1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kejang demam merupakan jenis kejang pada anak-anak yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua dan setelah kejang teratasi, sering timbul pertanyaan berikutnya: apakah kejang tersebut menyebabkan kerusakan saraf, apakah anak memerlukan pengobatan lanjutan, dan apakah anak-anak akan mengalami kejang kembali (Soetomenggolo et al, 1999) . Kejang demam adalah suatu kejang yang terjadi pada anak yang sedang demam pada usia 3 sampai 60 bulan tanpa infeksi intrakranial, gangguan metabolisme atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (Hirtz, 1997; Karande, 2007; AAP, 2011). Para penulis menyebutkan angka kejadian kejang demam sekitar 2-5%, hal ini juga sejalan dengan angka kejadian yang didapatkan di Eropa keseluruhan. Sekitar 30% dari anak-anak tersebut akan mengalami kejang demam yang kedua dan 15% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang lebih dari 2 kali setelah kejang demam yang pertama(Esch et al, 1994; AAP, 2008). Dari penelitian selanjutnya didapatkan angka kejadian di Eropa sebanyak 4% dengan kemungkinan berulang dalam 2 tahun sebanyak 30%. 10-20% diantaranya berulang dalam kurun
2
waktu 6 bulan dan risiko semakin turun setelah jangka waktu 6 bulan dari kejang pertama (Stuijvenberg et al, 1999). Sementara itu penelitian di India mendapatkan angka kejadian kejang demam sebesar 5-10% dengan risiko menjadi kejang demam berulang sebesar 25-40% (Stafstrom, 2002; Karande, 2007) Sekitar setengah juta kejadian kejang demam terjadi di USA setiap tahunnya. Angka kejadian di USA adalah 2-5% dan sedikitnya 3-4% dari seluruh anak-anak di Amerika Utara mengalami paling tidak 1 kali kejang demam sebelum umurnya 5 tahun. Dari sekian banyak kejadian, 30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang dan meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi pada umur anak kurang dari 1 tahun. Diantara yang mengalami kejang demam yang kedua, risiko untuk menjadi kejang demam berulang adalah 2 kali lipatnya (Jones et al, 2007). Penulis lain juga menyebutkan bahwa kejang demam jenis kejang yang paling sering terjadi. Meskipun kejang demam biasanya merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya, 30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang dan sebagian semakin beresiko terjadi epilepsi pada masa yang akan datang (Vahidnia et al, 2008; AAP, 2008). Sementara itu angka kejadian di belahan dunia lain sangatlah bervariasi. Dari penelitian didapatkan angka kejadian di Jepang adalah 8,8%, di Guam sebanyak 14%, di Hongkong 0,35% dan di China didapatkan sebanyak 0,5-1,5% (Tejani et al, 2008). Sedangkan di Indonesia disebutkan kejang demam terjadi pada
3
2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan 30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang (SPM IDAI, 2004) Faktor prediktor adalah kondisi-kondisi yang ada dalam pasien yang dapat digunakan untuk memperkirakan atau menduga kemungkinan terjadinya suatu penyakit. Faktor prediktor kejang demam berulang adalah kondisi-kondisi yang ditemukan pada anak yang mengalami kejang demam pertama kali yang menunjukkan kemungkinan anak tersebut mengalami berulangnya kejang demam, sehingga hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan edukasi kepada keluarga yang biasanya akan timbul ketakutan dan kekhawatiran terhadap berulangnya kejang demam (Stuijvenberg et al, 1999). Ada beberapa faktor prediktor yang bisa digunakan untuk meramalkan terjadinya kejang demam berulang. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi 3, yaitu pertama adalah faktor yang melekat pada anak (umur, jenis kelamin, riwayat keluarga
kejang
demam,
riwayat
keluarga
epilepsi
dan
abnormalitas
neurodevelopmental), yang kedua adalah faktor yang berkaitan dengan kesakitan (suhu, kecepatan meningkatnya suhu, penyakit yang mendasari demam, frekuensi sakit atau frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan) dan faktor ketiga adalah jenis kejangnya (kejang fokal, kejang multipel dan prolonged seizure)( Berg, 2002). Ahli lain menyebutkan bahwa beberapa faktor prediktor untuk terjadinya kejang demam berulang adalah : riwayat fokal, multipel dan prolonged seizure, infeksi virus Influenza A, riwayat keluarga kejang demam, umur saat kejang
4
pertama kali <12 bulan, suhu <40°C (<104°F) pada saat kejang dan riwayat kejang demam komplek (Jones et al, 2007). Dalam Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, disebutkan faktor risiko berulangnya kejang pada kejang demam adalah (1) riwayat kejang demam dalam keluarga, (2) usia di bawah 18 bulan, (3) suhu tubuh saat kejang, (4) lamanya demam saat awitan kejang, dan (5) riwayat epilepsi dalam keluarga (SPM IDAI, 2004). Sementara kepustakaan lain menyebutkan bahwa faktor prediktor kejang demam berulang adalah usia < 18 bulan, lama demam < 1 jam, riwayat kejang demam pada keluarga tingkat I dan suhu <104°F (38°C) (Graves et al, 2012). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengungkapkan peranan faktorfaktor tersebut terhadap terjadinya kejang demam berulang. Penelitian yang dilakukan oleh A van Esch dkk di Department of Pediatrics, Academic Hospital Rotterdam Sophia Children’s Hospital, The Netherland mendapatkan bahwa riwayat keluarga tingkat pertama positif kejang demam meningkatkan resiko dari 27% menjadi 52%. Sedangkan riwayat keluarga tingkat kedua positif kejang tidak meningkatkan resiko terjadinya kejang demam berulang (Esch et al, 1994). Penelitian ini diharapkan untuk mengungkapkan apa saja faktor prediktor kejang demam berulang yang terdapat pada pasien di RSUP Dr Sardjito sehingga dapat diterapkan dalam edukasi pada pasien di rumah sakit tersebut di masa-masa yang akan datang.
5
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : faktor prediktor apa saja yang dapat digunakan sebagai tanda kewaspadaan sejak dini bagi keluarga akan kemungkinan terjadinya kejang demam berulang?
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mencari faktor prediktor yang utama untuk terjadinya kejang demam berulang. 2. Mengetahui apakah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga kejang demam, jumlah keluarga kejang demam, riwayat keluarga epilepsi, jumlah keluarga epilepsi, jenis infeksi, frekuensi infeksi, suhu, lama demam, jenis kejang dan abnormalitas neurodevelopmental merupakan faktor prediktor kejang demam berulang.
D. MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini diharapkan akan didapatkan manfaat untuk: 1. Dalam masyarakat penelitian ini akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko
kejang demam berulang, sehingga
masyarakat lebih waspada dan lebih berperan aktif dalam pencegahannya.
6
2. Dalam pelayanan, hasil penelitian ini dapat digunakan dokter sebagai dasar dalam mengambil langkah-langkah dan dalam memberikan edukasi kepada orangtua pasien dalam rangka mencegah terjadinya kejang demam berulang. 3. Dalam pendidikan, dapat memperluas pengetahuan tentang kejang demam berulang dan faktor-faktor prediktornya. 4. Dalam penelitian, dengan diketahuinya faktor prediktor kejang demam berulang membuka penelitian lebih jauh mengenai langkah-langkah pencegahan yang efektif.
7
E. KEASLIAN PENELITIAN Tabel 1. Penelitian terdahulu mengenai prediktor kejang demam berulang NO
PENULIS
1
Stuijvenberg .,et al
2
Esch ., et al
JUDULTAHUN Temperature , Age, and Recurrence of Febrile Seizure. (1998)
METODE
HASIL
KET
Cohort Prospektif
Family history and recurrence of febrile seizure (1994)
Cohort Prospektif
Sampel : 230 anak kejang demam dengan 509 episode demam. Terdapat 67 kejang demam berulang. 35 (52%) kejang demam berulang dalam 2 jam pertama dengan median suhu lebih rendah (39,3°C) dibanding 32 (48%) yang setelah 2 jam demam (40,0°C). Didapatkan 3 faktor yang bermakna yaitu interval antara kejang demam sebelumnya kurang dari 6 bulan (RR=1,3 ; 95% CI : 0,82,4), umur saat pertama kali kejang (RR=0,7; 95% CI : 0,51,0 per tahun peningkatan umur) dan suhu saat terjadinya kejang (RR=1,7;95%CI : 1,12,8 per kenaikan 1°C). Riwayat keluraga tingkat pertama positif kejang demam (orangtua atau saudara sekandung kejang demam) meningkatkan resiko berulangnya kejang demam dalam 2 tahun dari 27% menjadi 52%. Tidak didapatkan peningkatan bermakna apabila keluarga yang terkena adalah keluarga tingkat kedua (kakek/nenek dan paman/bibi).
Data pasien didapatkan dalam randomized placebo controlled trial pada ibuprofen syrup untuk mencegah berulangnya kejang demam yang dilaksanakan di Department of Pediatrics, Sophia Children’s Hospital, Rotterdam, the Netherland Risiko berulang nya kejang demam dianalisis dengan menggunakan estimasi Kaplan-Meier dan Cox proportional hazard models di Department of Pediatrics, Sophia Children’s Hospital, Rotterdam, the Netherland
8
Perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian diatas terletak pada metode yang digunakan. Pada kedua penelitian diatas digunakan metode kohort prospektif, sedangkan penelitian ini menggunakan metode kohort retrospektif. Selain itu dalam penelitian diatas variabel yang dinilai adalah jarak antara kejang, umur dan suhu saat terjadinya kejang pertama kali serta adanya riwayat keluarga yang mengalami kejang demam. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah jenis kelamin, umur pertama kali kejang, riwayat kejang dalam keluarga baik kejang demam maupun epilepsi, frekuensi infeksi, jenis infeksi, suhu, lama demam, jenis kejang dan abnormalitas neurodevelopmental.