1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang termasuk dalam daftar kota wisata favorit di Indonesia. Sebagai kota wisata, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara terus menunjukkan peningkatan tiap tahunnya. Tingginya jumlah kunjungan wisatawan menjadi salah faktor utama laju pertumbuhan hotel yang semakin pesat di Yogyakarta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga awal tahun 2014 jumlah hotel khusus di wilayah Yogyakarta tercatat sebanyak 339 hotel, terdiri atas 43 hotel berbintang dan 356 hotel non bintang. Jumlah tersebut diperkirakan masih akan terus bertambah mengingat terdapat total 110 pengajuan izin pendirian hotel baru di Yogyakarta
sepanjang
tahun
2014
(http://jogja.antaranews.com/berita/328339/pertumbuhan-hotel-jangan-geruskarakter-asli-yogyakarta). Selain sebagai kota wisata, Yogyakarta juga menyandang predikat sebagai salah satu kota destinasi MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). Dengan semakin kondusifnya destinasi Yogyakarta menjadikan wisata MICE semakin berkembang pada beberapa tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat dari data berikut: Tabel 1.1. Tabel Perkembangan Jumlah Wisatawan, MICE, Rata-rata Lama Tinggal dan Tingkat Hunian Hotel di DIY, 2008-2012 Jumlah Jumlah Rata-rata lama Tingkat Tahun
Wisatawan
MICE
Tinggal Wisatawan
Hunian Hotel
(Orang)
(Kali)
(Hari)
(%)
2008
1.284.757
4.512
1,82
52,27
2009
1.426.057
4.746
2,05
55,25
2
Jumlah
Jumlah
Rata-rata lama
Tingkat
Wisatawan
MICE
Tinggal Wisatawan
Hunian Hotel
(Orang)
(Kali)
(Hari)
(%)
2010
1.456.980
4.509
1,78
50,93
2011
1.608.194
8.963
1,82
45,33
2012
2.215.832
12.904
1,96
55,51
Tahun
Sumber: Dinas Pariwisata DI Yogyakarta Sepanjang tahun 2010 - 2011, penyelenggaraan MICE di Yogyakarta terjadi rata-rata sebanyak 23 kali dalam 1 (satu) hari, baik di hotel maupun di gedung pertemuan lainnya. Dari data tersebut juga terlihat bahwa pada tahun 2012, aktivitas MICE yang dilaksanakan di DIY mengalami peningkatan sebesar 43% jika dibandingkan tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2014, sektor yang paling dominan dalam mempengaruhi tren positif peningkatan pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yang diperkirakan tumbuh mencapai 5,95%. Namun, pada triwulan akhir 2014 tercatat terjadi pelambanan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat yang mengurangi pelaksanaan kegiatan MICE di hotel. Munculnya
kebijakan
pemerintah
tentang
pembatasan
kegiatan
pertemuan/rapat di luar kantor dilatarbelakangi oleh tingginya angka kerugian negara akibat inefisiensi biaya perjalanan dinas yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN). Berdasarkan catatan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), penyalahgunaan anggaran selama ini mencapai 30%. Pemborosan dari rapat-rapat yang dilaksanakan di hotel mencapai angka hingga Rp 5,122 triliun (www.menpan.go.id). Selain itu, Pemerintah juga menilai dana yang tertuang dalam APBN yang dialokasikan untuk perjalanan dinas dan pelaksanaan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Pegawai Negeri Sipil
3
(PNS) tidak efisien dan berpotensi menyebabkan kerugian negara. Implikasinya, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB) menerbitkan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor. Peraturan ini kemudian diberlakukan terhitung sejak 1 Desember 2014. Tidak dipungkiri, kebijakan pemerintah ini menuai beragam reaksi dari berbagai kalangan. Meski didukung oleh kepala daerah untuk implementasinya, namun tidak demikian dari pihak industri perhotelan. Sebesar 40% dari pemasukan bisnis hotel bergantung pada kegiatan MICE yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pihak hotel berdalih dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut, maka akan berdampak pada penurunan pemasukan hotel. Hal ini dikarenakan bisnis hotel tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pemasukannya dari wisatawan yang menginap mengingat banyaknya jumlah hotel yang ada di tengah persaingan yang ketat. Menanggapi protes tersebut, pemerintah kemudian menerbitkan petunjuk teknis yang mengatur kegiatan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan di luar kantor. Hal ini dilakukan karena banyak pihak menilai adanya ketidakjelasan tentang batasan-batasan kegiatan yang dimaksudkan dalam Surat Edaran Kemenpan RB Nomor 11 Tahun 2014 tersebut, sehingga muncul perbedaan persepsi dalam memandang peraturan ini. Pemerintah kemudian melakukan peninjauan ulang yang diwujudkan dengan pencabutan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2014 dan digantikan dengan Peraturan Menteri PAN RB Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor dalam Rangka Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Kerja Aparatur yang diberlakukan mulai April 2015. Perubahan kebijakan Kemenpan tersebut tidak terlepas dari peran serta public relations hotel. Dalam merespon dampak yang ditimbulkan akibat dikeluarkannya kebijakan tersebut, public relations hotel mengambil tindakan awal yakni aktif melakukan koalisi dengan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Koalisi yang dijalankan tersebut merupakan bentuk nyata dari peran yang dimainkan public relations (PR) pada level strategis, artinya
4
bagaimana public relations secara aktif bekerjasama dengan PHRI untuk turut serta mempengaruhi kebijakan pemerintah tersebut. Sebagai jembatan komunikasi antara perusahaan yang diwakilinya dengan publik, public relations secara aktif menyampaikan bentuk protes maupun aspirasi-aspirasi kepada PHRI terkait kondisi yang dihadapi perusahaannya akibat adanya kebijakan pembatasan tersebut untuk kemudian dapat diteruskan kepada pemerintah pusat. Hal ini dibuktikan dengan dilaksanakannya sejumlah pertemuan sepanjang tahun 2015 antara PHRI Yogyakarta dengan perwakilan public relations hotel-hotel di Yogyakarta untuk membahas dampak yang muncul akibat kebijakan Kemenpan tersebut. Setelah PHRI daerah dan pusat melakukan pertemuan dengan pemerintah dan DPR, maka akhirnya kebijakan tersebut kembali direvisi oleh pemerintah sehingga kembali memunculkan harapan bagi industri perhotelan. Keberadaan public relations dalam perusahaan sangat penting sebagai salah satu fungsi khusus manajemen yang memiliki akses dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan strategis. Keberadaan public relations sendiri akan efektif apabila public relations berkontribusi terhadap penyusunan strategi dan pembuatan kebijakan dalam perusahaan. Dalam permasalahan ini, public relations hotel membantu manajemen hotel untuk tetap responsif terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan perusahaan serta menjadi mediator antara perusahaan dengan pemerintah. Public relations membantu menganalisis situasi dan dampak dari kebijakan tersebut terhadap perusahaannya untuk selanjutnya dapat terlibat dalam pengambilan dan penyusunan keputusan strategis. Public relations menjalankan peran managerial skill untuk membantu mengakomodir pendapat mereka tentang kebijakan pembatasan pertemuan/rapat di hotel kepada PHRI. Selanjutnya, PHRI menyampaikan aspirasi pihak hotel tersebut kepada pemerintah agar bagaimana kebijakan tersebut tidak merugikan industri perhotelan. Hotel Inna Garuda merupakan salah satu hotel berbintang di Yogyakarta yang memposisikan diri sebagai Hotel, Convention dan Business yang terletak pada lokasi strategis, yaitu tepat berada di jalan Malioboro sebagai jantung Kota Yogyakarta. Setiap bulannya, penyelenggaraan kegiatan MICE di Hotel Inna Garuda mencapai 20 pertemuan, yang didominasi oleh pihak pemerintah
5
(government). Berdasarkan data awal yang dikumpulkan oleh peneliti, pemerintah menyumbang hampir 70% pasar MICE Hotel Inna Garuda dan 30% lainnya berasal dari pihak swasta atau umum. Kegiatan MICE sendiri tidak hanya terbatas pada pemesanan ruang meeting saja, namun juga termasuk kamar hotel dan makanan (meals) untuk pihak penyelenggara. Adapun kontribusi pasar MICE bagi pemasukan Hotel Inna Garuda hampir mencapai 60%, dengan sebagian besar tamu hotel merupakan peserta rapat, bukan para wisatawan. Sebelum adanya kebijakan tersebut, sudah banyak pemesanan ruang meeting oleh instansi pemerintah untuk bulan Desember 2014 hingga Maret 2015. Namun, pasca diberlakukannya Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2014 pada bulan Desember lalu, banyak terjadi penarikan atau pembatalan sepihak terhadap pemesanan ruang meeting oleh pihak penyelenggara. Situasi yang tidak terduga tersebut membuat pihak Hotel Inna Garuda tidak mampu berbuat banyak. Akibatnya, total kerugian yang dialami Hotel Inna Garuda mencapai 1,8 miliar dengan penurunan jumlah tamu dari sekitar 70% hanya menjadi 20%. Meski kemudian PR membangun koalisi dengan PHRI untuk berupaya mengubah kebijakan tersebut yang kemudian diwujudkan oleh pemerintah dengan memberikan kelonggaran dengan merevisi kebijakan pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di hotel sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, namun hal tersebut belum memberikan perubahan yang signifikan bagi pemasukan hotel. Pihak Hotel Inna Garuda mengakui meski Surat Edaran sebelumnya telah dicabut dan digantikan dengan petunjuk teknis yang baru, kondisi pemasukan hotel belum pulih sepenuhnya pasca kerugian yang dialami. Pemesanan kegiatan MICE di Hotel Inna Garuda hanya mencapai rata-rata 3 pertemuan/bulan. Kondisi ini dipicu oleh faktor belum semua instansi pemerintah berani untuk kembali menggelar rapat di hotel. Hal ini dikarenakan anggaran yang diberikan untuk masing-masing instansi atau kementerian terbatas, sehingga mereka hanya memilih hotel dengan rate yang sesuai dengan anggaran yang dimiliki. Tidak jarang pula pihak penyelenggara rapat menginap di Hotel Inna Garuda, namun lebih memilih untuk menggunakan gedung-gedung diklat sebagai tempat pelaksanaan rapat dan bukan di ballroom yang tersedia di hotel.
6
Akibatnya, terhitung sejak Januari – April 2015, Hotel Inna Garuda hanya mampu memperoleh rata-rata pemasukan sebesar 1 miliar/bulan dari total target pemasukan sebesar 5 miliar/bulan. Pegawai hotel yang sebelumnya mengandalkan service fee dari banyaknya tamu yang menginap kini hanya bisa mengandalkan pendapatan dari gaji pokok saja. Selain itu, pengurangan tenaga outsourcing dari sebelumnya sebanyak 15 orang menjadi 10 orang saja juga dilakukan untuk mengurangi biaya operasional hotel. Kebijakan pemerintah terkait pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) tentu saja juga menyebabkan dampak kerugian bagi hotel-hotel lain selain Hotel Inna Garuda di Kota Yogyakarta. Terhitung sejak Desember 2014, beberapa hotel besar terutama hotel-hotel bintang tiga hingga bintang lima yang kerap dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan rapat atau kegiatan instansi pemerintah telah melaporkan kerugian yang dialami kepada PHRI Yogyakarta. Hotel-hotel tersebut antara lain Hotel Melia Purosani, Hotel Tentrem, Hotel Grand Quality, Hotel Saphir, Royal Ambarrukmo Hotel, dan East Parc Hotel. Adapun kerugian yang dialami hotelhotel tersebut akibat pembatalan pemesanan ruang meeting dan kamar hotel berkisar
antara
600
juta
hingga
1,4
miliar
rupiah
(http://www.radarjogja.co.id/blog/2014/12/16/pembatasan-rapat-di-hotel-potensikerugian-capai-rp-70-miliar/). Meski sama-sama terkena dampak dari kebijakan tersebut, terdapat hal yang membedakan kondisi yang terjadi antara hotel-hotel lainnya dengan Hotel Inna Garuda. Di hotel-hotel lain jumlah pemesanan ruang rapat dari sektor pemerintahan tidak terlalu besar dan lebih banyak dikuasai oleh korporasi swasta. Meski terjadi penurunan okupansi, namun hotel-hotel tersebut masih bisa mengandalkan pangsa pasar lain, seperti yang dilakukan oleh East Parc Hotel dengan menyasar market leisure dan series market dari wisatawan asing. Contoh lainnya seperti yang dilakukan oleh Hotel Tentrem yang serius menggarap pasar MICE lain dengan gencar mengadakan konser artis baik dari dalam negeri maupun internasional. Berbeda dengan kondisi tersebut, selama ini Hotel Inna Garuda lebih banyak mengandalkan pemesanan dari segmen pemerintah dan
7
kurang serius dalam menggarap pasar MICE dari segmen swasta, terutama saat low season. Hal ini terbukti dari kontribusi pemerintah mencapai 70% dari total pemasukan hotel. Kegiatan-kegiatan rapat tersebut menunjang operasional hotel selama weekdays, berbeda hal nya dengan wisatawan yang hanya berkontribusi pada weekend ataupun musim liburan saja. Sebelum muncul kebijakan tersebut, Hotel Inna Garuda tidak serius menjalin kerjasama dengan pihak lain seperti tour & travel ataupun menggarap e-commerce. Padahal sebagaimana diketahui Hotel Inna Garuda terletak di lokasi strategis sehingga bisa dengan mudah menarik wisatawan. Pihak Hotel Inna Garuda juga merasa tidak bisa sepenuhnya terjun dalam persaingan harga mengingat tingginya persaingan hotel berbintang di Yogyakarta. Akibatnya, dengan munculnya kebijakan tersebut seolah menjadi pukulan telak bagi Hotel Inna Garuda apabila dibandingkan dengan hotel lainnya. Perbedaan-perbedaan ini lah yang kemudian menjadi alasan peneliti untuk memilih Hotel Inna Garuda sebagai objek penelitian. Dengan demikian, kondisi ini telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi Hotel Inna Garuda. Public relations Hotel Inna Garuda dituntut untuk mampu mengamati dan menganalisis persoalan yang menyangkut kepentingan instansi dan stakeholder-nya, dalam hal ini yaitu mencermati dan menganalisis secara mendalam apa saja dampak yang ditimbulkan akibat penetapan kebijakan pemerintah di lingkungan eksternal, sehingga selanjutnya mampu mengambil keputusan-keputusan strategis sebagai bentuk respon terhadap dampak kebijakan pemerintah tersebut dan sekaligus sebagai bahan masukan bagi manajemen
hotel.
Hal
ini
diperlukan
agar
nantinya
strategi
yang
diimplementasikan dalam program-program yang dijalankan oleh public relations, baik strategi komunikasi maupun strategi tindakan dapat dijalankan secara efektif dalam rangka menjawab atau menjadi solusi atas permasalahan yang sebenarnya. 1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan dan data yang telah disajikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
8
“Bagaimana strategi public relations Hotel Inna Garuda dalam menanggulangi dampak kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)?” 1.3.
Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian yang ingin dicapai dengan dilakukannya penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana strategi public relations Hotel Inna Garuda dalam menanggulangi dampak kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). 1.4.
Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan akan diperoleh berbagai manfaat yang diharapkan berguna bagi berbagai pihak terkait, di antaranya: a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmiah, pemikiran, ide-ide baru, serta sebagai sarana untuk memahami ilmu komunikasi khususnya di bidang kehumasan atau public relations. b. Manfaat praktis • Bagi perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan kajian bagi pihak Hotel Inna Garuda Yogyakarta, khususnya guna meningkatkan kinerja bagian public relations terkait bagaimana strategi untuk menanggulangi dampak dari kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). • Bagi peneliti Meningkatkan pengetahuan tentang implementasi strategi public relations Hotel Inna Garuda dalam menanggulangi dampak kebijakan
9
pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
1.5.
Kerangka Penelitian
1.5.1 Public Relations (PR) Public relations merupakan bentuk kegiatan yang bersifat dinamis dan fleksibel terhadap perkembangan jaman, khususnya memasuki era globalisasi saat ini. Hal ini membuat banyak definisi tentang public relations (PR) yang telah dijelaskan oleh para ahli maupun profesional di bidang public relations. Praktek public relations sendiri mungkin bervariasi dalam konteks lingkungan atau perusahaan yang berbeda, sehingga definisi yang muncul akan selau beradaptasi sesuai dengan konteksnya. Salah satu definisi universal yang bisa diterima secara luas sebagaimana yang dikemukakan oleh PRSA: “Public relations is a strategic communication process that builds mutually beneficial relationships between organizations and their publics.” (http://www.prsa.org/aboutprsa/publicrelationsdefined/) Sedangkan definisi lain mengkonsepsikan public relations lebih dari sekedar kegiatan komunikasi, sebagaimana menurut Cutlip, Center & Broom (1999: 1), sebagai berikut: “Public Relations is the management function that identifies, establishes, and maintains mutually beneficial relationships between an organization and various publics on whom its success or failure depends.” Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa public relations adalah fungsi manajemen secara khusus yang mendukung terbentuknya saling pengertian dalam berkomunikasi, yang meliputi pemahaman, penerimaan dan kerja sama antara organisasi dengan berbagai publiknya. Sebagai fungsi manajemen public relations memfokuskan diri pada membangun atau mengembangkan relasi serta
10
komunikasi yang dilakukan secara individual maupun organisasi terhadap publik guna menciptakan hubungan yang saling menguntungkan. Pada dasarnya peran public relations terbagi menjadi dua, yakni peran teknis dan peran manajerial. Pada level teknis, kegiatan public relations berfokus pada kegiatan seperti penyusunan pesan, publisitas, media relations dan efek media. Sedangkan pada level manajerial, public relations ikut terlibat dalam pengambilan keputusan organisasi serta memberikan masukan kepada jajaran manajemen atas (Grunig, 2009). Namun dewasa ini, peran public relations beralih lebih dari sekedar pekerjaan teknisi dan mengarah kepada peran manajerial. Peran disini membantu untuk mempelajari kekuatan dari fungsi public relations dalam organisasi dan bagaimana aktivitas public relations menghasilkan program yang tepat, mempengaruhi perencanaan strategi dan efek pada tujuan organisasi baik tujuan jangka pendek (bottom-line) maupuan tujuan jangka panjang (survival) (Baskin, Aronoff, & Lattimore, 1997: 93). Keterlibatan public relations dalam manajemen strategis berarti public relations mengembangkan program untuk berkomunikasi dengan publik-publik strategis, baik itu publik internal maupun eksternal, yang terpengaruh oleh segala keputusan dan tindakan organisasi dan siapa pun yang menuntut atau berhak mengungkapkan pendapatnya terkait dengan keputusan perusahaan - baik sebelum atau setelah keputusan tersebut dibuat (Grunig, 2009), terlibat dalam pembuatan keputusan organisasi dan umumnya terlibat dalam pembuatan keputusan strategis untuk mengelola perilaku organisasi (Putra, 2011). Adapun elemen signifikan dari peran manajerial menyangkut tren identifikasi dan manajemen respon, identifikasi dan manajemen isu dan problem, riset, perencanaan strategis, konsultan, dan menjalankan tanggung jawab korporat (McDonald dan Hebbani, 2011). Lebih jauh, PRSA memberikan penjelasan terkait peran public relations sebagai
fungsi
manajemen
yang
mencakup
(http://www.prsa.org/aboutprsa/publicrelationsdefined/):
hal-hal
berikut
11
-
Mengantisipasi, menganalisis dan menafsirkan opini publik, sikap dan isuisu yang mungkin dapat berdampak, secara baik ataupun buruk, terhadap operasionalisasi dan rencana organisasi.
-
Memberikan konseling pada semua tingkatan organisasi yang berkaitan dengan keputusan kebijakan, program aksi dan komunikasi, dengan mempertimbangkan konsekuensi publik dan tanggung jawab sosial.
-
Meneliti, memimpin dan mengevaluasi secara berkelanjutan, program aksi dan komunikasi untuk mencapai pemahaman publik atas informasi yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan tujuan organisasi. Hal ini bisa meliputi pemasaran, keuangan, penggalangan dana, karyawan, masyarakat atau hubungan pemerintah dan lainnya.
-
Perencanaan dan pelaksanaan upaya organisasi untuk dapat mempengaruhi atau mengubah kebijakan publik.
Moss, Newman, & DeSanto (2004: 9) menyatakan terdapat delapan peran yang dapat dilakukan oleh public relations dalam menjalankan peran manajerial, yaitu sebagai berikut: a. Sebagai Pembuat Kebijakan/Strategi Moss menyatakan peran strategis public relations dalam organisasi adalah membantu menyusun strategi-strategi korporat dengan memberikan informasi mengenai isu-isu apa yang ada di pemangku kepentingan kepada manajer senior (Franklin, et.al., 2009). Tujuannya adalah agar organisasi bisa beradaptasi terhadap perubahan yang timbul dari lingkungan eksternal. Sementara di tingkatan strategi kompetitif, praktisi public relations membantu dengan menyusun program-program komunikasi dengan para pemangku kepentingan utama dalam rangka mengembangkan hubungan dua arah yang kuat dan tercipta saling pemahaman. b. Pemantauan dan Evaluasi Dalam pemantauan dan evaluasi, praktisi public relations menjalankan tanggung jawab manajerial dengan menyusun tujuan dan sasaran program
12
komunikasi, memantau implementasi program tersebut lewat pengukuran dan bekerja dengan manajer senior untuk menentukan target yang tepat. Ada tiga elemen dalam evaluasi yakni input, output, dan outcome. Input mengukur apa yang dilakukan public relations dan bagaimana pekerjaan mereka didistribusikan.
Output
mengukur
bagaimana
input
digunakan
seperti
pemberitaan di media, sirkulasi, tingkat pembaca, dan analisis isi. Sementara pengukuran outcome mengukur efek dari komunikasi dalam tiga kategori: perubahan terhadap pemahaman, perubahan terhadap sikap dan perubahan perilaku (Franklin, et.al., 2009). c. Manajemen Isu Ada dua poin utama dalam pelaksanaan manajemen isu. Pertama adalah identifikasi awal terhadap isu yang berpotensi mempengaruhi perusahaan. Kedua merupakan respon strategis yang didesain untuk meminimalkan konsekuensikonsekuensi yang terjadi. Sejumlah ahli memperluas definisi manajemen isu dengan memasukkan aspek: antisipasi, meneliti dan memprioritaskan isu, memperkirakan akibat dari isu tersebut terhadap organisasi, merekomendasikan kebijakan dan strategi untuk meminimalkan resiko dan memperbesar peluang bagi perusahaan, partisipasi dan implementasi strategi, dan evaluasi. Misalnya, dalam kaitannya dengan opini publik, manajemen isu berusaha untuk mengetahui tren apa yang tengah menjadi pembicaraan publik, sehingga organisasi bisa merespon sebelum opini tersebut membesar menjadi ancaman yang serius (Cutlip, et.al., 2006). d. Memberikan Masukan kepada Manajemen di Level Senior Menurut Haynes (2003) masukan yang diberikan mulai dari membantu organisasi dengan mempublikasikan aktivitas organisasi hingga memberikan rekomendasi perubahan dalam kebijakan-kebijakan mendasar atau rencana untuk aktivitas-aktivitas yang dijalankan agar semua itu dapat semakin dekat dengan kebutuhan
publik.
merekomendasikan
Masukan
tersebut
kebijakan-kebijakan
seperti public
mengembangkan relations,
dan
memberikan
pandangan public relations dalam penyusunan kebijakan perusahaan. Peran
13
pemberi saran ini dapat berjalan dengan baik ketika public relations memiliki akses kepada pihak-pihak yang memiliki kekuatan dalam proses pengambilan keputusan. e. Negosiator Peran sebagai negosiator berkaitan dengan fungsi boundary spanning. Agar organisasi bisa bertahan, maka organisasi tersebut harus menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan. Public relations bertindak sebagai penghubung antara organisasi dengan lingkungannya. Dengan demikian praktisi public relations harus mampu melakukan negosiasi antara tuntutan lingkungan di satu sisi dengan kebutuhan sebuah organisasi untuk bertahan dan berkembang di sisi lain. f. Teknisi Komunikasi Peran sebagai teknisi komunikasi memandang public relations hanya menyediakan layanan teknis komunikasi untuk organisasi, sedangkan keputusan untuk teknis komunikasi yang harus dijalankan ditentukan oleh orang atau bagian lain dalam organisasi. Secara spesifik tugas teknisi komunikasi adalah menulis dan mengedit buletin internal, mengembangkan konten web organisasi, dan menjalin kontak dengan media. Public relations yang menjalankan peran teknis komunikasi umumnya tidak terlibat (atau tidak dilibatkan) dalam pengambilan keputusan manajemen. Public relations hanya mengkomunikasikan dan mengimplementasikan keputusan tersebut (Putra, 1999; Cutlip, et.al., 2006). Namun terdapat pandangan lain yang berpendapat ketika public relations menjalankan peran manajerial, bukan berarti peran teknisi komunikasi ditinggalkan (Grunig, 2009). g. Keterlibatan dalam Penyelesaian Masalah Keterlibatan public relations dalam menyelesaikan masalah organisasi merupakan salah satu prinsip dalam konsep Excellence Public Relations yang dirumuskan oleh Grunig. Public relations merumuskan program untuk berkomunikasi dengan publik-publik strategis, baik itu publik internal atau pun
14
eksternal yang terpengaruh oleh keputusan dan tindakan organisasi. Komunikasi dilakukan sebelum atau sesudah keputusan dirumuskan. Untuk itu public relations harus memiliki akses ke koalisi dominan dalam organisasi. h. Administratif Layanan
administratif
oleh
public
relations
mencakup
akunting,
penyusunan anggaran, manajemen data, penyediaan barang-barang dan perlengkapan, dan juga penyusunan rencana perjalanan (Haynes, 2003). 1.5.2 Strategi Public Relations Dalam praktek public relations, strategi biasanya mengacu pada konsep, pendekatan atau rencana umum untuk program yang didesain guna mencapai tujuan. Adapun peran dan fungsi public relations dapat diwujudkan dalam program kegiatan yang telah dirancang sebelumnya dengan strategi yang tepat agar program dapat berjalan dengan baik. Berpikir strategis meliputi tindakan memperkirakan atau membangun tujuan masa depan yang diinginkan, menentukan
kekuatan-kekuatan
yang
akan
membantu
atau
yang
akan
menghalangi tercapainya tujuan, serta merumuskan rencana untuk mencapai keadaan yang diinginkan (Morissan, 2008: 152). Sebagaimana dinyatakan oleh Cutlip, Center, & Broom (1994: 346), strategi pada hakekatnya adalah: “The determination of the basic long-term goals and objectives of an enterprise, and the adoption of course of action and the allocation of resources necessary for carrying out these goals.” Strategi adalah suatu cara yang menyeluruh dan terpadu mengenai kegiatankegiatan utama perusahaan yang akan menentukan keberhasilannya untuk mencapai tujuan pokok dalam lingkungan bisnis yang penuh tantangan. Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut diperlukan keberadaan public relations dalam perusahaan sebagai salah satu fungsi khusus manajemen yang memiliki akses dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan strategis. Keberadaan public relations sendiri akan efektif apabila public relations berkontribusi terhadap penyusunan strategi dan pembuatan kebijakan dalam perusahaan yang diwujudkan
15
dalam bentuk penyusunan dan pelaksanaan program aksi dan komunikasi dalam rangka memperoleh pemahaman dan penerimaan dari publik. Dalam menjalankan kegiatannya, strategi public relations berperan penting bagi kebijakan perusahaan berkaitan dengan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas
bisnis perusahaan. Faktor-faktor ini termasuk
stratifikasi sosial, kesejahteraan sosial, serta proses-proses politik, hukum, dan peraturan yang berhubungan dengan operasi perusahaan. Semua faktor ini perlu dipahami karena dapat mempengaruhi reputasi organisasi atau perusahaan dan penerimaan publik (Oliver, 2007: 13). Public relations merupakan bagian dari fungsi strategis dalam organisasi dan untuk menentukan strategi diperlukan perencanaan dalam penyusunan program public relations Cutlip, Center, & Broom (2006: 309). Perencanaan strategis dalam public relations melibatkan pengambilan keputusan tentang tujuan dan sasaran program, pengenalan publik utama, penetapan kebijakan atau aturan untuk menjadi pedoman pemilihan strategi, dan penentuan strategi. Harus terdapat hubungan yang dekat antara keseluruhan tujuan program, sasaran yang ditetapkan bagi setiap publik, dan strategi untuk dipilih. Kuncinya adalah bahwa strategi dipilih untuk mewujudkan hasil tertentu. Dalam penelitian ini, konsep strategi public relations yang akan dibahas lebih mengacu kepada model yang ditawarkan oleh Ronald D. Smith, yang disebut Nine Steps of Strategic Public Relations (Sembilan Langkah Perencanaan Strategik Public Relations) (2005: 10-11). Adapun Nine Steps of Strategic Public Relations terbagi dalam empat bagian besar sebagai berikut: •
Tahap pertama: Formative Research Tahapan ini adalah langkah awal yang berfokus pada kegiatan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta melakukan analisa terhadap situasi. Pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan antara lain: •
Langkah 1: Analyzing The Situation (Menganalisis Situasi) Merupakan langkah awal dan yang paling utama untuk dilakukan pada proses perencanaan strategi. Langkah ini sangat diperlukan bagi semua pihak terkait dalam program untuk memiliki kesepakatan yang kuat
16
mengenai opportunity dan threat terkait dalam program yang akan dijalankan. •
Langkah 2: Analyzing The Organization (Menganalisis Organisasi) Langkah ini berfokus pada tiga aspek yang terdapat pada organisasi atau perusahaan dengan seksama dan jujur. Aspek-aspek tersebut meliputi: (1) keadaan internal perusahaan (misi, sumber daya, dan kinerja perusahaan); (2) persepsi publik perusahaan (reputasi); dan (3) kondisi lingkungan eksternal (kompetitor, lawan termasuk juga pendukung).
•
Langkah 3: Analyzing The Public (Menganalisis Publik) Pada tahap ini dilakukan identifikasi dan analisa terhadap publik-publik kunci dari organisasi. Hal ini akan membantu perusahaan agar mampu menentukan prioritas dalam berhubungan publiknya yang beragam.
•
Tahap Dua: Strategy Tahap ini merupakan jantung dari perencanaan kegiatan public relations, karena pada tahap inilah dilakukan langkah-langkah penetapan tujuan serta dampak yang diharapkan dari kegiatan public relations yang akan dijalankan, di samping karakteristik dari kegiatan komunikasinya itu sendiri. Strategi berkaitan dengan keseluruhan rencana organisasi, meliputi apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Adapun langkah-langkah pada tahap ini meliputi: •
Langkah 4: Establishing Goals and Objectives (Menentukan Sasaran dan Tujuan) Pada langkah ini dilakukan pengembangan tujuan yang jelas, spesifik dan terukur (measurable), serta dapat menggambarkan apa yang diharapkan perusahaan dari kegiatan tersebut, terutama dampak awareness, penerimaan, dan tindakan dari setiap stakeholder kunci organisasi.
17
•
Langkah
5:
Formulating
Action
and
Response
Strategies
(Memformulasikan Strategi Tindakan dan Respon) Pada langkah ini ditentukan tindakan atau respon seperti apa yang akan dilakukan untuk setiap situasi yang mungkin muncul dalam pelaksanaan program kegiatan. •
Langkah 6: Using Effective Communication (Penggunaan Komunikasi yang Efektif) Langkah ini berkaitan dengan pesan yang akan disampaikan, mulai dari siapa yang menyampaikan pesan (komunikator), isi pesan, bunyi dan gaya pesan, penggunaan verbal dan non-verbal, serta isu apa yang akan diangkat melalui pesan.
•
Tahap Tiga: Tactics Fokus pada tahap ini yakni meliputi pertimbangan terhadap alat komunikasi apa yang akan digunakan, keterlibatan elemen perencanaan komunikasi yang telah direncanakan, serta implementasi dari rencana strategis yang telah disusun. •
Langkah 7: Choosing Communication Tactics (Pemilihan Taktik Komunikasi) Perusahaan akan dihadapkan pada penentuan taktik komunikasi dari beragam pilihan yang ada. Secara detail, ada empat kategori taktik komunikasi yang dapat dipilih oleh public relations, yaitu: (1) face to face communication dan kesempatan dalam hal terlibat secara personal; (2) organizational media (controlled media atau media yang dibatasi); (3) news media (media yang tidak dapat dikontrol); dan (4) media periklanan dan kegiatan promosi (bentuk lain dari controlled media).
18
•
Langkah
8:
Implementing
The
Strategic
Plan
(Implementasi
Perencanaan Strategis) Pada tahap ini dilakukan pengembangan budget (rencana anggaran) dan schedules, serta persiapan untuk implementasi program komunikasi yang akan dijalankan. •
Tahap Empat: Evaluative Research Tahap ini berkaitan dengan pengevaluasian dan penilaian, serta memudahkan penetapan pada tingkatan mana dari tujuan yang bisa dicapai, yang diperbaiki, ataupun penetapan kegiatan komunikasi itu sendiri. •
Langkah 9: Evaluasi Terhadap Perencanaan Strategi Langkah ini merupakan langkah final dalam proses perencanaan di atas. Disini ditunjukkan secara spesifik metode yang digunakan dalam pengukuran keefektifan dari setiap taktik yang telah direkomendasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan di awal.
Kemudian evaluasi terhadap strategi public relations menjadi penting dilakukan mengingat dua alasan; pertama, dengan mengevaluasi program yang telah dijalankan, manajer public relations sebuah perusahaan dapat mempertahankan program-program public relations dan keberadaan bagian public relations dalam perusahaan dengan menunjukkan nilai program public relations bagi perusahaan. Kedua, adanya tuntutan manajemen perusahaan terhadap setiap bagian dalam perusahaan agar setiap pengeluaran sumber daya perusahaan pada bidang apapun harus dapat dipertanggungjawabkan (Putra, 1999: 70). Apabila dilihat dari jenisnya, strategi dapat dibedakan menjadi 2 (Cutlip, Center, & Broom, 1999: 406-407) , yaitu: 1) Strategi Tindakan (Action Strategies) Strategi tindakan berfokus pada penyesuaian dalam diri organisasi atau perusahaan. Strategi ini merupakan hasil akhir dari pengetahuan organisasi
19
mengenai bagaimana kebijakan-kebijakan organisasi atau perusahaan, peraturan, tindakan dan output lain memberi kontribusi pada masalah yang dihadapi oleh public relations. Sebuah pemahaman terhadap situasi masalah merupakan hal yang
penting
untuk
merancang
strategi
tindakan.
Kesempatan
untuk
mengimplementasikan perubahan-perubahan, membutuhkan sebuah pandangan yang sama antara top manajemen dengan para praktisi public relations tentang public relations sebagai suatu bidang yang lebih dari sekedar publisitas dan komunikasi persuasif. Seperti yang ditegaskan oleh Harold Burson, public relations yang dewasa (mature form of PR) juga terlihat dalam menentukan apa yang harus dilakukan, selain apa dan bagaimana mengatakan sesuatu. Smith (dalam Putra, 2008: 6.4-6.9) menyebutkan terdapat beberapa tindakan sebagai langkah proaktif yang dapat dilakukan oleh public relations, meliputi: •
Kinerja perusahaan (Organizational Performance). Cara komunikasi atau program public relations yang efektif dijalankan oleh organisasi, bergantung pada kinerja mereka. Oleh karena itu, komunikasi hanya akan berjalan dengan baik, apabila didukung dengan kinerja organisasi yang baik pula.
•
Partisipasi khalayak, merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan public relations adalah dengan memberikan kesempatan berkomunikasi secara dua arah antara khalayak dengan organisasi.
•
Special Event. Strategi ini dilakukan dengan cara mengadakan acara yang menjadi ajang khusus untuk melibatkan publik dan perhatian dari media. Ajang ini biasanya dikemas dengan cara yang kreatif agar dapat menarik perhatian khalayak dan media massa.
•
Aliansi dan koalisi. Tindakan strategis ini dilakukan dengan dibentuknya kerja sama antar organisasi yang mana akan meningkatkan daya mereka dalam memberikan pengaruh bagi khalayak.
•
Sponsorship. Tindakan strategi ini merupakan tindakan proaktif organisasi dengan cara mendapatkan publisitas melalui dukungan finansial maupun sumber daya lainnya dalam kegiatan publik.
20
•
Strategic
Phylantropy,
merupakan
sebuah
pendekatan
dengan
mengimplementasikan corporate social responsibility dengan berbagi bantuan yang dibutuhkan oleh komunitas secara berkesinambungan. •
Aktivisme, merupakan strategi yang menggunakan pendekatan advokasi dalam public relations, dimana organisasi terlibat dalam memperjuangkan hak dan kepentingan masyarakat, seperti di bidang sosial, budaya, dan lingkungan.
•
Tindakan-tindakan perbaikan. Tindakan perbaikan dilakukan untuk menghilangkan sumber masalah yang ada. Public relations dapat melakukannya dengan memberi masukan dalam melakukan perbaikan terhadap kebijakan dan tindakan yang perlu dilakukan organisasi. Strategi tindakan yang diambil biasanya meliputi perubahan atau perbaikan dalam kebijakan, prosedur, produk, layanan dan perilaku organisasi.
2) Strategi Komunikasi (Communication Strategies) Strategi komunikasi adalah paduan antara perencanaan komunikasi (Communication Planning) dengan manajemen komunikasi (Communication Management) untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Strategi komunikasi merupakan kegiatan yang sifatnya informasional maupun persuasif untuk membangun pemahaman dan dukungan terhadap suatu ide, gagasan atau kasus, produk maupun jasa yang terencana yang dilakukan oleh suatu organisasi baik yang berorientasi laba maupun nirlaba, memiliki tujuan, rencana dan berbagai alternatif berdasarkan riset dan memiliki evaluasi. Untuk mencapai tujuan tersebut,
strategi
komunikasi
harus
mampu
menunjukkan
bagaimana
operasionalnya secara praktis harus dilakukan. Dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung pada situasi dan kondisi. Dengan demikian, strategi komunikasi adalah keseluruhan perencanaan, taktik, cara yang akan dipergunakan guna melancarkan komunikasi dengan
21
memperhatikan keseluruhan aspek yang ada pada proses komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Smith dalam (Putra, 2008: 6.25-6.26) menyatakan paling tidak terdapat tiga strategi komunikasi yang sangat penting yang dapat digunakan dalam kegiatan public relations, meliputi: •
Publisitas, merupakan jenis strategi komunikasi dengan menggunakan perhatian yang diberikan oleh media massa terhadap organisasi karena dianggap mampu mempengaruhi pandangan publik terhadap organisasi.
•
Newsworthy Information, diartikan sebagai strategi komunikasi dengan menyebarluaskan informasi yang bernilai berita kepada media massa.
•
Transparent Communication, adalah istilah yang merujuk pada gagasan aktivitas yang terbuka dan dapat dilihat (observable) oleh sebuah organisasi. Hal ini akan membantu publik dalam memahami organisasi dan mendukung setiap tindakan organisasi.
Keberadaan strategi komunikasi sangat diperlukan untuk mendukung programprogram tindakan yang telah disusun sebelumnya. Pesan strategi komunikasi tersebut adalah: •
Untuk menginformasikan target publik internal dan eksternal.
•
Untuk mendorong publik tersebut untuk mau mendukung dan menerima tindakan (action) yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi.
•
Untuk melatih publik keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dan mengubah perhatian publik menjadi tindakan.
Agar proses komunikasi tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka setiap perusahaan memerlukan strategi komunikasi yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan publiknya, masalah dan faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi.
22
1.5.3 Kebijakan
Pemerintah
Terkait
Pembatasan
Kegiatan
Pertemuan/Rapat di Luar Kantor Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Adanya kebijakan pembatasan rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) karena masih maraknya penyalahgunaan anggaran negara. Berdasarkan catatan
Badan
Pengawasan
Keuangan
dan
Pembangunan
(BPKP),
penyalahgunaan anggaran selama ini mencapai 30%. Pemborosan dari rapat di hotel-hotel
tersebut
mencapai
angka
hingga
Rp
5,122
triliun
(www.menpan.go.id). Tidak hanya itu, masih banyak terdapat laporan dari manajer perhotelan mengenai pola pembukuan ganda. Masih sering ditemukannya mark up harga kamar yang disewa menunjukkan adanya penyalahgunaan anggaran negara. Hal ini menyebabkan negara dirugikan akibat inefisensi tersebut. Diterbitkannya kebijakan pembatasan kegiatan ASN di hotel-hotel merupakan salah satu cara untuk mengubah dan membentuk pola pikir dan budaya kerja ASN. Hal ini dilakukan dalam rangka membentuk pola pikir aparatur sipil yang disiplin dalam menemukan budaya kerja baru yang profesional. Pasca terbitnya Surat Edaran Kemenpan RB No 11 Tahun 2014 tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor, tidak hanya bentuk dukungan yang bermunculan, respon berupa protes dari kalangan industri perhotelan juga turut
bermunculan.
Menanggapi
protes
tersebut,
pemerintah
kemudian
menerbitkan petunjuk teknis yang mengatur kegiatan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan di luar kantor. Untuk tetap konsisten dalam melakukan penghematan keuangan Negara, Kementerian PAN RB kemudian mengganti Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2014 dengan Peraturan Menteri PAN RB Nomor 6 Tahun 2015, sebagaimana tercantum dalam pasal 4 sebagai berikut: “Dengan berlakunya peraturan ini, Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.”
23
Petunjuk teknis yang dimaksud di atas kemudian tertuang dalam Peraturan Menteri PAN RB Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor dalam Rangka Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Kerja Aparatur. Pedoman ini mengatur kriteria yang bersifat umum dan merupakan acuan bagi seluruh instansi penyelenggara pemerintahan. Meski pemerintah terkesan telah melonggarkan aturan rapat bagi aparatur sipil negara tersebut, namun bukan berarti pihak instansi pemerintah dan kalangan perhotelan bebas untuk melakukan transaksi tanpa batasan. Untuk meminimalkan terjadinya penyelewengan anggaran perjalanan dinas, maka pemerintah bersama pengusaha hotel akan menandatangani pakta integritas yang berisi pengusaha hotel yang bertransaksi tidak sesuai dengan aturan akan memperoleh sanksi black list dan tidak bisa lagi bekerja sama dengan pemerintah, hingga memperoleh sanksi pidana. Selanjutnya pemerintah akan bekerja sama dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk mengawasi agar kebijakan ini dikelola dengan baik. 1.6.
Kerangka Konsep
Fokus pada penelitian ini adalah strategi public relations Hotel Inna Garuda dalam menanggulangi dampak kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Agar keberadaan public relation dapat berfungsi dengan benar maka sebelum mengimplementasikan programnya perlu disusun rencana strategis. Adanya tantangan perubahan di lingkungan perusahaan seperti kebijakan pemerintah membuat perusahaan harus memiliki pendekatan yang sistematis terhadap perubahan yang terjadi agar perusahaan bisa berjalan dan bertahan dengan baik. Terkait dengan penyusunan strategi, maka tahapan strategi dalam penelitian ini akan diidentifikasi sesuai dengan konsep strategi public relations oleh Ronald D. Smith yang disebut dengan Nine Steps of Strategic Public Relations. Seorang public relations perlu menganalisis situasi terlebih dahulu untuk mengumpulkan data, informasi, serta fakta yang dibutuhkan untuk menjalankan sebuah strategi. Selain itu, seorang public relations harus membuat rencana dan program atau
24
menyusun strategi agar langkah atau kegiatan-kegiatan yang nantinya dilakukan dapat terstruktur dengan baik. Baru lah kemudian diambil langkah tindakan dan berkomunikasi atau melakukan penerapan, yang dalam hal ini public relations harus menjalin hubungan baik dengan publik sasaran. Dan yang terakhir, public relations melakukan evaluasi program atau melakukan penilaian terhadap apa yang telah dilakukan untuk mengetahui apakah strategi yang dijalankan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan atau justru belum berhasil mencapai tujuan yang ada. Dalam merespon kebijakan pemerintah, public relations sebagai bagian integral dari manajemen perusahaan cenderung menjalankan peran manajerial, artinya praktisi public relations diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyelesaian masalah, memberikan saran pada divisi lain maupun manajemen puncak, membuat keputusan kebijakan, dan keberhasilan atau kegagalan program public relations. Munculnya
kebijakan
pemerintah
tentang
pembatasan
kegiatan
pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara merupakan bentuk perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis Hotel Inna Garuda. Meskipun kebijakan tersebut telah direvisi, namun kebijakan tersebut tetap saja merupakan bentuk perubahan yang tidak terduga dan memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi usaha yang dijalankan oleh Hotel Inna Garuda, terlebih lagi di tengah persaingan ketat antar hotel yang ada di Yogyakarta. Untuk itu diperlukan strategi public relations yang tepat untuk merespon kebijakan pemerintah tersebut. Strategi public relations yang dikaji dalam penelitian ini merupakan elaborasi dari jenis-jenis strategi menurut Cutlip, Center, & Broom (1999) dan Smith (2005), yang mencakup strategi proaktif yang terdiri atas strategi tindakan dan strategi komunikasi yang dilakukan Hotel Inna Garuda dalam merespon kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Strategi tindakan yang akan diteliti difokuskan pada langkah-langkah yang termasuk dalam bentuk kinerja perusahaan, partisipasi khalayak, spesial event, aliansi dan koalisi, sponsorship, strategic philanthropy,
25
aktivisme, dan tindakan-tindakan perbaikan baik dalam hal kebijakan, prosedur, produk, layanan dan perilaku perusahaan. Sedangkan pada kajian strategi komunikasi, peneliti akan melihat dan mengidentifikasi bentuk strategi yang termasuk dalam kegiatan publisitas, newsworthy information, dan transparent communication. Konsep inilah yang kemudian akan digunakan untuk mengetahui bagaimana strategi public relations Hotel Inna Garuda dalam merespon kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
26
1.7.
Metodologi Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong (1998: 6), data penelitian yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Data tersebut dapat berasal dari naskah, wawancara, catatan-lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini bersifat deskriptif yang dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian kualitatif berfokus pada kasus yang dijumpai pada kehidupan sosial sehari-hari. Dalam penelitian ini, penulis mencari data-data terkait dengan strategi public relations Hotel Inna Garuda dalam merespon kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Disini penulis melakukan penelitian terhadap objek yang alamiah, yakni objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh penulis dan kehadiran penulis tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek tersebut. 1.7.2 Metode Penelitian Metode yang akan digunakan adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian yang terperinci tentang seseorang atau sesuatu unit peristiwa selama kurun waktu tertentu. Sebagaimana menurut Yin (1996: 1), penggunaan studi kasus disesuaikan dengan bentuk pertanyaan berupa “bagaimana” atau “mengapa”, atau bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diteliti dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena masa kini di dalam konteks kehidupan nyata. Dalam penelitian ini dipilih tipe deskriptif karena dapat menjabarkan hal-hal yang umum melalui hal-hal yang khusus.
27
1.7.3 Objek dan Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Hotel Inna Garuda yang berlokasi di Jalan Malioboro Nomor 60 Yogyakarta, yaitu khususnya pada divisi Public Relations yang berada di bawah naungan divisi Marketing Manager. Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah strategi public relations Hotel Inna Garuda dalam merespon kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). 1.7.4 Limitasi Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan mengingat tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk memaparkan suatu peristiwa, sesuai dengan metode studi kasus yang digunakan oleh peneliti. Fokus penelitian ini terbatas pada strategi public relations Hotel Inna Garuda dalam merespon kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Maka dari itu, data yang dikumpulkan oleh peneliti hanya data-data setelah adanya pemberlakuan kebijakan tersebut. Adapun penelitian ini dilakukan terhitung sejak bulan Maret – Oktober 2015. Selain itu, pemilihan informan atau narasumber wawancara juga terbatas pada pihak-pihak yang telah bertugas ketika diberlakukannya kebijakan tersebut. Dengan demikian diharapkan adanya kestabilan informan dan tidak menyebabkan bias dalam penelitian ini. 1.7.5 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan berbagai sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Adapun data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan objek penelitian dan telah bertugas ketika kebijakan tersebut diberlakukan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari media perantara atau dari catatan pihak lain, seperti teori dan konsep dari literatur-literatur atau media buku, jurnal ilmu komunikasi, internet, artikel-artikel surat kabar, arsip-arsip internal seperti notulen rapat dan agenda kerja yang berkaitan dengan objek penelitian, company profile, rekaman arsip, hasil penelitian internal bagian public relations, hasil konferensi pers, rilis
28
berita yang sesuai dengan masalah yang diteliti, maupun sumber-sumber tertulis lainnya. Adapun teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: a) Wawancara Mendalam (In-depth Interview) Wawancara ini dimaksudkan untuk memverifikasikan, mengubah dan memperluas pemikiran yang dikembangkan peneliti sebagai pengumpulan data. Wawancara yang akan dilakukan secara semi terstruktur bertujuan mencari data yang mudah dikualifikasi, digolongkan, dan diklasifikasikan, dimana sebelumnya peneliti menyiapkan daftar pertanyaan. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara mendalam kepada Public Relations Manager (PRM), Public Relations Officer (PRO), dan Sales Manager Hotel Inna Garuda yang terlibat sebagai sumber informasi penelitian. b) Observasi Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data yang nyata dan jelas mengenai kegiatan yang akan diteliti. Jenis observasi yang dilakukan penulis adalah observasi tidak langsung, yakni peneliti hanya sewaktu-waktu saja meninjau lokasi penelitian. c) Dokumentasi Selain menggunakan teknik di atas, data dalam penelitian ini juga diperoleh dengan menggunakan teknik dokumentasi, yakni mempelajari atau menelaah dokumen-dokumen yang relevan dengan konteks penelitian. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, notulen rapat mingguan Hotel Inna Garuda, agenda kerja Public Relations Manager (PRM) Hotel Inna Garuda, dan sebagainya. 1.7.6 Teknik Analisis Data Proses analisis data dalam metode studi kasus dapat dilakukan sejak pengambilan data dilakukan. Setelah melakukan pengumpulan data, maka kemudian peneliti akan mengelompokkannya ke dalam kategori-kategori atau
29
domain-domain tertentu. Hasil dari pengkategorian tersebut kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan pola yang sudah dibuat berdasarkan teori yang telah dijabarkan sebelumnya atau yang biasa disebut dengan logika penjodohan pola (pattern matching). Yin (2002: 140) menjelaskan bahwa logika seperti ini membandingkan pola yang didasarkan atas data empirik dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika kedua pola ini terdapat persamaan, maka hasilnya dapat menguatkan validitas internal studi kasus yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan data terkait strategi yang dijalankan oleh public relations Hotel Inna Garuda, baik strategi tindakan maupun strategi komunikasi, kemudian mengkategorikan data tersebut sesuai dengan sumbernya untuk kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan teori strategi public relations sesuai dengan konsep Ronald D. Smith yang telah dijabarkan pada bagian kerangka pemikiran. Peneliti akan melihat apakah strategi yang dijalankan oleh Hotel Inna Garuda sudah sesuai dengan konsep strategi Ronald D. Smith dan bila terdapat kecocokan, peneliti akan melihat seberapa jauh kecocokan tersebut. Adapun asumsi peneliti dalam penelitian ini adalah public relations Hotel Inna Garuda belum mampu sepenuhnya menyusun dan menjalankan strategi yang tepat, baik strategi tindakan maupun strategi komunikasi dalam merespon kebijakan pemerintah tentang pembatasan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). 1.7.7 Uji Keabsahan Data Untuk memeriksa keabsahan data, penelitian ini menggunakan teknik triangulasi untuk melakukan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah dikumpulkan (Moleong, 2008: 330). Secara umum terdapat empat jenis teknik triangulasi yang dapat digunakan, yakni triangulasi sumber data, metodologi, peneliti, dan teori. Adapun triangulasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data. Moleong (2008: 330) menyebutkan terdapat empat cara untuk melakukan triangulasi data, yakni: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2) membandingkan apa
30
yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan narasumber secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pandangan dan pendapat orang lain, dan (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan triangulasi sumber data untuk menguji keabsahan data penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi akan dibandingkan dengan informasi dari sumber data sekunder seperti buku, internet maupun kajian pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Dalam hal ini, peneliti akan membandingkan hasil dari observasi dan wawancara dengan informan yang telah dipilih dengan konsep strategi public relations oleh Ronald D. Smith.