1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia anak adalah dunia bermain, di mana masa ini secara naluriah anak selalu aktif bergerak, dan cenderung menyumbang pada perkembangan, baik terhadap fisik maupun secara psikis. Secara umum, bermain dilakukan di rumah, di tempat bermain, dan di sekolah serta di lingkungan masyarakat. Bila diamati secara cermat, lewat permainan anak-anak mampu mengembangkan kreativitas, bereksperimen, bereksplorasi, dan belajar secara aktif (Bachrudin, M. & A. Chaedar Alwasilah, (2008: 11) Partisipasi anak-anak dalam permainan dapat dikembangkan dan dibimbing oleh orang tua, pengasuh dan guru di sekolah. Pada usia tersebut, masing-masing bagian tubuh anak mengalami perkembangan yang berbeda. Menurut Papalia, Old, dan Feldman (2004: 319) bahwa perkembangan kemampuan anak usia 3–6 tahun, yang biasa juga disebut masa early childhood atau masa kanak-kanak awal, mengalami pertumbuhan fisik sangat meningkat namun dalam pertumbuhan tinggi dan berat badan mengalami perlambatan dibanding pada masa bayi atau belajar jalan (toddler). Sebagai gambaran pada masa tersebut, tinggi badan 2 (dua) kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badannya pada waktu lahir, akan tetapi pertumbuhan ini satu setengah kali pada dua tahun pertama dalam kehidupannya. Begitu juga dengan berat badan yang terjadi pada anak usia 2–5 tahun lebih rendah
1
2
dibandingkan dengan satu tahun pertama dalam kehidupannya. Lebih lanjut, Rini Hildayani (2005: 12), mengatakan bahwa secara umum perkembangan fisik dan motorik pada masa early childhood digambarkan sebagai berikut: a) Pertumbuhan tubuh meningkat, anak menjadi lebih ramping dan meninggi, penampilan menjadi seperti orang dewasa secara struktur pertumbuhan, serta tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dengan anak perempuan. b) Kemampuan persepsi motorik meningkat anak tampak aktif dan energik, mereka lebih senang berlari dari pada berjalan. c) Muncul masalah pada selera makan dan jadwal tidur (tidur menjadi lebih sedikit). d) Mulai menentukan penggunaan tangan dominan (handedness). e) Fungsi tubuh menjadi teratur, sudah bisa mengontrol buang air besar dan air kecil. f) Keterampilan motorik kasar (berlari, melompat, dan melempar bola) serta motorik halus (menggambar, mewarnai, dan menuang air) meningkat pesat. Sejalan dengan kemampuan fisik yang terjadi, lebih lanjut menurut Rini Hildayani (2002; 12) anak usia 4-6 tahun, yang mulai memasuki masa preschool memiliki banyak keuntungan dalam hal fisik motorik bila dilakukan lewat permainanpermainan. Setiap bentuk kegiatan permainan anak pra sekolah mempunyai nilai positif terhadap perkembangan kemampuan kepribadiannya, dan juga berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan motorik, meskipun perkembangan tersebut berbeda pada setiap anak, hal ini sesuai dengan perkembangan usianya. Kemudian Rini Hildayani (2002: 16) menambahkan, lebih kurang dari 80% dari sejumlah anak mengalami gangguan perkembangan, juga mengalami kesulitan pada pengaturan keseimbangan tubuh. Pengaturan keseimbangan tubuh ini diperlukan anak dalam kegiatan bermain. Lewat bermain anak memiliki kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu yang ia rasakan dan pikirkan. Dengan bermain anak
3
sebenarnya memperaktekkan keterampilan dan mengembangkan dirinya sendiri sehingga anak mendapatkan kepuasan dalam melakukan permainan. Pada umumnya, anak yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak belum memiliki motorik kasar yang baik seperti anak yang sudah duduk di bangku sekolah dasar. Dengan demikian untuk mengembangkan kemampuan motorik kasar yang berfungsi untuk menjaga kestabilan yang mantap perlu dilatih melalui sebuah permainan yang tertata dan terencana sesuai dengan tahapan perkembangan anak dalam sebuah adegan pembelajaran. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak di Kota Jayapura masih banyak guru Taman Kanak-kanak yang belum mengerti tentang perlunya permainan yang dapat meningkatkan kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif anak. Maka dari hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan masih belum maksimal, terutama dalam mengembangkan kemampuan motorik kasar dan kognitif anak, hal ini juga disebabkan oleh karena belum semua guru memahami tentang manfaat kemampuan motorik kasar dan kognitif anak, yang sangat perlu merndapat perhatian dan diperkenalkan mulai sejak usia dini. Dalam masa ini anak senang bermain sesama teman sekelas dan teman sebaya, walaupun kadang-kadang guru tidak memperhatikan dengan baik apa yang dilakukan oleh anak, karena dengan bermain anak dapat meningkatkan kemampuan motorik kasar dan juga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya melalui bermain.
4
Melalui pembelajaran yang mengacu pada karakteristik anak, kemampuan motorik kasar dan kognitif anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, apabila kemampuan untuk bergerak bebas didukung oleh situasi lingkungan yang memungkinkan untuk kegiatan tersebut. Pada prinsipnya anak senang bermain, yang penting bagi anak mendapat kesempatan bermain merupakan kebahagiaan tersendiri bagi dirinya. Kegiatan di luar ruangan bisa menjadi pilihan yang terbaik untuk menstimulus kemampuan otot anak, seperti di lingkungan sekolah. Selain di luar ruangan, kegiatan tersebut juga dapat dilaksanakan dalam ruangan dengan cara menata dan memaksimalkan ruangan sebagai tempat bermain demi kebebasan anak untuk bergerak, berlari, melompat, menangkap, melempar dan menendang. Lebih lanjut, anak juga bebas menggerakkan seluruh tubuhnya dengan cara yang tidak terbatas dan terbebas dari bahaya. Lingkungan di luar ruangan sangat cocok dijadikan sebagai tempat untuk meningkatkan semua kemampuan atau keterampilan anak, karena diluar ruangan anak merasa bebas dan tidak terkekang seperti didalam kelas. Jika ruangan yang dijadikan menjadi tempat bermain maka guru perlu membuat ruangan menjadi aman. Pengembangan situasi tersebut menuntut guru untuk memperhatikan keselamatan untuk mengatur ruangan dengan baik dan aman bagi anak. Penataan lingkungan belajar tersebut juga dilakukan bila dilakukan di luar ruangan, misalnya dengan penyediaan peralatan bermain yang dapat mendorong anak untuk memanjat, berlari, melompat, mengembangkan koordinasi dan kemampuan kekuatan tubuh baik bagian atas maupun bagian bawah.
5
Stimulan-stimulan lewat permainan di dalam ruangan dan di luar ruangan membantu mengoptimalkan motorik kasar, yang secara perlahan-lahan meningkatkan kekuatan fisik, berkembangnya koordinasi dan stamina, serta keseimbangan yang semakin kokoh, lewat permainan yang dilakukan. Lebih lanjut menurut Rini Hildayani,dkk (2005 : 8.11), berkaitan dengan keseimbangan, pada usia 4–6 tahun tidak semua anak sama dalam memperoleh kemampuan yang sempurna sesuai dengan perkembangan usianya. Lebih lanjut, Rini Hildayani, dkk. (2005: 8.16) kurang lebih 80% anak memiliki gangguan perkembangan, dan mengalami kesulitan pada pengaturan keseimbangan tubuh. Pengaturan keseimbangan tubuh diperlukan anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih sulit dan kompleks seperti melompat, berdiri di atas satu kaki, atau berjalan di titian. Dampak dari ketidakseimbangan pada anak adalah kesulitan dalam mengatur dan mengontrol gerakan anggota tubuh sehingga terkesan gerakannya ragu-ragu dan tampak canggung. Masalah keseimbangan tubuh berhubungan dengan vestibular atau system yang mengatur keseimbangan tubuh. Dampak lain ketidakseimbangan, kalau tidak cepat ditangani sampai saat anak masuk sekolah, maka dapat mengakibatkan masalah lain terutama dalam membaca dan menulis, kemampuan membaca dan menulis pada dasarnya berhubungan dengan kemampuan untuk menangkap informasi oleh sistem keseimbangan. Selain itu, aspek yang perlu diperhatikan dalam masa kanak-kanak adalah reaksi pada umumnya anak usia antara 4 - 6 tahun memiliki reaksi kurang cepat dan koordinasi kurang baik, hal ini disebabkan pada masa anak-anak belum terlatih,
6
sehingga gerakan kurang sempurna sebagaimana orang yang sudah sering melakukan latihan secara rutin dan terprogram dengan baik. Pada masa kanak-kanak kemampuan motorik berkembang sejalan dengan motorik kasar dan halus hal ini terungkap dalam Papalia, Old, dan Feldman (2004: 327). Selanjutnya Piaget
memberi tanggapan bahwa perkembangan kemampuan
motorik kasar anak berkembang sejalan dengan perkembangan kemampuan kognitif anak. Perkembangan kognitif merupakan sesuatu yang penting dikembangkan sejak masa kanak-kanak (Yudha M Saputra & Rudyanto, 2005: 20). Merujuk pada pendapat tersebut, orang tua banyak menyuruh anaknya ikut les atau pelajaran tambahan sedini mungkin untuk mengembangkan kemampuan kognitif anaknya. Dengan demikian sekolah mendapat tantangan yang begitu besar karena orang tua memaksakan anaknya agar mampu bersaing dengan anak lain. Sebagai akibat perilaku dan tuntutan orang tua murid tersebut berpengaruh pada kemampuan guru di sekolah. Guru harus mengembangkan metode-metode pembelajaran yang paling tepat bagi anak, khususnya guru Taman Kanak-kanak. Pengembangan metode tersebut berdasarkan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana para ahli sering menyebut dengan istilah DAP (developmentally appropriate practice). Dalam konteks kognitif, Piaget (1952) dalam Rini Hildayani (2005: 37) menjelaskan ada beberapa tahapan dalam perkembangan anak yaitu sensori motorik, praoperasional, konkrit operasional, formal operasional. Pada anak Taman Kanakkanak dimana usia 4 – 6 tahun berada pada tahap praoperasional. Pada masa ini anak sudah dapat berfikir dalam simbol, namun belum dapat menggunakan logika.
7
Mengacu pada karakteristik anak tersebut, maka seorang guru harus dapat merancang sebuah skenario pembelajaran dengan dilengkapi peralatan serta lingkungan yang mendukung proses pembelajaran dalam bentuk konkrit. Berdasarkan fakta tersebut yang menjadi perhatian guru pada masa usia 4 - 6 tahun adalah meningkatkan kemampuan reaksi, koordinasi baik kordinasi mata dan tangan maupun koordiansi mata dan kaki serta ketangkasan dan kesadaran terhadap keseimbangan tubuh, secara keseluruhan perlu menjadi perhatian. Semua unsur tersebut penting dan dibutuhkan pada tahapan perkembangan berikutnya. Saat anak dalam melakukan permainan yang kompleks, seperti bermain bola, selain dibutuhkan reaksi yang cepat untuk menendang atau menangkap bola, juga dibutuhkan koordinasi yang baik antara mata dan tungkai sehingga dapat menendang bola, mengoper bola ke teman sepermainan, dan memasukkan bola ke dalam gawang. Selain itu, unsur-unsur tersebut juga dibutuhkan dalam permainan seperti sepak bola, bola voli dan bola tangan dan permainan yang lainnya. Seperti dalam permainan sepak bola, bola voli dan bola tangan sangat dibutuhkan koordinasi mata, kaki dan tangan, karena sangat bermanfaat dalam suatu permainan. Pada umumnya anak mengalami kendala dalam melakukan reaksi, hal ini disebabkan karena reaksi anak masih lambat, gerak koordinasi belum baik. Hal ini merupakan dampak pada anak, karena kurang diberi kesempatan untuk berlatih menajamkan kemampuannya terutama melakukan reaksi dan koordinasi dalam gerakan. Selain itu bisa juga disebabkan karena syaraf motoriknya yang belum berkembang dengan baik, maka pengembangannya melalui sebuah pembelajaran.
8
Melalui permainan, anak dituntun untuk mengetahui cara melakukan gerakan tersebut, memahami manfaat gerakan bagi anak, dan mampu menujukkan perilakuperilaku positif selama pembelajaran (kerjasama, disiplin, mau berbagi tempat, alat, jujur dan lain-lain) dengan temannya. Dalam era sekarang ini pembelajaran yang dilakukan guru, khususnya Taman Kanak-kanak belum memperhatikan perkembangan anak. Artinya, pembelajaran di Taman Kanak-kanak masih mengikuti kemauan anak dan mengikuti tata urutan yang terdapat dalam kurikulum yang kurang memperhatikan karakteristik anak. Dampak tersebut menyebabkan unsur-unsur reaksi, kesimbangan, kesetimbangan, daya tahan, dan kognitif anak kurang berkembang. Pada hal tujuan akhir dari pembelajaran adalah penampilan gerakan yang efektif, efisien, dan terampil serta merangsang kognitif anak, hal tersebut diatas dapat dipengaruhi melalui sebuah pembelajaran yang tertata, terencana dan terprogram lewat sebuah pembelajaran berdasarkan karakteristik anak. Fenomena yang dipaparkan di atas jika tidak dapat teratasi dalam waktu yang cepat, kemungkinan besar akan memberi dampak yang kurang baik terhadap tahapan perkembangan anak berikutnya. Untuk itu maka perlu dicari solusi atau alternatif pemecahannya. Dalam hal ini sebenarnya banyak cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu alternatif yaitu melalui sebuah pembelajaran permainan modifikasi. Pembelajaran dengan cara permainan yang dimodifikasi adalah merupakan pembelajaran yang memperhitungkan karakteristik anak.
9
Permainan modifikasi, menurut Ngasmain & Soepartono, (1997: 4), modifikasi sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan kepada kegembiraan, kecakapan jasmani dan pengayaan gerak anak. Karakteristik permainan modifikasi adalah mengubah bentuk permainan dengan memodifikasi peraturan, alat, jumlah pemain, lama permainan. Dalam hal ini karakteristik yang dimaksud adalah disesuaikan dengan karakteristik anak Taman Kanak-kanak terutama kemampuan motorik, afektif dan kognitif. Artinya, pada fase ini dibutuhkan kegiatan yang dapat merangsang perkembangan kemampuan anak baik fisik, mental, emosional maupun sosial. Berdasarkan paparan yang di kemukakan diatas maka menjadi isu sentral dalam penelitian ini adalah pengaruh permainan modifikasi terhadap kemampuan motorik kasar dan kognitif pada anak usia Taman Kanak-kanak.
B. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini yang ingin diselidiki adalah bagaimana dampak permainan modifikasi terhadap kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif anak usia Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura. Untuk keperluan penelitian ini dipilih dua kelompok, satu kelompok eksperimen, dan satu kelompok kontrol yang keduanya dilatih dengan menggunakan metode yang berbeda, yaitu pendekatan konvensional dan pendekatan melalui permainan
modifikasi.
Selanjutnya akan diteliti pengaruh permainan modifikasi terhadap kemampuan
10
motorik kasar dan kemampuan kognitif anak Taman Kanak-kanak sebagai dampak instruksional dalam pembelajaran. Untuk anak usia dini dalam hal ini Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapuara peneliti ingin mengetengahkan suatu bentuk pembelajaran permainan modifikasi dalam mengungkap kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif anak. Dalam penelitian ini, penulis membatasi pada beberapa aspek saja yaitu mengenai seberapa besar pengaruh permainan modifikasi terhadap kemampuan motorik kasar dan kemampun kognitif pada anak Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura.
C. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini yang ingin diselidiki adalah bagaimana dampak permainan modifikasi terhadap kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif anak Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura. Untuk keperluan penelitian ini dipilih dua kelompok, satu kelompok eksperimen, dan satu kelompok kontrol yang keduanya dilatih dengan menggunakan metode yang berbeda, yaitu pendekatan permainan modifikasi dan pendekatan konvensional. Selanjutnya akan diteliti pengaruh permainan modifikasi terhadap kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif
anak
pembelajaran.
Taman
Kanak-kanak
sebagai
dampak
instruksional
dalam
11
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh permainan modifikasi terhadap kemampuan motorik kasar dan kognitif pada anak usia Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Distrik Abepura Kota Jayapura Provinsi Papua. Rumusan masalah tersebut secara rinci dapat dijabarkan kedalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana aplikasi permainan modifikasi di Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura Provinsi Papua. 2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan motorik kasar anak Taman Kanakkanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura Provinsi Papua sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan antara anak yang memperoleh permainan modifikasi
dengan
anak
yang
memperoleh
metode
pembelajaran
konvensional? 3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan kognitif anak Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura Provinsi Papua sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan antara anak yang memperoleh permainan modifikasi dengan anak yang memperoleh metode pembelajaran konvensional? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan pokok penelitian adalah :
12
1.
Untuk mengetahui bagaimana aplikasi permainan modifikasi di Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura Provinsi Papua.
2.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan motorik kasar anak Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura Provinsi Papua
sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan antara anak yang
memperoleh permainan modifikasi dengan anak yang memperoleh metode pembelajaran konvensional. 3.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan kognitif anak Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura Provinsi Papua sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan antara anak yang memperoleh permainan modifikasi dengan anak yang memperoleh metode pembelajaran konvensional.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk kepentingan teoretis dan praktis. 1.
Secara teoretis penelitian ini bermanfaat untuk :
a. Memberikan kontribusi yang berdaya guna secara teoretis, metodologis dan empiris bagi kepentingan sekolah Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura dalam bidang pengkajian mengembangkan kemampuan
13
motorik kasar dan kemampuan kognitif anak usia Taman Kanak-kanak melalui Permainan modifikasi. b.
Dapat dijadikan suatu pola dan strategi guru TK dalam proses mengembangkan kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif anak Taman Kanak-kanak melalui Permainan modifikasi.
c.
Dapat dijadikan sebuah alternatif pembelajaran bagi yang membutuhkan dalam membantu pengembangan kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif anak usia Taman Kanak-kanak.
2.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk dijadikan : a. Informasi bagi para guru dan orang tua murid dalam mengembangkan kemampuan motorik kasar dan kognitif anak Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura. b. Sebagai bahan masukan bagi Yayasan Pemda Provinsi Papua sebagai pengelola TK Pertiwi XIII Jayapura, dalam merencanakan, melaksanakan, menempatkan dan melakukan pengawasan serta mengevaluasi konsep pembelajaran dan pengembangan kemampuan motorik kasar dan kognitif
anak usia Taman
Kanak-kanak sesuai dengan rencana dan strategi yang sudah ditentukan. c. Masukan bagi Pimpinan Sekolah TK Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura untuk dijadikan pertimbangan kontekstual dan konseptual operasional dalam merumuskan konsep dalam mengembangkan kemampuan motorik kasar
14
dan kemampuan kognitif anak usia Taman Kanak-kanak di masa yang akan datang. d. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai temuan awal untuk melakukan penelitian lanjut mengenai pengembangan kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif anak usia Taman Kanak-kanak.
F. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini ada tiga variabel yang diajukan yaitu: variabel bebas dan variabel terikat seperti yang dijelaskan dibawah ini: Variabel bebas (X) yaitu permainan modifikasi Variabel terikat (Y1) yaitu kemampuan motorik kasar anak taman kanakkanak. Variabel terikat (Y2), yaitu kemampuan kognitif anak Taman Kanak-kanak. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada bagan 1.1 berikut:
Y1 Motorik Kasar X = Permainan Modifikasi Y2 Kognitif
Bagan 1.1. Variabel Penelitian
15
G. Definisi Operasional Variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah permainan modifikasi , kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif anak usia Taman Kanak-kanak.. Variabel-variabel diatas penting untuk didefinisikan atau diberi penjelasan agar tidak terjadi pemahaman yang keliru dari maksud yang dikehendaki oleh peneliti. 1. Permainan modifikasi adalah perubahan dalam permainan dari teknik bermain yang baku menjadi teknik yang sederhana, sesuai dengan perkembangan anak. Modifikasi dapat dilakukan terhadap: aturan atau cara, alat dan fasilitas serta ukuran lapangan yang dipakai dalam pembelajaran. Ngasmain & Soepartono (1977: 3). 2. Motorik kasar adalah kemampuan untuk beraktivitas dengan menggunakan otot besar, kemampuan otot besar dapat dipergunakan untuk menggerakkan anggota badan, kaki, dan tangan dalam melakukan gerak lokomotor, non lokomotor dan manipulatif. Hasil belajar yang
dicapai melalui modifikasi permainan terhadap
kemampuan motorik kasar anak adalah berupa penguasaan tugas gerak terhadap lari, lompat, lempar, menangkap dan menendang. Kemampuan motorik kasar yang dimaksud dalam penelitian ini berkaitan erat dengan gerak dasar dalam pedoman observasi dan evaluasi gerak dasar menurut Adang Suherman (2008: 4-8) yaitu: (1) Lari yang mempunyai komponen gerak dasar meliputi: tungkai dari samping, lengan, dan tungkai dari belakang. (2) Lompat yang mempunyai komponen gerak dasar meliputi: lengan, togok serta
16
tungkai dan paha. (3) Lempar yang mempunyai komponen dasar meliputi: Lengan, togok serta tungkai dan kaki. (4) menangkap yang mempunyai komponen gerak dasar meliputi: kepala, lengan, dan tangan. (5) menendang yang mempunyai komponen gerak dasar meliputi: lengan, togok, dan tungkai. 3. Kognitif adalah proses untuk mengetahui sesuatu, menyangkut pemprosesan informasi melalui beberapa tahapan penginderaan melalui sistem syaraf sensoris yang ada dalam tubuh manusia hingga pembentukan memori jangka panjang, Webb (1989: 160). Adapun kemampuan anak yang dimaksud adalah anak dapat melakukan kegiatan berupa: a. Mencocokkan gambar yang sudah dipotong menjadi beberapa bagian. b. Menentukan jumlah benda yang diambil atau dikumpulkan anak dari suatu tempat. c. Menyebutkan lambang bilangan (angka) yang diambil anak atau yang diperlihatkan oleh guru.
H. Asumsi dan Hipotesis Penelitian 1. Asumsi Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan, tergambar demikian pentingnya pemilihan pendekatan pembelajaran permainan modifikasi yang sesuai dengan perkembangan anak, serta dapat merangsang perkembangan motorik kasar dan kognitif anak. Anak Taman Kanak-kanak pada masa lima tahun pertama yang
17
disebut usia keemasan (The Golden Years) merupakan masa emas perkembangan anak. Anak pada masa usia tersebut mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengoptimalkan segala aspek perkembangan keterampilannya. Menurut Yudha M Saputra (2005: 3) ”Perkembangan keterampilan sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh”. Terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara keterampilan dengan perkembangan kemampuan keseluruhan anak Taman Kanak-kanak, keterampilan anak TK tidak akan berkembang tanpa adanya kematangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi keterampilan pada anak, yaitu: keturunan, makanan, inteligensi, pola asuh, kesehatan, budaya, ekonomi, sosial, jenis kelamin, dan rangsangan dari lingkungan sangat erat pengaruhnya. Menurut Singer (1970) serta Kephart dan Dalcato (1966) dalam Sinulingga,A (2000: 15) “bahwa pertumbuhan intelektual dapat dirangsang melalui gerakan-gerakan sederhana, karena koordinasi gerak yang miskin mengakibatkan lambatnya pertumbuhan intelektual”. Selanjutnya pendapat Frost dan Piaget (1969) dalam Wadsworth (1984) mengatakan bahwa: anak dapat mengekspresikan diri melalui gerakan, dan berpikir melalui gerak tubuh. Mengacu pada teori tersebut dapat diasumsikan bahwa melalui permainan, keterampian motorik kasar dan kemampuan kognitif dapat ditingkatkan. Selanjutnya Zervas dan Stambulova (1999) dalam Albadi (2000: 17) menggambarkan pengaruh latihan terhadap fungsi kognitif seperti Uterbalik (Inverted-U hypothesis). Artinya, latihan sampai pada taraf moderat memberikan manfaat terhadap kemampuan kognitif, dan selanjutnya bila beban kerja terus meningkat, maka terjadi penurunan pada kemampuan kognitif.
18
Perbaikan dan penyempurnaan pendekatan pembelajaran barangkali akan berfaedah dalam usaha meningkatkan keterampilan motorik kasar dan kemampuan kognitif anak Taman kanak-kanak. Hal ini diperlukan sebagai landasan bagi tahap perkembangan selanjutnya dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia di masa yang akan datang. Salah satu aspek yang menjadi tujuan pendidikan pada anak Taman Kanakkanak adalah berkembangnya kemampuan motorik kasar yang akhirnya akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif anak. 2. Hipotesis Hipotesa dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap suatu permasalahan dalam penelitian. Ada empat kriteria dalam merumuskan hipotesis. Menurut Mc Millan dan Schumacher (2001: 89-90) yaitu : a. Hipotesis yang dirumuskan hendaklah merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. b. Hipotesis yang dirumuskan dapat diuji. c. Hipotesis yang dirumuskan harus memberi isyarat penggunaan statistik. d. Hipotesis yang dirumuskan tidak boleh memberi makna ganda. Adapun hipotesis yang dibuat terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis nol (Ho) : Ha = Ho Tidak terdapat perbedaan peningkatan dalam kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif antara anak yang mendapat pembelajaran dengan
19
permainan modifikasi dengan anak yang belajarnya menggunakan metode pembelajaran konvensional di Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapura. 2. Hipotesis alternatif (Ha) : Ha ≠ Ho Terdapat perbedaan peningkatan dalam kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif antara anak yang belajarnya menggunakan permainan modifikasi dengan anak yang belajarnya menggunakan metode pembelajaran konvensional di Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Jayapuara.
I. Metode Penelitian Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode eksperiman dengan jenis eksperimen kuasi yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Setelah diterapkan metode pembelajaran permainan modifikasi, penelitian ini menggunakan eksperimen kuasi
karena peneliti tidak
menggunakan Randomization (sampel acak) dalam penarikan sampelnya tetapi menggunakan kelompok yang sudah tersedia di sekolah.
20
Disain penelitian dilakukan dua kali observasi yaitu sebelum dan sesudah eksperimen (perlakuan). Observasi dilakukan sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan, dengan desain eksperimen kuasi sebagai berikut: Gambar 1.2 Desain Eksperimen Kuasi (Sugiyono, 2007: 116)
Kelompok
Pre tes
Treatmen
Posttes
Eksperimen
O1
X
O2
Kontrol
O1
O2
Dengan membandingkan hasil tes awal dan tes akhir akan diketahui seberapa besar perubahan yang terjadi sebagai indikator keefektifan perlakuan (Arikunto, 1988: 86). Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan motorik kasar dan kemampuan kognitif anak selama pembelajaran dengan menggunakan permainan modifikasi. Data penelitian diperoleh dari tes awal dan tes akhir anak kelas eksperimen maupun kelas kontrol, melalui aktivitas guru dan anak selama pembelajaran dengan menggunakan permainan modifikasi. Observasi yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui keefektifan
penggunaan
metode
permainan
modifikasi. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini berupa observasi dan studi dokumenter.
21
J. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian ini dilakukan di TK Pertiwi XIII Cigombong Kotaraja Distrik Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 di TK kelompok B. Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong dipilih atas dasar: a.
Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigmobong Kota Jayapura merupakan sekolah yang sudah lama berdiri
b.
Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII Cigombong Kota Jayapura memiliki siswa yang homogen artinya siswa berasal dari kalangan menengah kebawah dilihat dari segi sosial ekonominya.
c.
Kepala Sekolah dan Guru mendukung terlaksananya penelitian.
2. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah anak Taman Kanak-kanak Pertiwi XIII kelas B yang diambil dari dua kelas yang berbeda dan masing - masing kelas dilatih dengan metode pembelajaran yang berbeda yaitu kelas eksperimen diberikan pembelajaran permainan modifikasi dan kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional.