perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri manusia sepanjang hidup. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi seseorang dengan lingkungannya, baik dari lingkungan keluarga, sekolah, dan pergaulan teman sebaya. Belajar juga merupakan kegiatan utama dalam pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah sekarang ini dituntut agar dapat melahirkan siswa-siswa yang berkualitas, bermoral, dan berprestasi. Hal ini menjadi salah satu pendorong guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, kreatif, dan tepat. Nilai yang tinggi, penghargaan dari orang lain menjadi salah satu pemicu adanya persaingan siswa dalam hal akademik. Banyak cara yang dilakukan siswa dalam mendapatkan nilai terbaik di sekolah dan penghargaan dari orang lain, antara lain dengan mengikuti proses belajar di sekolah, berlatih soal-soal, mengerjakan tugas sekolah tepat waktu, mengikuti bimbingan belajar, dan selalu belajar dengan giat. Selain dengan cara yang baik, tidak dipungkiri saat ini banyak perilaku curang yang dilakukan siswa dalam bersaing untuk mendapatkan nilai terbaik. Perilaku curang yang sering terjadi dalam mengerjakan tugas sekolah maupun ujian sekolah yaitu melihat pekerjaan teman, tanya jawaban pada teman, ataupun melihat buku saat ujian dilaksanakan. Perilaku seperti ini merupakan perilaku menyontek. Jones (2001) menyatakan bahwa upaya licik atau penipuan untuk menghindari aturan, standar, commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
praktik, kebiasaan, adat istiadat, dan norma untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau melindungi seseorang yang melakukannya dinamakan menyontek. Menyontek adalah kegiatan menggunakan bahan atau materi yang tidak diperkenankan atau menggunakan pendampingan dalam tugas-tugas akademik dan atau kegiatan yang dapat mempengaruhi proses penilaian (Anderman dan Murdock, 2007). Setyani (2007) menyatakan bahwa perilaku menyontek dapat dilakukan dalam bentuk seperti menulis contekan di meja tulis, tangan, sobekan kertas, melihat buku catatan, tanya pada teman, melihat jawaban teman terdekat. Seiring berkembangnya teknologi, menyontek dapat dilakukan dengan alat komunikasi seperti menanyakan jawaban melalui SMS, dan mencari jawaban dengan internet melalui HP. Menyontek sudah ada sejak dulu di seluruh dunia terutama dibidang pendidikan. Survey yang dilakukan oleh Josephson Institute of ethics di Amerika pada tahun 2006 dengan responden 36.000 siswa SMA menemukan 60% siswa menerima dan mengakui pernah mencontek pada saat ujian dan pengerjaan tugas. Survey ini mengalami peningkatan 10% dalam kurun waktu 20 tahun dari survey awal yang dilakukan oleh Lathrop dan Foss 2005. Survey dilakukan dengan 3.000 responden siswa SMA, 80% mengaku berlaku curang dalam tes. Berdasarkan dua penelitian tersebut, 95% diantaranya mengaku bahwa
tidak
pernah terlihat ketika mencontek (Strom dan Strom, 2007). Selain itu College Cures melakukan survey pada hari Jumat 23 Maret 2012 tentang perilaku siswa menyontek melalui internet. Hasil penelitian memperlihatkan, 60% siswa di Amerika Serikat (AS) tidak percaya bahwa mengkopi material dari internet adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
"aksi menyontek yang cukup serius". Hasil survei ini menunjukkan, satu dari tiga pelajar mengaku menggunakan internet untuk menyalin tugas. Kemudian, hanya 29% orang berpikir bahwa menyalin dari website adalah "mencontek yang sangat serius". Angka ini turun cukup jauh dari sepuluh tahun yang lalu, yakni 34% (Nurfuadah, 2012). Pada tingkat nasional, Andi (Kornianingsih, 2013) melakukan survey melalui Litbang Media Group menyatakan bahwa mayoritas peserta didik, baik di bangku sekolah dan perguruan tinggi melakukan kecurangan akademik dalam bentuk menyontek. Survey dilakukan pada tanggal 19 April 2007 di Makasar, Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Jakarta, dan Medan dengan responden 480. Hasil dari survey ini menyatakan 70% responden pernah menyontek. Hal ini berarti bahwa perilaku menyontek merupakan salah satu fenomena pendidikan yang sering muncul menyertai aktivitas proses belajar sehari-hari, tetapi kurang mendapat perhatian lebih dalam wacana pendidikan. Perilaku menyontek sudah biasa dilakukan di berbagai instansi pendidikan baik di tingkat dasar, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Di tingkat SMA, perilaku menyontek terjadi karena adanya pola belajar yang sudah terbawa sejak SMP dan keinginan mendapatkan nilai tinggi. Keingingan ini akan mendorong siswa untuk bersaing satu sama lain sehingga dapat menjadikan perasaan tertekan dan mendorong untuk menyontek (Yelon dan Weinstein, 1977). Selain SMA swasta perilaku menyontek juga terjadi di SMA negeri. Seperti yang terlihat dari hasil survey yang dilakukan oleh Rukardi (2006) di salah satu SMA Negeri di Semarang menunjukan bahwa ada tindak perilaku menyontek yang dilakukan oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
siswa saat UAN berlangsung. Secara keseluruhan 45% menyontek dengan menggunakan HP, 30% dengan bertanya secara langsung dan hanya 10% yang mengaku menyontek dengan buku. Perilaku menyontek juga terjadi di SMA negeri 1 Wedi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan kepala bagian kurikulum SMA Negeri 1 Wedi pada hari Selasa 8 April 2014 menyebutkan bahwa tidak dipungkiri menyontek itu ada pada siswanya walaupun prosentasenya sedikit. Hal tersebut terlihat saat ujian masih ada siswa yang menyontek dengan cara membuat ringkasan di kertas kecil dan bertanya jawaban ke temannya. Menurut beliau ada beberapa sebab yang menjadikan siswa-siswanya menyontek yaitu menyontek sudah menjadi kebiasaan pada siswa, malas belajar, dan juga adanya pengaruh teman. Seperti yang diungkap oleh Schab (dalam Klausmeier, 1985) yaitu alasan siswa menyontek karena malas belajar, takut gagal, ada peluang dan pengaruh teman. Kepala bagian kurikulum juga menyatakan bahwa siswa ketika menyontek kemudian ditegur, siswa ini akan menjadi semakin menyontek tanpa menghiraukan teguran tersebut. Hal ini berarti kurang adanya ketegasan dari guru kepada siswanya dan kelonggaran guru dalam mengawasi siswanya. Jensen, Amett, Feldman, dan Cauffman (2002), alasan siswa menyontek diantaranya karena kekurangan waktu belajar, melihat siswa lain menyontek, membantu teman, dan ada kesempatan. Kesempatan itu ada dari berbagai hal salah satunya kelonggaran guru dalam pengawasan dan membiarkan siswanya menyontek. Seperti yang diungkapkan oleh Newstead, Stokes, dan Armstead (1996) bahwa commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kontrol pengawas yang longgar dan kebebasan yang diberikan guru meningkatkan kesempatan siswa untuk menyontek. Dampak yang diperoleh siswa atas perilaku menyontek tidaklah baik. Siswa tidak dapat mengetahui seberapa besar kemampuan dirinya dalam memahami pelajaran yang didapat, menjadi ketergantungan dengan menyontek dan temannya, berfikir instan, dan selalu mempunyai rasa khawatir karena takut tertangkap saat menyontek. Siswa yang dicontek secara tidak langsung diambil haknya. Selain itu guru juga akan mengalami kesulitan dalam mengukur tingkat keberhasilan dari proses belajar yang dilakukan. Oleh karena itu, guru harus melakukan tindakan pencegahan atas perilaku menyontek siswa. Salah satunya dengan menelaah alasan siswa menyontek. Ada beberapa alasan siswa menyontek yaitu antara lain kurang siapnya siswa atau kurang pemahaman siswa dengan pelajaran, takut akan kegagalan, keinginan siswa mendapatkan nilai yang tinggi, tuntutan orang tua, kekhawatiran terhadap penilaian teman-teman dan lingkungan sekitar akan prestasi akademik yang didapat. Seperti yang diungkap oleh Jensen, dkk. (2002), alasan siswa menyontek diantaranya karena kekurangan waktu belajar, melihat siswa lain menyontek, membantu teman, dan ada kesempatan. Kekurangan waktu belajar menyebabkan siswa menjadi kurang paham terhadap pelajaran yang diterima. Kurangnya siswa terhadap pemahaman pelajaran juga dapat disebabkan motivasi siswa yang kurang sehingga mengakibatkan malas belajar dan kerap menunda untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah (prokastinasi). Siswa yang commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
prokastinastik lebih mudah menyontek daripada yang punya perencanaan belajar dan mengerjakan tugas tepat waktu (Anderman dan Murdock, 2007). Hal senada juga mungkin terjadi pada siswa SMA Negeri 1 Wedi. SMA Negeri 1 Wedi mempunyai visi “Mempersiapkan sumber daya manusia yang bijaksana dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi dengan budi pekerti luhur dan berbudaya”. Mengembangkan bakat dan minat siswa dibidang ilmu pengetahuan, tehnologi, seni budaya dan olah raga secara terprogram dan berkelanjutan merupakan salah satu program untuk mewujudkan visi tersebut sehingga di SMA Negeri 1 Wedi diadakan kegiatan ekstrakulikuler yang mendukung. Kepala bagian kurikulum menyatakan bahwa kegiatan ekstrakulikuler di SMA Negeri 1 Wedi juga cukup berkembang. Banyak siswa yang mengikuti kegiatan tersebut antara lain basket, volly, drum band, dan karate yang sudah mendapatkan juara tingkat provinsi. Banyaknya kegiatan yang diikuti siswa menyebabkan siswa kurang bisa mengatur jadwal antara belajar dan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler sehingga tidak dipungkiri timbul rasa malas untuk belajar. Waktu yang lebih banyak untuk kegiatan ekstrakulikuler menjadikan siswa lebih suka melakukan kegiatan ekstrakulikuler karena dianggap lebih menyenangkan. Dampaknya siswa bersikap santai dalam belajar, bermalasmalasan saat belajar padahal waktu ujian sudah dekat dan menunda untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Penundaan secara sengaja dengan melakukan penundaan terhadap pekerjaan yang seharusnya diselesaikan dinamakan prokrastinasi (Schraw, Wadkisn, dan Olafson, 2007). commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prokastinasi adalah suatu kegiatan penundaan yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang dalam mengerjakan tugas. Menurut Watson (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010), siswa prokrastinasi berkaitan dengan takut gagal, tidak suka pada tugas yang diberikan, santai terhadap tugas. Prokastinasi merupakan salah satu sebab timbulnya kecurangan akademis atau menyontek (Roig dan deTommaso dalam Anderman dan Murdock, 2007). Siswa yang prokrastinatik biasanya terlambat saat mengumpulkan tugas. Keterlambatan tersebut muncul tidak terlepas dari faktor individu yang meliputi kondisi fisik dan psikologis dan juga faktor eksternal, yaitu adanya beban tugas yang banyak yang menuntut penyelesaian tugas pada waktu yang hampir bersamaan. Hal tersebut dapat menimbulkan kelelahan (fatigue) pada individu tersebut. Individu yang mengalami kelelahan memiliki kecenderungan melakukan prokrastinasi yang tinggi daripada yang tidak mengalami kelelahan (Ferrari, Johnson, dan McCown, 1995). Lebih lanjut Ferrari, dkk. (1995) mengungkapkan bahwa kondisi lingkungan yang rendah oleh pengawasan akan lebih banyak memunculkan prokrastinasi dibandingkan lingkungan yang penuh pengawasan. Siswa yang prokastinatik
biasanya
mengerjakan
tugas
pada
menit-menit
terakhir
pengumpulan. Hal ini menyebabkan adanya perasaan panik dan bingung akan tugas yang diberikan. Perasaan panik ini pada akhirnya akan mendorong siswa untuk berbuat curang dalam menyelesaikan tugas salah satunya dengan menyontek pekerjaan teman. Hasil wawancara yang dilakukan dengan guru lain, mengungkapkan bahwa banyaknya kegiatan yang diikuti siswa menjadikan siswa commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
malas belajar dan lupa untuk menyelesaikan tugas. Siswa tidak langsung mengerjakan tugas akan tetapi, menunda-nunda tugas tersebut sehingga tugas yang harus diselesaikan tambah banyak. Hasilnya siswa memilih cara cepat untuk menyelesaikannya dengan mencontek tugas temannya. Menyontek menjadi salah satu cara yang mudah dalam mengerjakan tugas ketika batas waktu semakin dekat (Westphal dalam Rizki, 2009). Penelitian Rizki (2009) mengenai hubungan prokastinasi akademik dengan kecurangan akademik pada mahasiswa dengan subjek penelitian sebanyak 205 orang. Hasil penelitian disebutkan bahwa 144 orang (70.24%) dikategorikan melakukan kecurangan sedang, 43 orang (20.97%) rendah, dan 18 orang (8.78%) tinggi. Perilaku menyontek tidak hanya disebabkan karena adanya prokrastinasi akademik saja tetapi ada banyak hal yang mendasarinya. Salah satunya adanya pengaruh teman sebaya yang kuat. Ankers (dalam Agnew, 1991) mengatakan bahwa kedekatan remaja dengan kelompok teman sebaya yang melakukan penyimpanan dapat mempengaruhi remaja tersebut untuk ikut serta dalam aktivitas tersebut karena adanya proses pengkondisian. Individu-individu yang memiliki kedekatan dengan seseorang akan mempunyai pengaruh lebih besar terhadap model perilaku tersebut. Lebih lanjut lagi, pengaruh kelompok teman sebaya dalam mengarahkan remaja pada perilaku tertentu ditentukan oleh dukungan teman-teman terhadap perilaku tersebut (Ankers dalam Agnew, 1991). Menurut Sujana dan Wulan (1994), perilaku menyontek tidak lepas dari pengaruh adanya pengakuan terhadap tindakan menyontek yang dilakukan oleh teman commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebaya dalam satu kelompok atau teman sekelas. Pengakuan oleh teman sebayanya ini disebut konformitas kelompok. Chaplin
(2004)
mengemukakan
bahwa
konformitas
merupakan
kecenderungan untuk memperbolehkan satu tingkah laku seseorang dikuasai oleh sikap dan pendapat yang sudah berlaku. Apabila seseorang menampilkan perilaku tertentu disebabkan karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut lebih dikenal dengan istilah konformitas (Sears, Freedman, dan Peplau, 1994). Perilaku menyontek merupakan tindakan yang sudah tidak asing lagi untuk siswa. Ketika siswa menyontek dengan alasan prestasi hal ini membawa prestasinya tinggi dan tidak
tertangkap
guru
maka
akan
dibenarkan
oleh
siswa-siswa
lain.
Konsekuensinya, siswa-siswa akan meniru untuk menyontek dengan harapan memiliki prestasi yang tinggi pula walaupun merupakan tindakan pelanggaran. Seperti terlihat pada kasus di salah satu SD Negeri di Surabaya, adanya konformitas kelompok dalam menyontek saat UAN 2011. Salah satu siswa memandu teman-temannya mengerjakan soal ujian, siswa itu memberikan jawaban ujiannya kepada teman-teman dan kegiatan ini menyebar di kelas. Hasil ujian tersebut baik untuk seluruh siswa kelas tersebut (Riadi, 2011). Kasus serupa juga terjadi di salah satu SMA Negeri di Semarang yaitu guru matematika memandu siswa-siswanya menyontek dengan cara mengirimkan jawaban soal ujian melalui SMS ke beberapa siswa yang kemudian di sebarkan ke siswa-siswa lain (Rukardi, 2006). Hal serupa juga dinyatakan oleh kepala bagian kurikulum SMA Negeri 1 Wedi yaitu siswa saat ujian biasanya menunggu kiriman jawaban commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari teman atau dalam istilah jawa “njagake kunci”. Hal ini mengandung arti bahwa siswa menyontek juga dikarenakan adanya konformitas kelompok. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat terlihat bahwa sikap penundaan dalam belajar dan pengerjaan tugas serta pengaruh teman sebaya mempunyai peran penting dalam penentuan siswa untuk berperilaku menyontek, sehingga perlu adanya usaha pencegahan perilaku menyontek yang ditimbulkan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menelaah masalah menyontek dengan judul “Hubungan antara Prokrastinasi Akademik dan Konformitas Kelompok dengan Perilaku Menyontek pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Wedi Klaten”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Apakah ada hubungan antara prokrastinasi akademik dan konformitas kelompok dengan perilaku menyontek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wedi Klaten? 2. Apakah ada hubungan antara prokrastinasi akademik dengan perilaku menyontek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wedi Klaten? 3. Apakah ada hubungan antara konformitas kelompok dengan perilaku menyontek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wedi Klaten?
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui hubungan
antara prokrastinasi
akademik dan
konformitas kelompok dengan perilaku menyontek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wedi Klaten. 2. Untuk mengetahui hubungan antara prokrastinasi akademik dengan perilaku menyontek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wedi Klaten. 3. Untuk mengetahui hubungan antara konformitas kelompok dengan perilaku menyontek pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wedi Klaten.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoretis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan pemikiran terhadap perkembangan teori keilmuan psikologi pada umumnya dan keilmuan psikologi sosial serta pskologi pendidikan pada khususnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan renungan bagi siswa tentang dampak prokrastinasi yang timbul yaitu perilaku menyontek sehingga dapat membantu siswa dalam mencegah perilaku menyontek yang kemungkinan terjadi dan berkembang menjadi kebiasaan pada diri useryang memicu terjadinya perilaku siswa dengan menelaah commit hal-hal toyang
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyontek seperti adanya prokrastinasi akademik dan konformitas kelompok pada siswa. b. Bagi Pimpinan dan Guru Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak sekolah maupun guru mengenai pentingnya pemahaman tentang menyontek yang didasari atas prokrastinasi akademik siswa dan konformitas kelompok yang pada akhirnya akan menjadi kebiasaan buruk siswa yang akan terus berkembang. Berdasarkan pemahaman ini sekolah dan guru pada khususnya dapat mencari cara untuk mengantisipasi terjadinya perilaku menyontek tersebut. c. Bagi Orangtua Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman lebih pada orangtua akan pentingnya orangtua dalam mendidik anak dalam hal ini pengawasan terhadap kegiatan anak di sekolah sehingga tidak mengganggu waktu belajarnya. Berdasarkan pemahaman ini orangtua menjadi mengerti akan perilaku menyontek dan sebab-sebabnya sehingga bisa menanggulangi perilaku menyontek yang timbul pada anak. d. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut khususnya berkaitan dengan perilaku menyontek siswa.
commit to user