BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Enzim siklooksigenase (COX) dan enzim 5-lipoksigenase (5-LOX) merupakan enzim-enzim utama yang berperan di dalam terjadinya inflamasi. Enzim 5-lipoksigenase (5-LOX) merupakan enzim yang berperan dalam oksidasi asam arakidonat (AA) menjadi leukotrien-leikotrien (LTs) yang berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi dan penyakit-penyakit yang terkait dengan sistem imun (seperti asma dan alergi), dan juga berperan dan dalam pertumbuhan beberapa jenis kanker (terutama kanker payudara, kanker pankreas, dan kanker prostat) serta berperan juga dalam penyakit kardiovaskuler (seperti arterosklerosis dan stroke) (Werz, 2002; Helgadotti dkk., 2004; Romano & Claria, 2003). Sedangkan enzim
siklooksigenase
adalah enzim
yang berperan
dalam
pembentukan prostaglandin-prostaglandin yang dapat menyebabkan inflamasi dan rasa nyeri ketika terekspresi secara berlebihan (Ya-Di dkk., 2011). Meskipun kedua jenis enzim tersebut mempunyai peran besar di dalam proses terjadinya inflamasi, kebanyakan obat-obatan anti inflamasi (NSAID) yang beredar di pasaran saat ini hanya bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim siklooksigenase saja sehingga efek anti infamasi yang dihasikan kurang optimal karena pembentukan leukotrien-leukotrien yang juga merupakan salah satu mediator inflamasi melalui jalur 5-LOX masih berjalan. Selain itu penghambatan aktivitas COX oleh NSAID konvensional akan meningkatkan metabolisme asam arakidonat melalui jalur 5-LOX (up-regulated) yang berakibat pada peningkatan
1
2
jumlah leukotrien-leukotrien yang menyebabkan terjadinya respon inflamasi dan alergi seperti luka pada saluran pencernaan dan asma (Charlier & Michaux, 2003). Dengan mengetahui fakta tersebut, maka timbul usaha-usaha untuk membuat senyawa-senyawa baru yang mampu menghambat aktivitas enzim 5-LOX dan COX-2 secara bersamaan dengan harapan bahwa senyawa-senyawa tersebut tidak hanya mempunyai aktivitas intiinflamasi yang lebih besar, tetapi juga mempunyai tingkat keamanan yang lebih baik dibanding NSAID yang beredar di pasaran saat ini. Usaha untuk menemukan dan mengembangkan obat-obat baru merupakan proses yang membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat besar. Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir ini telah merubah cara penelitian di bidang farmasi guna menghasilkan obat-obatan baru yang poten. Kemajuan teknik-teknik komputasi yang ada saat ini memungkingkan dilakukannya uji-uji in-silico untuk mempercepat proses pemilihan senyawa-senyawa yang akan disintesis melalui identifikasi dan optimasi senyawa-senyawa penuntun di dalam proses penemuan obat (computer aided drug design/CADD) (Talele dkk., 2010). Secara garis besar, terdapat dua macam strategi di dalam CADD, yaitu ligand-based drug design (LBDD) dan structure-based drug design (SBDD). Terdapat beberapa macam metode di dalam LBDD, yaitu diantaranya adalah dengan menggunakan pemodelan farmakofor, QSAR, dan analisis kemiripan sifat kimia secara dua dimensi (2D chemical similiarity analysis methods). Sedangkan cara yang paling sering digunakan dalam SBDD adalah dengan cara men-
3
dockingkan ligan uji terhadap protein yang menjadi target kemudian diikuti dengan penerapan fungsi penilaian (scoring function) untuk memperkirakan kemungkinan apakah ligan uji tersebut akan berikatan dengan protein dengan afinitas yang cukup kuat (McInnes, 2007). Skrining virtual senyawa-senyawa yang berukuran kecil merupakan salah satu aspek dari sebuah pendekatan yang modern di dalam bidang penemuan obat (Halgren, 2004). Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa skrining virtual berbasiskan pemodelan farmakofor dan docking molekuler telah secara luas digunakan daan dapat menjadi salah satu metode yang efisien untuk menemukan senyawa-senyawa baru yang poten (Sakkiah dkk., 2012). Penelitian-penelitian lain menunjukkan bahwa penggabungan teknik docking molekuler dengan QSAR (Quantitative Structure-Activity Relationship) dapat memberikan prediksi nilai aktivitas yang lebih baik dari pada penggunaan docking molekuler saja (Ul-Haq dkk., 2013; Lu dkk., 2011; Mirzaie dkk., 2013) Salah satu senyawa yang menarik untuk diteliti lebih lanjut tentang aktivitasnya sebagai penghambat ganda 5-LOX/COX adalah turunan senyawa 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion. Senyawa ini dan derivatnya aktivitas penghambatannya terhadap enzim 5-lipoksigenase
telah diteliti
(Kurniadi, 2010
dalam Wardana, 2011). Salah satu turunan dari senyawa ini yaitu 2-(4’-hidroksi benziliden)-5-metil sikloheksana-1,3-dion (BS-08) (gambar 1) menunjukkan aktivitas penghambatan terprediksi terhadap enzim siklooksigenase-2 yang paling poten dibandingkan senyawa-senyawa turunan kurkumin lainnya yang diuji secara in-silico (Wardana, 2011).
4
a
b
Gambar 1. Struktur senyawa 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion dan BS-08. (a) Struktur senyawa 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion. (b) Struktur senyawa BS-08.
Dalam penelitian ini akan dilakukan skrining secara virtual dengan pendekatan docking molekuler, pemodelan farmakofor, dan QSAR terhadap senyawa-senyawa yang mengandung sub-struktur 2-benziliden sikloheksana-1,3dion untuk mendapatkan suatu senyawa penuntun yang kemudian akan dioptimasi untuk mendapatkan senyawa penghambat ganda 5-LOX/COX yang poten.
B. Perumusan Masalah 1. Apakah penggunaan metode docking molekuler yang dikombinasikan dengan pemodelan farmakofor dan analisis QSAR akan memberikan hasil yang lebih baik jika dibanding dengan penggunaan metode docking molekuler saja? 2. Apakah
dari
senyawa-senyawa
dengan
sub-struktur
2-benziliden
sikloheksana-1,3-dion yang diuji terdapat senyawa yang mempunyai aktivitas penghambatan yang tinggi terhadap 5-LOX dan COX sehingga dapat digunakan sebagai senyawa penuntun dalam penemuan penghambat ganda 5LOX/COX yang baru? 3. Apakah senyawa-senyawa hasil optimasi yang dilakukan dengan pengubahan substituen-substituen
mempunyai aktivitas sebagai penghambat ganda
5-LOX/COX lebih tinggi daripada senyawa penuntun yang didapatkan?
5
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah penggunaan metode docking molekuler yang dikombinasikan dengan pemodelan farmakofor dan analisis QSAR akan memberikan hasil yang lebih baik jika dibanding dengan penggunaan metode docking molekuler saja. 2. Untuk mengetahui apakah dari senyawa-senyawa dengan sub-struktur 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion yang diuji terdapat senyawa yang mempunyai aktivitas penghambatan yang tinggi terhadap 5-LOX dan COX sehingga dapat digunakan sebagai senyawa penuntun dalam penemuan penghambat ganda 5-LOX/COX yang baru. 3. Untuk menemukan senyawa baru yang mempunyai aktivitas sebagai penghambat ganda 5-LOX/COX lebih tinggi daripada senyawa penuntun yang didapatkan dengan optimasi yang dilakukan dengan pengubahan substituensubstituen senyawa penuntun.
D. Tinjauan Pustaka 1. Peran metabolisme asam arakidonat dalam terjadinya inflamasi a. Asam arakidonat Asam arakidonat (asam eikosatetraenoat) adalah suatu asam lemak yang mempunyai 20 buah atom karbon di dalam molekulnya dan mempunyai 4 ikatan rangkap. Asam arakidonat merupakan penyusun dari membran fosfolipid yang dapat dilepaskan oleh enzim fosfolipase-A2 yang kemudian akan menjadi substrat bagi enzim COX dan LOX (gambar 2) (Lüllman dkk., 2000).
6
fosfolipase A2
Tromboksan
Prostasiklin
Siklooksigenase
Lipoksigenase As. Arakidonat Prostaglandin
Leukotrien
Gambar 2. Jalur metabolisme asam arakidonat (Lüllman dkk., 2000)
Sebagai salah satu asam lemak esensial bagi tubuh, asam arakidonat sangat dibutuhkan bagi sebagian besar mamalia. Metabolit-metabolit dari asam arakidonat, yang biasa disebut eikosanoid, mempunyai peran penting dalam berbagai jalur signaling seluler yang berhubungan dengan fungsi fisiologis maupun patologis (Hyde & Missailidis, 2009). b. Inflamasi Inflamasi adalah proses kompleks yang terjadi melalui beberapa mekanisme yang menyebabkan perubahan di dalam aliran darah lokal dan pelepasan beberapa mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, dan migrasi leukosit menuju tempat terjadinya inflamasi (Martel-Pelletier dkk., 2003).
7
Inflamasi merupakan upaya untuk menghilangkan pemicu terjadinya luka (misalnya infeksi) dan untuk mengawali terjadinya proses penyembuhan luka. Meskipun demikian, inflamasi yang bersifat progresif dapat menimbulkan penyakit-penyakit tertentu yang tidak diinginkan, seperi demam, periodonitis, atherosklerosis, rheumatoid arthritis, dan bahkan kanker. Hal-hal yang tidak diinginkan tersebut terjadi karena keluarnya enzim-enzim fagositosis dari sel-sel fagosit , seperti phagocyte oxydase, inducible nitric oxyde synthase, dan lysosomal protease, yang memproduksi senyawa-senyawa radikal bebas dan superoksida yang dapat menyebabkan luka pada jaringan sekitar (Abbas & Lichtman, 2004). Terdapat lima tanda utama (cardinal signs) yang umumnya muncul saat terjadinya inflamasi, yaitu nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (functio laesa). Terjadinya panas dan kemerahan disebabkan oleh meningkatnya aliran darah, bengkak disebabkan oleh akumulasi cairan, nyeri disebabkan oleh pelepasan berbagai senyawa yang merangsang syaraf nyeri, dan hilangnya fungsi dipengaruhi oleh bermacammacam sebab (Chandrasoma & Taylor, 2005). c. Ezim 5-lipoksigenase (5-LOX) Enzim
5-lipoksigenase
merupakan
enzim
yang
berperan
dalam
metabolisme asam arakidonat menjadi leukotrien-A4 (LT-A4) yang merupakan bentuk awal dari leukotrien-leukotrien lainnya, seperti LT-B4, LT-C4, LT-D4, dan LT-E4
(gambar
3).
Leuketrien-leukotrien
ini
diketahui
terlibat
dalam
terbentuknya berbagai penyakit yang berkaitan dengan inflamasi dan alergi, seperti tukak lambung, aterosklerosis, dan asma (Doiron dkk., 2009).
8
Untuk dapat melakukan aktivitas katalitiknya, enzim 5-LOX harus diaktivasi oleh protein FLAP (Five-Lipoxygenase Activating Protein), yaitu suatu protein membran dengan bobot molekul 18 kDa (Ding dkk., 2003). Selain itu, aktivitas 5-LOX juga dipengaruhi oleh ion kalsium dan ATP. Hal inilah yang menjadikan 5-LOX berbeda dengan enzim lipoxygenase lainnya (Hennig dkk., 2002).
As. Arakidonat
5-LOX LTC4 sintase LTA hidrolase γ-Glutamil transpeptidase
Dipeptidase
γ-Glutamil transpeptidase
Gambar 3. Jalur sintesis leukotrien oleh enzim 5-LOX (Martel-Pelletier dkk., 2003)
Dari semua jenis leukotrien yang terbentuk, LT-B4 merupakan leukotrien yang paling berperan di dalam terjadinya proses inflamasi. LT-B4 bertindak sebagai pemicu terakivasinya sel-sel leukosit, terjadinya proses adhesi sel-sel tersebut pada dinding endotelium pembuluh darah, terjadinya respon kemotaktik dan kemokinetik, dan produksi dan pelepasan sitokin-sitokin pro-inflamatory dari sel makrofag dan sel limfosit (Martel-Pelletier dkk., 2003). Oleh karena itu, enzim
9
5-LOX merupakan target yang potensial dalam pengembangan obat-obatan anti inflamasi. Hingga saat ini telah banyak senyawa-senyawa yang diteliti aktivitasnya sebagai penghambat 5-LOX. Berdasarkan mekanisme kerjanya, terdapat paling tidak tiga jenis senyawa penghambat 5-LOX secara langsung, yaitu senyawa yang bekerja melalui proses reduksi-oksidasi (redoks), senyawa yang bekerja tanpa proses redoks (non-redoks), dan senyawa yang berikatan langsung dengan ion besi yang merupakan pusat katalisis dari 5-LOX (iron chelating ligand). Senyawa-senyawa tersebut bekerja dengan menghambat siklus ion besi yaitu saat peralihan dari fase tidak aktif, yaitu Fe2+, menjadi fase aktif, yaitu Fe3+ (Werz, 2002). Akan tetapi senyawa-senyawa yang poten menghambat aktivitas 5-LOX secara langsung dalam tingkatan seluler seringkali kehilangan aktivitasnya atau bahkan menunjukkan efek toksik ketika dilakukan uji coba terhadap hewan ataupun manusia. Dikarenakan adanya hal-hal tersebut, walaupun telah dilakukan penelitian yang intensif, hanya zileuton (1-(1-benzothiophen-2-ylethyl)-1hydroxy-urea) (gambar 4) yang dapat masuk ke pasar untuk terapi asma (Franke dkk., 2007).
Gambar 4. Struktur zileuton
10
d. Enzime siklooksigenase (COX) Enzim siklooksigenase (COX) merupakan enzim dwi-fungsi yang terikat pada membran yang berperan mengkatalisis dua tahap penting dalam pembentukan prostanoid, yaitu siklooksigenasi dan peroksidasi (gambar 5). Tahap sikooksigenasi merupakan tahap di mana COX melakukan proses siklisasi dan penambahan dua molekul oksigen terhadap asam arakidonat untuk membentuk prostaglandin G2 (PGG2). Sedangkan tahap peroksidasi merupakan tahap reduksi terhadap PGG2 menjadi senyawa endoperoksida yang tidak stabil yang disebut prostaglandin H2 (PGH2). PGH2 merupakan senyawa intermediet dalam biosintesis prostanoid-protanoid aktif seperti PGE2, PGF2, PGD2, PGD2, PGI2, dan tromboksan-A2 (TXA2) yang dilakukan oleh enzim sintase dan isomerase yang spesifik untuk setiap produk (Claria, 2003).
Gambar 5. Jalur sintesis prostaglandin oleh enzim COX (Charlier dan Michaux, 2003)
11
Prostanoid-prostanaoid yang dihasilkan melalui jalur COX tersebut mempunyai peran dalam mengatur berjalannya fungsi-fungsi fisiologis seperti perlindungan terhadap mukosa lambung, agregasi platelet, dan pengaturan fungsi ginjal. Selain itu prostanoid juga mempunyai fungsi patologi seperti saat terjadinya inflamasi, nyeri dan demam. Terdapat dua isoform
utama dari enzim siklooksigenase,
yaitu
siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Meskipun kedua enzim tersebut menjalankan reaksi katalisis yang sama, akan tetapi terdapat perbedaan dalam ekspresi, fungsi dan bentuk dari kedua enzim tersebut (Charlier dan Micchaux, 2003). Pada awalnya diduga bahwa hanya isoform COX-1 yang diekspresikan secara terus menerus dan mempunyai fungsi sebagai pengatur homeostasis seperti fungsi dalam melindungi mukosa lambung, menjaga integritas platelet, dan menjaga fungsi perfusi ginjal. Sebaliknya isoform COX-2 hanya diekspresikan bila ada rangsangan inflamasi saja. Oleh karena itu muncul anggapan bahwa isoform COX-2 bertanggung jawab terhadap terjadinya proses inflamasi sedangkan isoform COX-1 hanya bertanggung jawab menjaga fungsi fisiologis saja. Akan tetapi anggapan ini tidak sepenuhnya benar karena COX-1 dapat diinduksi pada kondisi tertentu dan ternyata COX-2 juga diekspresikan secara terus menerus pada berbagai organ seperti otak dan ginjal (Claria, 2003). e. Penghambat ganda 5-LOX/COX Penghambat ganda enzim COX dan 5-LOX (Dual COX-LOX Inhibitor) merupakan senyawa yang bekerja dengan menghambat kerja enzim COX (baik COX-1 maupun COX-2) dan enzim 5-LOX secara bersamaan. Diharapkan dengan
12
penghambatan kedua enzim tersebut maka akan didapatkan aktivitas antiinflamasi yang lebih poten daripada NSAID yang hanya menghambat enzim COX saja. Telah banyak penilitian yang dilakukan untuk mendapatkan senyawa penghambat ganda enzim COX dan 5-LOX dan dari penelitian-penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa senyawa penghambat ganda enzim COX dan 5-LOX seperti BW-755C, BR-34122, tipoxalin, dan licofelone yang mempunyai aktivitas antiinflamasi dan profil keamanan yang lebih baik daripada NSAID konvensional (Martel-Pelletier, dkk., 2003).
Gambar 6. Struktur BW-755C dan Licofelone yang merupakan inhibitor ganda 5LOX/COX (Charlier dan Michaux, 2003)
2. Penggunaan komputer di bidang penemuan obat a. Computer-aided drug design (CADD) Computer-aided drug design (CADD) merupakan teknik-teknik yang digunakan untuk menemukan, merancang, dan mengoptimasi obat-obatan baru yang efektif dan aman dengan bantuan komputer. Dalam bidang biomedik, CADD digunakan untuk memilih senyawa penuntun, mengoptimasi profil absorbsi, distribusi, metabolisme, eliminasi, dan tokisitas, dan mengurangi masalahmasalah yang berkaitan dengan keamanan penggunaan obat (Rahman dkk., 2013).
13
b. Skrining virtual Skrining virtual didefinisikan sebagai proses evaluasi secara otomatis terhadap kumpulan data senyawa yang sangat besar menggunakan bantuan program komputer (Walters dkk., 1998). Tujuan dari skrining virtual adalah untuk menemukan dan mengidentifikasi senyawa yang baru (novel) dan mempunyai aktivitas poten terhadap target yang dituju. Oleh karena itu, salah satu keberhasilan skrining virtual ditunjukkan dengan ditemukannya senyawa-senyawa dengan kerangka struktur yang baru dan menarik. Hit rate yang rendah yang terdiri atas senyawa-senyawa dengan kerangka struktur yang baru dan menarik lebih disukai daripada hit rate yang tinggi tetapi berisi senyawa-senyawa dengan kerangka struktur yang telah diketahui (Irwin, 2008). c. Pemodelan farmakofor Farmakofor merupakan posisi geometrik tiga dimensi dari gugus-gugus yang terdapat di dalam suatu ligan yang membentuk suatu pola yang unik yang dapat dikenali oleh reseptor secara spesifik yang bertanggung jawab terhadap proses pengikatan ligan dengan suatu reseptor dan aktivasi reseptor tersebut (Thomas, 2007). Berdasarkan cara pembuatannya farmakofor dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu farmakofor yang dibuat berdasarkan fitur-fitur kimia yang overlap dari sekumpulan ligan-ligan aktif yang telah dijajarkan secara fleksibel (ligand-based pharmacophore) dan farmakofor yang dibuat berdasarkan kesamaan interaksi antara ligan-ligan dengan situs aktif reseptornya (structure-based pharmacophore) (Wolber dkk., 2008). Structure-based pharmacophore dapat dibedakan lebih
14
lanjut menjadi dua sub-kategori, yaitu: macromolecule-ligand complex based (berdasarkan kompleks reseptor dengan ligan) dan macromolecule based (hanya berdasarkan stuktur reseptor saja) (Yang, 2010). Terdapat beberapa macam fitur farmakofor yang biasa digunakan, yaitu diantaranya adalah donor ikatan hidrogen, akseptor ikatan hirogen, hidrofobik, dan area-area yang terionisasi negatif maupun positif. Sebuah fitur farmakofor menggambarkan sebuah sifat tertentu dan tidak terikat hanya oleh suatu gugus tertentu saja. Dengan demikian, gugus-gugus yang mempunyai sifat yang sama akan mempunyai fitur farmakofor yang sama (Wermuth dkk., 1998). Pemodelan farmakofor sangat berguna dalam skrining virtual, terutama jika informasi tentang target sangat kurang (dengan menggunakan ligand-based pharmacophore). Bahkan jika informasi tentang target tersedia cukup lengkap, penggunaan farmakopor sangat berguna untuk mengurangi waktu dalam skrining virtual secara signifikan, karena skrining dengan pemodelan farmakofor dapat mengeliminasi senyawa-senyawa yang tidak memiliki fitur-fitur farmakofor yang sesuai dengan cepat (Walters dkk., 1998). d. Docking molekuler Docking molekuler adalah suatu metode komputasi yang digunakan untuk memperoleh suatu perkiraan dari orientasi ikatan ligan dan afinitas ikatan di dalam interaksi ligan-protein untuk menentukan seberapa baik interaksi antara ligan dan protein tersebut (Rosenfeld, 2003). Dengan mengetahui struktur X-ray dari protein, maka dapat diketahui sisi aktif dari protein tersebut, sehingga ligan
15
dapat didockingkan untuk memprediksi afinitas ligan terhadap protein dan kestabilan ikatan ligan-protein tersebut (Jensen, 2007). Terdapat dua komponen penting di dalam setiap piranti lunak docking, yaitu algoritma docking dan scoring function. Algoritma docking berfungsi untuk mengeksplorasi konformasi ruang dan ligan atau target protein, sedangkan scoring function berfungsi untuk mengevaluasi pose dengan memperhitungkan kekuatan afinitas antara ligan dengan protein dan kemudian mengarahkan eksplorasi pose ligan kepada pose yang memiliki afinitas lebih kuat (Moitessier dkk., 2008). Metode docking molekuler dapat digunakan untuk melakukan skrining secara in silico (virtual) terhadap senyawa-senyawa yang diperkirakan memiliki afinitas tinggi terhadap suatu protein target sebelum senyawa tersebut disintesis dan diuji secara eksperimental di laboratorium, sehingga dapat mengurangi ketidakefisienan biaya, waktu, dan tenaga yang digunakan. e. QSAR Dasar dari penemuan obat menggunakan pendekatan SAR (StructureActivity Relationship) adalah dari adanya penelitian bahwa senyawa-senyawa yang mempunyai struktur yang mirip dengan senyawa yang mempunyai aktivitas biologis tertentu maka biasanya senyawa-senyawa tersebut juga memiliki aktivitas biologis sama. Aktivitas senyawa-senyawa tersebut mungkin sama tetapi memiliki potensi dan efek samping yang berbeda atau sama sekali mempunyai aktivitas yang berbeda. Aktivitas biologis senyawa-senyawa yang yang berkaitan dengan strukturnya inilah yang disebut dengan hubungan strukutur-aktivitas (SAR). Penelitian tentang hubungan struktur dan aktivitas dari suatu senyawa penuntun
16
dan analog-analognya dapat digunakan untuk menentukan bagian-bagian dari senyawa tersebut yang bertanggung jawab terhadap efek farmakologinya (farmakofor) maupun efek yang tidak diinginkan. Informasi-informasi tentang hubungan struktur-aktivitas ini dapat digunakan untuk mengembangkan obat baru dengan aktivitasnya lebih besar dan efek samping lebih sedikit (Thomas, 2007). Quantitative structure-activity relationship (QSAR) merupakan sebuah usaha, yang termasuk di dalam Ligand Based Drug Design (LBDD) yang digunakan untuk menganalisa hubungan antara deskriptor-deskriptor fisika kimia terhadap aktivitas biologis yang ditimbulkannya,
untuk mengurangi faktor
keberuntungan dari proses penemuan obat (Zheng dkk., 2011). QSAR menggunakan parameter-parameter fisika-kimia yang diduga memiliki pengaruh besar pada aktivitas biologis dari suatu obat. Parameter-parameter di dalam QSAR haruslah merupakan sifat-sifat fisika-kimia yang dapat direpresentasikan dengan nilai yang berupa angka-angka. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk menghasilkan persamaan-persamaan umum (general) yang menunjukkan hubungan sifat-sifat fisika-kimia dengan aktivitas biologisnya. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan aktivitas senyawa-senyawa analog dari senyawa penuntun sehingga dapat ditentukan senyawa analog mana yang mempunyai aktifititas terbesar dan potensi keberhasilannya besar ketika dilakukan uji secara in-vitro maupun in-vivo. 3. Senyawa Turunan 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion Senyawa turunan 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion (gambar 1) adalah senyawa enon aromatik yang merupakan bioisoster dengan senyawa kurkumin
17
dan turunannya. Turunan 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion dikatakan sebagai senyawa enon aromatik dan biososterisme dengan senyawa kurkumin karena memiliki dua buah residu enon. Senyawa ini disintesis dari benzaldehid dan sikloheksana-1,3-dion
melalui
mekanisme reaksi
kondensasi
Knovenagel
(Wardana, 2011).
E. LANDASAN TEORI Pemodelan farmakofor dapat digunakan untuk melakukan skrining senyawa-senyawa dengan fitur-fitur tertentu secara cepat, docking molekuler merupakan metode yang dapat memprediksi interaksi antara ligand dengan reseptornya, sedangkan QSAR merupakan metode yang dapat memprediksi aktivitas biologis suatu senyawa berdasarkan parameter fisika-kimia yang dimiliki oleh senyawa tersebut. Dengan menggabungkan pemodelan farmakofor, docking molekuler, dan QSAR maka diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik daripada penggunaan docking molekuler secara tunggal. Senyawa 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion dan derivatnya telah diteliti afinitasnya terhadap enzim 5-lipoksigenase. Salah satu turunan dari senyawa ini yaitu 2-(4-hidroksi benziliden)-5-metil sikloheksana-1,3 dion (BS-08) juga telah diteliti aktivitas penghambatanya terhadap enzim siklooksigenase-2 dan menunjukkan aktivitas inflamasi yang paling poten dibandingkan senyawasenyawa turunan kurkumin lainnya yang diuji secara in-silico. Sehingga senyawasenyawa dengan sub-struktur 2-benziliden sikloheksana-1,3-dion merupakan
18
kandidat yang layak dijadikan sebagai senyawa penuntun dalam pencarian senyawa penghambat ganda 5-LOX/COX yang baru.
F. HIPOTESIS 1. Penggunaan metode docking molekuler yang dikombinasikan dengan pemodelan farmakofor dan analisis QSAR akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan metode docking molekuler saja. 2. Terdapat senyawa yang mempunyai aktivitas penghambatan yang tinggi terhadap 5-LOX dan COX dari senyawa-senyawa dengan sub-struktur 2benziliden sikloheksana-1,3-dion yang diuji sehingga dapat digunakan sebagai senyawa penuntun dalam penemuan penghambat ganda 5-LOX/COX yang baru. 3. Senyawa-senyawa hasil optimasi yang dilakukan dengan pengubahan substituen-substituen mempunyai aktivitas sebagai penghambat ganda 5LOX/COX lebih tinggi daripada senyawa penuntun yang didapatkan.