BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ruang merupakan kajian ilmu geografi yang meliputi seluruh aspek darat, laut maupun udara. Alasan mengapa ruang menjadi kajian dari geografi, karena ruang merupakan tempat seluruh aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini sesuai dengan pengertian ruang yang diungkapkan dalam UU no. 26 tahun 2007, yaitu: Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa ruang menjadi seluruh pusat kegiatan yang dilakukan oleh manusia, namun penggunaan ruang oleh masyarakat umum tentunya akan dapat menimbulkan berbagai masalah jika digunakan tidak sesuai dengan aturan, sehingga untuk mencegah dan meminimalisir dampak tersebut, maka perlu adanya penataan dalam penggunaan ruang. Menurut UU no. 26 tahun 2007 tujuan penyelenggaraan penataan ruang ialah “untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional”. Hal ini menunjukan bahwa penataan ruang sangat penting untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan lingkungannya, sehingga kebutuhan manusia akan tetap terpenuhi dalam jangka panjang. UU Nomor 26 tahun 2007 juga menjelaskan bahwa penataan ruang tersebut diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategis kawasan. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya, sedangkan berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Hal ini menunjukan bahwa pada 1 Armandha Redo Pratama, 2015 HUBUNGAN KESESUAIAN REKAYASA SHELTER BUS TRANS METRO BANDUNG (TMB) DENGAN ARUS LALU LINTAS DAN TINGKAT PARTISIPASI PENGGUNA SHELTER DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
kawasan desa maupun kota tetap harus terdapat kawasan lindung dan budidayanya, sehingga ruang sebagai sumber pemenuh kebutuhan manusia dapat terjaga kelangsungannya dan dapat terus dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Muta’ali (2013) menyebutkan bahwa substansi dari penataan ruang kota tersebut meliputi penataan pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana yang salah satunya meliputi sistem jaringan transportasi. Pada masyarakat perkotaan, mobilitas penduduk lebih sering terjadi, sehingga kebutuhan akan transportasi akan lebih tinggi, hal ini disebabkan karena kondisi masyarakat perkotaan yang lebih banyak jumlahnya, serta lebih heterogen dalam jenis pekerjaannya. Kebutuhan akan kendaraan bermotor yang semakin meningkat tersebut akan menyebabkan volume kendaraan di jalan raya bertambah dan hal tersebut dapat memicu kemacetan. Agar kemacetan tersebut dapat dikurangi, maka perlu adanya penataan dalam penggunaan kendaraan bermotor. Dalam hal ini tercantum dalam sistem transportasi nasional (SISTRANAS) yang tujuan dari dokumen ini ialah sebagai pedoman dalam pengaturan penggunaan kendaraan bermotor atau transportasi. Adisasmita (2011, hlm. 10) menyebutkan tujuan dari dokumen SISTRANAS, tujuan tersebut ialah sebagai berikut: Tujuan dari dokumen SISTRANAS ialah sebagai pedoman dalam pengaturan penggunaan transportasi dan pembangunan transportasi, dengan tujuan agar dicapai penyelenggaraan transportasi nasional yang efektif dan efisien. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai transportasi sangat penting untuk mencegah dampak negatif selain kemacetan yang sering ditimbulkan, dampak tersebut ialah pencemaran udara, suara dan pemborosan energi akibat emulsi yang dikeluarkan saat terjadi kemacetan. Masalah keamanan dan ketertiban masyarakatpun menjadi semakin marak terjadi, seperti kecelakaan lalu lintas, pembajakan dan penodongan. Selain masalah yang disebutkan di atas, terdapat masalah lainnya, hal itu ialah menurunnya penggunaan transportasi umum yang di dorong karena Armandha Redo Pratama, 2015 HUBUNGAN KESESUAIAN REKAYASA SHELTER BUS TRANS METRO BANDUNG (TMB) DENGAN ARUS LALU LINTAS DAN TINGKAT PARTISIPASI PENGGUNA SHELTER DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
masyarakat lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi, sebab menurut mereka hal tersebut dinilai lebih efektif dari pada menggunakan kendaraan umum, walaupun pada kenyataannya justru peningkatan volume kendaraan pribadi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kemacetan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar kendaraan umum dapat lebih diminati oleh masyarakat, diantaranya dengan subsidi BBM, namun hal itu ternyata masih belum terlalu berdampak kepada peningkatan minat masyarakat untuk lebih memilih kendaraan umum. Selain itu Khisty dan Lall (2003, hlm. 21) “…menyebutkan permasalahan lainnya, yaitu layanan yang tidak konsisten, jadwal yang tidak pasti dan meningkatnya tarif angkutan umum.” Masalah yang diungkapkan oleh Khisty dan Lall tersebut menyebabkan menurunnya minat masyarakat terhadap penggunaan transportasi umum, masyarakat lebih memilih untuk menggunakan transportasi pribadi, karena dinilai lebih hemat dan efisien. Untuk mengetahui tingkat penggunaan transportasi umum di Kota Bandung, dapat dilihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1 Jumlah Kendaraan Bermotor di Kota Bandung No 1 2 3 4 5 6
Jenis Kendaraan
Tahun 2011 (unit)
Sepeda motor dan roda 3 Mobil penumpang Mobil barang Bus besar dan sedang Jeep dan sejenisnya Bus kecil Jumlah Sumber. Dishub Kota Bandung (2013)
Persentase (%)
947.477 74.079 64.443 6.313 32.801 195.636 1.320.749
71,74 5,61 4,88 0,48 2,48 14,81 100
Miro (2012) menyebutkan bahwa transportasi terdiri dari jalur gerak dan prasarana berhenti. Jalur gerak yang dimaksud ialah kendaraan dan komponen Armandha Redo Pratama, 2015 HUBUNGAN KESESUAIAN REKAYASA SHELTER BUS TRANS METRO BANDUNG (TMB) DENGAN ARUS LALU LINTAS DAN TINGKAT PARTISIPASI PENGGUNA SHELTER DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
lainnya yang dapat mendukung pergerakan tersebut, seperti pada jalur darat berupa jalan, atau rel kereta api. Sedangkan prasarana berhenti yang dimaksud ialah terminal dan sarana berhenti lainnya. Jadi sarana berhenti ini tidak hanya terbatas terhadap terminal saja, tetapi dapat juga berupa halte atau tempat pemberhentian bus. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tempat pemberhentian bus merupakan salah satu elemen penting dalam transportasi, terutama dalam transportasi umum dalam kota. Menurut Dirjen perhubungan darat. (1996) “Pengertian tempat perberhentian bus (TPB) ialah tempat untuk menurunkan dan/atau menaikan penumpang selanjutnya disebut TPB.” Untuk dapat memberikan manfaat bagi penumpang, maka dilakukan suatu rekayasa terhadap tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum TPB, yang tujuan dari perekayasaan meliputi aspek sebagai berikut: 1. Kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas 2. Keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum 3. Kepastian keselamatan untuk menaikan dan/atau menurunkan penumpang 4. Kemudahan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus. Tujuan tersebut memberikan kesimpulan bahwa TPB memiliki peran yang sangat penting dalam hal kenyamanan ataupun keselamatan penumpang, namun faktanya kebanyakan penumpang lebih memilih menggunakan bus atau angkutan umum tidak pada TPB yang telah disediakan, sehingga beberapa TPB tersebut berubah fungsi, seperti tempat perdagangan, tempat parkir dll. Di Kota Bandung terdapat angkutan umum yang khusus seperti halnya busway di Jakarta, angkutan tersebut ialah Trans Metro Bandung (TMB). TMB sama halnya dengan angkutan umum lainnya, seperti angkot dan bus DAMRI. Memiliki tempat pemberhentian yang disebut dengan shelter. Fungsi dan kegunaan shelter TMB pun sama dengan halte atau TPB lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bagian TMB Dishub Kota Bandung pada tanggal 5 September 2014, saat ini TMB telah aktif pada dua Armandha Redo Pratama, 2015 HUBUNGAN KESESUAIAN REKAYASA SHELTER BUS TRANS METRO BANDUNG (TMB) DENGAN ARUS LALU LINTAS DAN TINGKAT PARTISIPASI PENGGUNA SHELTER DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
koridor, yaitu koridor I (Cibereum-Cibiru) yang terdapat 32 shelter dengan 16 shelter pada jalur berangkat dan 16 shelter pada jalur pulang serta terdapat 10 armada bus sedang yang telah beroperasi, sedangkan pada koridor II (CicaheumCibereum) terdapat 19 shelter dan 10 armada bus besar yang telah beroperasi. Dengan begitu, peran Shelter TMB sama halnya dengan TPB lainnya, yaitu untuk menjamin kenyamanan dan keamanan penumpang, kemudian permasalahan penggunaan shelter di kota Bandung yang kurang optimal menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan penelitian terhadap shelter TMB dengan judul “Hubungan Kesesuaian Rekayasa Shelter Bus Trans Metro Bandung (TMB) dengan Arus Lalu Lintas dan Tingkat Partisipasi Pengguna Shelter Kota Bandung Tahun 2014.”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Presentase penggunaan moda transportasi umum sangat kecil jika dibandingkan dengan presentase penggunaan kendaraan pribadi sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan volume kendaraan yang cukup besar di jalan raya dan dapat memicu kemacetan. 2. Sarana dan prasarana Trans Metro Bandung yang kurang memadai menyebabkan masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi. 3. Kurang tertibnya pengaturan lalu lintas Trans Metro Bandung menyebabkan sebagian shelter Trans Metro Bandung beralih fungsi. 4. Jarak antar halte dan penempatan shelter Trans Metro Bandung yang kurang sesuai mempengaruhi keinginan penumpang untuk naik atau turun di shelter yang telah di sediakan.
C. Rumusan Masalah
Armandha Redo Pratama, 2015 HUBUNGAN KESESUAIAN REKAYASA SHELTER BUS TRANS METRO BANDUNG (TMB) DENGAN ARUS LALU LINTAS DAN TINGKAT PARTISIPASI PENGGUNA SHELTER DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
Adapun rumusan masalah yang penulis rumuskan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah hubungan antara kesesuaian rekayasa shelter dengan arus lalu lintas kendaraan lain pada jalur TMB Kota Bandung ? 2. Bagaimanakah hubungan antara kesesuaian rekayasa dengan partisipasi masyarakat dalam menggunakan shelter ? 3. Bagaimanakah implementasi kajian transportasi terhadap pembelajaran georgafi di SMA ?
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang penulis rumuskan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: 1.
Untuk mengidentifikasi tingkat hubungan antara kesesuaian rekayasa shelter dengan arus lalu lintas kendaraan lain pada jalur TMB Kota Bandung.
2.
Untuk mengidentifikasi tingkat hubungan antara kesesuaian rekayasa shelter dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan shelter TMB Kota Bandung.
3.
Untuk mengimplementasikan kajian mengenai transportasi sebagai salah satu meteri ajar geografi di SMA.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, baik bagi penulis sendiri ataupun lembaga terkait dalam penelitian ini. 1. Manfaat bagi penulis ialah dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam bidang yang sedang penulis tekuni saat ini. Selain itu penelitian ini juga sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar S.Pd. 2. Manfaat bagi ilmu yang ditekuni oleh penulis ialah sebagai bahan referensi tambahan agar dapat mengembangkan ilmu yang penulis tekuni saat ini.
Armandha Redo Pratama, 2015 HUBUNGAN KESESUAIAN REKAYASA SHELTER BUS TRANS METRO BANDUNG (TMB) DENGAN ARUS LALU LINTAS DAN TINGKAT PARTISIPASI PENGGUNA SHELTER DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
3. Manfaat bagi lembaga terkait ialah sebagai bahan rujukan bagi lembaga tersebut untuk mengembangkan sarana dan prasarana transportasi di Kota Bandung dan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakankebijakan mengenai trasportasi.
Armandha Redo Pratama, 2015 HUBUNGAN KESESUAIAN REKAYASA SHELTER BUS TRANS METRO BANDUNG (TMB) DENGAN ARUS LALU LINTAS DAN TINGKAT PARTISIPASI PENGGUNA SHELTER DI KOTA BANDUNG TAHUN 2014 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu