BAB I. PENDAHULUAN
A. Fenomena Hunian Suku Dayak Bukit Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena yang terjadi pada hunian suku Dayak Bukit (SDB) yang hidup di kawasan Pegunungan Meratus, Provinsi Kalimantan Selatan. Memahami hunian SDB, yaitu balai-adat (Gambar 1) sangat penting bagi pengembangan ilmu arsitektur, khususnya sebagai karya arsitektur yang bersumber dari suatu kelompok masyarakat. Untuk itu, tulisan ini dibuka dengan menunjukkan fenomena yang terjadi melalui indikasi empiris perubahan dan keragaman sebagai titik awal penelitian. Indikasi-indikasi diperoleh dari observasi lapangan sebagai studi pendahuluan. Selanjutnya, dilakukan penelusuran tekstual untuk mengetahui sejauhmana teori/konsep yang ada menjelaskan fenomena ini. 1. Indikasi empiris perubahan dan keragaman hunian SDB Menurut pelbagai sumber pustaka (Radam 2001, Jarani 2004, Rafiq 2005, Salim 2005, Muchamad 2007, Soehadha 2010, dan Wadjidi 2006; 2011), penuturan narasumber atau informan, dan bukti-bukti fisik di lapangan, dapat dikatakan bahwa balai-adat adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal (hunian) bagi sekelompok masyarakat SDB. Kelompok ini terdiri dari beberapa keluarga inti (umbun) yang masih memiliki ikatan kekerabatan. Sebuah kelompok kekerabatan atau keluarga luas ini disebut bubuhan (Radam, 2001, hal. 120121). Selain itu, setiap kelompok memiliki wilayah permukiman tradisional yang disebut banua. Sebagai tempat tinggal, balai-adat dibangun secara berpindahpindah mengikuti lokasi ladang-ladang milik tiap kelompok. Baik balai-adat maupun ladang akan selalu berada dalam wilayah masing-masing kelompok. Tradisi bermukim dan fungsi balai-adat ini telah berlangsung selama turun-temurun. Meskipun tidak pernah dituliskan dalam tradisi SDB, namun pengetahuan tentang balai-adat ini sudah menjadi ‘pengetahuan umum’ di kalangan masyarakat SDB dan masyarakat Kalimantan Selatan pada umumnya.
1
Gambar 1. Arsitektur balai-adat (tipikal) (gambar atas) balai-adat Siputan dilihat dari luar bangunan. (gambar bawah) balai adat Aitih dilihat dari dalam bangunan. Sumber: observasi lapangan, 2011. Seiring berjalannya waktu, pelbagai perubahan terjadi dalam segala aspek kehidupan SDB, termasuk hunian mereka. Berdasar lingkup keilmuan dari penelitian ini (ilmu arsitektur), maka pengamatan atas perubahan dan keragaman difokuskan berdasar elemen-elemen fisik arsitektur. Melalui kegiatan observasi lapangan yang dilakukan secara berulang berhasil ditemukan indikasi-indikasi perubahan dan keragaman arsitektur balai-adat (rincian Tabel 1, hal. 7).
2
Indikasi-indikasi tersebut diperoleh dari sebagian besar balai-adat yang ada di salah satu permukiman tradisional SDB, yaitu di Loksado (lihat Gambar 2).
Gambar 2. Lokasi Permukiman suku Dayak Bukit di Pegunungan Meratus Beberapa kawasan permukiman tradisional SDB adalah Loksado, Labuhan Amas, Paramasan Dua kali Sanga, Alai, dan Pitap. Sumber: diolah dari Radam (2001) dan peta Bakosurtanal.
3
Untuk indikasi perubahan arsitektur balai-adat yang berkembang hingga saat ini adalah: (a) keberadaan komponen, fungsi, dan aktivitas padapuran 1 dalam balai-adat yang sudah berpindah, ditinggalkan, atau bahkan sudah hilang, (b) terjadinya perluasan ruang, khususnya pada bilik-bilik milik tiap keluarga yang ada dalam balai-adat, (c) adanya fenomena pembangunan pondok-pondok di sekitar balai-adat oleh sebagian keluarga di belakang bilik mereka, (d) pembangunan rumah tinggal di luar balai-adat, baik yang berada dekat maupun jauh dari balai-adat, (e) munculnya balai-adat baru atau dihapuskannya balai-adat yang ada karena suatu alasan tertentu, dan (f) pergeseran fungsi balai-adat. Indikasiindikasi perubahan di atas terdapat secara acak pada seluruh balai-adat yang diobservasi. Setiap balai-adat mengalami atau memiliki indikasi perubahan yang berbeda-beda, sehingga kondisi seluruh balai-adat yang adapun sangat beragam. Perubahan arsitektur balai-adat inilah yang menjadi fenomena yang melatarbelakangi penelitian ini. Selain ditemukan pada balai-adat yang ada di kawasan Loksado, fenomena perubahan juga terlihat pada hampir seluruh balai-adat yang ada di kawasan Pegunungan Meratus. Meskipun penelitian ini hanya mencakup sebagian balaiadat yang ada di kawasan Loksado, namun dari pelbagai sumber lain (seperti: laporan penelitian, dokumentasi, catatan perjalanan, berita, dlsb.) menunjukkan hampir seluruh balai-adat yang ada dalam kawasan-kawasan permukiman tradisional SDB telah mengalami perubahan. Secara kasat mata, perubahan yang paling besar adalah munculnya rumah-rumah tinggal yang dibangun di sekitar balai-adat hingga membentuk perkampungan. Adapun perubahan yang terjadi pada unit-unit balai-adat dan rumah tinggal adalah penggunaan material dan konstruksi fabrikasi, seperti: genteng metal, kaca mozaik, keramik lantai, beton bertulang, bahan cat, dan kayu olahan (lihat Gambar 3).
1
Padapuran lebih merujuk pada wadah untuk aktivitas memasak yang ditandai adanya seperangkat tempat memasak, peralatan memasak, tempat menyimpan kayu bakar, dan meletakkan bumbu-bumbu. Padapuran bersifat portable dan dapat diletakkan/dipindah-pindah. Biasanya padapuran didekatkan dengan pabanyuan yaitu tempat yang bersifat basah seperti tempat untuk menyimpan air, mengolah bahan makanan, atau mencuci peralatan memasak.
4
Gambar 3. Perubahan pada permukiman suku Dayak Bukit (gambar atas) Pembangunan rumah-rumah tinggal di sekitar balai-adat. (gambar bawah) Penggunaan material fabrikasi dan penambahan ruang pada balai-adat. Sumber: observasi lapangan, 2011.
5
Beragam perubahan arsitektur balai-adat yang diperoleh juga menunjukkan indikasi keragaman arsitektur. Keragaman arsitektur terlihat dari variasi ruang dan bentuk yang disebabkan perbedaan perubahan pada setiap balai-adat. Selama ini masyarakat umum hanya mengetahui bahwa balai-adatlah satu-satunya hunian SDB. Selain itu, berdasar wujud fisiknya, balai-adat selalu digambarkan relatif sama. Berdasar observasi lapangan ditemukan beragam tipe hunian atau balai-adat yang dibangun oleh masyarakat SDB. Keragaman (tipe-tipe) balai-adat ini dapat dikenali dari; perluasan ruang pada balai-adat, penambahan bangunan, jumlah atau susunan ruang balai-adat dan rumah tinggal, serta sebaran rumah tinggal yang dibangun di sekitar balai-adat. Melihat pada kondisi seluruh balai-adat yang telah diobservasi, terdapat beberapa yang memiliki kesamaan pada bagian tertentu dan perbedaan di bagian lainnya. Keragaman arsitektur balai-adat ini dapat dilihat pada kolom matrik perubahan dan balai-adat (lihat Tabel 1, hal. 7). Dari 21 balaiadat yang diobservasi terlihat masing-masing memiliki indikasi perubahan yang otomatis menciptakan keragaman arsitektur. Adanya fenomena perubahan dan keragaman hunian SDB (balai-adat) sudah tentu menimbulkan banyak pertanyaan, seperti: apa yang terjadi pada hunian SDB?, mengapa terjadi perubahan?, keragaman apa saja yang ada?, bagaimana proses terjadinya? dan masih banyak pertanyaan lainnya. Selain itu, mungkin juga fenomena yang terjadi sudah umum/biasa pada hunian masyarakat tradisional lainnya. Untuk memastikan fenomena perubahan dan keragaman hunian SDB sudah pernah diteliti atau dijelaskan maka perlu diadakan penelusuran tekstual terkait SDB dan/atau balai-adat. Adapun untuk memahami permasalahannya membutuhkan kajian pustaka yang lebih dalam. Untuk penelusuran tekstual SDB dan/atau balai-adat akan dijelaskan pada subbab berikut, sedangkan kajian pustaka untuk merumuskan permasalahan penelitian akan dibahas dalam bab tersendiri (Bab Tinjauan Pustaka). Selain itu, dari penelusuran tekstual dan tinjauan pustaka akan diketahui perbedaan spesifik fenomena perubahan dan keragaman hunian SDB dibanding hunian kelompok masyarakat lainnya serta dapat diperoleh temuan-temuan konseptual yang baru.
6
Tabel 1. Indikasi perubahan dan keragaman Balai-adat
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Landuyan 21
-
Janggar 20
Haratai 19
Waja 18
Hujung 17 b h Hujung atas 16
Lian Buluh 15
Malaris 14
Sungai Binti 13
Siputan 12
Cempaka 11
Padang 10
Bidukun 9
Sungai jalai 8
Maabai 7
5
Kukubal 6
4
Mentaih 5
3
Keberadaan, fungsi, dan aktivitas di padapuran pada balai-adat atau pondok cenderung mulai ditinggalkan atau sudah berpindah. Terjadinya perluasan ruang khususnya pada bilik milik tiap keluarga (umbun) yang ada di sekeliling balai-adat. Terjadinya fenomena pembangunan pondokpondok di sekitar balai-adat. Pondok dibangun oleh masing-masing keluarga (umbun) di samping bilik mereka. Adanya pembangunan rumah tinggal pribadi di sekitar (dekat) Pembangun balai-adat. an rumah Ada juga pembangunan rumah tinggal tinggal yang lokasinya jauh dari balai-adat. Karena satu alasan, suatu balaiadat mulai ditinggalkan (tidak Gambaran ini Fenomena ada lagi. dihuni lagi) hingga akhirnya munculnya dihapuskan/hilang. /hilangnya Karena satu alasan, suatu balaibalai-adat. adat dapat dibangun/ muncul kembali.
Haruyan 4
2
Tanginau 3
1
Aitih 2
(berdasar elemen-elemen arsitektur)
Manutui 1
Perubahan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
pernah terjadi pada balai-adat di Desa Loksado. Saat ini balai-adat Loksado sudah tidak
-
-
-
-
-
7
Balai-adat
Bidukun 9
Padang 10
Cempaka 11
Siputan 12
Sungai Binti 13
Malaris 14
Lian Buluh 15
Hujung 17 b h Hujung atas 16
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Landuyan 21
Sungai jalai 8
-
Janggar 20
Maabai 7
-
Haratai 19
Kukubal 6
-
Waja 18
Mentaih 5
Haruyan 4
-
Tanginau 3
6
Fungsi balai-adat sebagai tempat tinggal (hunian bersama) sudah tidak lagi dipertahankan (ditandai tidak adanya bilik dalam balaiadat) dan berganti menjadi tempat upacara adat (aruh) semata.
Aitih 2
(berdasar elemen-elemen arsitektur)
Manutui 1
Perubahan
-
-
-
Sumber: observasi lapangan (2009 – 2011).
8
2. Penelusuran tekstual atas fenomena hunian SDB Setelah diuraikan fenomena hunian SDB melalui indikasi-indikasi perubahan dan keragamannya, maka selanjutnya dilakukan penelusuran tekstual untuk mengetahui sejauhmana fenomena tersebut telah diteliti atau telah dijelaskan. Penelusuran tekstual dimulai dari database lembaga internasional yang khusus mengkaji seluruh topik tentang Borneo 2, yaitu Borneo Research Bulletin 3. Dalam database lembaga ini tidak ditemukan kajian tentang SDB dan/atau balai-adat. Penelusuran selanjutnya adalah database lembaga internasional yang menyimpan koleksi disertasi terkait Borneo, yaitu Borneo Dissertation Project. Dari database lembaga ini hanya ditemukan satu (dari sekitar 579 koleksi) disertasi antropologi 4. Disertasi tersebut ditulis oleh Tsing (1984) yang membahas isu posisi budaya dan politik yang dihadapi suku Dayak Meratus 5 terhadap suku Banjar dan negara. Penelusuran selanjutnya diperluas pada sumber-sumber terkait lainnya, yaitu: (1) Traditional Dwellings and Settlements Review (TDSR): Journal of the Intenational Association for the Study of Traditional Environments yang khusus mengkaji hunian tradisional, (2) Koleksi jurnal International Seminar on Vernacular Settlements (ISVS 1st - 6th), dan (3) koleksi database Vernacular architecture Forum (VaF) yang khusus mengkaji arsitektur vernakular. Setelah dilakukan penelusuran terhadap seluruh jurnal internasional tersebut, juga tidak ditemukan penelitian/publikasi yang membahas arsitektur vernakular masyarakat SDB. Begitu pula dari koleksi proseding konferensi internasional yang khusus mengkaji arsitektur berkelanjutan (termasuk yang bersumber dari arsitektur vernakular dan tradisional), yaitu: Sustainable Environmental Architecture (SENVAR 1st– 12th) juga tidak ditemukan topik tentang arsitektur atau hunian SDB. Sementara itu, penelusuran terhadap penelitian dan buku teks dari dalam negeri hanya menemukan satu penelitian (disertasi S3) bidang antropologi, yaitu Radam 2
Istilah ‘borneo’ berbeda dengan Kalimantan. Istilah Borneo mencakup wilayah 3 negara: Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Sedangkan istilah Kalimantan biasanya hanya mencakup wilayah negara Republik Indonesia. 3 http://www.borneoresearchcouncil.org/publications/TITLE.pdf (dari Vol. 1 tahun 1969 s/d Vol. 41 tahun 2010. updated April 6, 2011) 4 http://www.knowledgecenter.unr.edu (updated Maret 3, 2012) 5 Dalam pelbagai pustaka terdapat beragam istilah yang digunakan yang merujuk pada suku Dayak Bukit ini, seperti: Dayak Meratus, Dayak Banjar, Dayak Loksado, Orang Bukit, dll.
9
(1987) 6. Disertasi ini membahas tema religi atau keyakinan Orang Bukit 7. Selain karya disertasi, ditemukan pula satu penelitian (tesis S2) arsitektur yang ditulis Anhar (1996) yang menjelaskan konsep-ruang balai-adat. Sementara untuk literatur yang berbentuk buku teks dan makalah seminar diperoleh beberapa tulisan, yaitu: Jarani (2004), Rafiq (2005), Salim (2005), Muchamad (2007), Soehadha (2010), dan Wadjidi (2006; 2011). Dari seluruh teks literatur terkait SDB di atas, hanya karya Anhar (1996) dan Muchamad (2007) yang khusus mengkaji arsitektur balai-adat. Di sisi lain, topik tentang suku Dayak sesungguhnya sudah banyak ditulis oleh penulis asing, namun terkait SDB atau Dayak Meratus hampir tidak ada atau belum ditemukan. Beberapa penulis asing yang membahas topik suku Dayak diantaranya (dikelompokkan berdasar topik) adalah topik geneologi suku Dayak (King, 1993; Riwut, 2003; Sellato, 1989; Maunati, 2004; Kennedy, 1974; Lindblad, 1988; Saunders, 1993; Lahajir, 1993; dan Ukur, 1992); topik rumahtinggal suku Dayak (rumah tinggal suku Dayak Darat oleh Geddes, 1968; sedangkan rumah tinggal suku Kenyah diteliti oleh Conley, 1973; Furnes, 1902; Gillow and Dawson, 1994; Lebar, 1972; Whittier, 1978; Appell, 1978; Kedit and Sabang, 1993; Zeppel, 1993; dan Furnes, 1972), topik konflik suku Dayak (konflik suku Dayak dengan Madura oleh Mac-Doughall, 1999 dan Effendi, 1999) dan masih banyak tema-tema lainnya. Berdasar penelusuran atas tekstual, sesungguhnya tidak terdapat batasan yang ketat tentang tema (khususnya tema hunian) dalam setiap tulisan para ahli tersebut. Dalam setiap tulisan, terkadang tema-tema lain turut dibahas walaupun dalam porsi yang berbeda-beda. Setiap penulis selalu membahas aspek kesejarahan/asal-mula, terminologi, dan budaya. Namun demikian, dari tinjauan terhadap teks literatur di atas dapat disimpulkan bahwa belum ada penjelasan yang cukup tentang hunian SDB, khususnya perubahan dan keragaman arsitekturnya. Setelah penelusuran tekstual difokuskan pada lokus: suku Dayak, Dayak Bukit, dan balai-adat, selanjutnya penelusuran diperluas pada fokus perubahan hunian 6 7
Telah dipublikasikan dengan judul: Religi Orang Bukit. 2001. Yogyakarta: Semesta. Lihat catatan kaki no 5 di atas untuk mengingatkan adanya beragamnya terminologi.
10
vernakular. Berdasar penelusuran tekstual diperoleh beberapa penelitian terkait, yaitu: Dayaratne (2008), Singh (2008), Hou (2008), Chutapruttikorn (2008), dan Denpaiboon (2001). Selanjutnya setelah pustaka-pustaka tersebut dianalisis (selengkapnya dibahas dalam bab Tinjauan Pustaka) ternyata juga belum menjawab atau tidak cukup menjelaskan tentang perubahan arsitektur balai-adat. Berdasar penelusuran tekstual dan tinjauan pustaka, maka dapat disimpulkan bahwa fenomena perubahan dan keragaman arsitektur hunian SDB, khususnya balai-adat belum pernah diteliti sebelumnya. Begitu juga jika dilihat dari konsep /teori tentang arsitektur (hunian) vernakular yang ada ternyata belum cukup menjelaskan. Untuk itu, fenomena perubahan dan keragaman arsitektur hunian SDB merupakan sebuah permasalahan bagi ilmu arsitektur yang belum terjawab. Adapun mempertimbangkan kontribusinya bagi pengembangan ilmu arsitektur, khususnya berkaitan dengan konsep permukiman dan/atau hunian maka fenomena ini layak untuk diteliti.
B. Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian Upaya menemukan permasalahan dan pertanyaan penelitian ini sepenuhnya dilandasi oleh tinjauan pustaka yang relevan dengan topik permukiman dan hunian (selengkapnya diuraikan dalam bab Tinjauan Pustaka). Permukiman dan juga hunian merupakan bagian dari kehidupan manusia yang sangat penting yaitu sebagai wadah bagi aktivitas sehari-hari. Oleh karenanya hunian telah lama menjadi subyek penelitian para ahli dari pelbagai bidang ilmu, khususnya antropologi, psikologi, filsafat, dan arsitektur. Perbedaan perspektif ilmu arsitektur dengan bidang ilmu lain dalam mengkaji hunian terletak pada ontologi keilmuan. Arsitektur fokus pada elemen ruang dan bentuk. Meskipun demikian, dapat disimpulkan bahwa seluruh bidang ilmu yang mengkaji hunian sepakat bahwa manusia adalah elemen yang tidak bisa dipisahkan dari hunian yang berarti tidak bisa dipisahkan dari arsitektur. Selain itu, dalam konteks ilmu arsitektur, hunian memiliki dimensi fisik dan non-fisik. Dimensi fisik berkaitan
11
dengan aspek ruang (fungsi) dan bentuk (konstruksi), sedangkan dimensi nonfisik berkaitan aspek budaya dari manusia sebagai pembangun dan penggunanya. Balai-adat, sebagai hunian suatu kelompok masyarakat tradisional yang dibangun berdasar budaya dan lingkungan alam setempat, memiliki arti yang sangat penting bagi pengembangan ilmu arsitektur. Dalam perspektif ilmu arsitektur, balai-adat dapat diklasifikasi sebagai salah satu arsitektur (hunian) vernakular yang menyimpan pelbagai pengetahuan lokal yang sangat berharga untuk memperkaya pemahaman (konsep) tentang ruang dan hunian. Di sisi lain, seiring perkembangan zaman, kebutuhan ruang hunian dan tuntutan kenyamanan tinggal bagi masyarakat SDB terus meningkat. Akibatnya, masyarakat SDB melakukan pelbagai upaya (berdasar sudut pandang dan tindakan yang dilandasi budaya dan lingkungan alam setempat) untuk memenuhinya. Namun demikian, sejauh ini tidak ada penjelasan yang cukup tentang perubahan yang terjadi, baik dari lapangan maupun penelusuran tekstual. Berdasar penelusuran tekstual diketahui bahwa belum ada penelitian tentang hunian vernakular dan perubahannya yang memiliki karakteristik vernakular sebagaimana hunian SDB. Selain itu, tinjauan atas pelbagai konsep/teori hunian vernakular menunjukkan belum ada konsep hunian yang memiliki kesamaan dengan karak-teristik hunian SDB. Karakteristik tersebut adalah: (1) hunian berpindah-pindah mengikuti lokasi ladang pertanian, (2) hunian bagi sekelompok masyarakat yang memiliki ikatan kekeluargaan/kekerabatan, dan (3) masyarakat pembangun dan penghuni yang menganut religi huma, yaitu kepercayaan akan kesucian tanaman padi serta kewajiban berladang tanaman padi. Beberapa penelitian yang ada mungkin hanya mencakup salah satu karakteristik yang identik dengan SDB, seperti hunian berpindah, atau salah satu karakteristik lainnya. Untuk itulah menjadi sangat penting memahami hunian SDB, walaupun dalam konteks agenda riset vernakular diarahkan pada permasalahan pemenuhan kebutuhan ruang (hunian) yang layak berdasar budaya dan kondisi lingkungan alam setempat, sehingga penelitian ini pada akhirnya dapat mengisi agenda tersebut. Disinilah titik atau area yang masih perlu untuk dilakukan penelitian.
12
Berdasar uraian di atas, maka dapat dirumuskan apa yang menjadi permasalahan penelitian ini, yaitu: Pelbagai perubahan dan keragaman hunian SDB yang terjadi merupakan upaya masyarakat SDB memenuhi kebutuhan ruang sesuai cara hidup mereka, namun demikian sejauh ini belum ada penjelasan yang cukup tentang hal ini. Untuk mengupas permasalahan penelitian di atas, maka dijabarkan melalui beberapa pertanyaan penelitian berikut, yaitu: 1.
Perubahan dan keragaman arsitektur (ruang dan bentuk) apa saja yang terjadi pada hunian SDB?
2.
Apa pengaruh perubahan dan keragaman itu terhadap hunian SDB?
3.
Apa yang menjadi simbol dan makna dari fenomena perubahan hunian SDB?
C. Keaslian Penelitian Berdasar penelusuran tekstual/tinjauan pustaka, berikut dalam Tabel 2 disajikan perbandingan keaslian penelitian dilihat dari kriteria topik: Suku Dayak Bukit (SDB), permukiman dan hunian suku Dayak atau Dayak Bukit, dan perubahan hunian (arsitektur) vernakular. Setelah semua pustaka dikaji (selengkapnya diuraikan dalam Tinjauan Pustaka) tidak ditemukan adanya kesamaan mendasar dengan permasalahan penelitian ini. Untuk ini penelitian arsitektur hunian SDB atau balai-adat ini dapat dijamin keasliannya.
13
Tabel 2. Perbandingan Keaslian Penelitian No Judul dan Peneliti 1 Religi suku Dayak Bukit. Suatu Lukisan Struktur dan Fungsi dalam Kehidupan Sosial-Ekonomi. (Disertasi UI, 1987) Oleh: N. Haloei Radam. 2 Konsep Ruang Balai Masyarakat Bukit (Tesis ITB, 1996). Oleh: Pakhri Anhar
Topik Orang Bukit
Studi Permasalahan Antropologi Religi dan posisinya dalam kehidupan SDB.
Metodologi Partisipatifpendekatan sistem
Analisis perbandingan Kesamaan dengan penelitian ini terletak pada subyek penelitian, yaitu SDB. Sedangkan perbedaan utama terletak pada domain keilmuan, yaitu penelitian ini merupakan disertasi bidang antropologi dan topik yang diteliti mengenai religi SDB. Selain itu tujuan disertasi ini adalah mengetahui religi SDB dalam kaitannya dengan aspek ekonomi dan sosial.
Orang (Dayak) Bukit
Arsitektur
Konsep dan wujud balaiadat.
Eksploratifdeskriptif
3
Dayak Dosan
Arsitektur
Perubahan budaya bermukim dari tempat tinggal bersama ke rumah tinggal.
Kualitatifdeskriptif yang ditunjang metode grounded research.
Kesamaan dengan tesis ini pada bidang arsitektur dan locus penelitian yaitu balai-adat SDB di Pegunungan Meratus. Tesis ini menekankan pada pemahaman bagaimana konsep ruang balai-adat yang meliputi: tata ruang, orientasi, hierarki, teritori dan kepemilikan, serta sistem struktur dan bahan konstruksi. Pemahaman tentang konsep ruang balai-adat dikaji dengan pendekatan teori strukturalis Levi-Strauss. Namun demikian dalam tesis ini tidak dibahas bagaimana ekspresi budaya-lingkungan pembentuk balaiadat dan proses perubahan yang tengah dihadapinya. Kesamaan dengan tesis ini ada pada bidang arsitektur dan membahas gambaran perubahan pola bermukim dari rumah tradisional/vernakular (rumah-panjang) ke rumah-rumah tunggal. Adapun perbedaan terletak pada locus penelitian yaitu suku Dayak Dosan dan aspek yang mendasari perubahan.
suku Sunda
Arsitektur
Perubahan hunian vernakular.
Analisis tipologiarsitektur
Disertasi ini bertujuan menggali bentuk dan makna arsitektur masyarakat Sunda. Kesamaan dengan penelitian ini terletak pada isu perubahan yang
4
Budaya Bermukim Masyarakat Dayak Dosan di Kalimantan Barat. Dari rumahpanjang ke rumah tunggal. (Tesis ITB 2006) Oleh: V. Pebriano. Dinamika Perubahan Konsep Bentuk dan Makna Arsitektur pada
14
No
Judul dan Peneliti Masyarakat Sunda di Kampung Dukuh, Kampung Ciherang, Kampung Palasah. (Disertasi ITB 2005) Oleh: Purnama Salura
Topik
Studi
Permasalahan
5
Anatomi Rumah Adat Balai. (Pustaka Banua, 2007) Oleh: Bani Noor Muchamad, dkk
Orang (Dayak) Bukit
Arsitektur
6
Politics and Culture in the Meratus Mountains (Borneo). (Disseration of Stanford University, 1984). Anna Lowenhaupt Tsing
Orang (Dayak) Bukit
Antropologi Marjinalisasi politik dan ekonomi
Anatomi Rumah Adat Balai
Metodologi
Studi Kasus
Etnografi
Analisis perbandingan dihadapi oleh arsitektur vernakular masyarakat Sunda. Adapun perbedaan mendasar dengan penelitian ini terletak pada pendekatan yang digunakan. Pendekatan tipologisme Rossi-De Quincy dan bahasa pola Christoper Alexander digunakan untk memahami bentuk. Sedangkan pendekatan strukturalisme LeviStrauss dan semiotika Saussure digunakan untuk memahami makna. Kesamaan dengan tulisan ini pada subyek dan locus penelitian. Adapun perbedaannya tulisan ini tidak membahas secara mendalam proses terbentuknya balai-adat dan faktor pembentuknya. Terlebih lagi bagaimana perubahan yang terjadi akibat perubahan budaya-lingkungan alam Pegunungan Meratus. Penelitian ini memiliki kesamaan dalam hal lokus dan metode yang digunakan. Namun demikian dilihat dari fokusnya penelitian ini mengkaji aspek politik dan sosial suku Dayak Meratus yang termarjinalisasikan. Penelitian ini tidak membahas sama sekali aspek perubahan balai-adat.
15
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Menjelaskan fenomena yang terjadi pada hunian SDB yaitu adanya perubahan dan keragaman dilihat dari perspektif arsitektur (ruang dan bentuk).
2.
Menjelaskan hubungan dan pengaruh fenomena perubahan dan keragaman tersebut terhadap hunian SDB saat ini.
3.
Merumuskan landasan konseptual hunian SDB. Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1.
Memperjelas perubahan ruang dan bentuk balai-adat dalam konteks fungsinya sebagai hunian SDB. Berdasar konsepsi perubahan dan keragaman ruang dan bentuk balai-adat maka akan dapat dipahami konsep hunian SDB secara umum.
2.
Memperkaya/melengkapi konsep-konsep hunian yang telah ada dalam ranah ilmu arsitektur. Konsep hunian SDB tentu memiliki karakteristik yang berbeda dari konsep hunian lainnya.
3.
Hasil temuan berupa konsep hunian SDB dapat menjadi dasar/landasan bagi penyusunan pelbagai program atau kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan masyarakat SDB, khususnya bidang perumahan.
16