1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak terjadinya ledakan bom atom di dua kota besar jepang (Hiroshima-Nagasaki) pada masa perang dunia II, tepatnya terjadi pada 6 dan 9 Agustus 1945 yang menewaskan lebih dari dua ratus ribu jiwa, daerah sekitar Hiroshima-Nagasaki tercemar oleh paparan radiasi dari ledakan bom nuklir pertama di dunia tersebut. Salah satu kawasan yang tercemar paparan radiasi adalah teluk minamata yang mana hasil laut teluk minamata banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat sekitar teluk minamata. Ledakan bom nuklir pada 6 dan 9 Agustus 1945, yang terjadi tidak hanya menimbulkan kerugian pada masa itu saja, karena setelah kajian lanjut yang dilakukan oleh beberapa peneliti, paparan radiasi pasca ledakan tersebut mempunyai dampak yang luar biasa. Kerugian yang timbul dan diderita tidaklah memakan biaya yang sedikit.1 Paparan radiasi yang ditimbulkan berdampak pada kualitas hasil laut teluk minamata dan kualitas kesehatan lingkungan di sekitar kawasan tersebut, saat ini dari hasil penelitian tim peneliti Universitas Kumamoto hasil laut teluk minamata mengandung kadar pencemaran yang melebihi ambang batas yakni terendah 0,9 part per million (ppm) dan kadar tertinggi 5,6 ppm. Kadar itu masih jauh dari kadar total merkuri di dalam darah yang menimbulkan gejala awal penyakit minamata
1 Shadow Merchant, 11 Agustus 2006, http//www.lewrockwell.com//orig2/denson7.html., (08:48)
2
yaitu 200 mikrogram/liter.2 Pada dasarnya, radiasi nuklir tidak berpengaruh secara langsung terhadap kesehatan manusia maupun secara genetis. Namun kadar merkuri yang terkandung dalam hasil laut minamata apabila dikonsumsi akan menyerang sistem syaraf pusat kosumennya, biasanya penderita kronis akan mengalami gejala sakit kepala, sering kelelahan, kehilangan indera perasa, penciuman serta menjadi pelupa belum lagi zat radioaktif yang menyebar melalui udara dan media lainnya hingga menimbulkan efek kardiovaskuler, kanker,
leukemia dan berbagai kelainan yang disebabkan
paparan radiasi nuklir ledakan Hiroshima-nagasaki yang meskipun terjadi pada masa perang Dunia II namun dampak jangka panjangnya akan terus terasa bahkan hingga 240 tahun mendatang3 . Meskipun gejala ini tidak terlihat jelas tapi cukup mengganggu kehidupan sehari-hari, yang lebih parah lagi adalah penderita congenital; yaitu bayi yang lahir cacat karena menyerap metil merkuri dalam rahim ibunya yang terkena radiasi “Hibakusha”4 karena banyak mengkonsumsi hasil laut teluk minamata juga karena tinggal di lingkungan yang telah tercemar radiasi baik melalui udara, air maupun tanah. Ibu yang mengandung tidak terserang penyakit tersebut akan tetapi, racunnya terakumulasi pada plasenta yang
2
Migas-Indonesia, Sekelumit Tentang Penyakit Minamata,5 Desember 2007,http://www.migasindonesia.com,, (13:52:45) XXX, 14 April 2007, http : //www.newscientist.com/article.ns?id-dn7706,,(23:06) 3
Greenpeace, Tenaga Nuklir; Pengalihan Waktu Yang Berbahaya, 3 Februari 2009, greenpeace.org,, (14:43) 4 Dan Brown,2006, digital fortress cet.VII, Jakarta, Serambi, hlm.52
3
kemudian diserap oleh janin dalam rahimnya dan sejak saat itulah mutasi genetik atau congenital terjadi.5 Dari apa yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa ledakan bom Hiroshima-Nagasaki yang terjadi pada agustus1945 tidak hanya menjadi bencana pada masa itu saja. Saat ini, akibat dari ledakan tersebut masih dapat dirasakan dan mungkin akan menjadi bencana kemanusiaan berkepanjangan karena penderita akibat paparan radiasi dan congenital akan terus bertambah. Sejauh ini, penderita congenital hanya mendapat perhatian sebelah mata dari dunia internasional bahkan tidak dipandang sama sekali. Fakta bahwa
ledakan
Hiroshima-nagasaki
yang
mencemari
jepang
juga
berkemungkinan mencemari wilayah minamata sedikit tersisihkan, hal ini terjadi karena sangat pandainya pihak yang berkepentingan memoles fakta hingga penyakit yang juga disebut sebagai penyakit minamata yang timbul karena tercemarnya teluk minamata semata-mata disebabkan oleh limbah pabrik perusahaan chisso dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan ledakan Hiroshima-Nagasaki yang terjadi pada Agustus 1945. Akhirnya, biaya kompensasi terhadap korban radiasi nuklir teluk minamata dibebankan seluruhnya kepada perusahaan chisso, hal itupun tidak lantas memberi perlindungan bagi masyarakat yang menderita akibat penyakit tersebut. Karena tidak semua penderita memperoleh biaya kompensasi tersebut, sebab
5
Administrator, 05 Desember 2007, http : //www.migas-indonesia.com,, (13:52:45)
4
penderita diwajibkan menunjukkan sertifikat menderita penyakit minamata untuk memperoleh biaya kompensasi dari perusahaan chisso.6 Dengan kata lain, kerugian yang ditimbulkan akibat paparan radiasi ledakan Hiroshima-Nagasaki tidak dianggap sebagai permasalahan yang harus diselesaikan dan dipertanggung jawabkan oleh sekutu. Oleh karenanya, dirasa sangat perlu adanya kajian yang mendalam mengenai sebab-akibat, bentuk pertanggung jawaban yang sebanding dengan kerugian yang diderita dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Berdasar pada berbagai hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka muncul dua pokok permasalahan yakni : pertama, Dapatkah hibakusha disebut sebagai korban perang dan kedua, Seperti apa bentuk pertanggungjawaban yang seharusnya dilakukan dan oleh siapa pertanggungjawaban itu dilakukan. B. Rumusan Masalah Dari
latar
belakang
yang
telah
dikemukakan
sebelumnya,
permasalahan yang timbul adalah bagaimana perlindungan hukum bagi korban radiasi nuklir di kawasan sekitar teluk minamata pasca perang dunia II yang tidak terlibat langsung dalam perang? C. Tujuan Penelitian Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti memiliki dua tujuan yakni tujuan obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut :
6
Migas-Indonesia, Loc.cit
5
1. Yang merupakan tujuan obyektif adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi korban radiasi nuklir di kawasan sekitar teluk minamata pasca perang Dunia II yang tidak terlibat langsung dalam perang. 2. Tujuan kedua merupakan tujuan subyektif peneliti untuk penyusunan skripsi dalam memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana Strata-1 Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dari apa yang telah diuraikan sebelumnya, hasil penelitian ini diharaapkan dapat bermanfaat bagi 1. Perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum humaniter internasional khususnya. 2. Masyarakat korban radiasi nuklir (hibakusha) di sekitar teluk minamata pasca perang Dunia II agar memperoleh perlindungan hukum yang jelas dan memiliki kepastian hukum D. Tinjauan Pustaka Untuk menjawab permasalahan ini diperlukan adanya kajian mendalam dengan melakukan penelitian. Dalam melakukan kajian ilmiah ini Penyusun melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan.
6
1. Penelitian Kepustakaan Penelitian
yang
dilakukan
dengan
cara
menghimpun
dan
mengumpulkan data serta mengkaji berbagai kepustakaan atau referensi yang relevan serta didukung dengan berbagai bahan hukum antara lain : a. Act.No.27 of 1949 as amended of Genocide Convention b. The Geneva Convention (International Humanitarian Law) c. Deklarasi Petersburg 1868 dan Resolusi 1653 (XVI) Tahun 1961 Metode kepustakaan berperan untuk menjaring data primer dan sekunder. Untuk memperoleh data-data tersebut, penyusun melakukan penelitian di beberapa tempat yang menyediakan data-data dan dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini, adapun lokasi penelitian
adalah
Kedutaan
Jepang
untuk
Indonesia
yang
berkedudukan di Jakarta, hal ini dilakukan untuk memperoleh data dan fakta mengenai penyakit akibat pencemaran nuklir tersebut dan penderitanya
(hibakusha)
dan
fakta
mengenai
pencemaran
lingkungannya serta perlindungan hukum bagi hibakusha dan juga Perpustakaan Nasional RI untuk menemukan literatur-literatur hukum humaniter. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, penyusun melakukan penelusuran terhadap bahan-bahan hukum baik primer maupun sekunder serta bahan non hukum dengan cara membaca, melihat, mendengarkan dan dapat dilakukan dengan penelusuran melalui media
7
internet. Untuk mendukung kajian ini wawancara dengan narasumber Selain melakukan kajian terhadap leteratur, penyusun juga melakukan wawancara dengan narasumber memperoleh jawaban dari rumusan masalah dalam penelitian ini. Adapun narasumber yang dapat dihubungi oleh penyusun adalah Bp.Sigit Fahrudin SH, pemerhati dan pengamat hukum humaniter internasional, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman. 2. Analisis Data Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan wawancara dengan narasumber akan diolah berdasarkan analisis preskriptif kualitatif.
Adapun
yang
dimaksud
dengan
preskriptif
adalah
memberikan penilaian apa yang seharusnya menurut hukum terhadap peristiwa hukum dari hasil penelitian dan kualitatif adalah analisis terhadap data yang dinyatakan oleh bahan hukum baik primer maupun sekunder kemudian diuraikan sehingga diperoleh suatu pengertian. Jadi Preskriptif kualitatif adalah analisis mengenai sumber hukum yang dijadikan dasar hukum dalam penyelesaian dan pertanggung jawaban terhadap korban “Hibakusha” radiasi nuklir teluk minamata.
Bencana minamata merupakan bencana yang sejak tiga dasa warsa terakhir menjadi fokus perhatian pemerintah jepang. Sejauh ini, penelitian di jepang menyebutkan bahwa penyakit minamata disebabkan oleh kadar merkuri yang berlebih pada hasil laut yang dikonsumsi khususnya oleh
8
penduduk sekitar teluk minamata.7 Namun kajian yang dilakukan selama ini hanya sampai pada, bahwa senyawa metil merkuri yang terkandung dalam hasil laut minamata disebabkan oleh limbah perusahaan chisso yang dibuang antara tahun 1932-1968.8 Sementara itu fakta bahwa ledakan nuklir pada masa perang dunia II berperan dalam tercemarnya kawasan sekitar hypocenter termasuk teluk minamata sedikit terlupa atau cenderung dinafikkan. Dengan demikian dalam permasalahan ini, yang timbul adalah bagaimana menjadikan hukum sebagai salah satu instrument untuk memperoleh dan memperjuangkan hak penderita penyakit yang diakibatkan oleh paparan radiasi selanjutnya akan disebut hibakusha secara logis dan rasional, karena hukum harus disiapkan untuk menghadapi totalitas kehidupan, bukan sekedar menjadi kerangka kajian teoritis yang mandeg. Dalam memfungsikan hukum sebagai institusi yang harus berhadapan dengan totalitas kehidupan, menjadikan hukum harus selalu waspada dan terlibat dalam penyelesaian problem baik nasional maupun internasional. Karena hal itu pula, hukum harus tampil total dalam menyelesaikan persoalan yang ada. Artinya hukum tidak hanya berkisar pada masalah “matematika hukum” tetapi mengerahkan seluruh potensi hukum seperti konsep, paradigma dan manusia diseluruh aspek baik sosial, budaya, ekonomi maupun sains dan teknologi. Perlindungan hukum merupakan satu dari sekian obyek permasalahan ketika kita membicarakan hak dan kewajiban subyek hukum baik individu
7
Migas-Indonesia, loc.cit
8
BI-Pengetahuan Lingkungan, 2004, resiko lingkungan, limbah dan iptek bersih, Dept.Biologi ITB
9
atau kesatuan. Karena perlindungan hukum merupakan hak setiap subyek hukum untuk memenuhi rasa keadilan sesuai dengan kesadaran masyarakat yang bersumber dari nilai-nilai moral dan nilai-nilai sosial dalam rangka mewujudkan nilai-nilai substantif dari hukum itu sendiri.9 Dalam memberikan perlindungan hukum bagi hibakusha, perlu kita pahami bersama bagaimana hukum mengatur mengenai perang dan persenjataanya serta sesiapa yang dapat dikategorikan sebagai korban perang, oleh karenanya kajian ini akan mengacu kepada prinsip-prinsip hukum humaniter internasional di mana ia merupakan serangkaian aturan yang juga mengatur mengenai perlindungan bagi orang yang tidak atau tidak lagi ikut serta dalam pertikaian dan membatasi pemakaian/pemilihan dan cara berperang.10 Dalam kajian ini, subyek hukum yang dimaksud adalah masyarakat jepang yang menderita kelainan dan gangguan kesehatan disebabkan oleh zat radioaktif yang terakumulasi pada tubuhnya. Yang mana racun radiasi tersebut merupakan efek ledakan nuklir11 yang terjadi pada masa perang dunia II dan lebih dikenal sebagai bom atom hiroshima nagasaki oleh masyarakat umum. Hingga saat ini, perlindungan hukum bagi korban radiasi nuklir (hibakusha) masih menjadi suatu yang utopis.12 Sebab sampai hari ini, hibakusha hanya memperoleh perhatian dari pemerinta jepang sendiri dan sejumlah NGO yang concern memperhatikan permasalahan tersebut, sedangkan pihak sekutu yang melakukan pemboman pada masa itu sekarang
9
Alma Manuputy, et al, 2008, Hukum Internasional, Jakarta, rech-ta. hlm.,12
10
11
Sebastian Schemig, 07 September 2007, wordprress., (02:09 PM) Administrator, loc.cit
12
Communication inc, 05 Desember 2007, http://www.eyewitnesstohistory.com (09:15 PM)
10
seolah tidak tahu menahu dampak yang ditimbulkan oleh bom yang telah diledakkan pada tanggal 6 dan 9 agustus 1945. Bila kita mengkaji dan mentela’ah secara mendalam mengenai pemboman hiroshima-nagasaki tersebut, sebuah kesimpulan bahwa apa yang dilakukan sekutu terhadap jepang merupakan sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan yang tidak hanya menimbulkan kerugian pada masanya akan tetapi mempunyai dampak yang berkepanjangan. Landasan hukum bahwa apa yang sekutu lakukan terhadap jepang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah pasal 7 Rome satute of the International Criminal Court, di sana disebutkan bahwa: For the purpose of this statute,”crime against humanity” means any of the following acts when commited as part of widespread or systematic attack directed against any civilian population with knowledge of the attack : a. Murder b. Extermination c. Enslavement d. Deportation or forcible transfer of population e. Imprisonment or other severe deprivation of physical liberty in violation of fundamentals rules of international law f. Torture
11
g. Rape,
sexual
slavery,
enforced
prostitution,
force
pregnancy, enforced sterilization or any other form of sexual violence of camparable gravity h. Persecution against any identifiable group or collectivity on political, racial, national, ethnic, cultural, religious, gender as difined in paragraph 3 or other grounds that universally recognized impermissible under international law in connection in any act referred to in this paragraph or any crime within the jurisdiction of the court i. Enforced disappearance of persons j. The crime of apartheid k. Other inhumance act on similiar character Menyimak apa yang telah dikemukakan dalam pasal tersebut di atas maka, serangan sekutu terhadap kota Hiroshima dan Nagasaki adalah bentuk dari serangan luas yang sistematik dan ditujukan kepada penduduk sipil berupa pembunuhan (pasal 7:1:a Rome Statute), pemusnahan (7:1:b Rome Statute) dan tindak tidak manusiawi yang sejenis dan secara sengaja menyebabkan penderitaan besar serta cidera serius pada badan/kesehatan mental maupun fisik (7:1:k Rome Statute). Namun ternyata pasal dan ayat tersebut belum menjawab masalah perlindungan hukum bagi korban pemboman Hiroshima dan Nagasaki baik yang menderita secara langsung pada waktu diledakkannya maupun korban yang penderita congenital yang lahir cacat karena menyerap racun radiasi
12
yang terakumulasi dalam rahim ibunya yang terkena radiasi nuklir yang mencemari kawasan sekitar hiroshima-nagasaki termasuk juga teluk minamata. Radiasi nuklir yang mencemari kawasan sekitar Hiroshima-Nagasaki dan teluk minamata tidak mungkin suatu yang timbul dengan sendirinya karena tidak ada hasil riset manapun yang menyatakan bahwa alam menimbulkan efek radiasi dengan sendirinya kecuali matahari. Fakta bahwa ledakan Hiroshima-Nagasaki mempunyai andil dalam tercemarnya kawasan sekitar teluk minamata selama ini tidak menjadi perhatian dalam pertanggungjawaban pihak sekutu yang meledakkan bom atom pertama di dunia. Akhirnya, hingga saat ini ledakan tersebut hanya meninggalkan luka mendalam, tidak hanya saksi hidup peristiwa pemboman Hiroshima-Nagasaki akan tetapi juga keturunannya yang tanpa disadari terkena efek radiasi dari ledakan nuklir 64 tahun silam.13
13
Administrator, 06 Agustus 2007, http : //www.lewrockwell.com,, (13:52:45)