BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen utama dalam tubuh manusia. Batmanghelidj (2007) menjelaskan bahwa tubuh manusia rata-rata tersusun atas 75% air dan 25% bahan padat. Air merupakan komponen penting dari semua struktur sel dan merupakan media kelangsungan proses metabolisme dan reaksi kimia di dalam tubuh. Air dikatakan esensial karena tubuh manusia tidak dapat menghasilkan air untuk pemenuhan kebutuhan cairan tubuh, sehingga air harus diperoleh dari luar tubuh untuk mencapai status hidrasi yang baik (Santoso et al., 2012). Status hidrasi merupakan kondisi yang memberikan gambaran mengenai jumlah cairan di dalam tubuh individu (Andayani, 2013). Status hidrasi menurut Shirrefs (2003) dibagi menjadi tiga, yaitu euhidrasi (status hidrasi baik/keadaan terjadi keseimbangan cairan), hiperhidrasi (kondisi terjadinya kelebihan cairan), dan hipohidrasi (kekurangan cairan). Status hidrasi dipengaruhi oleh kecukupan asupan cairan yang dikonsumsi seseorang. World Health Organization (WHO) (2005), menyatakan bahwa
jumlah
asupan
air
yang
diperlukan
untuk
mempertahankan
keseimbangan air rata-rata orang dewasa dalam kondisi normal adalah 2,9 L/hari untuk laki-laki dan 2,2 L/hari untuk wanita. Sedangkan menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) (2004) merekomendasikan tentang kecukupan air minum bagi orang Indonesia yaitu 0,8 sampai 2,8 L/hari tergantung
pada
umur,
jenis
kelamin,
aktivitas
dan
suhu
lingkungan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gustam (2012), prevalensi kasus dehidrasi pada remaja lebih tinggi daripada dewasa. Dehidrasi pada remaja sebesar 48,1% dan pada dewasa sebesar 44,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Andayani (2013) menunjukkan hanya 28% laki-laki yang memiliki status
hidrasi baik. Sisanya ditemukan subjek mengalami pre-dehidrasi (dehidrasi ringan 37,0% dan dehidrasi sedang 15,0%), sedangkan yang mengalami dehidrasi sebesar 19,2%. Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006) disebutkan bahwa kandungan air berbeda-beda pada setiap jaringan tubuh. Jaringan otot pada tubuh memiliki kandungan air sebesar 72% sedangkan jaringan adiposa memiliki kandungan air sebesar 25-35% hal itu yang menjadi alasan mengapa kandungan air pada pria dan wanita menjadi berbeda. Kandungan air pada pria cenderung lebih banyak karena prosentasi jaringan otot pada pria normal lebih tinggi dibandingkan pada wanita. Sebagian besar individu tidak minum dalam jumlah yang cukup, sehingga kebutuhan akan asupan air tidak terpenuhi dan mengakibatkan ketidakseimbangan cairan. Hal ini dikarenakan jumlah yang keluar lebih banyak daripada jumlah yang masuk sehingga berakibat terjadinya dehidrasi. Dehidrasi dapat mengakibatkan berbagai macam keadaan berdasarkan persentase kehilangan cairan tubuh. Hilangnya cairan tubuh sebesar 1-2% dari berat badan, akan menimbulkan rasa haus, tidak nyaman, hilangnya nafsu makan dan gangguan endurance performance. Apabila hilangnya air meningkat menjadi 3-4% dari berat badan maka terjadi penurunan gangguan performance, produksi urin menurun, mulut kering, kulit memerah, mual dan lethargy. Kehilangan cairan 56% dari berat badan akan meningkatkan frekuensi nadi dan frekuensi pernafasan, memengaruhi konsentrasi, serta menurunkan kapasitas kerja sebesar 30%. Telinga berdenging, lemah dan kondisi mental yang bingung berhubungan dengan hilangnya cairan sebesar 8% dari berat badan (Utami, 2008). Kondisi dehidrasi yang berkelanjutan dapat membahayakan kondisi tubuh seperti gangguan saluran pencernaan, fungsi jantung (Popkin et al., 2010), hingga risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, batu ginjal (Amstrong, 2010).
Study the Indonesian Hydration Regional Study (THIRST) yang dilakukan oleh Hardinsyah (2008) mengungkapkan bahwa 46,1% subjek yang diteliti mengalami kurang air atau dehidrasi ringan. Kondisi tersebut kebanyakan ditemukan pada remaja (49,5%) dibandingkan dengan orang dewasa (42,5%). Hardinsyah (2008) juga mengungkapkan bahwa rendahnya pengetahuan responden mengenai kebutuhan air minum merupakan penyebab tingginya angka dehidrasi. Untuk itu, diperlukan upaya pencegahan agar tidak terjadi keadaan yang lebih beresiko bagi tubuh. Salah satu caranya yaitu memberikan edukasi
mengenai
kebutuhan
air
minum
bagi
tubuh
melalui
kegiatan
penyuluhan. Pengertian penyuluhan dalam hal kesehatan pada dasarnya adalah suatu proses mendidik individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Seperti halnya proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan mempunyai unsur-unsur masukan yang setelah diolah dengan tehnik tertentu akan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan atau tujuan kegiatan tersebut (Sarwono, 2004). Kegiatan penyuluhan ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan pengetahuan. Sehingga diharapkan setelah terjadi peningkatan dapat mengubah sikap/tingkah laku dan timbul kebiasaan baru. Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu dengan mengetahui status hidrasi. Salah satu metode untuk mengetahui status hidrasi dengan melakukan Pemeriksaan Urin Sendiri (PURI). PURI merupakan cara sederhana untuk melihat kecukupan air dalam tubuh dengan mencermati warna urin. PURI ini telah direkomendasi penggunaannya oleh Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) dan dibuat dalam bentuk kartu serta stiker. PURI adalah indikator kadar kecukupan air dalam tubuh manusia, berisi daftar warna dan nomor mulai dari 1 sampai 8, dimana 1, warna bening, adalah indikator urin sehat yang menandakan seseorang memiliki kadar hidrasi cukup, sementara 8
yang berwarna sangat pekat adalah indikator seseorang mengalami dehidrasi (Dinkes Surabaya, 2011). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dehidrasi banyak dijumpai pada usia remaja. Usia remaja adalah orang yang masuk dalam kelompok usia 16-19 tahun (Widyastuti, 2009). Mahasiswa termasuk kategori remaja. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Tawarniate (2011), prevalensi dehidrasi tinggi pada mahasiswa di Yogyakarta, yaitu 70,1%. Dilihat dari pendidikan mahasiswa dapat dibagi menjadi dua yaitu mahasiswa kesehatan dan non-kesehatan. Pengetahuan atau informasi mengenai status hidrasi dan cara pengecekannya telah diberikan saat di bangku perkuliahan pada mahasiswa kesehatan. Sehingga dapat diasumsikan bahwa mahasiswa non kesehatan banyak yang belum mengetahui mengenai perihal tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui pengaruh penyuluhan kebutuhan air minum bagi tubuh dan pemberian kartu PURI (Pemeriksaan Urin Sendiri) terhadap perubahan pengetahuan kebutuhan air minum bagi tubuh, kecukupan asupan cairan dan status hidrasi pada mahasiswa non kesehatan di Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh penyuluhan kebutuhan air minum bagi tubuh dan pemberian
kartu
PURI
(Pemeriksaan
Urin
Sendiri)
terhadap
perubahan
pengetahuan kebutuhan air minum bagi tubuh, kecukupan asupan cairan dan status hidrasi pada mahasiswa non kesehatan di Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh penyuluhan kebutuhan air minum bagi tubuh dan pemberian kartu PURI (Pemeriksaan Urin Sendiri) terhadap perubahan
pengetahuan kebutuhan air minum bagi tubuh, kecukupan asupan cairan dan status hidrasi pada mahasiswa non kesehatan di Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengaruh penyuluhan kebutuhan air minum bagi tubuh dan pemberian kartu PURI (Pemeriksaan Urin Sendiri) terhadap pengetahuan kebutuhan air minum bagi tubuh pada mahasiswa. b. Mengetahui pengaruh penyuluhan kebutuhan air minum bagi tubuh dan pemberian kartu PURI (Pemeriksaan Urin Sendiri) terhadap kecukupan asupan cairan pada mahasiswa. c. Mengetahui pengaruh penyuluhan kebutuhan air minum bagi tubuh dan pemberian kartu PURI (Pemeriksaan Urin Sendiri) terhadap status hidrasi pada mahasiswa.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Dapat digunakan untuk landasan teori atau acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 2. Bagi Mahasiswa Mendapatkan informasi tambahan mengenai asupan cairan yang baik agar tidak mengalami dehidrasi. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang status hidrasi dan kecukupan asupan cairan pada mahasiswa non kesehatan.
4. Keaslian Penelitian Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah “Pengaruh penyuluhan kebutuhan air minum bagi tubuh dan pemberian kartu PURI (Pemeriksaan Urin Sendiri) terhadap perubahan pengetahuan kebutuhan air minum bagi tubuh, kecukupan asupan cairan dan status hidrasi pada mahasiswa non kesehatan di Yogyakarta” dengan rancangan penelitian quasi-eksperimental menggunakan desain control group with pre-test and post-test. Hal ini sepanjang pengetahuan penulis berbeda dengan penelitian yang sudah ada. Adapun penelitian yang hampir serupa yaitu : 1. Tawarniate (2011), yang berjudul Identifikasi Dehidrasi dengan Pengukuran Ortostatik dan Frekuensi Konsumsi Cairan pada Mahasiswa di Universitas Gadjah Mada. Jenis penelitian ini deksriptif analitik dengan pendekatan observational dan desain cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah cairan yang dikonsumsi dengan kondisi dehidrasi (p>0,05). Perbedaan dengan penelitian yang
akan
dilakukan
menggunakan
adalah
rancangan
rancangan
penelitian
penelitiannya.
quasi-eksperimental
Penelitian
ini
menggunakan
desain control group with pre-test and post-test. Sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan cross-sectional. 2. Dhini (2014), yang berjudul Hubungan Status Hidrasi dan Konsumsi Cairan terhadap Mood Perawat di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan observasional dan rancangan cross-sectional. Hasilnya tidak ada hubungan yang signifikan antara status hidrasi dengan mood (p>0,05) dan antara konsumsi cairan dengan mood (p>0,05). Perbedaan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada subjek dan rancangan penelitian. Penelitian sebelumnya menggunakan subjek penelitian perawat di RSUD Panembahan Senopati Bantul sedangkan di dalam penelitian yang akan dilakukan adalah mahasiswa non kesehatan di
Yogyakarta.
Rancangan
penelitian
sebelumnya
adalah
cross-sectional
sedangkan penelitian ini menggunakan quasi-eksperimental menggunakan desain control group with pre-test and post-test. 3. Tiarasari (2014), yang berjudul Hubungan Iklim Kerja dengan Asupan Cairan dan Status Hidrasi Tenaga Pemasak Katering di Yogyakarta dengan desain penelitian observasional cross-sectional. Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan signifikan antara iklim kerja dengan asupan cairan dan antara asupan cairan dengan status hidrasi (p<0,05), namun tidak terdapat hubungan antara iklim kerja dengan status hidrasi (p>0,05). Perbedaan penelitian yang akan dilakukan yaitu terdapat pada subjek dan rancangan penelitian. Subjek peneltian sebelumnya adalah tenaga katering pemasak di Yogyakarta sedangkan subjek penelitian ini adalah mahasiswa non kesehatan di Yogyakarta. Rancangan penelitian sebelumnya adalah observational crosssectional
sedangkan
penelitian
ini
menggunakan
quasi-eksperimental
menggunakan desain control group with pre-test and post-test. 4. Ekaningrum
(2013),
yang
berjudul
Pengaruh
Konseling
Pemenuhan
Kebutuhan Cairan terhadap Jumlah Asupan Cairan dan Jenis Asupan Cairan pada Tenaga Pendidik di SMA N 8 dan SMA N 9 Yogyakarta dengan desain penelitian control group with pretest and post-test.Hasil penelitian ini adalah Perubahan jumlah asupan pada kelompok kontrol (p = 0,516) dan kelompok perlakuan (p = 0,415) saat sebelum dan sesudah konseling tidak ada beda yang signifikan. Subjek penelitian sebelumnya adalah tenaga pendidik sedangkan subjek penelitian ini adalah mahasiswa non kesehatan.