1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keberadaan anak tunagrahita sering dipandang sebelah mata oleh sebagian anggota masyarakat. Mereka dianggap aneh karena menunjukkan perilaku yang tidak lazim atau tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada. Perilaku anak tunagrahita memang tidak mencerminkan perkembangan usia yang sebenarnya. Rendahnya kapabilitas mental pada anak tunagrahita sangat berpengaruh terhadap kemampuan dalam menjalankan fungsi-fungsi sosialnya. Dengan keterbatasan yang dimiliki itulah seringkali keluarga berada dalam situasi yang sulit sehingga banyak orangtua yang secara drastis mengubah cara hidup mereka sehubungan dengan kehadiran anak tunagrahita didalam keluarganya (Semiun, 2006). Prevalensi tunagrahita di Indonesia hingga saat ini belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 1-3% dari jumlah total penduduk Indonesia mengalami tunagrahita (Maramis,2008). Berdasarkan tingkat atau klasifikasi tunagrahita, populasi tunagrahita di Indonesia diperkirakan 80-90% tergolong dalam klasifikasi tunagrahita ringan, 5% tergolong dalam klasifikasi tunagrahita berat sampai sangat berat, sedangkan sisanya tergolong dalam klasifikasi tunagrahita sedang (Nelson, 2000). Di Propinsi Jawa Timur tepatnya di Kabupaten Ponorogo, kurang lebih terdapat 500 penduduk yang terdeteksi tunagrahita. Tidak heran jika pada tahun 2011 banyak media cetak maupun elektronik menyebutkan bahwa Kabupaten 1
2
Ponorogo mempunyai sebuah kampung yang diberi julukan sebagai kampung idiot. Kampung ini terletak di bagian selatan kota Ponorogo dengan karakteristik banyak ditemukaan warga kampung tersebut yang mengalami tunagrahita. Mereka tidak bisa diajak komunikasi atau bahkan memenuhi kebutuhannya sendiri layaknya seperti manusia normal. Kasus tunagrahita di Ponorogo layaknya seperti fenomena gunung es. Dari luar tampak sedikit, namun jika kita melihat lebih dalam lagi, ternyata tidak sedikit warga di kota ini menderita tunagrahita. Hal ini sesuai dengan survey yang dilakukan oleh Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Luar Biasa (MKKSLB) Ponorogo yang telah dilakukan sejak tahun 2010, bahwa jumlah anak tunagrahita yang ada di Ponorogo terbilang cukup mengkhawatirkan. Survey yang dilakukan pada 10 Kecamatan di Ponorogo didapatkan bahwa ratarata sekitar 146 anak di kecamatan tersebut menyandang tunagrahita dan tidak semuanya mempunyai kesempatan untuk mengikuti pendidikan secara formal di sekolah khusus atau Sekolah Luar. Pada hakikatnya, keluarga yang memiliki anak tunagrahita ingin mengantarkan anaknya melewati tugas perkembangan hingga usia dewasa. Selama melewati masa perkembangan, anak tunagrahita memang memerlukan perlakuan khusus yang tidak bisa disamakan dengan anak normal pada umumnya. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tork et al (2007) bahwa anak dengan disabilitas sangat mempunyai ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari terutama dalam hal perawatan diri, namun dengan diberikannya bimbingan dan latihan yang tepat, maka anak tersebut dapat dengan segera menjadi
mandiri
untuk
memenuhi
kebutuhan
perawatan
dirinya
3
(Rahmawati,2011). Ketrampilan perawatan diri seperti mandi, berpakaian, makan dan ke toilet sebaiknya mulai diajarkan sejak dini oleh keluarga. Keluarga terutama orang tua juga perlu mengetahui dan memahami indikator-indikator yang harus dicapai oleh anak tunagrahita dalam hal perawatan diri agar mampu mengembangkan anak
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang
dimilikinya. Pentingnya keterlibatan keluarga terutama orangtua dalam memberikan asuhan pada anak juga dijelaskan oleh Benzein et al, bahwasanya dengan menempatkan orangtua sebagai mitra dalam merawat anak dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan, menyelesaikan masalah, dan menggunakan
sumber-sumber
yang
tepat
dalam
memenuhi
kebutuhan
kesehatannya sehingga diharapkan anak dapat mencapai tugas perkembangan sesuai dengan kemampuannya. Perilaku keluarga dalam merawat anak tunagrahita dapat katakan positif jika keluarga memiliki pengetahuan yang baik, sikap yang mendukung dan melakukan tindakan yang tepat dalam merawat anak tuna grahita. Perilaku tersebut tidaklah muncul dengan sendirinya, adanya suatu perilaku merupakan akibat adanya rangsangan (stimulus), baik dari dalam dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Perilaku timbul sebagai respon karena adanya interaksi antara rangsangan dan individu sebagaimana dalam teori Bandura yang menjelaskan bahwa perilaku manusia merupakan timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Dalam rangka membentuk sebuah perilaku pada setiap individu, American Academy of Pediatric (1996) juga telah merekomendasikan bahwa perlu adanya
4
suatu perencanaan yang sistemik guna melatih keluarga agar mampu melakukan perawatan diri pada anak tunagrahita semaksimal mungkin dengan melalui sebuah upaya pemberdayaan. Pemberdayaan keluarga dapat dipandang sebagai suatu proses
memandirikan
anggota
keluarganya
dalam
mengontrol
status
kesehatannya. Pemberdayaan keluarga juga memiliki makna bagaimana keluarga memampukan dirinya sendiri dengan difasilitasi orang lain melalui proses transfer, baik transfer kekuatan/power, otoritas, pilihan dan perijinan sehingga mampu menentukan pilihan dan membuat keputusan dalam kehidupannya (Rodwell, 1996). Heward (2003) menyatakan bahwa kemampuan anak tunagrahita sangat ditentukan oleh peran dan dukungan keluarga, karena keluargalah pihak yang paling mengenal dan memahami berbagai aspek dalam diri anak dengan baik dibandingkan orang lain, untuk itu sudah sepantasnyalah keluarga harus mampu memilih treathment yang tepat untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri anak tuna grahita yang dapat disesuai dengan karakteristik anak, kondisi dan kemampuan keluarga itu sendiri, sehingga treatment yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal, sekalipun treatment tersebut hanya berupa aktivitas-aktivitas yang sederhana. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka optimalisasi pendekatan pemberdayaan keluarga dapat tergatung dari adanya suatu model yang akan dijadikan pedoman dan rujukan saat melakukan pelayanan keperawatan. Suatu model akan berdampak positif dan baik bila dikembangkan berdasarkan kebutuhan pemberi dan pengguna pelayanan kesehatan khususnya dalam hal ini adalah profesi tenaga perawat anak, tenaga pendidik dan keluarga.
5
Berdasarkan hal tersebut, maka upaya pemberdayaan keluarga dalam melakukan perawatan diri anak tungrahita agar senantiasa diberikan dengan tujuan supaya keluarga dapat bersikap positif ikut ambil bagian dalam pengembangan potensi perawatan diri pada anak tunagrahita di SLB Pertiwi Ponorogo.
B. Rumusan Masalah Anak tunagrahita memerlukan perlakuan khusus yang tidak bisa disamakan
dengan
anak
normal
pada
umumnya.
Mereka
mempunyai
ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari terutama dalam hal perawatan diri. Tidak sedikit orangtua yang belum memahami bagaimana cara merawat dan mengasuh anak tunagrahita dengan segala keterbatasannya, mereka lebih mempercayakan sepenuhnya pendidikan anak tunagrahita kepada lembaga pendidikan khusus, tanpa diimbangi dengan pembelajaran di rumah. Seringkali muncul pertanyaan dari keluarga terutama orang tua tentang bagaimana cara mengasuh anak tunagrahita dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya dan bahkan banyak keluarga yang secara drastis mengubah cara hidup mereka karena kehadiran anak anak tunagrahita tersebut dalam keluarga (Semiun, 2006). Mereka tidak menyadari bahwa dengan latihan, motivasi dan pendidikan khusus, perkembangan kemampuan anak tunagrahita dapat meningkat secara baik dibidang apapun yang memungkinkan bagi mereka (Pandji Dewi, 2013). Berdasarkan fenomena diatas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
6
1. Apakah upaya pemberdayaan keluarga dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam melakukan perawatan diri pada anak tunagrahita di Kabupaten Ponorogo ? 2. Apakah upaya pemberdayaan keluarga dapat meningkatkan aktivitas perawatan diri anak tunagrahita di Kabupaten Ponorogo ? 3. Bagaimanakah pengaruh pemberdayaan keluarga terhadap peningkatan aktivitas perawatan diri anak tunagrahita di Kabupaten Ponorogo ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh upaya pemberdayaan keluarga terhadap peningkatan aktivitas perawatan diri anak tunagrahita di Kabupaten Ponorogo. 2. Tujuan Khusus. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : a. Mengetahui aktivitas keluarga dalam melakukan perawatan diri pada anak tunagrahita sebelum dan sesudah dilakukan upaya pemberdayaan b. Mengetahui aktivitas anak tunagrahita sebelum dan sesudah keluarga mendapatkan upaya pemberdayaan c. Menganalisis perbedaan aktivitas keluarga dalam melakukan perawatan diri kepada anak tunagrahita pada keluarga yang mendapatkan pelatihan, keluarga yang mendapatkan pendampingan dan keluarga yang mendapatkan pelatihan dan pendampingan.
7
d. Menganalisis perbedaan aktivitas anak tunagrahita dalam melakukan perawatan diri pada keluarga yang mendapatkan pelatihan, keluarga yang mendapatkan pendampingan dan keluarga yang mendapatkan pelatihan dan pendampingan e. Mengetahui pengaruh upaya pemberdayaan keluarga terhadap aktifitas perawatan diri pada anak tunagrahita.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan desain asuhan keperawatan bagi anak berkebutuhan khusus dalam konteks keluarga dan masyarakat. 2. Bagi Pelayanan Kesehatan Penelitian ini akan memberikan hasil yang menjadi dasar dalam pengembangan intervensi keperawatan keluarga terkait dengan perawatan anak tuna grahita terutama dalam masalah perawatan diri. 3. Bagi Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa yang memiliki sisiwa tuna grahita dapat menerapkan hasil penelitian ini sebagai sarana pengembangan model pembelajaran kolaborasi dalam rangka meningkatkan kemampuan perawatan diri bagi siswa.
8
4. Bagi Responden Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap pentingnya perawatan diri pada anak tunagrahita, dan secara aplikatif mereka akan berperan langsung dalam pembinaan dan perawatan anak baik di rumah maupun di sekolah. Sedangkan untuk anak tunagrahita, dengan adanya upaya pemberdayaan keluarga ini diharapkan secara tidak langsung mendapatkan perawatan dengan tepat sehingga tidak mengalami kondisi deficit self care atau perawatan
diri
kurang
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan
dan
perkembangannya.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang upaya pemberdayaan keluarga dalam meningkatkan aktivitas perawatan diri pada anak tunagrahita belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian atau artikel yang berhubungan dengan pemberdayaan orangtua dalam perawatan diri anak tunagrahita adalah sebagai berikut : 1. Ramawati D (2011), Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan perawatan diri anak tunagrahita di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan perawatan diri anak tunagrahita. Rancangan penelitian menggunakan cross sectional dengan jumlah sampel 65 orang tua. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan adalah chi-square dan regresi logistik ganda. Hasil Penelitian menunjukkan kemampuan perawatan diri pada
9
anak tunagrahita masih rendah dan terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan orangtua, usia dan kekuatan motorik.
2. Nani Nurhaeni dkk (2011), Pemberdayaan keluarga pada anak balita pneumonia di rumah sakit ; persepsi perawat anak dan keluarga. Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengeksplorasi
persepsi
tentang
pemberdayaan keluarga selama anak dirawat di rumah sakit dari sudut pandang perawat anak dan keluarga. Penelitian ini menggunakan disain kualitatif dan mempunyai kesimpulan bahwa secara umum baik keluarga maupun perawat sangat mendukung dilakukannya pendekatan pemberdayaan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak yang berfokus keluarga.
3. Konstantina et al (2005), The Importance of Psichoeducational parent’s group to the training of children with special abilitise. Penelitian ini menganalisa struktur dan fungsi dukungan orang tua dan melihat kebutuhan keluarga yang memiliki anak disabilitas intelektual. Keluarga diberikan pendidikan khusus di Pusat Rehabilitasi yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi keluarga tersebut. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Psichoeducational parent’s grup dapat meningkatkan pemberdayaan orang tua dengan cara : 1) menerima kemampuan yang dimiliki oleh anak disabilitas intelektual, 2) meningkatkan sifat kooperatif, aktif dan tanggung jawab dalam perawatan anak, 3) mengembangkan fungsi sosial anak dengan seluruh anggota keluarga.
10
4. Nachshen and Minnes (2005), Empowerment in parents of school-aged children with and without developmental disabilities. Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan orang tua pada anak sekolah baik yang mengalami disabilitas maupun tidak. Dengan menggunakan kuesioner, didapatkan hasil bahwa kesejahteraan orang tua dan sumber daya yang dimiliki, serta adanya stressor (masalah perilaku anak) merupakan faktor yang mempengaruhi pemberdayaan. Empat penelitian diatas mempunyai perbedaan dengan studi yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang pertama meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan dalam perawatan diri, sedangkan penelitian ini merupakan penelitian tentang upaya pemberdayaan keluarga dalam peningkatan aktivitas perawatan diri pada anak tunagrahita. Penelitian yang kedua, meskipun sama-sama meneliti pemberdayaan keluarga, namun penelitian tersebut khusus ditujukan pada orangtua dengan anak pneumonia yang di rawat di Rumah Sakit dan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, sedangkan dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti pengaruh pemberdayaan keluarga terhadap aktivitas perawatan diri pada anak tunagrahita dengan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Untuk penelitian ketiga, Konstantina dkk menganalisa efektifitas psicho educational group terhadap peningkatan pemberdayaan keluarga yang memiliki anak disabilitas. Penelitian tersebut memiliki kesamaan yang berhubungan dengan pemberdayaan keluarga, namun pemberdayaan yang diteliti oleh
11
Konstantina dkk ditempatkan dalam variabel dependent atau terikat, sedangkan dalam studi penelitian ini, pemberdayaan keluarga merupakan variable independent sedangkan yang menjadi variable dependentnya adalah peningkatan aktivitas perawatan diri pada anak tuna grahita Penelitian yang ke empat dengan judul Empowerment in parents of schoolaged children with and without developmental disabilities mempunyai tujuan meneliti faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan orang tua pada anak sekolah baik yang mengalami disabilitas maupun tidak. Sedangkan dalam study ini peneliti tidak meneliti faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan, namun ingin melakukan upaya pemberdayaan terhadap keluarga untuk meningkatkan aktivitas anak tunagrahita dalam melakukan perawatan diri.