BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Era globalisasi merupakan gerbang baru bagi perkembangan dunia usaha, dimana
akan membawa dampak terhadap berkembangnya paradigma baru. Era globalisasi ini tentunya akan memberikan jalan bagi perdagangan bebas dimana tidak hanya berlaku secara makro antar pelaku ekonomi tetapi juga berlaku bagi mikro ekonomi yaitu adanya persaingan ketat antar perusahaan. Adanya persaingan yang semakin ketat menyebabkan suatu perusahaan berupaya untuk mengatasinya dengan menerapkan strategi yang tepat dengan menghasilkan suatu produk, baik dalam bentuk barang maupun jasa, yang memiliki keunggulan bersaing dari segi kualitas maupun harga. Sisi positif dari persaingan ini adalah dapat memacu perusahaan menjadi lebih baik dalam hal kualitas dan harga produk. Sedangkan perusahaan yang tidak dapat meningkatkan performa kualitas dan harga produk, maka hal yang dapat terjadi adalah kebangkrutan perusahaan itu sendiri. Perusahaan atau manajemen perusahaan harus memiliki tingkat kualitas kerja yang tinggi. Hal ini berarti manajemen perusahaan harus dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara efisien, efektif dan terkendali agar tujuan utama perusahaan yaitu memperoleh laba dapat tercapai. Selain hal diatas manajemen perusahaan juga harus bisa memantau perubahan yang sedang terjadi, seperti perubahan ekonomi, perubahan konsumen serta perubahan lingkungan bisnis, sehingga dapat diambil keputusan yang tepat untuk mendapatkan konsumen dan memenangkan persaingan bisnis. Dalam meningkatkan performa kinerja, perusahaan harus dihadapkan pada resiko yang berasal dari dalam perusahaan yang memiliki dampak luas bagi perusahaan, seperti resiko dan praktek manipulasi akuntansi serta resiko konflik intern perusahaan yang akan menyebabkan turunnya akuntabilitas dan berkurangnya tingkat keandalan atas laporan keuangan yang dihasilkan, sehingga akan merugikan pihak pengguna laporan keuangan diantaranya pemegang saham (Stakeholders).
Pengendalian intern merupakan bagian integral dari sistem informasi sehingga Pengendalian intern yang memadai sangat penting dilaksanakan oleh setiap perusahaan, karena jika tidak memadai maka akan berdampak tidak baik bagi perkembangan perusahaan. Perancangan dan pelaksanaan pengendalian intern yang memadai akan memberikan dampak seperti yang dijabarkan oleh Commite of Sponsoring of the Treadway commission (COSO) sebagai berikut : 1. Keandalan laporan keuangan 2. Efektifitas dan efisiensi operasional 3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Pada umumnya perusahaan menjalankan pengendalian internnya didasarkan pada komponen pengendalian yang direkomendasikan oleh Commite of Sponsoring of the Treadway commission (COSO). Dalam COSO Framework, pengendalian intern yang efektif dibagi dalam lima kelompok yang saling berhubungan, yaitu : 1. Pengendalian lingkungan (Control Environtment) Pengendalian lingkungan di deskripsikan sebagai tindakan, aturan dan prosedur yang menggambarkan seluruh sikap top manajemen, direktur, dan pemilik organisasi mengenai pengendalian intern dan penggunaannya. 2. Penaksiran resiko (Risk Assesment) Penaksiran resiko yaitu identifikasi dan analisis manajemen mengenai resiko yang mungkin dihadapi perusahaan dalam menyediakan laporan keuangan yang sesuai dengan aturan yang berlaku. 3. Pengendalian aktivitas (Control Activities) Pengendalian aktivitas adalah kebijakan dan prosedur yang membantu manajemen dalam memberikan keyakinan bahwa aktivitas perusahaan telah dijalankan dengan baik. 4. Informasi dan komunikasi (Information and Communication) Informasi dan komunikasi merupakan metode yang digunakan untuk menginisiasi, mencatat, memproses, dan melaporkan transaksi perusahaan serta membangun akuntabilitas asset. 5. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan dan penilaian manajemen mengenai kualitas pengendalian berguna
bagi
manajemen
dalam
mengambil
keputusan
apakah
pengendalian yang sudah ada perlu diperbaiki atau tidak. Pengendalian intern harus mencakup semua aspek perusahaan seperti proses operasional, pelaporan ataupun kepatuhan. Pengendalian dibuat untuk mengurangi Exposures, tapi tak jarang justru pengendalian intern menyebabkan adanya Exposures baik yang disengaja ataupun tidak (Bodnar, 2004:102). Pengendalian yang tidak efektiflah yang menyebabkan Exposures tersebut terjadi. Exposures tersebut akan menyebabkan peningkatan biaya, penurunan pendapatan, kehilangan asset, ketidakakuratan, tantangan usaha, sanksi, persaingan yang tidak sehat, kecurangan dan penggelapan. Pada Oktober 2001 Enron melaporkan rugi selama 3 Triwulan sebasar U$ 638 juta serta adanya pengurangan nilai modal saham sebesar U$ 1,2 Milyar. Hal ini disebabkan karena adanya upaya CFO untuk meningkatkan nilai laba danpenyembunyian hutang. Pada bulan Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutannya. Kasus Enron ini melibatkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang didakwa telah menghancurkan dokumen yang berkaitan dengan kasus tersebut. Begitu juga pada perusahaan WorldCom. Pada 25 Juni 2002, WorlCom melaporkan bahwa pendapatannya Overstated untuk tahun 2001 dan kuarter pertama 2002 yang totalnya U$ 3,8 Bilion. Hal ini disebakan karena adanya kesalahan pengklasifikasian yang disengaja yaitu payment for line cost menjadi Capital Expenditure. Kasus WorldCom menjadi kasus akuntansi terbesar (CRS Report For Congress By Bob Lyke & Mark Jickling). Kasus serupa juga terjadi di Indonesia perusahan besar seperti PT. Indosat yang diduga adanya penyelewengan dana deviden milik pemerintah yang dilakukan oleh direktur keuangan dan administrasinya (Artikel oleh Indra Safitri). Sedangkan menurut artikel yang ditulis oleh A. Prasetyantoko terdapat pada Kompas edisi 6 Maret 2003 menyatakan bahwa Skandal Lippo semestinya sejajar skandal Enron di Amerika Serikat (AS) yang segera diikuti pengungkapan kasus-kasus serupa lain. Tapi yang terjadi kasus Lippo sendiri di perpanjang dengan berbagaia alasan klasik yang bertele-tele. Semestinya, kasus Lippo diselesaikan secepat mungkin dengan melucuti pihak-pihak
yang bertanggung jawab (termasuk dewan komisari) dan segera diteruskan dengan pengungkapan kasus-kasus lain. Skandal-skandal
yang
terjadi
pada
perusahaan-perusahaan
tersebut
mengakibatkan pemerintahan Amerika serikat mengesahkan peraturan baru yaitu Sarbanes Oxley Act pada tanggal 30 Juli 2002. peraturan tersebut terbagi dalam 11 Title dan setiap title terbagi dalam beberapa Section. Akibat pengesahan Sarbanes Oxley Act ini adalah diharuskannya semua perusahaan baik nasional maupun internasional terutama bagi perusahaan yang mendaftarkan sahamnya di New York Stock Exchange (NYSE) untuk menjalankan berbagai ketentuan yang ditetapkan dalam Sarbanes Oxley Act 2002. aturan Sarbanes Oxley Act 2002 ini juga harus diterapkan oleh Auditor Independent dan Kantor Akuntan Publiknya. Penetapan Sarbanes Oxley Act juga berpengaruh pada perusahaan yang ada di Indonesia terutama bagi perusahaan yang mendaftarkan sahamnya di New York Stock Exchange (NYSE). Salah satu perusahaan tersebut yaitu PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang komunikasi dan informasi, sehingga mengharuskan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. untuk mengikuti ketentuanketentuan Sarbanes Oxley Act 2002. Dikarenakan keharusan menjalankan
Sarbanes Oxley Act 2002, maka
PT.
Telekomunikasi Indonesia Tbk. dan perusahaan yang termasuk dalam Telkom Group mengimplementasikan ketentuan-ketentuan Sarbanes Oxley Act 2002 pada 1 Januari 2005 khususnya Section 404, yaitu mengenai pendokumentasian, pengevaluasian dan pelaporan hasil evaluasi atas efektifitas pengendalian intern yang dilakukan perusahaan dalam penyajian laporan keuangan dengan memberikan prioritas pada upaya-upaya untuk menata dan meningkatkan efektifitas system serta struktur pengelolaan pengendalian internal perusahaan yang berfokus pada penataan dan pengembangan sistem pengendalian intern, sistem pengelolaan dan pengendalian resiko yang mengacu pada praktek Good Corporate Governance, dimana perusahaan harus menerapkan prinsip transparasi, akuntabilitas, keadilan, integritas, kemandirian, dan partisipasi. Prosedur pengendalian intern yang dijalankan sesuai dengan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404 akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengendalian intern perusahaan. Hal ini sesuai dengan research yang dilakukan oleh Larry E. Rittenberg dan
Patricia K. Miller dalam jurnalnya Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404 Work : Looking at the Benefits yang kesimpulannya sebagai berikut :
We identify control environment that have taken place as a direct result of section 404 evaluation. We also identify lessons learned that can improve the efficiency and effectiveness of control evaluation in the future.
Penelitian yang membahas tentang Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404 telah lebih dahulu dilakukan oleh mahasiswa Universitas Widyatama, Harsaid Yusuf Bakhtiar, pada tahun 2007 dengan judul
Peranan Audit Internal Dalam Menunjang Efektivitas
Pelaksanaan Sarbanes Oxley Act Section 404 . Dalam penelitian ini Harsaid meneliti bagaimana peranan audit internal dalam pelaksanaan Sarbanes Oxley Act Section 404 pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan judul
Pengaruh Penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404
Terhadap Efektivitas Pengendalian Intern . Dalam penelitian ini peneliti meneliti bagaimana penerapan Sarbanes Oxley Act Section 404 terhadap pengendalian intern pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Penelitian yang lebih dahulu akan dijadikan referensi oleh peneliti untuk menyusun skripsi ini. Berdasarkan latar belakang penelitian penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Pengaruh Penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404 Terhadap
Efektivitas Pengendalian Intern (Studi Kasus pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.).
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
penulis mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana efektifitas penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404 pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. 2. Bagaimana dampak penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404 terhadap efektifitas pengendalian intern pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
1.3
Maksud dan tujuan penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi yang
diperlukan sebagai bahan masukan dalam penyusunan suatu karya ilmiah sehingga diperoleh data dan informasi mengenai penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404 dan pelaksanaan pengendalian intern pada perusahaan yang bersangkutan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui efektifitas penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404 pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. 2. Untuk mengetahui dampak penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404 terhadap efektifitas pengendalian intern pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
1.4
Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan dari penelitian penulis berharap bahwa penelitian ini akan
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Adapun penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Penulis : Penelitian ini berguna untuk memperluas pengetahuan serta mengetahui perkembangan sistem informasi terutama dalam hal pengendalian intern yaitu mengenai penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404 dan implikasinya terhadap perusahaan. 2. Bagi Perusahaan : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan memberikan dorongan untuk terus merancang pengendalian intern yang lebih baik serta dapat meyakinkan perusahaan lain untuk menerapkan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404. 3. Bagi Pihak lain : Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain untuk menyetujui atau membantah hasil dari penelitian penulis serta sebagai bahan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan data yang lebih handal dan akurat.
1.5
Kerangka Pemikiran Fenomena-fenomena penyimpangan yang dilakukan oleh Enron, WorldCom,
Xerox, Tyco, Global Crossing, Adelphia, serta melibatkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen dalam dapat memberikan masukan dan memberikan dorongan untuk terus merancang Pengendalian Intern yang lebih baik serta dapat meyakinkan perusahaan lain untuk menerapkan Sarbanes Oxley Act 2002 Section 404. Akuntan Publik Arthur Andersen dalam hal pengendalian intern menyebabkan ditetapkannya aturan baru yaitu Sarbanes Oxley Act 2002 dimana aturan ini harus digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang mendaftarkan sahamnya di New York Stock. Sarbanes Oxley Act diartikan dalam Telkom Quality System sebagai berikut :
Sebuah undang-undang yang diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 2002, yang mengatr mengenai reformasi di bidang akuntansi dan pengelolan perusahaan untuk melindungi investor dengan cara meningkatkan keakuratan dan keandalan laporan keuangan serta pengungkapan (disclosure) yang dibuat oleh perusahaan dengan mentaati hukum yang berlaku di pasar bursa dan peraturan-peraturan yang diberlakukan untuk kepentingan lainnya. Ada 5 aspek yang penting yang dijabarkan dalam Sarbanes Oxley Act 2002, yaitu (1) Pendirian The Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB), (2) Aturan baru bagi auditor, (3) Tugas baru bagi audit komite, (4) Aturan baru bagi manajemen, (5) Pengendalian intern yang baru. Sarbanes Oxley Act
terdiri dari 11 Title dan setiap Title terdapat beberapa
Section. Salah satu Section yang terkandung dalam Sarbanes Oxley Act 2002 adalah Section 404 yang berbunyi Management assessment of internal control . Section 404 ini mengatur mengenai penyerahan laporan manajemen tahunan dan laporan audit terhadap keefektifitasan pengendalian intern dan prosedur pelaporan keuangan sehingga mengharuskan perusahaan untuk melakukan pendokumentasian, pengevaluasian dan pelaporan hasil evaluasi atas efektifitas pengendalian. Tujuan dari aturan ini adalah untuk melindungi investor dengan cara meningkatkan keakuratan dan keandalan laporan keuangan dan pengungkapan (disclosure) yang dibuat oleh perusahaan.
Sarbanes Oxley Act 2002 section 404 yang merupakan bagian dari sistem informasi, mengharuskan manajemen untuk menerbitkan laporan pengendalian intern yang terdiri dari : 1. Pernyataan mengenai tanggung jawab manajemen untuk menetapkan dan menjalankan pengendalian intern yang memadai dalam penyajian laporan keuangan. 2. Penilaian manajemen atas efektifitas pengendalian intern perusahaan 3. Pengungkapan atas kelemahan yang material dalam pengendalian intern 4. Pernyataan mengenai framework yang digunakan untuk mengevaluasi efektifitas pengendalian intern perusahaan 5. Pernyataan bahwa eksternal auditor telah menerbitkan laporan atesti mengenai penilaian manajemen atas pengendalian intern Pengendalian yang didasarkan pada Sarbanes Oxley Act 2002 section 404 mencakup
seluruh
aspek
untuk
mencapai
tujuan
perusahaan
yaitu
aspek
operation,financial reporting dan compliance. . Pengendalian intern merupakan bagian penting dalam mengelola suatu organisasi. Pengendalian intern merupakan bagian sari sistem pengendalian yang terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi manajemen bahwa tujuan dan sasaran organisasi dapat tercapai. Pengendalian intern merupakan langkah awal bagi organisasi untuk melindungi asset, mencegah dan mendeteksi kecurangan dan error. Manajemen bertanggung jawab untuk melakukan pengendalian terhadap asset dan catatannya. Pengendalian intern memainkan peranan penting dalam hal bagaimana manajemen menjalankan pekerjaannya atau tanggung jawabnya (Messier at al,2006:220). Pengendalian intern tidak saja hanya mengamankan asset dan catatannya, tetapi juga mendorong dan memantau terbentuknya lingkungan yang efisien dan efektif. Manajemen juga membutuhkan pengendalian sistem untuk memproses informasi guna membuat suatu keputusan yang tepat. Pengertian pengendalian intern menurut SPAP N0.69 yang telah diterbitkan IAI adalah :
Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : 1. Efektivitas dan efisien operasi 2. Keandalan pelaporan keuangan 3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Sedangkan pengertian pengendalian intern menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) adalah :
Struktur pengendalian internal satuan usaha terdiri dari kebijakan dan prosedur yang diterpakan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan tertentu satuan usaha akan tercapai. Pada tahun 1992, Commite of Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COS0) memberikan suatu kerangka kerja pengendalian intern (internal control-integrated framework). Tujuan pengendalian intern COSO berkaitan dengan efektifitas dan efisiensi operasi yang meliputi organisasi secara keseluruhan. Tujuan pengendalian tersebut yaitu (1) Keandalan dan integritas informasi, (2) Ketaatan pada kebijakan, rencana dan prosedur organisasi, (3) Mengamankan harta, pemakaian sumber daya yang ekonomis dan efisien serta pencapaian tujuan dan sasaran. Pengendalian intern mencakup 5 komponen sebagai dasar untuk menjalankan kebijakan dan prosedur yang digunakan manajemen untuk meyakinkan bahwa tujuan dapat terpenuhi. Komponen tersebut yaitu :
1. Pengendalian lingkungan (Control Environment) Komponen pertama ini merupakan pondasi bagi komponen-komponen lainnya. Pengendalian lingkungan ini terdiri dari filosofi dan gaya manajemen, integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, partisipasi dewan direksi dan audit komite, struktur organisasi, pemberian wewenang dan tanggung jawab, kebijakan sumber daya manusia dan penerapannya. 2. Penilaian resiko (Risk Assessment)
Hal-hal yang penting dilakukan dalam penilaian resiko yaitu mengidentifikasi resiko internal, mengidentifikasi resiko eksternal dan analisis resiko dan manajemen terhadap resiko tersebut.
3. Pengendalian aktivitas (Control activities) Pengendalian aktivitas adalah kebijakan dan prosedur yang membantu manajemen dalam memberikan keyakinan bahwa aktivitas perusahaan telah dijalankan dengan baik. Pengendalian aktivitas dibagi menjadi 2 bagian yaitu pengendalian aktivitas yang berhubungan dengan laporan keuangan (Prenumbered dokumen dan catatan, pemisahan fungsi, prosedur otorisasi, pengamanan asset, verifikasi dan rekonsiliasi) dan pemrosesan informasi (General control dan Application control) 4. Informasi dan komunikasi (Information and communication) Informasi
yang
diperoleh
harus
diidentifikasi,
diproses
dan
dikomunikasikan kepada anggota perusahaan agar terbentuk suatu tanggung jawab. 5. Pemantauan (Monitoring) Pemantauan dapat dilakukan pada saat berlangsungnya suatu operasi dan/atau pada saat evaluasi dilakukan.
Sejak pertengahan tahun 1970-an, inisiatif bahwa setiap lima tahun sekali perusahaan diharuskan untuk melaporkan kualitas pengendalian internnya telah ada. Namun hal tersebut dikomentari oleh profesi audit yang menyatakan bahwa evaluasi kualitas pengendalian intern sangat subjektif dan tidak seorangpun mau menegaskan bahwa pengendalian internnya telah sesuai atau relevan. Hal ini diungkapkan dalam artikel yang ditulis oleh Tim J. Leech yang berjudul Sarbanes-Oxley Section 302 & 404 : A White Paper Proposing Practical, Cost Effective Compliance Strategis.
The SEC proposed rules in 1988 that bear striking similarities to SOX section 302 And 404. as a direct result of an aggressive counter lobby from a wide range of interest groups these proposals were not enacted
Sarbanes Oxley Act 2002 section 404 mengakhiri perdebatan tersebut. Kini manajemen diharuskan untuk melaporkan kualitas pengendalian internnya bilaman laporan tersebut harus diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik. Adanya keharusan menerapkan Sarbanes Oxley Act 2002 section 404 yaitu Management assessment of internal control
dimana perusahaan harus melaporkan
bahwa pengendalian intern yang dijalankan oleh perusahaan telah berjalan dengan baik dan efektif, maka secara tidak langsung perusahaan akan berusaha untuk memperbaiki pengendalian internnya menjadi lebih efektif agar tujuan dari pengendalian intern tercapai. Sehubungan dengan adanya penerapan Sarbanes Oxley Act 2002 section 404 dimana manajemen harus membuat laporan mengenai efektifitas pengendalian intern. Berdasarkan uraian di atas, penulis mengajukan hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut :
Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara Sarbanes Oxley Act 2002 section 404 dengan efektifitas pengendalian intern
SOA Section 404 Pengendalian Intern
1.6
UBC Unit Billing Collection Billing
Collection
Support
Laporan Pengendalian Intern PT.Telkom
Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode
deskriptif dan metode studi kasus.Menurut Mohammad Nazir (2003;63) menyatakan bahwa :
Metode deskriptif yaitu suatu metode yang meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa dimasa sekarang dengan tujuan untuk memberi deskripsi, gambaran lukisan secara sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifatsifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki secara terperinci untuk menghasilkan rekomendasi-rekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang. Sedangkan metode studi kasus menurut Mohammad Nazir (2003;54) adalah
Penelitian yang ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci aktivitas dan pekerjaan manusia dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan rekomendasirekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang. Jadi data yang diperoleh dari penelitian dikumpulkan, dianalisis, dan dibandingkan dengan teori yang telah dipelajari oleh penulis. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan dan mengolah data adalah sebagai berikut :
1. Penelitian lapangan (field research) Merupakan penelitian dengan maksud untuk mendapatkan data atau informasi dari keadaan yang sebenarnya atau penelitian langsung ke sumber data. Untuk medapatkan data atau informasi yang demikian, penulis mengadakan :
a. Observasi langsung,yaitu pengumpulan data yang diperlukan dari perusahaan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. b. Wawancara (interview), yaitu salah satu cara mendapatkan informasi dengan jalan melakukan Tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian c. Kuesioner (questionare), yaitu salah satu cara mendapatkan data atau informasi dengan jalan mengedarkan pertanyaan kepada pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.
2. Penelitian kepustakaan (library research) Merupakan penelitian dengan cara mempelajari bahan-bahan yang dianggap perlu dari literatur-literatur yang terkait masalah yang diteliti untuk mendapatkan bahan yang akan dijadikan landasan teori dalam penyusunan skripsi.
1.7
Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi
ini, penulis melakukan penelitian pada Unit Billing dan Collection Area III Jabar-Banten PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Divre III, yang berlokasi di jalan Supratman No. 66 Bandung. Adapun waktu penelitian dilaksanakan dari bulan oktober sampai dengan selesai.