BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia mulai populer
setelah ada kewajiban setiap BUMN menyisihkan 1% -3% keuntungan untuk program kredit usaha kecil dan koperasi. Momen ini menandai kegairahan baru bentuk dukungan riil pada sektor usaha kecil dan koperasi. Pada awalnya memang banyak yang meragukan efekifitas penyaluran dana yang ditujukan pada UKM (Usaha Kecil dan Menengah) ini. UKM sebelum saat itu sering identik dengan ketidakberdayaan. Namun ternyata dalam berbagai analisa dan pengalaman empiris, terbukti sektor UKM adalah penggerak utama roda perekonomian bangsa ini. Walaupun angka PDB untuk UKM masih tergolong kecil, hanya 54,74% dan porsi ekspor hanya 15,40%, namun UKM selama ini menampung 99,45% angkatan kerja usia produktif yang ada di negeri ini. Terbukti sektor UKM beberapa kali menjadi andalan ketahanan ekonomi bangsa terutama saat krisis ekonomi melilit bangsa ini. Salah satu persoalan umum yang melekat pada usaha kecil adalah permodalan yang lemah. Sebenarnya kepedulian pemerintah dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM) telah ada sejak lama. Pada tahun 1989 Pemerintah RI melalui Departemen Keuangan, mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1232/KMK.013/1989 yang mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan 1-5 % keuntungannya untuk Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK). Saat ini pelaksanaan kegiatan operasional program tersebut dikenal dengan nama Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan atau disingkat PKBL, yang mengacu pada Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003.
Namun sejumlah hambatan klasik sering terdengar mendera UKM. Tak hanya permasalahan permodalan, ketimpangan teknologi produksi dengan perkembangan zaman serta akses pemasaran sering menjadi keluhan pengusaha kecil. Dalam permodalan, UKM pada awal-awal berdirinya dipastikan tak mampu menyentuh layanan jasa perbankan. Kredit perbankan membutuhkan adanya sistem pengelola perusahaan yang modern dan adanya jaminan kredit. Masalah-masalah inilah yang menjadi dasar kegiatan Program Kemitraan. Akses permodalan dapat dibantu dengan menyiapakan sejumlah kredit mikro berbunga rendah. Kredit ini tak hanya membantu satu UKM saja, namun merupakan dana bergulir yang akan terus dimanfaatkan oleh UKM lain. Dalam Program Kemitraan yang terpenting adalah mampu menciptakan iklim kewirausahaan ke sebanyak mungkin potensi penduduk. Adanya mekanisme dana
bergulir
dan
pembinaan
yang
intensif
juga
diharapkan
menumbuhkembangkan jiwa mentor pada pengusaha yang telah mapan. Pada tahun 2006, jumlah dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang tersalurkan sebesar Rp 1 triliun dengan jumlah Mitra Binaan 388.421 UKM. Sementara pada April 2007, sepuluh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berskala besar menyatakan menyisihkan dana total sebesar Rp1,6 triliun untuk membantu pembinaan serta pengembangan UKM dan koperasi. Dana pembinaan tersebut bersumber dari keuntungan yang diraih dimana besarnya bervariasi. PKBL di lingkungan BUMN ditujukan untuk mendukung dan mendorong UKM menjadi Mitra Binaan. Hal tersebut selanjutnya akan memudahkan UKM mendapatkan pinjaman lunak. Program pembinaan usaha kecil yang dilaksanakan BUMN bertujuan menjadikan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pola kemitraan tersebut dapat dijalankan dalam empat cara. Pertama, pembinaan secara langsung, dimana BUMN langsung menyalurkan pinjaman dan melakukan pembinaan teknis pada Mitra Binaan. Kedua, kerja sama antar BUMN, yaitu BUMN memberikan pinjaman modal kerja pada Mitra Binaan BUMN lainnya, sementara BUMN yang Mitra Binaannya memperoleh pinjaman yang
bertindak sebagai penjamin atas kredit yang diterima Mitra Binaannya. Ketiga, kerja sama dengan lembaga keuangan perbankan, baik dalam bentuk channeling maupun executing. Keempat, pola satuan kerja, dalam hal ini BUMN bersama Pemda membentuk satuan kerja yang bertugas melakukan inventarisasi, menyeleksi dan mengusulkan usaha kecil yang berhak memperoleh pinjaman. Sayangnya, meskipun perusahaan telah menerapkan sistem survey dan sistem monitoring pada UKM yang menjadi mitra binaannya, pelaksanaan Program Kemitraan BUMN tersebut terlihat belum efektif dilihat dari tingkat pengembalian pinjamannya. Secara umum, tingkat pengembalian dana program kemitraan masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini terlihat dari jumlah piutang macet yang relatif besar dengan NPL (kumulatif sejak 1989 s/d 2005) sekitar 15% dari dana bergulir. Sampai dengan saat ini belum pernah dilakukan tindakan penghapusbukuan terhadap NPL program kemitraan tersebut. Berdasarkan data Kementerian BUMN posisi per 31 Desember 2003, dari jumlah dana pinjaman Program Kemitraan yang telah disalurkan sebesar Rp. 3,4 Trilyun menunjukkan lebih dari 35 % hutang Mitra Binaan dalam kondisi macet dan bermasalah. Penelitian yang membahas tentang Sistem Survey telah lebih dahulu dilakukan oleh Gusfiandy Ludygara yang dilakukan pada tahun 2006 dengan judul Manfaat System Survey Terhadap Calon Debitur Dalam Meminimalisasi Piutang Tak Tertagih (Bad Debt) Pada Perusahaan Leasing, dalam penelitian tersebut Gusfiandy Ludygara meneliti pada Perusahaan Leasing. Adapun perbedaan penelitian antara penulis dan peneliti sebelumnya adalah pada subjek penelitian dan perusahaan yang diteliti. Peneliti sebelumnya meneliti manfaat sistem survey terhadap calon debitur pada perusahaan leasing, sedangkan penelitian kali ini meneliti pengaruh sistem survey dan sistem monitoring terhadap pinjaman macet Mitra Binaan sektor industri pada Program Kemitraan di perusahaan manufaktur (PT BIO FARMA (Persero)). Motivasi dari penelitian ini adalah keinginan dari penulis untuk meneliti Program Kemitraan yang dilakukan PT BIO FARMA (Persero).
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, peneliti menuangkan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Sistem Survey Dan Sistem Monitoring Terhadap Pinjaman Macet Mitra Binaan Sektor Industri Pada Program Kemitraan Menurut Persepsi Mitra Binaan.” (Studi kasus pada PT BIO FARMA (Persero) Bandung)
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, peneliti
mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh sistem survey terhadap pinjaman macet Mitra Binaan sektor industri pada Program Kemitraan menurut persepsi Mitra Binaan. 2. Bagaimana pengaruh sistem monitoring terhadap pinjaman macet Mitra Binaan sektor industri pada Program Kemitraan menurut persepsi Mitra Binaan. 3. Bagaimana pengaruh sistem survey dan sistem monitoring terhadap pinjaman macet Mitra Binaan sektor industri pada Program Kemitraan menurut persepsi Mitra Binaan.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1
Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data, mengolah,
menganalisis dan menyimpulkan tentang pengaruh sistem survey dan sistem monitoring terhadap pinjaman macet Mitra Binaan sektor industri pada Program Kemitraan PT BIO FARMA (Persero) menurut persepsi Mitra Binaan.
1.3.2
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh antara sistem survey dengan pinjaman macet Mitra Binaan sektor industri pada Program Kemitraan menurut persepsi Mitra Binaan. 2. Untuk mengetahui pengaruh antara sistem monitoring dengan pinjaman macet Mitra Binaan sektor industri pada Program Kemitraan menurut persepsi Mitra Binaan. 3. Untuk mengetahui pengaruh antara sistem survey dan sistem monitoring terhadap pinjaman macet Mitra Binaan sektor industri pada Program Kemitraan menurut persepsi Mitra Binaan.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian yang dilakukan peneliti diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Menambah wawasan serta pengetahuan tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), khususnya Program Kemitraan yang telah dilaksanakan di perusahaan dan untuk mengetahui sejauh mana sistem survey dan sistem monitoring mempengaruhi pinjaman macet Mitra Binaan. 2. Bagi Perusahaan Untuk memberikan masukan dan diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari sistem survey dan sistem monitoring yang telah diterapkan perusahaan. 3. Bagi Peneliti Lain Diharapkan dapat dijadikan referensi dan rujukan untuk peneliti lain dengan topik yang sama atau yang berkaitan dengan topik ini dan membantu pemahaman mengenai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
1.5
Kerangka Pemikiran Sistem informasi dan teknologi telah menjadi komponen yang sangat
penting bagi keberhasilan bisnis dan organisasi. Teknologi informasi, termasuk system informasi berbasis internet, memainkan peranan penting dan makin luas dalam bisnis. Teknologi informasi dapat membantu segala jenis bisnis meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses bisnis mereka, pengambilan keputusan manajerial, dan kerja sama kelompok kerja, hingga dapat memperkuat posisi kompetitif mereka dalam pasar yang cepat sekali berubah. Pada dasarnya, sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu yang dimaksuskan untuk mencapai suatu tujuan. Jika dalam sebuah sistem terdapat elemen yang tidak memberikan manfaat dalam mencapai tujuan yang sama, maka elemen tersebut dapat dipastikan bukanlah bagian dari sistem. Menurut James A. (2006; 5), menjelaskan definisi sistem informasi sebagai berikut: “Sistem informasi dapat merupakan kombinasi teratur apa pun dari orangorang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.” Jika dalam sebuah sistem terdapat elemen yang tidak memberikan manfaat dalam mencapai tujuan yang sama, maka elemen tersebut dapat dipastikan bukanlah bagian dari sistem. Suatu organisasi sangat bergantung pada informasi sebagai dasar untuk melaksanakan aktivitasnya. Informasi dihasilkan oleh sistem informasi yang merupakan alat untuk memprosesnya. Menurut Moscove, sumber: Hariningsih (2006; 3), pengertian Sistem Informasi Akuntansi adalah sebagai berikut: “Sistem Informasi Akuntansi adalah suatu komponen organisasi yang mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan mengkomunikasikan informasi keuangan yang relevan untuk pengambilan keputusan kepada pihak-pihak luar (seperti inspeksi pajak, investor, dan kreditur) dan pihakpihak dalam (terutama manajemen) .”
Sistem Informasi Akuntansi yang efektif penting bagi keberhasilan jangka panjang organisasi manapun. Tanpa perangkat untuk mengawasi aktivitasaktivitas yang terjadi, tidak akan ada cara untuk memutuskan seberapa baik kinerja perusahaan. Setiap organisasi juga perlu menelusuri pengaruh-pengaruh berbagai aktivitas atas sumber daya yang berada di bawah pengawasannya. Informasi tentang para pelaku yang terlibat dalam aktivitas-aktivitas tersebut penting untuk menetapkan tanggung jawab dari tindakan yang diambil. Penyaluran pinjaman yang salah sasaran diharapkan dapat diminimalisasi dengan melakukan survey sebelum pinjaman tersebut dicairkan. Menurut Romney (2006; glosarium): “Survei sistem adalah pengumpulan secara sistematis fakta-fakta yang berhubungan dengan sistem yang ada.” Tujuan dari survey adalah memaparkan data dari objek penelitian, dan menginterpretasikan dan menganalisisnya secara sistematis. Kebenaran informasi itu tergantung kepada metode yang digunakan dalam survey. Dalam unsur-unsur pengendalian internal perusahaan, monitoring masih merupakan hal baru bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, mungkin baru perusahaan-perusahaan besar yang menerapkannya. Namun sebenarnya kegiatan monitoring telah berjalan dengan sendirinya dalam suatu perusahaan. Perusahaan sering memonitoring pelaksanaan pengendalian intern hanya apabila telah terjadi kesalahan yang fatal dan merugikan perusahaan baik dari segi prosedur kerja maupun dari besarnya laba yang diinginkan sebagai tujuan akhir perusahaan. Menurut William, Raymond, dan Walter (2003; 400): “Monitoring merupakan proses untuk menilai kualitas dari pelaksanaan struktur pengendalian intern yang telah berjalan. Monitoring merupakan pemantauan terhadap personil yang mengawasi desain dan operasi perusahaan yang dilaksanakan. Struktur pengendalian intern yang berjalan diharapkan dapat mengatasi atau mengantisipasi penyimpangan atau kecurangan yang terjadi. Monitoring dapat dilaksanakan selama kegiatan perusahaan berjalan dan dapat dievaluasi secara periodik.”
Perekonomian nasional Indonesia tidak hanya digerakkan oleh korporasi besar atau BUMN, melainkan juga oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kontribusi UMKM dalam menggerakkan roda perekonomian nasional cukup besar, khususnya dalam penciptaan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja. Corporate Social responsibility (CSR) menjadi salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi Pasal 74 UU Perseroan Terbatas (UU PT) yang baru. UU ini disahkan dalam Sidang Paripurna DPR pada hari Jumat, 20 Juli 2007. Memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan sebagai wujud kepedulian terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat serta kondisi lingkungan sosial masyarakat sekitar, BUMN melaksanakan PKBL sebagai bagian dari corporate action. Pelaksanaan pembinaan usaha kecil oleh BUMN mulai tertata setelah terbitnya Keputusan Menteri Keuangan No.: 1232/KMK.013/1989. Terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN No.: Per-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 nama program diganti menjadi Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (disingkat PKBL). Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Salah satu kunci keberhasilan Program Kemitraan adalah pengembalian pinjaman dari Mitra Binaan secara tepat waktu dan tepat jumlah sehingga dana tersebut dapat disalurkan kembali kepada usaha kecil yang lain. Namun demikian, harus diakui bahwa tugas ini bagi BUMN Pembina merupakan tugas sulit mengingat selain tingkat pengembalian dana Program kemitraan merupakan salah satu indikator penilaian kinerja perusahaan/direksi, juga mengingat Mitra Binaan yang memperoleh dana Program Kemitraan merupakan usaha kecil yang membutuhkan bimbingan dan monitoring yang berkelanjutan. Untuk mengetahui keadaan komposisi piutang perusahaan secara umum dan juga secara individu, perusahaan membuat daftar umur piutang (aging schedule).
Menurut
Rustam
(2003:
http://www.google.com/Ahmad
Sanusi
Nasution Blog): “Daftar umur piutang adalah suatu daftar mengenai saldo-saldo piutang pada buku tambahan piutang pada suatu tanggal tertentu. Daftar ini memberikan saldo piutang setiap pelanggan dan dibagi dalam kelompok umur yang berbeda. Istilah kelompok umur di sini merupakan periode waktu dimana piutang terjadi sejak waktu penjualan.” Dari daftar umur piutang dapat diperoleh informasi langganan yang lambat dalam pembayaran. Dengan demikian perusahaan harus menyelidikinya untuk memastikan bahwa syarat-syarat kredit yang telah ditetapkan dapat berjalan dengan baik, demikian halnya juga dengan usaha penagihan.
Gambar 1 BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN
Program Kemitraan
Calon Mitra Binaan
Survey
Mitra Binaan
Monitoring
Daftar Umur Piutang Mitra Binaan
Pinjaman Macet
Hipotesis: Sistem survey dan sistem monitoring berpengaruh signifikan terhadap pinjaman macet Mitra Binaan sektor industri pada Program Kemitraan menurut persepsi Mitra Binaan.
1.6
Metodologi Penelitian Peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif,
yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu kondisi, suatu penelitian ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai perusahaan khususnya mengenai aspek-aspek yang sedang diteliti dan melakukan hubungan terhadap variabel yang diteliti. Adapun cara pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah: 1. Studi Kepustakaan (Library Research) Teknik ini dilakukan baik secara Library Research maupun Internet Research, untuk memperoleh dasar teoritis yang akan digunakan untuk kepentingan penelitian, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari buku-buku, literatur, skripsi-skripsi di perpustakaan, internet, dan bacaan lain yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti untuk memperoleh data teoritis. Dari langkah ini penyusun memperoleh gambaran mengenai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), termasuk pengaruh sistem survey dan sistem minitoring terhadap pinjaman macet Mitra Binaan sektor industri pada Program Kemitraan. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Teknik ini digunakan untuk memperoleh data primer, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian langsung ke perusahaan dengan cara: a. Observasi langsung, yaitu pengumpulan data yang diperlukan dari perusahaan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian terutama pada bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). b. Wawancara, yaitu suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap pimpinan dan staf yang terkait pada bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
c. Kuesioner, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa daftar pertanyaan-pertanyaan kepada pihak-pihak terkait dari perusahaan yang berhubungan dengan masalah-masalah yang diteliti.
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian Penyusunan skripsi ini dilakukan pada bagian Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan (PKBL) PT BIO FARMA (Persero) yang berlokasi di jalan Pasteur No. 28 Bandung, waktu penelitian dilakukan pada tanggal 30 Desember 2008 sampai dengan 2 Juni 2009.