik kesimpulan dilakukan dengan proses berpikir atau prosedur bernalar secara deduktif. Proses berpikir deduktif berawal dari proposisi umum yaitu peraturan perundangundangan tentang peran Dinas Perizinan dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, yang telah diketahui kebenarannya dan berakhir pada kesimpulan yang bersifat khusus yaitu dalam hal ini untuk mengetahui peran Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dalam mendorong percepatan implementasi Peraturan Daerah
24
DIY Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan HakHak Penyandang Disabilitas Studi Kasus Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.