BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Kemampuan sebuah perusahaan atau organisasi untuk tumbuh dan berkembang tergantung dari berbagai macam aspek keunggulan yang dimilikinya dalam rangka mencapai tujuan. Sebuah organisasi atau perusahaan sangat memerlukan adanya suatu potensi dan kekuatan internal yang kokoh dalam rangka menghadapi semua tantangan, hambatan dan perubahan yang ada. Organisasi yang maju dan berkembang setiap saat harus mampu mengatasi masalah dengan solusi yang tepat sesuai situasi dan kondisi yang ada. Faktor utama yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan harapan organisasi tersebut adalah faktor sumber daya manusia. Sumber daya manusia sebagai unsur penting dalam organisasi sangat berpengaruh terhadap eksistensi dan kompetensi sebuah organisasi. Artinya, eksistensi dan kompetensi organisasi dapat diwujudkan melalui kegiatan manusia. Oleh karena itu, eksis atau tidaknya sebuah organisasi, serta kompetitif tidaknya sebuah organisasi dalam rangka menghadapi arus perubahan zaman, lingkungan, atau iklim bisnis sangat tergantung dan ditentukan oleh sumber daya manusia. Saat ini, dalam situasi dan lingkungan bisnis yang kompetitif karyawan dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan tinggi untuk mampu berkontribusi yang terbaik kepada organisasi tersebut. Memiliki sumber daya manusia yang mampu memberikan kontribusi yang optimal kepada organisasi merupakan suatu harapan yang terkadang cukup sulit untuk dipenuhi. Hal itu seharusnya menjadi motivasi untuk organisasi dalam melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan karyawan yang telah dan diprediksi mampu untuk memberikan kontribusi yang berarti bagi organisasi. Setiap organisasi atau perusahaan diharapkan mampu mengelola, mengatur dan merangkul sumber daya manusia yang dimilikinya dengan
1
2 sebaik mungkin. Sumber daya manusia yang merupakan kunci dalam menentukan berhasil tidaknya tujuan organisasi, memiliki pikiran, perasaan serta keinginan yang dapat mempengaruhi komitmen organisasionalnya. Setiap karyawan yang bekerja dalam suatu organisasi selayaknya harus mempunyai komitmen dalam hal pekerjaan, karena jika tidak adanya komitmen organisasional, maka tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut tidak akan tercapai dan loyalitas karyawan pun akan menjadi berkurang. Komitmen organisasional dapat menjadikan karyawan merasa lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaannya dan mendorong untuk bekerja secara optimal sehingga dapat mencurahkan perhatian, pikiran, tenaga dan waktunya untuk pekerjaannya, sehingga apa yang sudah dikerjakannya sesuai dengan harapan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan produktif sehingga pada akhirnya akan lebih menguntungkan organisasi atau perusahaan. Komitmen organisasional menjadi hal yang penting bagi sebuah organisasi. Komitmen organisasional yang tinggi menimbulkan perasaan karyawan untuk wajib tinggal dengan organisasi, perasaan yang dihasilkan dari internalisasi
tekanan
normatif diberikan pada seorang individu
sebelum masuk atau setelah masuk. Keterlibatan karyawan dalam pencapaian tujuan organisasi dan nilai-nilai organisasi dapat muncul karena adanya ikatan komitmen organisasional terhadap perusahaannya. Masalah pelangaran aturan seperti absensi hingga berujung pada pemecatan dan mengundurkan diri merupakan salah satu wujud karyawan yang tidak puas dan tidak memiliki komitmen terhadap organisasi. Dalam dunia kerja komitmen karyawan terhadap organisasi sangatlah penting, bahkan beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan lowongan pekerjaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional adalah kepuasan kerja. Karyawan yang merasa puas pada tugas dan lingkungannya akan merasakan adanya persamaan dengan organisasi dan
Universitas Esa Unggul
3 terlibat pada aktivitas organisasi. Kepuasan kerja pada dasarnya tentang apa yang membuat seseorang bahagia dalam pekerjaannya atau tidak senang dengan pekerjaannya. Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya akan cenderung memiliki komitmen organisasional yang tinggi. Kepuasan kerja juga akan mempengaruhi seorang karyawan untuk berhenti atau beralih ke perusahaan lain. Menurunnya kepuasan kerja karyawan akan menghambat tercapainya tujuan organisasi, karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang rendah cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga karyawan tersebut bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi organisasi untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan merasa puas bekerja di organisasi tersebut. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan, maka produktivitas pun akan meningkat. Dewasa ini semakin besarnya tuntutan kehidupan memaksa individu untuk lebih giat mencari penghasilan dan menjadikan kondisi dimana pasangan suami istri harus bekerja diluar rumah meskipun memiliki keluarga yang juga membutuhkan perhatian. Hal ini menyebabkan sering terjadinya benturan kepentingan antara pekerjaan dan keluarga atau disebut konflik pekerjaan-keluarga. Pekerjaan dan kehidupan keluarga merupakan dua hal penting yang dialami oleh manusia yang memiliki pekerjaan. Fokus yang berlebihan pada salah satunya akan meyebabkan kurangnya perhatian pada yang lain. Dalam kondisi persaingan yang semakin meningkat ini, perusahaan senantiasa menuntut karyawannya untuk menampilkan kinerja yang optimal. Kinerja yang optimal pada akhirnya akan menghasilkan penilaian yang positif dan berujung pada pemberian kompensasi yang baik serta kepuasan kerja. Karyawan bekerja menukarkan waktu dan pikirannya dengan gaji yang diterima. Disisi lain, karyawan juga memiliki kehidupan pribadi (keluarga). Kepentingan diri sendiri, pasangan, anak dan mungkin orang tua juga perlu mendapatkan perhatian yang seimbang. Sementara itu budaya kekeluargaan yang tinggi yang berlaku di masyarakat, menyebabkan banyak karyawan yang beranggapan bahwa keluarga lebih penting daripada pekerjaan.
Universitas Esa Unggul
4 Tentunya hal tersebut mengindikasikan bahwa lebih banyaknya konflik pekerjaan menginterferensi keluarga (konflik pekerjaan-keluarga) yang dialami karyawan daripada konflik keluarga menginterferensi pekerjaan (konflik keluarga-pekerjaan). Penelitian Latifah (2008) mengungkapkan bahwa konflik pekerjaankeluarga dapat mempengaruhi kepuasan kerja lebih besar daripada konflik keluarga-pekerjaan yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang dilakukan Rantika dan Sunjoyo (2011). Karyawan mempunyai kepuasan kerja yang tinggi apabila mereka memiliki sikap dan perasaan positif terhadap pekerjaannya sedangkan karyawan yang tidak puas adalah yang mempunyai perasaan yang negatif terhadap pekerjaannya. Tekanan kerja yang tinggi dan ditambah lagi dengan permasalahan keluarga membuat sulit bagi karyawan untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Tentunya hal tesebut akan sedikit banyak mempengaruhi komitmen organisasional karyawan dalam perusahaan Situasi ini memunculkan tantangan terbesar dari masalah manajemen sumber daya manusia. Universitas Esa Unggul adalah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Terdiri dari 10 fakultas yang menjadikannya salah satu universitas swasta yang besar dalam lingkup koordinasi Kopertis Wilayah III Jakarta. Peningkatan jumlah mahasiswa dari tahun ke tahun tentunya diimbangi dengan jumlah karyawan yang kian bertambah pula. Namun pada kenyataannya peningkatan jumlah karyawan tidak serta merta meningkatkan kinerja dan komitmen organisasional, hal tersebut terlihat dari banyaknya jumlah karyawan yang terlambat setiap harinya. Ada berbagai macam alasan karyawan datang terlambat, mulai dari jarak rumah dengan kantor yang jauh, kemacetan lalu lintas yang semakin parah sehingga membuat waktu menjadi lebih lama untuk sampai di kantor ataupun kembali ke rumah. Konsekuensi dari hal tersebut tentunya akan mengurangi waktu yang seharusnya dinikmati karyawan dengan keluarganya. Karyawan yang juga berprofesi sebagai dosen terkadang juga harus mengajar sampai malam bahkan hari liburpun digunakan untuk mengajar
Universitas Esa Unggul
5 dan membimbing mahasiswa. Jam kerja yang tidak teratur tersebut tentunya akan mempengaruhi kehidupan keluarga karyawan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Disamping itu, masalah keluarga seperti mengasuh anak, keluarga sakit, termasuk asisten rumah yang tidak ada, menjadikan faktor penyebab, khususnya karyawan wanita untuk absen atau terlambat datang. Fenomena lain yang sering ditemui adalah karyawan terkesan enggan untuk berpartisipasi dalam menentukan nasib organisasi serta kemajuan perusahaan. Dikatakan demikan karena sampai saat ini masih banyak karyawan yang diundang dalam rapat-rapat universitas sering sekali tidak datang dan tidak mengikuti kegiatan dengan berbagai alasan. Ada pula yang hadir mengisi daftar hadir saja atau menghadiri namun tidak mengikuti rapat sampai selesai. Menurunnya komitmen organisasional karyawan salah satunya disebabkan karena ketidakpuasan karyawan terhadap organisasi.
1.2. Penelitian Terdahulu Malik, Nawab, Naeem dan Danish (2010) dalam penelitian mereka yang berjudul “Job Satisfaction and Organizational Commitment of University Teachers in Public Sector of Pakistan” yang dipublikasikan dalam European Journal of Business and Management menemukan bahwa kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri, supervisi dari atasan dan jumlah gaji yang diterima memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Penelitian Anafarta (2011) dalam International Journal of Business and Management yang meneliti tentang konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja. Responden adalah dokter dan perawat di Turki. Hasil yang diperoleh
dari
pemodelan
Structural
Equation
Modeling
(SEM)
menunjukkan bahwa ada hubungan timbal balik antara konflik pekerjaankeluarga dan konflik keluarga-pekerjaan dan bahwa konflik pekerjaankeluarga memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja sedangkan konflik keluarga-pekerjaan tidak mempengaruhi kepuasan kerja. Rantika dan Sunjoyo (2011) menemukan bahwa konflik pekerjaankeluarga mempengaruhi kepuasan kerja secara negatif. Hal yang berbeda
Universitas Esa Unggul
6 dengan konflik keluarga-pekerjaan yang tidak memiliki pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa kepuasan kerja mempengaruhi komitmen organisasional secara positif. Rehman dan Waheed (2012) melakukan penelitian dengan judul “Work-Family Conflict and Organizational Commitment: Study of Faculty Members in Pakistani Universities”. Konflik pekerjaan-keluarga yang diinvestigasi dalam penelitian ini adalah berfokus pada domain konflik keluarga terhadap pekerjaan. Penelitian ini menguji dampak dari konflik keluarga-pekerjaan terhadap komitmen organisasional pada perguruan tinggi negeri dan swasta di Pakistan. Studi ini juga secara khusus mengukur konflik pekerjaan-keluarga dari tingkat perbedaan antara pria dan wanita, individu lajang dan menikah pada anggota fakultas universitas negeri dan swasta. Dari analisis regresi yang dilakukan ditemukan pengaruh negatif dari konflik keluarga-pekerjaan terhadap komitmen organisasional. Staf fakultas yang menikah memiliki tingkat konflik keluarga-pekerjaan lebih tinggi dibandingkan dengan staf fakultas yang berstatus lajang, namun tidak ada perbedaan yang signifikan dari konflik keluarga-pekerjaan yang ditemukan antara pria dan wanita atau staf fakultas universitas negeri dan swasta. Adekola (2012) melakukan penelitian dengan judul “The Impact of Organizational Commitment on Job Satisfaction : a Study of Employee at Nigerian Universities”. Menggunakan teknik analisis regresi, penelitian yang dilakukan di universitas negeri dan swasta di Nigeria menemukan bahwa kepuasan kerja berbanding lurus dengan komitmen organisasional. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja maka komitmen organisasional juga semakin tinggi. Sebaliknya semakin rendah kepuasan kerja maka komitmen organisasional akan semakin rendah pula. Ditemukan juga bahwa karyawan pada perguruan tinggi negeri memiliki komitmen organisasional yang lebih tinggi daripada karyawan yang berkerja pada perguruan tinggi swasta. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nart dan Batur (2014) dengan judul “The Relation between Work-Family Conflict, Job Stress,
Universitas Esa Unggul
7 Organizational Commitment and Job Performance : A Study on Turkish Primary
Teacher”
ditemukan
bahwa
konflik
pekerjaan-keluarga
berpengaruh negatif signifikan terhadap stres kerja dan konflik pekerjaankeluarga memiliki pengaruh parsial terhadap komitmen organisasional. Dalam penelitian yang menggunakan multiple regression analysis ini ditemukan juga bahwa stres kerja menyebabkan efek negatif pada komitmen organisasional. Hassan, Khattak, Raza dan Inderyas (2014) dalam penelitian yang berjudul “Exploring the Effect of Work Life Conflict on Job Satisfaction of Doctors of Pakistan” menghasilkan temuan bahwa konflik pekerjaankeluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja. Senada dengan konflik keluarga-pekerjaan yang juga berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja. Narayana dan Savarimuthu (2014) melakukan penelitian dengan judul “Examining the Relationship between Work-Family Conflict and Job Satisfaction among Women Working in IT Industries in Bengaluru” Hasil penelitian yang menggunakan analisis regresi ini menyimpulkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga memiliki hubungan yang negatif terhadap kepuasan kerja karyawan. Konflik keluarga pekerjaan juga memiliki hubungan yang negatif dengan kepuasan kerja karyawan. Puspitawati dan Riana (2014) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional dan Kualitas Layanan” menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh positif terhadap komitmen organisasional dan kualitas layanan. Penelitian ini menggunakan path analysis dengan objek penelitian Hotel Bali Hyatt Sanur. Azeem dan Akhtar (2014) menemukan bahwa kepuasan kerja memiliki
pengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
komitmen
organisasional. Dalam penelitian yang berjudul “Job Satisfaction and Organizational Commitment among Public Sector Employees in Saudi Arabia” ini digunakan teknik analisis regresi berganda.
Universitas Esa Unggul
8 Malik, Awan dan Qurat (2015) melakukan penelitian di Universitas dan Institusi Bank di kota D.G. Khan dan Multan, Pakistan. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa konflik perkerjaan-keluarga memiliki
pengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap
komitmen
organisasional. Konflik pekerjaan-keluarga juga memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap efektivitas organisasi. Nanda dan Utama (2015) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Konflik Kerja-Keluarga dan Kepuasan Kerja Terhadap Tingkat Turnover Intention Karyawan Pada Restoran Pizza Hut Mall Bali Galeria”. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention. Kepuasan kerja dapat menurunkan tingkat turnover intention karyawan di resoran Pizza Hut mall Bali Galeria.
1.3.
Identifikasi Masalah Berdasarkan fenomena dan kondisi yang diuraikan pada latar belakang serta didukung oleh penelitian terdahulu, maka penulis mengidentifikasi masalah yang akan diangkat dan diteliti dalam penelitian ini yakni konflik pekerjaan yang mempengaruhi keluarga (konflik pekerjaan-keluarga) dan pengaruhnya terhadap komitmen organisasional. Pengaruh konflik pekerjaan-keluarga terhadap komitmen organisasional ini akan teliti pengaruhnya secara langsung juga secara tidak langsung dengan melalui mediasi kepuasan kerja.
1.4.
Batasan Masalah Penelitian dilaksanakan di lingkungan Universitas Esa Unggul dengan
responden
adalah
karyawan
yang
berstatus
tetap.
Mempertimbangkan bahwa saat ini tuntutan pekerjaan yang relatif sama antara pria dan wanita maka responden yang digunakan adalah karyawan pria
dan wanita. Penelitian ini akan membahas tentang teori yang
Universitas Esa Unggul
9 berkaitan dengan komitmen organisasional yang dipengaruhi oleh konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja.
1.5.
Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: (i) bagaimanakah pengaruh konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja pada karyawan Universitas Esa Unggul; (ii) bagaimanakah pengaruh konflik pekerjaan-keluarga terhadap komitmen organisasional pada karyawan Universitas Esa Unggul; dan (iii) bagaimanakah pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional pada karyawan Universitas Esa Unggul.
1.6.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk: (i) mengetahui pengaruh konflik pekerjaan-keluarga terhadap kepuasan kerja pada karyawan Universitas Esa Unggul; (ii) mengetahui pengaruh konflik pekerjaan-keluarga terhadap komitmen organisasional pada karyawan Universitas Esa Unggul; dan (iii) mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional pada karyawan Universitas Esa Unggul.
1.7.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini nantinya diharapkan akan memberikan manfaat secara teoritis maupun secara praktis, antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan member konsep teori dibidang SDM khususnya
mengenai
komitmen
organisasional
dan
nantinya
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang mengadakan penelitian dibidang SDM yang terkait dengan konflik pekerjaan-keluarga, kepuasan kerja dan komitmen organisasional.
Universitas Esa Unggul
10
2.
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi perusahaan dalam menerapkan pengembangan SDM dan dijadikan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan hal yang membangun komitmen organisasional karyawan.
1.8.
Sistematika Penulisan Tesis ini tersusun dalam 6 (enam) bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, penelitian terdahulu, identifikasi masalah, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian, untuk melihat sejauh mana teori yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan yang nyata serta mendukung pemecahan masalah.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS Dalam bab ini akan dikemukakan kerangka konseptual penelitian dan hipotesis penelitian.
BAB IV
METODE PENELITIAN Dalam bab ini dibahas mengenai definisi operasional variabel, desain penelitian, jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, metode pengolahan dan analisis data.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan diuraikan gambaran umum objek penelitian mengenai sejarah perusahaan, visi dan misi perusahaan, struktur organisasi dam pembagian tugas, kegiatan-kegiatan dan usaha perusahaan, serta data
Universitas Esa Unggul
11 responden. Bab ini juga akan menjelaskan hasil hubungan dimensi setiap variabel yang diteliti. BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini adalah bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran-saran berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya.
Universitas Esa Unggul
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sumber Daya Manusia 2.1.1. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Menurut
Amstrong (2003) dalam Triyono (2012)
manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai pendekatan stratejik dan koheren untuk mengelola aset paling berharga milik organisasi, orang-orang yang bekerja dalam organisasi, baik secara individu ataupun kolektif, dan memberikan sumbangan untuk mencapai sasaran organisasi. Menurut Manullang dalam Triyono (2012) manajemen sumber daya manusia atau manajemen personalia adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi
pengadaan,
pengembangan,
pemberian
kompensasi,
pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja untuk membantu tercapainya tujuan organisasi dari para pekerja dan masyarakat. Menurut Panggabean (2004) manajemen sumber daya manusia adalah proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pimpinan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan di bidang sumber daya manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sisi pekerjaan dan dari sisi pekerja. Sisi pekerjaan terdiri dari analisis dan evaluasi pekerjaan. Sedangkan dari sisi pekerja meliputi kegiatan-kegiatan pengadaan tenaga kerja, penilaian prestasi kerja, pelatihan dan pengembangan, promosi, kompensasi dan pemutusan hubungan kerja. Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas mengenai pengertian manajemen sumber daya manusia, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan organisasional yang
12
13 dilakukan secara individual atau kolektif untuk memberikan kontribusi oprtimal dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2.1.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia. Aktifitas sumber daya manusia dalam suatu perusahaan adalah kegiatan paling utama dan merupakan suatu rangkaian dalam mencapai tujuan organisasi. Kegiatan tersebut akan berjalan lancar apabila memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen. Menurut Hasibuan (2008) fungsifungsi manajemen sumber daya manusia terdiri dari 11 fungsi. Pertama, perencanaan yaitu merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program
kepegawaian
meliputi
pengorganisasian,
pengarahan,
pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompetensi, pengintegrasian, kedisiplinan
dan
pemberhentian.
Fungsi
yang
kedua
adalah
pengorganisasian, yaitu kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian tenaga kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang dan koordinasi dalam organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. Ketiga ialah fungsi pengarahan. Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan. Pengarahan dapat dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik. Fungsi berikutnya yaitu yang keempat adalah pengendalian. Kegiatan mengendalikan semua karyawan agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Fungsi kelima pengadaan, yang merupakan proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
Universitas Esa Unggul
14 Fungsi keenam adalah pengembangan, yaitu proses peningkatan kemampuan teknis teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerja masa kini maupun masa depan. Selanjutnya ketujuh adalah kompensasi. Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah. Kedelapan pengintegrasian, adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kepentingan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil kerjanya. Kesembilan adalah fungsi pemeliharaan. Fungsi ini adalah kegiatan untuk memeliharan atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan, agar tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yasng berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan. Kesepuluh kedisiplinan, adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial. Peraturan dan norma-norma yang berlaku di perusahaan biasanya dicantumkan
dalam
mengetahuinya,
peraturan
sehingga
perusahaan
semua
dan
karyawan
karyawan
sudah
diwajibkan
untuk
melaksanakannnya. Fungsi yang terakhir yaitu yang kesebelas adalah pemberhentian. merupakan putusnya hubungan kerja seseorang dari perusahaan. Pemberhentian ini biasanya dilakukan dengan proses-proses yang sudah dilakukan evaluasi oleh manajemen perusahaan sehingga manajemen akhirnya mengeluarkan suatu keputusan untuk memberhentikan karyawan tersebut.
Universitas Esa Unggul
15 2.2. Konflik Pekerjaan-Keluarga Perubahan demografi tenaga kerja seperti peningkatan jumlah wanita yang bekerja bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja telah mendorong terjadi peningkatan konflik antara pekerjaan dan kehidupan keluarga. Hal tersebut mendasari banyak penelitiyang tertarik untuk melakukan penelitian tentang sebab dan pengaruh dari konflik pekerjaan-keluarga (work-family conflict) tersebut (Judge, Boudreau dan Bretz, 1994). Greenhaus dan Beutell (1985, p.77) mendefinisikan konflik pekerjaan-keluarga
(Work-family
conflict) sebagai bentuk konflik peran di mana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal:“It is a form of inter-role conflict in which there role pressures from the work and family domains are mutually non compatible in some respect. That is, participation in the work (family) role is made more difficult by virtue of participation in the family (work) role”. Netemeyer, Boles dan McMurrian (1996) mendefinisikan konflik pekerjaan-keluarga sebagai bentuk konflik antar peran meliputi tuntutan, waktu dan ketegangan yang berasal dari pekerjaan mengganggu seseorang dalam melakukan tanggung jawabnya dalam keluarga. Kopelmen, Greenhaus dan Connolyy (1983) dalam Susanto (2010) mendefinisikan work conflict ( konflik pekerjaan) sebagai suatu tingkat dimana seseorang mengalami tekanan ketidakseimbangan dalam bidang pekerjaan. Konflik ini terjadi jika seseorang mengalami stress dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Sedangkan family conflict (konflik keluarga) merupakan tingkat dimana seseorang mengalami tekanan ketidakseimbangan dalam bidang keluarga. Konflik pekerjaan-keluarga mengacu pada situasi antara tanggung jawab dan harapan dari peran individu dalam pekerjaannya, mengganggu tanggung jawab dan harapan peran dalam keluarga (Grzywacz, 2009 dalam Andriani, 2015). Sebuah konflik biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan
peran
dalam
pekerjaan
dan usaha tersebut
dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran
Universitas Esa Unggul
16 dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya (Frone dan Copper, 1992) dalam Srimulyani dan Prasetian (2014). Konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi ketika seseorang harus melaksanakan banyak peran dalam satu waktu, yaitu sebagai karyawan, pasangan (suami/istri) dan orang tua. Tekanan dalam lingkungan kerja yang dapat menimbulkan konflik pekerjaan keluarga, antara lain fleksibilitas jam kerja, overload pekerjaan, perjalanan dinas yang banyak, jam lembur yang panjang, konflik antar individu karyawan dan tidak adanya dukungan dari atasan. Tekanan dalam lingkungan keluarga yang dapat menghasilkan konflik pekerjaan-keluarga, antara lain adanya anak dalam keluarga, tanggung jawab utama terhadap anak, konflik antar anggota keluarga dan tidak adanya dukungan dari anggota keluarga. Menurut Parrewe dan Hochwart (2001) dalam Latifah (2008) munculnya konflik pekerjaan keluarga disebabkan oleh adanya benturan antara value similiarity dengan value congruence. Value similiarity diartikan sebagai tingkat kesepakatan diantara anggota keluarga mengenai nilai-nilai yang ada dalam keluarga tersebut, sedangkan value congruence merupakan sejumlah nilai-nilai yang disepakati antara karyawan dengan organisasi. Konflik pekerjaan-keluarga wajar terjadi pada setiap karyawan yang telah berkeluarga. Konflik pekerjaan-keluarga muncul akibat adanya tuntutan dari pekerjaan yang secara bersama-sama dengan adanya tuntutan yang berasal dari keluarga. Konflik pekerjaan-keluarga dapat timbul dikarenakan urusan pekerjaan mencampuri urusan keluarga seperti banyaknya
waktu
yang
dicurahkan
untuk
menjalankan
pekerjaan
menghalangi seseorang untuk menjalankan kewajibannya dirumah, atau urusan keluarga mencampuri urusan pekerjaan (seperti merawat anak yang sakit akan menghalangi seseorang untuk datang ke kantor). Gutek et al, (1991) menyebutkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga (work family conflict) mempunyai dua komponen. Pertama, konflik pekerjaan menginterferensi keluarga (work interference with family). Saat
Universitas Esa Unggul
17 bekerja, seorang karyawan dituntut untuk dapat berkonsentrasi dengan pekerjaan dan menyelesaikan pekerjaannya dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Namun kadangkala, waktu yang digunakannya tidak mencukupi dan harus meluangkan waktu khusus untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, seorang karyawan dituntut untuk bekerja lembur demi menyelesaikan pekerjaannya tersebut. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah, karyawan akan mengurangi waktu bagi keluarganya.
Kondisi
inilah
yang
menyebabkan
urusan
pekerjaan
mencampuri aktivitas dalam keluarga sehingga dapat menyebabkan konflik. Komponen yang kedua adalah konflik keluarga menginterferensi pekerjaan (family interference with work). Saat seorang karyawan telah berumah tangga, ia memiliki tanggung jawab pada keluarganya. Segala urusan keluarga menjadi tanggung jawab bersama, tidak terkecuali bagi seorang
anggota
keluarga yang juga berprofesi sebagai karyawan.
Kewajiban anggota keluarga untuk memenuhi kewajibannya tersebut kadangkala mengganggu aktivitas pekerjaan yang harus dilakukannya. Hal ini mengindikasikan bahwa urusan keluarga dapat mencampuri atau mengganggu
urusan
pekerjaan.
Kondisi
tersebut
berpontensi
menimbulkan konflik antara pekerjaan dengan keluarga. Gutek et al. (1991) dalam Latifah (2008) menemukan bahwa konflik pekerjaan mengintervensi keluarga (work interfering with family/WIF) dan konflik keluarga mengintervensi pekerjaan (family intrefering with work/FIW) saling berhubungan dan wanita lebih banyak melaporkan konflik pekerjaan mengintervensi keluarga dibanding pria. Selanjutnya ditemukan
bahwa
lebih
banyak
terjadinya
konflik
pekerjaan
mengintervensi keluarga yang dilaporkan dibanding konflik keluarga mengintervensi pekerjaan.
2.2.1 Jenis-Jenis Konflik Pekerjaan-Keluarga Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) terdapat tiga jenis konflik pekerjaan-keluarga. Pertama adalah time-based conflict, konflik pekerjaan
Universitas Esa Unggul
18 keluarga dapat mempengaruhi waktu seseorang. Waktu yang dihabiskan untuk kegiatan dalam satu peran tidak dapat digunakan untuk kegiatan dalam peran lain. Waktu berhubungan dengan jumlah jam bekerja setiap minggunya, sistem shift kerja, jadwal bekerja yang tidak fleksibel, jumlah dan frekuensi lembur, serta ketidakaturan dalam pengaturan jam kerja. Dengan kata lain, waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga). Selanjutnya adalah strain-based conflict, bentuk kedua konflik pekerjaan-keluarga ini melibatkan ketegangan peran. Strain-based conflict terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran (keluarga atau pekerjaan) mempengaruhi kinerja peran yang lainnya (pekerjaan atau keluarga). Hal ini berhubungan dengan ketidakjelasan peran dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, stres dalam pekerjaan, serta kurangnya dukungan dari atasan. Jenis konflik pekerjaan-keluarga yang ketiga adalah behavior-based conflict,
pola
perilaku
dalam
peran
tertentu mungkin tidak sesuai dengan harapan mengenai perilaku dalam peran lain. Behavior-based conflict berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian peran (pekerjaan atau keluarga). Misalnya berhubungan dengan harapan atasan terhadap tingkah laku karyawan untuk bersikap inisiatif, kreatif, agresif, objektif, dan menjaga kerahasiaan dalam peran pekerjaan.
2.3. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan cerminan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan
kerja berperan penting dalam mendukung
terciptanya tujuan perusahaan. Kepuasan kerja mampu merangsang semangat dan loyalitas karyawan dalam pekerjaannya. Menurut Luthans (2006) kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting bagi mereka. Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi
Universitas Esa Unggul
19 pekerjaan
dari organisasi tempat mereka bekerja (Tangkilisan, 2005)
dalam (Hidayati, 2015). Menurut Robbins dan Judge (2001), kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, dimana ada perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya. Kepuasan kerja merupakan dambaan setiap individu yang sudah bekerja. Masing-masing karyawan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai dengan nilai yang dianutnya. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan karyawan tersebut maka semakin tinggi pula kepuasan yang dirasakan, demikian pula sebaliknya. Furnham
et al. (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
sejauh mana mereka merasa puas terhadap pekerjaan mereka. Sopiah (2008) memaparkan beberapa pengertian kepuasan kerja yaitu kepuasan kerja merupakan suatu tangapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka berarti karyawan tidak puas. Handoko (2000) dalam Hasan (2012) kepuasan kerja adalah keadaan emosional menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana para pegawai memandang pekerjaan mereka. Sikap senang dan tidak senang terhadap pekerjaan dan lingkungan pekerjaan akan tercermin dari perilakunya dalam melaksanakan pekerjaan. Definisi kepuasan kerja menurut Mangkunegara (2005) dalam Yaqin ( 2013) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sesuatu yang menyokong dari karyawan yang berhubungan dengan maupun kondisi
pekerjaannya
kerjanya. Dalam hal ini respon emosional dari karyawan
baik dari lingkungan tempat kerjanya maupun kondisi pekerjaannya meyebabkan tingkat kondisi kepuasan karyawan. Banyaknya pendapat para ahli mengenai kepuasan kerja menunjukkan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek
Universitas Esa Unggul
20 pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Artinya, kepuasan
kerja
seorang
karyawan
tidak
dapat
dilihat
secara
keseluruhannya, harus dilihat lebih detail mengenai hal-hal yang lebih spesifik bagian per bagian dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya.
2.3.1 Teori Kepuasan Kerja Menurut Wexley dan Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja ada
tiga
macam.
Pertama,
teori
perbandingan
intrapersonal
(discrepancy theory). Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar. Teori yang kedua teori keadilan (equity theory). Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun ditempat lain. Ketiga, teori dua faktor (two factor theory). Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu satisfier atau motivators dan dissatisfier atau hygiene factors. Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang merupakan sumber dari kepuasan seperti pekerjaan yang menarik penuh tantangan, kesempatan untuk berprestasi, kesempatan untuk memperoleh penghargaan dan promosi. Dissatisfier adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan seperti gaji/upah, pengawasan,
Universitas Esa Unggul
21 hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Jika tidak terpenuhi maka karyawan akan menjadi tidak puas.
2.3.2. Faktor-Faktor Yang Menentukan Kepuasan Kerja Menurut Kreitner dan Kinicki (2003) dalam Junita (2012) faktorfaktor penentu kepuasan kerja diantaranya adalah gaji, kondisi kerja dan hubungan kerja (atasan dan rekan kerja). Gaji/upah merupakan fungsi dari jumlah absolut yang di terima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan bagaimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, uang juga merupakan simbol dari pencapaian, keberhasilan dan pengakuan/penghargaan. Berdasarkan pandangannya, orang yang menerima gaji yang dipersepsikan terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami ketidakpuasan. Jika gaji dipersepsikan adil berdasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu maka akan ada kepuasan kerja. Faktor kedua adalah kondisi kerja yang menunjang. Bekerja dalam ruangan atau tempat kerja yang tidak menyenangkan akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu perusahaan harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhankebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja. Ketiga adalah hubungan kerja. Hubungan kerja terbagi dua yaitu hubungan dengan rekan kerja dan hubungan dengan atasan. Hubungan dengan rekan kerja, dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka seperti harga diri, aktualisasi diri dapat dipenuhi dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka. Hubungan dengan atasan, kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah tenggang rasa. Hubungan seorang atasan dengan pegawai/karyawan suatu penunjang motivasi tersendiri dalam menumbuhkan kepuasan kerja di dalam perusahaan tersebut, karena jika atasan dan bawahan tidak saling sinkron maka kepuasan kerja tersebut tidak akan terjadi. Hal ini dapat
Universitas Esa Unggul
22 berdampak pada kinerja karyawan karena merasa tidak puas sehingga dalam melakukakan suatu pekerjaan tidak dengan sungguh-sungguh. Castillo dan Cano (2004) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Pertama, pengakuan (recognition) yaitu tindakan berupa pujian ataupun sikap menyalahkan yang disampaikan oleh atasan, rekan sejawat, manajemen, klien, dan atau masyarakat umum. Kedua, pencapaian (achievement), yaitu segala upaya yang dilakukan untuk meraih keberhasilan termasuk mengambil sikap atas kegagalan yang terjadi. Faktor yang ketiga adalah kesempatan berkembang (possibility of growth), yaitu adanya kesempatan untuk berkembang yang tercermin
dari perubahan status, sehingga karyawan akan merasa
diperhatikan dan akan semangat dalam bekerja. Selanjutnya faktor keempat adalah kemajuan (advancement), yaitu perubahan nyata yang terjadi pada status pekerjaan. Hal ini dilakukan oleh karyawan sehubungan dengan perkembangan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, Kelima, gaji (salary), yaitu konsekuensi dari kompensasi yang memainkan peran utama. Hal ini langsung dirasakan oleh karyawan sehingga gaji dianggap hal yang penting dalam segi kepuasan karyawan. Faktor yang keenam adalah hubungan antar pribadi (interpersonal relations), yaitu adalah hubungan yang terjalin antara atasan, bawahan, dan rekan sejawat hal ini juga menjadi faktor penyebab kepuasan dan ketidakpuasan. Diharapkan hubungan antar pribadi dapat menjadi jembatan karyawan dalam menyampaikan kepuasan atau ketidakpuasan dalam bekerja. Ketujuh, pengawasan (supervision), yaitu kemampuan pengawas dalam mendelegasikan tanggung jawab dan membimbing bawahan. Ini biasanya dilakukan oleh pimpinan yang memegang tanggung jawab dalam penyelesaian pekerjaan akhir. Faktor kedelapan yaitu tanggung jawab (responsibility), yaitu kepuasan yang timbul berasal dari adanya kendali dan tanggung jawab yang diberikan dalam suatu pekerjaan. Kesembilan
adalah
administrasi
dan
kebijakan
(policy
and
administration), yaitu tindakan dimana beberapa aspek atau secara keseluruhan dampak pada kepuasan kerja. Faktor penentu kepuasan kerja
Universitas Esa Unggul
23 yang terakhir adalah kondisi kerja (working condition), yaitu berhubungan dengan kondisi kerja secara fisik seperti fasilitas kerja dan kualitas pekerjaan. Menurut Smith, Kendall dan Hulin (1969) dalam Luthans (2006) ada beberapa dimensi
kepuasan
kerja
yang
dapat digunakan untuk
mengungkapkan karakteristik penting mengenai pekerjaan, dimana orang dapat
meresponnya. Dimensi itu adalah pertama, pekerjaan itu sendiri
(work it self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sulit atau tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan
pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi
kepuasan kerja. Kedua, atasan (supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. Faktor yang ketiga adalah teman sekerja (workers), merupakan faktor yang berkaitan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Faktor berikutnya adalah promosi (promotion), merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Terakhir adalah faktor gaji/upah (pay), m erupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak. Menurut Sopiah (2008), faktor-faktor berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah promosi, gaji, pekerjaan itu sendiri, supervisi, teman kerja, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi/kebijakan perusahaan, komunikasi, tanggung jawab, pengakuan, prestasi kerja, kesempatan untuk berkembang. Hasibuan (2009) menyebutkan faktor–faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain balas jasa yang adil dan layak, komunikasi yang tepat sesuai dengan keahlian, berat ringannya pekerjaan, suasana dan lingkungan kerja, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan,sikap pimpinan dalam kepemimpinannya,dan sikap pekerjaan. Selanjutnya Siagian (2000) menyatakan faktor penentu kepuasan kerja antara lain kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, sejauh mana
Universitas Esa Unggul
24 pekerja memberikan kesempatan, belajar dan kesempatan menerima tanggung jawab, kemudian kepuasan terhadap penyelia (supervisor), sejauh mana kemampuan teknis dalam manajerial penyelia dapat memberikan pengarahan dan perhatian terhadap karyawan. Selain itu kepuasan terhadap promosi yaitu sejauh mana suatu pekerjaan memungkinkan untuk memberikan promosi dan kemajuan bagi karyawan yang bersangkutan serta adanya kepuasan terhadap kompensasi financial dimana seseorang akan merasa puas apabila merasakan penghargaan yang diterima adalah wajar dan sesuai dengan upaya kerja yang dilakukan serta sesuai dengan apa yang dilakukan oleh rekan sekerjanya.
2.4 Komitmen Organisasional Komitmen organisasional dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi yang menunjukkan individu sangat memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi mencapai tujuannya. Komitmen organisasional didefinisikan sebagai
kekuatan
yang
bersifat
relatif
dari
individu
dalam
mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi, yang dicirikan oleh penerimaan nilai dan tujuan organisasi, kesediaan berusaha demi organisasi dan keinginan mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. (Robbins dan Judges, 2001) dalam (Tania dan Sutanto, 2013). Spector, et al (2000) dalam Hidayati (2015) menyatakan bahwa komitmen
organisasional
menggambarkan
sejauh
mana
individu
mengidentifikasikan dirinya dan dilibatkan dengan organisasinya dan tidak ingin meninggalkan organisasinya. Mathis dan Jackson (2000) dalam Sopiah (2008) mengartikan komitmen organisasi sebagai derajat yang mana karyawan percaya
dan
menerima
tujuan organisasi dan akan tetap
tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Hal tersebut juga merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi sehingga bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi.
Universitas Esa Unggul
25 Mowday (1989) dalam Hasan (2012) komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi, identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi, serta
keinginan
keanggotaanya
anggota
organisasi
untuk
tetap
mempertahankan
dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi
pencapaian tujuan organisasi. Sopiah (2008) menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai–nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Spector (1997) dalam Puspitawati (2013) menyebutkan dua perbedaan konsep tentang komitmen organisasional. Pertama, pendekatan pertukaran (exchange approach) dimana komitmen pada organisasi sangat ditentukan oleh pertukaran kontribusi yang dapat diberikan perusahaan terhadap anggota dan anggota terhadap organisasi, sehingga semakin besar kesesuaian pertukaran yang disadari pandangan anggota maka semakin besar pula komitmen mereka pada organisasi. Kedua, pendekatan psikologis, dimana pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang bersifat aktif dan positif dari anggota terhadap organisasi, yakni sikap atau pandangan terhadap organisasi tempat kerja yang akan menghubungkan dan mengaitkan keadaan seseorang dengan organisasi.
2.4.1 Bentuk-Bentuk Komitmen Organisasional Kanter (1989) dalam dari Sopiah (2008) mengemukakan adanya tiga bentuk komitmen organisasional. Pertama, komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi. Kedua, komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen
Universitas Esa Unggul
26 anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat dan ketiga komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma organisasi yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkan. Allen dan Meyer (1990)
merumuskan
tiga
dimensi komitmen
organisasional. Dimensi yang pertama adalah komitmen afektif (affective commitment). Komitmen ini berkaitan
dengan
hubungan emosional
anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan tersebut. Komitmen afektif terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional. Dimensi yang kedua adalah komitmen berkelanjutan (continuance commitment) yaitu berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut. Komitmen berkelanjutan muncul apabila karyawan tetap bertahan dalam suatu organisasi kerena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Ketiga adalah dimensi komitmen normatif (normative commitment) menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada
dalam
organisasi.
Anggota
organisasi
dengan
normative
commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Universitas Esa Unggul
27 2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional Porter et al. (1973) dalam Tobing (2009) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai kekuatan relatif individu terhadap suatu organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor psikologis: (1) keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu; (2) keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi; dan (3) kepercayaan yang pasti dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Tinggi rendahnya komitmen organisasi
seorang
pegawai
tentu
ada
faktor
yang
mempengaruhinya, Sopiah (2008) mengemukakan ada lima faktor yang mempengaruhi terhadap komitmen organisasi. Faktor yang pertama adalah budaya
keterbukaan,
perusahaan
dan
karyawan
harus
saling mendukung dan terbuka dalam urusan pekerjaan sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam bekerja. Faktor selanjutnya adalah kepuasan, perusahaan harus dapat memenuhi segala kebutuhan karyawan dalam
bekerja
agar
karyawan
dapat
bekerja
dengan
baik dan
memberikan hasil yang terbaik untuk perusahaan. Ketiga, kesempatan personal untuk berkembang, karyawan harus mempunyai keinginan dan kemauan
untuk
mengembangkan
dirinya
dengan
memanfaatkan
kesempatan untuk mengembangkan karir maupun pendidikan yang diberikan perusahaan. Kemudian faktor yang keempat adalah disiplin, karyawan harus disiplin pada dirinya dan tugas-tugasnya agar dapat menghasilkan kinerja yang optimal. Terakhir, penghargaan kerja yang sesuai, perusahaan harus memberikan penghargaan yang sesuai terhadap kinerja yang dihasilkan karyawan, agar karyawan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Steers dan Porter (1991) dalam Puspitawati (2013) menyimpulkan ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi. Pertama adalah faktor personal yang meliputi job satisfaction, psychological contract, job choice factors, karakteristik personal. Semua Universitas Esa Unggul
28 faktor personal ini akan membentuk komitmen awal. Selanjutnya faktor yang kedua adalah faktor organisasi, meliputi initial works experiences, job scope, supervision, goal consistency organizational. Semua faktor ini akan membentuk atau memunculkan tanggung jawab. Ketiga, nonorganizational factors, yang meliputi availability of alternative jobs. Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif pekerjaan lain.
.
Universitas Esa Unggul
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Kerangka konseptual penelitian ini akan melihat hubungan konflik pekerjaan-keluarga terhadap kepuasan kerja, kemudian melihat hubungan kepuasan kerja yang dipengaruhi oleh variabel konflik pekerjaan-keluarga terhadap komitmen organisasional. Penelitian ini juga melihat hubungan secara
langsung
konflik
pekerjaan-keluarga
terhadap
komitmen
organisasional. Konflik pekerjaan-keluarga pada prinsipnya adalah adanya benturan kepentingan antara tanggung jawab pekerjaan dan tanggung jawab terhadap keluarga. Fokus terhadap masalah pekerjaan saja tentunya akan berdampak pada masalah keluarga begitu pula sebaliknya. Masalah yang paling sering dihadapi adalah seperti fleksibilitas waktu kerja, jam lembur yang padat, tuntutan pekerjaan, jarak antara tempat tinggal dan kantor, keberadaan anak dan tidak adanya asisten rumah tangga di rumah dapat memicu konflik.
Hal tersebut tentunya akan mengakibatkan rendahnya
kepuasaan kerja, meningkatnya absensi,
menurunkan motivasi karyawan
dalam jangka waktu tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa konflik pekerjaankeluarga memiliki pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja artinya, semakin banyaknya konflik pekerjaan-keluarga karyawan maka kepuasan kerja akan semakin rendah. Konflik pekerjaan-keluarga juga mempunyai hubungan kuat dengan komitmen organisasional. Konflik pekerjaan-keluarga akan mempengaruhi komitmen organisasional seorang karyawan, dapat tercermin dalam banyaknya absen, tidak fokus dalam menyelesaikan pekerjaan, ada rasa tidak peduli terhadap kemajuan dan masa depan organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap komitmen organisasional. Artinya, semakin banyak konflik pekerjaan-keluarga yang terjadi maka komitmen organisasional karyawan juga akan semakin menurun.
29
30 Kepuasan kerja juga merupakan tanda awal dari adanya komitmen organisasional. Komitmen organisasional akan tumbuh apabila harapan kerja dapat terpenuhi dengan baik oleh organisasi. Kemudian dengan terpenuhinya harapan kerja maka akan memunculkan rasa kepuasan kerja. Terlihat jelas bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang kuat dengan komitmen organisasional. Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap komitmen organisasional artinya semakin besar kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan maka komitmen organisasionalnya juga semakin tinggi. Dengan kata lain apabila kepuasan kerja karyawan meningkat maka komitmen organisasional karyawan akan meningkat. Hal ini ada semacam hubungan timbal balik dari sisi kepuasan dengan komitmen organisasional. Berdasarkan uraian diatas
maka dapat digambarkan model kerangka
konseptual penelitian seperti pada gambar 3.1.
Komitmen Organisasional
Konflik Pekerjaaan-Keluarga
Kepuasan Kerja
Gambar 3.1 Model Kerangka Konseptual 3.2. Hipotesis Penelitian 3.2.1. Hubungan Antara Konflik Pekerjaan-Keluarga Dengan Kepuasan Kerja Konflik pekerjaan-keluarga dihubungkan
dengan
penurunan
kepuasan kerja, penyesuaian kehidupan keluarga yang rendah, penurunan kepuasan dalam karir dan keluarga dan meningkatnya tekanan hidup. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh seseorang, yaitu waktu yang dipergunakan untuk pekerjaan seringkali berakibat terbatasnya waktu untuk keluarga atau sebaliknya. Ketegangan dalam suatu peran yang Universitas Esa Unggul
31 akhirnya mempengaruhi kinerja peran yang lain sehingga dibutuhkan penyeimbangan peran dalam pekerjaan dan keluarga untuk mencapai suatu kepuasan. Kepuasan kerja merupakan masalah yang secara umum dapat dihasilkan dalam pengujian konflik pekerjaan-keluarga yang menimbulkan ketidakpuasan dalam pekerjaan (Latifah, 2008) Penelitian yang dilakukan oleh Nanda dan Utama (2015) dan Narayana dan Savarimuthu (2014), Hassan et al. (2014) menunjukkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rathi dan Barath dalam Srimulyani dan Prasetian (2014) menunjukkan hasil bahwa semakin tinggi konflik pekerjaan-keluarga yang dialami, maka semakin rendah kepuasan kerja
yang
dirasakan.
Sebaliknya semakin rendah tekanan pekerjaan dan keluarga yang dirasakan seseorang maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, atau sebaliknya. Penelitian Kossek dan Ozeki (1998) dalam Rantika dan Sunjoyo (2011) semakin memantapkan bahwa semua dimensi konflik pekerjaan-keluarga mengurangi bentuk kepuasan hidup termasuk kepuasan kerja. Hubungan negatif antara konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja dipertegas oleh pernyataan Abbott et al. dalam Agustina (2006) dalam Rantika dan Sunjoyo (2011) bahwa
konflik antara
tanggung jawab pekerjaan dan keluarga mengakibatkan
rendahnya
kepuasaan kerja, meningkatnya absensi, menurunkan motivasi karyawan dan dalam jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan turnover karyawan yang meningkat. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah: H1 : Konflik pekerjaan-keluarga yang tinggi akan menurunkan kepuasan kerja.
3.2.2. Hubungan Antara Konflik Pekerjaan-Keluarga Dengan Komitmen Organisasional Konflik pekerjaan-keluarga yang tinggi bagi seorang karyawan akan menurunkan komitmennya terhadap organisasi karena adanya tuntutan
Universitas Esa Unggul
32 yang tinggi dari keluarga sehingga terpaksa mengutamakan keluarga daripada pekerjaan (Arizal et al., 2014). Konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Penelitian Akintayo (2010) menemukan bahwa konflik pekerjaan-keluarga mempengaruhi
secara
negatif
dan
signifikan
terhadap
komitmen
organisasional dan terdapat perbadaan pengaruh antara responden pria dan wanita. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nart dan Batur (2013) menemukan konflik pekerjaan-keluaarga memiliki pengaruh parsial terhadap komitmen organisasional. Dalam penelitian ini konflik pekerjaan keluarga berpengaruh negatif terhadap komitmen nomatif dan komitmen berkelanjutan, sementara pengaruh konflik pekerjaan-keluarga terhadap komitmen afektif tidak ditemukan. Penelitian yang dilakukan oleh Malik et al. (2015) mengemukakan bahwa konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif signifikan bagi komitmen organisasional dan efektivitas organisasi. Disarankan bahwa manajer organisasi harus mempertimbangkan faktorfaktor konflik pekerjaan-keluarga dalam pembuatan kebijakan dan harus mengambil langkah-langkah yang tepat yang wajar untuk meningkatkan komitmen organisasional dan efektivitas organisasi. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian terdahulu maka hipotesis kedua yang diajukan adalah : H2 : Konflik pekerjaan-keluarga yang tinggi akan menurunkan komitmen organisasional.
3.2.3. Hubungan
Antara
Kepuasan
Kerja
Dengan
Komitmen
Organisasional Menurut Griffin dan
Ebert
(1996) dalam Srimulyani dan
Prasetian (2014) ada pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen dan produktivitas, bahwa bila dibandingkan dengan para pekerja yang tidak puas, karyawan yang puas lebih berkomitmen dan setia. Sebuah penjelasan logis
bahwa komitmen organisasional merupakan hasil positif dari
kepuasan kerja. Berbagai indikator kepuasan kerja seperti kepuasan dengan gaji, rekan kerja, supervisi, dan bekerja sendiri dibutuhkan oleh
Universitas Esa Unggul
33 para pekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Ketika kebutuhan karyawan terpenuhi, maka ada kemungkinan bahwa tingkat komitmen organisasional yang didedikasikan akan menjadi tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan Arizal et al. (2014) yang mengukur kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional pada profesi perawat ditemukan bahwa terdapat pengaruh positif antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasional. Penelitian yang dilakukan oleh Chiun-Lo dan Ramayah (2011) dalam Srimulyani dan Prasetian (2014) didapatkan temuan bahwa dengan dilakukan mentoring yang baik pada pekerjaan itu sendiri, promosi,
supervisi pimpinan, dan kelompok kerja akan menimbulkan
kepuasan kerja dan kepercayaan diri kepada pegawai. Karyawan yang puas akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi, punya sikap yang lebih menyenangkan terhadap pekerjaan dan organisasi, menjadi lebih sabar, lebih mungkin membantu rekan kerjanya, mempunyai keinginan yang lebih besar untuk tidak meninggalkan pekerjaannya dibandingkan karyawan yang tidak puas. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dijabarkan diatas, maka hipotesis ketiga yang diajukan adalah : H3: Kepuasan kerja yang tinggi akan meningkatkan komitmen organisasional. Ketiga hipotesis yang diajukan dan dijabarkan diatas membentuk model kerangka konseptual penelitian ini seperti pada gambar 3.2.
H2 Komitmen Organisasional
Konflik Pekerjaaan-Keluarga
H1
H3
Kepuasan Kerja
Gambar 3.2 Model Kerangka Konseptual dengan Hipotesis
Universitas Esa Unggul
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini maka desain penelitian ini adalah desain kausal. Menurut Umar (2008) bahwa penelitian dengan desain kausal adalah penelitian yang berguna untuk menganalisa hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Sifat hubungan-hubungan yang mungkin terjadi antara variabel-variabel yang diteliti adalah simetris, asimetris dan timbal balik.
4.2. Definisi Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang atau objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu (Sugiyono, 2004). Berdasarkan tinjauan pustaka dan perumusan hipotesis, maka variabel-variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel exogen dan variabel endogen. Variabel exogen disebut juga sebagai variabel bebas atau independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel exogennya adalah konflik pekerjaan-keluarga. Variabel endogen disebut juga variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (independen). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel endogennya adalah kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Operasionalisasi variabel dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk memudahkan
dan
mengarahkan
penyusunan
kuesioner.
Adapun
operasionalisasi dari variabel tersebut adalah sebagai berikut:
4.2.1 Variabel Konflik Pekerjaan-Keluarga Dalam penelitian ini variabel konflik pekerjaan-keluarga akan diukur menggunakan indikator konflik pekerjaan-keluarga menurut
34
35 Netemeyer et al. (1996) yang terdiri dari lima indikator. Masing-masing indikator diwakili oleh satu pertanyaan. Tabel 4.1 Operasionalisasi Variabel Konflik Pekerjaan-Keluarga
VARIABEL
INDIKATOR
Konflik pekerjaankeluarga
1.
Tuntutan pekerjaan
OPERASIONALISASI 1.
1. Tuntutan pekerjaan mengganggu kehidupan rumah tangga dan keluarga saya
2. Jumlah jam kerja yang banyak
2. Waktu yang saya gunakan untuk pekerjaan membuat saya sulit untuk memenuhi tanggung jawab keluarga
3. Kurangnya kebersamaan keluarga
3. Hal-hal yang ingin saya lakukan di rumah tidak dapat saya kerjakan karena waktu dan tuntutan pekerjaan saya
4. Tugas keluarga yang tidak selesai
4. Tekanan dalam pekerjaan membuat saya sulit memenuhi tugas tugas dalam keluarga
5. Aktifikas keluarga terganggu
5. Karena pekerjaan saya, terkadang saya harus membuat perubahan rencana untuk aktifitas keluarga
4.2.2 Variabel Kepuasan Kerja Pada penelitian ini variabel kepuasan kerja diukur menggunakan indikator kepuasan kerja menurut Smith, Kendall dan Hulin (1969) dalam Rachel, Andy dan Edwin (2008) yang terdiri dari lima indikator. Setiap indikator dalam variabel kepuasan kerja diwakili oleh satu pertanyaan.
Universitas Esa Unggul
36 Tabel 4.2 Operasionalisasi Variabel Kepuasan kerja
VARIABEL Kepuasan Kerja
INDIKATOR 1. 1. Puas dengan sifat pekerjaan 2. Peluang promosi
2. Saya merasa puas dengan peluang promosi jabatan yang ada di organisasi/perusahaan ini
3. Gaji
3. Saya merasa puas dengan gaji yang diberikan oleh organisasi/perusahaan ini
4. Pengawasan
4. Saya merasa puas dan nyaman dengan pengawasan dilakukan oleh pimpinan di organisasi/perusahaan ini 5. Saya puas dengan kondisi hubungan sesama karyawan yang bekerja organisasi/perusahaan ini
5. Hubungan rekan kerja
4.2.3
OPERASIONALISASI 1. Saya merasa puas dengan sifat pekerjaan di organisasi/perusahaan ini.
Variabel Komitmen Organisasional Dalam penelitian ini akan mengukur komitmen organisasional dengan menggunakan dimensi dari Allen, Meyer dan Smith (1993) yang mana dimensinya meliputi: (1) affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional; (2) continuance commitnent, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungankeuntungan lain atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain; dan (3) normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Universitas Esa Unggul
37 Tabel 4.3 Operasionalisasi Variabel Komitmen Organisasional
DIMENSI 1.Komitmen afektif
INDIKATOR 1.Kebermaknaan terhadap organisasi
OPERASIONALISASI 1. Saya akan sangat senang untuk menghabiskan sisa karir saya dengan organisasi ini. 2. Saya benar-benar merasa seolah-olah masalah organisasi ini adalah masalah saya sendiri. 3. Saya merasakan rasa yang kuat "milik" untuk organisasi saya. 4. Saya merasa "emosional" untuk organisasi ini. 5. Saya merasa seperti "bagian dari keluarga" di organisasi tempat saya bekerja. 6. Organisasi ini memiliki banyak makna pribadi bagi saya.
2.Komitmen berkelanjutan
1.Kerugian meninggalkan organisasi.
7. Sekarang, tinggal dengan organisasi saya adalah masalah kebutuhan sebanyak keinginan. 8. Akan sangat sulit bagi saya untuk meninggalkan organisasi saya sekarang, bahkan jika saya ingin. 9. Kebutuhan hidup saya akan baik-baik saja jika saya meninggalkan organisasi ini. 10 .Saya merasa bahwa saya memiliki terlalu sedikit pilihan untuk mempertimbangkan meninggalkan organisasi ini. 11. Saya menaruh harapan besar pada organisasi ini, jika tidak saya akan mempertimbangkan di tempat lain. 12. Jika saya meninggalkan organisasi saat ini, akan terlalu banyak konsekuensinya.
Universitas Esa Unggul
38
DIMENSI 3.Komitmen normatif
INDIKATOR 1.Kesediaan untuk berusaha demi organisasi.
OPERASIONALISASI 13. Saya merasa berkewajiban untuk tetap dengan atasan saya saat ini. 14. Bahkan jika ada hal lain yang menguntungkan, saya tidak akan meninggalkan organisasi saat ini. 15. Saya akan merasa bersalah jika saya meninggalkan organisasi saya sekarang. 16. Organisasi ini layak untuk kesetiaan saya. 17. Saya tidak akan meninggalkan organisasi saya sekarang karena saya memiliki rasa kewajiban untuk orang-orang didalamnya. 18. Saya berhutang banyak kepada organisasi saya.
4.2.4 Metode Pengukuran Untuk mengukur variabel pada penelitian ini digunakan skala likert dengan interval 1 sampai dengan 5 dengan kriteria sebagai berikut: 1) Sangat setuju, diberi skor 5 2) Setuju, diberi skor 4 3) Antara setuju dan tidak setuju , diberi skor 3 4) Tidak setuju, diberi skor 2 5) Sangat tidak setuju, diberi skor 1
4.3 Jenis Penelitian dan Sumber Data Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk katakata yang disusun dalam kalimat, misalnya kalimat pertanyaan-pertanyaan dalam sebuah angket survey. Data yang dipergunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah jenis data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara maupun kuesioner. Data tersebut
Universitas Esa Unggul
39 diperoleh dari jawaban dari responden yaitu karyawan tetap yang bekerja pada Universitas Esa Unggul. Data sekunder adalah jenis data yang telah dikumpulkan terlebih dahulu oleh pihak-pihak terkait antara lain studi dan kepustakaan.
4.4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010). Kuesioner didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan semua responden dapat menjawab semua pertanyaan. Kuesioner yang dibagikan disertai surat permohonan pengisian kuesioner dan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Skala yang digunakan dalam kuesioner adalah skala likert dengan jawaban bertingkat dalam lima kategori mulai dari penilaian sangat setuju sampai penilaian yang sangat tidak setuju.
4.5. Populasi dan Sampel Populasi didefinisikan sebagai keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini populasi adalah seluruh karyawan tetap yang bekerja di Universitas Esa Unggul. Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi. Sesuai dengan alat analisa yang akan digunakan yaitu Structural Equation Model (SEM) maka penentuan jumlah sampel minimum yang representatif. Menurut Hair et al. (2008) adalah harus memiliki jumlah sampel lima kali jumlah pertanyaan yang dianalisis. Pada kuesioner penelitian ini terdapat 28 pertanyaan, dengan demikian minimum jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 140 responden. Pada penelitian ini jumlah responden yang diambil sebanyak 150 karyawan tetap di Universitas Esa Unggul.
Universitas Esa Unggul
40
4.6 Uji Validitas Uji validitas adalah suatu alat ukur yang dapat menunjukan seberapa jauh alat ukur tersebut dapat mengukur segala sesuatunya yang dapat diukur (Umar, 2010). Secara garis besar kadar validitas dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu validitas yang pertimbangannya melalui analisis rasional dan berdasarkan analisis data empirik. Pengukuran validitas dilakukan dengan menganalisis faktor. Analisis faktor merupakan salah satu teknik statistic multivariate. Tujuannya adalah untuk mengelompokkan data menjadi beberapa kelompok sesuai dengan saling korelasi antar variabel. Pada aplikasi penelitian, analisis faktor dapat digunakan untuk mengetahui pengelompokkan individu sesuai dengan karakteristiknya, maupun untuk menguji validitas konstruk. Analisis faktor dapat mengungkapkan karakteristik tersamar yang dimiliki oleh setiap unit observasi dari sejumlah besar maupun setiap kumpulan variabel. Karakteristik tersamar tersebut berupa besarnya pengaruh setiap faktor dalam suatu dimensi baru yang disebut faktor. Faktorfaktor dibentuk dengan mereduksi keseluruhan kompleksitas dari data dengan memanfaatkan interkorelasi dari variabel, sebagai hasilnya akan diperoleh faktor-faktor yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah variabel awalnya. Faktor pertama merupakan kombinasi yang melibatkan jumlah variabel sampel yang besar dan begitu seterusnya sampai pada jumlah varian sampel yang terkecil. Proporsi variabel yang tergabung pada suatu faktor disebut komunalitas (communalities). Communalities menunjukkan sumbangan efektif tiap item terhadap faktor yang terbentuk. Communalities juga menunjukkan beberapa varian yang dapat dijelaskan oleh faktor yang diekstrak. Cara memperolehnya adalah korelasi pangkat dua. Setiap variabel korelasi dengan faktor-faktor yang diekstrak kalau korelasi tersebut dipangkat dua. Maka diperoleh communalities. Barlet test of sphericity dilakukan untuk menguji apakah ada korelasi diantara variabel-variabel. Kaiser Mesyer Olkin (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan pengambilan sampel. Measure Sampling Adequacy Universitas Esa Unggul
41 (MSA) digunakan untuk memperhitungkan kecukupan penggunaan analisis faktor. Nilai KMO yang kecil memperlihatkan bahwa analisis faktor tidak dapat digunakan, karena korelasi antara pasangan-pasangan variabel tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya. Bila KMO dibawah 0,5 maka analisa faktor tidak dapat digunakan atau tidak diterima. Sedangkan nilai KMO yang dapat diterima adalah nilai di atas 0,5 yaitu 0,6 hingga 0,8. Nilai KMO 0,9 menunjukkan nilai yang sangat memuaskan, sedangkan nilai dibawah 0,5 maka analisa faktor tidak dapat diterima (Malhotra, 2004). 4.7 Uji Reliabilitas Reliable adalah instrumen yang jika digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2004). Koefisien Alpha Cronbach (Cα) merupakan statistik yang paling umum digunakan untuk menguji reliabilitas suatu instrumen penelitian. Suatu instrumen penelitian diindikasikan memiliki tingkat reliabilitas memadai jika koefisien Alpha Cronbach lebih besar atau sama dengan 0,70 (Hair et al. 2008).
Sumber : (Azwar, 2003) dimana : k
= jumlah item = jumlah varian tiap item pertanyaan = varian skor total Koefisien Alpha Cronbach merupakan rata-rata dari semua koefisien
belah dua (split-half) yang mungkin dibuat dari suatu alat ukur. Reabilitas berkaitan dengan konsistensi suatu indikator. Dalam uji reabilitas, dengan melihat nilai alpha maka dapat diketahui tingkat konsistensi antar indikator yang digunakan. Reliabilitas menunjuk kepada suatu pengertian bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur atas variabel-variabel yang diteliti.
Universitas Esa Unggul
42 Tabel 4.4 Nilai Reliabilitas 0,0 – 0,2 0,21 – 0,4 0,41 – 0,6 0,61 – 0,8 0,81 – 1,0
Sangat tidak Reliabel Tidak Reliabel Cukup Reliabel Reliabel Sangat Reliabel
4.8. Metode Analisis Data dengan Structural Equation Model Pengujian
terhadap
model
penelitian
dilakukan
dengan
menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) selain itu dikenal sebagai Analysis of Moment Structures. Analisis statistik ini digunakan untuk mengestimasi beberapa regresi yang terpisah tapi saling berhubungan secara bersamaan (simultaneously). Berbeda dengan analisis regresi, dalam SEM bisa terdapat beberapa variabel dependen, dan variabel dependen ini bisa menjadi variabel independen bagi variabel dependen yang lain. Menurut Hair et al. (2008), SEM adalah sebuah teknik statistik multivariat yang menggabungkan aspek-aspek dalam regresi berganda (yang bertujuan untuk menguji hubungan dependen) dan analisis faktor (yang menyajikan unmeasured concepts factors with multiple variables) yang dapat digunakan untuk memperkirakan serangkaian hubungan dependen yang saling mempengaruhi secara bersama-sama. Teknik pengolahan data structural equation modeling (SEM) dengan metode penelitian
ini.
confirmatory factor analysis (CFA) digunakan dalam Variable-variabel
teramati
(indikator-indikator)
menggambarkan satu variabel laten tertentu (latent dimension). Sebagai suatu metode pengujian yang menggabungkan faktor analisis, analisis lintasan dan regresi. SEM lebih merupakan metode confirmatory daripada explanatory, yang bertujuan mengevaluasi proposed dimensionally yang diajukan dan yang berasal penelitian sebelumnya. Dengan pemahaman ini, SEM dapat digunakan sebagai alat untuk mengkonfirmasi pre-knowledge yang telah diperoleh sebelumnya.
Universitas Esa Unggul
43 Pendekatan yang dilakukan untuk mengestimasi parameter model SEM terbagi menjadi dua yaitu: 1. Struktural Model (Model Struktural). Disebut juga latent variabel relationship. Persamaan umumnya adalah: 2. CFA Analisis (Confirmatory Factor Analysis) sebagai measurement model (model pengukuran) terdiri dari dua jenis pengukuran, yaitu: a.
Model pengukuran untuk variabel eksogen (variabel bebas) Persamaan umumnya: x
b.
Model pengukuran untuk variabel endogen (variabel tak bebas) y Persamaan diatas digunakan dengan asumsi: 1)
tidak berkorelasi dengan
2)
tidak berkorelasi dengan
3)
tidak berkorelasi dengan
4)
, , tidak saling berkorelasi (mutually uncorreclated)
5)
- adalah non singular
Notasi-notasi itu memiliki arti sebagai berikut: y = vektor variabel endogen yang dapat diamati x = vektor variabel eksogen yang dapat diamati = vektor random dari variabel laten endogen = vektor random dari variabel laten eksogen = vektor kekeliruan pengukuran dalam y = vektor kekeliruan pengukuran dalam x y = matriks koefisien regresi y atas x = matriks koefisien regresi y atas = matriks koefisien variabel dalam persaman struktural
Universitas Esa Unggul
44 = matriks koefisien variabel dalam persaman struktural = vektor kekeliruan persamaan dalam hubungan structural antara dan
Validitas dari indikator yang dipakai untuk mengukur konstruk dari model pengukuran dapat dilihat dari angka pengolahan data menggunakan LISREL 8.51. Indikator yang dipakai haruslah memiliki nilai t yang lebih besar dari 1,6 dan nilai faktor standarnya (standardized factor) lebih besar atau sama dengan 0,5. Sedangkan reliabilitas komposit variabel konstruk dari model pengukuran yang digunakan dapat dilihat dari besaran construct realibility dan variance extracted (Fornel dan Laker, 1981). Reabilitas konstruk dinyatakan baik bila nilai construct reliability > 0,7 dan nilai variance extracted > 0,5. Berikut ini adalah rumus persamaan construct reliability dan variance extracted yang diberikan (Fornel dan Laker, 1981) : Construct reliability
= [(Σstd.loading)2] / [(Σstd.loading)2+Σεj]
Variance extracted
= Σstd.loading2 / [Σstd.loading2+Σεj]
Uji kecocokan model struktural digunakan untuk menguji model hubungan antar dimensi atau variabel. Kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk menguji kecocokan model struktural anatara lain : 1.
Chi-Square dan probabilitas. Nilai chi-square ini menunjukkan adanya penyimpangan antara sample covariancematrix dan model (fitted) covariance matrix, namun nilai chi-square ini hanya akan valid apabila asumsi normalitas data terpenuhi dan ukuran sampel adalah besar. Chisquare ini merupakan ukuran mengenai buruknya kecocokan suatu model, semakin tinggi nilai chi-square berarti kecocokan model adalah buruk, sedangkan nilai chi-square 0 menunjukkan bahwa model memiliki kecocokan yang sempurna. Rasio nilai chi-square dengan derajat kebebasan dari model (normed chi-square), nilai rasio antara 1–3 dianggap nilai yang sesuai dan nilai lebih dari 5 dianggap poor fit of the model.
Universitas Esa Unggul
45 Nilai
P
menunjukkan
probabilitas
untuk
memperoleh
penyimpangan besar sebagaimana ditunjukkan oleh nilai chisquare, sehingga nilai chi-square yang signifikan (lebih kecil daripada ά) menunjukkan bahwa data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang dibangun berdasarkan SEM. Sedangkan nilai probabilitas yang tidak signifikan merupakan yang diharapkan, karena menunjukkan bahwa data empiris telah sesuai dengan model. Akan tetapi nilai probabilitas chi-square memiliki masalah validitas yang fundamental, dimana ketidaksesuaian antara teori dengan
data sangat dipengaruhi oleh besarnya sampel.
Apabila ukuran sampel kecil, maka data secara signifikan tidak berbeda dengan teori yang dibangun, sedangkan apabila ukuran sampelnya besar maka uji chi-square akan menunjukkan bahwa data secara signifikan berbeda dengan teori yang dibangun. Sebagai rumus dari uji chi square yaitu : X2 =
∑(O
- E )2 E
Keterangan : O = frekuensi hasil observasi E
= frekuensi yang diharapkan.
Nilai E = (Jumlah sebaris x Jumlah sekolom) / Jumlah data 2.
Root Mean Square Error of Appoaximation (RMSEA). RMSEA mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model dengan matriks kovarian populasi, sehingga dapat dikatakan bahwa RMSEA merupakan indikator pengukuran kecocokan model yang paling informatif. Nilai RMSEA dibawah 0,05 mengindikasikan kecocokan yang paling baik, dan nilai RMSEA yang berkisar pada 0,08 merupakan nilai yang masih bisa diterima. Sedangkan nilai RMSEA lebih dari 0.1 dianggap tidak ada kecocokan model. Confidence intervals digunakan untuk menilai ketepatan estimasi
RMSEA,
dimana
semakin
kecil
jarak
convidence interval menunjukan estimasi yang baik. Sedangkan Universitas Esa Unggul
46 nilai P-value for test of close fit (RMSEA<0.05) menunjukkan probabilitas kedekatan kecocokan model haruslah lebih besar daripada 0.05. 3.
Expected Cross Validation Index (ECVI) ECVI mengukur penyimpangan antara fitted (model) covariance matrix pada sampel yang dianalisis dan kovarian matriks yang akan diperoleh pada sampel lain yang memiliki ukuran sampel sama. ECVI digunakan untuk menilai kecenderungan bahwa model pada sampel tunggal dapat divalidasi silang pada ukuran sampel dan populasi yang sama. Model yang memiliki ECVI terendah menunjukkan model tersebut sangat potensial untuk direplikasi. Nilai ECVI model yang sedikit lebih rendah daripada ECVI saturated model dan jauh lebih rendah daripada independence model mengindikasikan kecocokan model baik.
4.
Akaike’s Information Criterion (AIC) dan Consistent Akaike’s Information Criterion (CAIC) AIC dan CAIC digunakan untuk menilai masalah parsimony dalam penilaian kecocokan model. Nilai AIC dan CAIC tidak sensitif terhadap kompleksitas model, akan tetapi AIC lebih sensitif oleh besarnya humlah sampel sedangkan CAIC tidak sensitif terhadap besar sampel. AIC dan CAIC digunakan dalam perbandingan dari dua atau lebih model, dimana nilai AIC dan CAIC model yang sedikit lebih kecil daripada AIC dan CAIC saturated dan jauh lebih
kecil
dibandingkan
AIC
dan
CAIC
independence
menunjukkan kecocokan model yang baik. 5.
Fit Index Normed Fit Index (NFI) merupakan salah satu alternatif untuk menentukan kecocokan model, namun karena NFI memiliki tendensi untuk merendahkan kecocokan model pada ukuran sampel yang kecil, kemudian merevisi indeks ini dengan Comparative Fit Index (CFI). Nilai NFI dan CFI berkisar antara 0 dan 1 dan diperoleh dari perbandingan antara model yang dihipotesiskan
Universitas Esa Unggul
47 dan independence model. Model dapat disebut fit apabila memiliki nilai NFI dan CFI diatas 0.9. Non-Normed Fit Index (NNFI) digunakan
untuk
mengatasi
masalah
yang
timbul
akibat
kompleksitas model, akan tetapi karena NNFI adalah non-normed, maka nilainya dapat lebih besar daripada 1 sehingga sulit diintepretasikan. Incremental Fit Index (IFI) digunakan untuk mengatasi masalah parsimony dan ukuran sampel, dimana hal tersebut berhubungan dengan NFI. Batas cut-off untuk IFI adalah 0.9. 6.
Goodness of Fit Index (GFI). GFI merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan matriks kovarian yang diobservasi. Nilai GFI berkisar antara 0 sampai 1, tetapi secara teori nilai GFI bisa negatif, tetapi hal tersebut tidak seharusnya terjadi, karena nilai GFI yang negatif
merupakan
seburuk-buruknya
model.
Model
bisa
dikategorikan good fit apabila memiliki nilai GFI yang lebih besar daripada 0.9. 7.
Adjusted Gooness of Fit Index (AGFI) AGFI memiliki tujuan yang sama dengan GFI, tetapi telah mengalami penyesuaian terhadap pengaruh derajat bebas dari suatu model. Model dapat dikatakan good fit apabila memiliki nilai AGFI diatas 0.9. Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah Parsimony Goodness of Fit (PGFI), tetapi PGFI telah menyesuaikan terhadap pengaruh derajat bebas dan kompleksitas data. Model yang baik adalah yang memiliki PGFI lebih besar daripada 0.6.
Universitas Esa Unggul
48 Tabel 4.4 Uji Kecocokan Model Struktural No
UKURAN GOF
1
NCF
TINGKAT KECOCOKAN YANG BISA DITERIMA Nilai berkisar antara 1-3 (close fit) dan 3-5 (good Fit) Confidence Interval 90%, NCP berkisar antara 29,983-98,953
RMSEA
2
RMSEA ≤ 0,08 (good fit), RMSEA < 0,05 (close fit)
ECVI
3
ECVI Model mendekati ECVI saturated menunjukkan good fit
AIC
4
AIC Model mendekati AIC saturated menunjukkan good fit
CAIC NFI
CAIC Model mendekati CAIC Saturated menunjukkan good fit 5
NFI > 0,90 (good fit), 0,80 < NFI < 0,90 (marginal fit)
CFI
CFI > 0,90 (good fit), 0,80 < CFI < 0,90 (marginal fit)
NNFI
NNFI >0,90 (good fit), 0,80 < NNFI < 0,90 (marginal fit)
IFI
IFI > 0,90 (good fit), 0,80 < IFI < 0,90 marginal fit)
PNPI
Nilai tinggi menunjukkan kecocokan yang baik
RFI
RFI > 0,90 (good fit), 0,80 < RFI < 0,90 (marginal fit)
Critical N
CN > 200 menunjukkan kecocokan yang baik tingkat kecocokan yang bisa diterima
6 7
Standartized RMR
RMR < 0,05 adalah good fit
GFI
GFI > 0,90 (good fit), 0,80 < GFI < 0,90 (marginal fit)
AGFI
AGFI > 0,90 (good fit), 0,80 < AGFI < 0,90 (marginal fit)
PGFI
Nilai PGFI berkisar antara 0 sampai 1, dengan nilai yang lebih tinggi menunjukkan model yang lebih baik
Universitas Esa Unggul
DAFTAR PUSTAKA Adekola, Bola. (2012). The Impact of Organizational Commitment on Job Satisfaction : a Study of Employee at Nigerian Universities, International Journal of Human Resources Studies, 2(2), 1-13. Akintayo, D. I. (2010). Work-Family Conflict and Organization Commitment Among Industrial Workers in Nigeria. Journal of Psychology and Counseling, 2(1), 1-8. Allen N. J. & Meyer J. P. (1990). Measurement of Antecendents of Affective, Continuance and Normative Commitment to Organizational, Journal of Occupational Psychology, 63, 1-8. Allen N. J., Meyer, J. P. & Smith C.A. (1993). Commitment Organizational and Occupations: Extension and Tes of Three Component Conceptualization, Journal of Applied Psychology. 78, 538-551. Anafarta, Nilgun. (2011). The Relationship between Work-Family Conflict and Job Satisfaction: a Structural Equation Modeling (SEM) Approach, International Journal of Business and Management, 6(4), 168-177. Andriyani, N,. (2015). Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga dan Konflik Keluarga-Pekerjaan Pada Kepuasan Kerja Dengan Sentralitas Pekerjaan-Keluarga Sebagai Variabel Moderator (Studi pada Perawat Instalasi Rawat Inap Jiwa RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang), Jurusan Manajemen, Universitas Negeri Semarang. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta. Arizal, J., Puspa, D. F. & Kemela, I, (2014). Pengaruh Konflik Kerja-Keluarga dan Role Conflict Terhadap Komitmen Organisasional yang Dimediasi Oleh Kepuasan Kerja Pada Profesi Perawat di RSUD M.H. Thalib Kabupaten Kerinci, e-jurnal.bunghatta.ac.id, 4(2), 1-15. Azeem, S. M., Akhtar, N. (2014). Job Satisfaction and Organizational Commitment Among Public Sector Employees in Saudi Arabia, International Journal of Business and Social Science, 5(7), 127-133. Azwar. (2003). Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Castillo, J. X., & Cano, J. (2004). Factors Explaining Job Satisfaction Among Faculty, Journal of Agricultural Education, 45(3), 65-74. Fornell, C., dan Larcker, D. (1981). Evaluating Structural Equation Models with Unobservable Variable and Measurement Error, Journal of Marketing Research, 18, 39 – 50. Furnham A., Eracleous A. Premuzic, T.C. (2009). Personality, motivation and job satisfaction: Herzberg meets the Big Five. Journal of Managerial Psychology, 24, 765-779. Greenhaus, J. H. & Beutell, N.J. (1985). Sources of Conflict between Work and Family Roles. Academy of Management. The Academy of Management Review, 10(1) 76-88. Gutek, B., Searle, S. & Klepa, L. (1991). Rational Versus Gender Role Explanations for Work-Family Conflict. Journal of Applied Psychology, 76,560-568. 49
50 Hair., Anderson., Tatham., & Black. (2008). Multivariate. Data Analysis Fifth Edition USA. Prentice Hall International Inc. Hasan, Lenny. (2012). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Disiplin Terhadap Komitmen Organisasi Pegawai Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi Kota, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 3(1), 57-92. Hasan, Z., Khattak, K., Raza, A. A. & Inderyas, S. (2014). Exploring the Effect of Work Life Conflict on Job Satisfaction of Doctors of Pakistan, International Journal of Scientific and Research Publications, 4(7), 1-5. Hasibuan, Malayu S.P. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hasibuan, Malayu S.P. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hidayati, T., Rahmawati, (2015). Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi dan Kinerja Pegawai Serta Kinerja Studi Pada Layanan Kesehatan Puskesmas di Kalimantan Timur, Management Dynamic Conference 2015. Judge, T. A., Boudreau, J. W., & Bretz, R. D. (1994). Job and Life Attitudes of Male Executives. Journal of Applied Psychology, 79(5), 767-782. Junita, Audia. (2012). Faktor-Faktor Kepuasan Kerja dan pengaruhnya Terhadap Disiplin Kerja Pegawai Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan, Jurnal Keuangan dan Bisnis, 4(1), 13-26. Lathifah, Ifah. (2008). Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga Terhadap Turnover Intention dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Auditor Kantor Akuntan Publik di Indonesia). (eprints.undip.ac.id/17716). Lufthans, F. (2006). Perilaku Organisasi, (alih bahasa VA. Yuwono dkk). Edisi Bahasa Indonesia, Yogyakarta: ANDI. Malhotra, N. K. (2004). Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan. Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia. Malik, M., E., Nawab, S., Naim, B. & Danish, R.Q. (2010). Job Satisfaction and Organizational Commitment of University Teachers in Public Sector of Pakistan, International Journal of Business and Management, 5(6), 17-26. Malik, S., Awan, A. G. & Qurat-ul-Ain. (2015). Role of Work Family on Organizational Commitment and Organizational Effectiveness, European Journal of Bussiness and Management, 7(1), 222-229. Nanda, N.L.N.K., & Utama, I.W.M. (2015). Pengaruh Konflik Kerja-Keluarga dan Kepuasan Kerja terhadap Tingkat Turnover Intention Karyawan Pada Restoran Pizza Hut Mall Bali Galeria, e-jurnal Manajemen Unud, 4(9), 2461-2477. Narayana, S. L., & Savarimuthu, A. (2014). Examining the Relationship between Work-Family Conflict and Job Satisfaction among Women Working in IT Industriesin Bengaluru, International Journal of Conception on Management and social Science, 2(2), 23-26. Nart, S. & Batur, O. (2014). The Relation Between Work-Family Conflict, Job Stress, Organizational Commitment and Job Performance : A study on Turkish Primary Teacher, European Journal of Research on Education, 2(2),72-81.
Universitas Esa Unggul
51 Netemeyer, R. G., Boles, J. S., & McMurrian, R. (1996). Development and Validation of Work-Family Conflict and Family-Work Conflict Scales. Journal of Applied Psychology, 81(4), 400–410. Panggabean, S., Mutiara. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia. Puspitawati, N.M.D. (2013). Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional: Pengaruhnya Terhadap Kualitas Layanan Hotel Bali Hyatt Sanur, Magister Manajemen, Universitas Udayana, Denpasar. Puspitawati, N.M.D., Riana, I.G. (2014). Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional dan Kualitas Layanan, Jurnal Manajemen Strategi Bisnis dan Kewirausahaan, 8(1), 68-80. Rachel, W. Y. Y., Andy, C. L., Yeung, T. C., Edwin C. (2008). The Impact of Employee Satisfaction on Quality and profitability in High-Contact Service Industries. Journal of Operations Management, 26, 651-668. Rantika, Renny, & Sunjoyo. (2011). Pengaruh Konflik Kerja-Keluarga Terhadap Komitmen Organisasi yang dimediasi oleh Kepuasan Kerja Pada Profesi Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Manajeman Teori dan Terapan, 2 (4), 28-43. Rehman, R.R & Waheed, A. (2012). Work-Family Conflict and Organizational Commitment: Study of Faculty Members in Pakistani Universities. Pakistan Journal of Social and Clinical Psychology, 10 (1), 23-26. Robbins, Stephen PP. and Judge, Timothy A. ( 2001). Organizational Behavior,13th Edition. London: Pearson International Edition. Sopiah. (2008). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Andi Siagian, S. P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Srimulyani, V. A & Prasetian, A. V. (2014). Pengaruh Mediasi Kepuasan Kerja Pada Hubungan Work-Family Conflict Dan Komitmen Organisasional. Jurnal Ilmu Manajemen, 11(3). Sugiyono (2004). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kedua. Bandung: CV. Alfabeta. Susanto. (2010). Analisis Pengaruh Konflik Kerja-Keluarga Terhadap Kepuasan Kerja Pengusaha Wanita di Kota Semarang. Jurnal Aset, 12(1),75- 85. Tania, A., Susanto, E.M. (2013). Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Karyawan PT. DAI Knife di, Jurnal Agora, 1(3). Tobing, D.S.K.,L, (2009). Pengaruh Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11(1), 31-37. Triyono, Ayon. (2012). Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Oryza. Umar, H. (2008). Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Edisi Kedua, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Wexley, K.N., Yukl, G.A. (1977). Organizational Behavior and Personal Psychology, Homewood, Illinois: Richard D. Irwin Inc. Yaqin, M. A. (2013). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Turnover Intention Karyawan KJPP Toha, Okky, Heru & Rekan Cabang, Jurnal Ilmu Manajemen, 1(2), 919-930.
Universitas Esa Unggul
KUESIONER SURVEY
A. IDENTITAS RESPONDEN Unit kerja/Departemen
: ……………………………………………..
1. Jenis Kelamin
: a. Pria
2. Masa kerja
: (Pilih salah satu dibawah ini)
b. Wanita
a. 1-3 tahun
d. 10-15 tahun
b. 3-5 tahun
e. >15 tahun
c. 5-10 tahun 3. Pendidikan terakhir
: (Pilih salah satu dibawah ini)
2. Usia saat ini
a.Diploma
c S2
b. S1
d. S3
: (Pilih salah satu dibawah ini) a. < 20 thn
d. 41 thn - 50thn
b. 20 thn - 30 thn
e. > 50 thn
c. 31 thn - 40 thn B. PETUNJUK PENGISIAN 1. Silakan tentukan pendapat setuju maupun ketidaksetujuan anda terhadap pernyataan pernyataan berikut. 2. Berilak tanda silang terhadap jawaban yang anda anggap paling tepat. 1. Sangat tidak setuju 2. Tidak setuju 3. Antara setuju dan tidak setuju 4. Setuju 5. Sangat setuju
52
53
C. PERTANYAAN PENELITIAN
No
PERTANYAAN
1
2
3
4
5
1. Tuntutan pekerjaan mengganggu 1 2. kehidupan rumah tangga dan keluarga 3. saya Waktu yang saya gunakan untuk pekerjaan membuat saya sulit untuk 2 memenuhi tanggung jawab keluarga Hal-hal yang ingin saya lakukan di rumah tidak dapat saya kerjakan 3 karena waktu dan tuntutan pekerjaan saya Tekanan dalam pekerjaan membuat saya sulit memenuhi tugas tugas dalam 4 keluarga Karena pekerjaan saya, terkadang saya harus membuat perubahan rencana 5 untuk aktifitas keluarga Saya merasa puas dengan sifat pekerjaan di organisasi/perusahaan ini. 6 7
8
9
10
Saya merasa puas dengan peluang promosi jabatan yang ada di organisasi/perusahaan ini Saya merasa puas dengan gaji yang diberikan oleh organisasi/perusahaan ini Saya merasa puas dan nyaman dengan pengawasan dilakukan oleh pimpinan di organisasi/perusahaan ini Saya puas dengan kondisi hubungan sesama karyawan yang bekerja organisasi/perusahaan ini
11
Saya akan sangat senang untuk menghabiskan sisa karir saya dengan organisasi ini.
12
Saya benar-benar merasa seolah-olah masalah organisasi ini adalah masalah saya sendiri.
Universitas Esa Unggul
54
No
PERTANYAAN
13
Saya merasakan rasa yang kuat "milik" untuk organisasi saya.
14
Saya merasa "emosional" untuk organisasi ini.
15
Saya merasa seperti "bagian dari keluarga" di organisasi tempat saya bekerja.
16
Organisasi ini memiliki banyak makna pribadi bagi saya.
17
Sekarang, tinggal dengan organisasi saya adalah masalah kebutuhan sebanyak keinginan.
18
Akan sangat sulit bagi saya untuk meninggalkan organisasi saya sekarang, bahkan jika saya ingin.
19
Kebutuhan hidup saya akan baik-baik saja jika saya meninggalkan organisasi ini.
20
Saya merasa bahwa saya memiliki terlalu sedikit pilihan untuk mempertimbangkan meninggalkan organisasi ini.
21
Saya menaruh harapan besar pada organisasi ini, jika tidak saya akan mempertimbangkan di tempat lain.
22
Jika saya meninggalkan organisasi saat ini, akan terlalu banyak konsekuensinya.
23
Saya merasa berkewajiban untuk tetap dengan atasan saya saat ini.
24
Bahkan jika ada hal lain yang menguntungkan, saya tidak akan meninggalkan organisasi saat ini.
25
Saya akan merasa bersalah jika saya meninggalkan organisasi saya sekarang.
1
2
3
4
5
Universitas Esa Unggul
55
No
PERTANYAAN
26
Organisasi ini layak untuk kesetiaan saya.
27
Saya tidak akan meninggalkan organisasi saya sekarang karena saya memiliki rasa kewajiban untuk orangorang didalamnya.
28
Saya berhutang banyak kepada organisasi saya.
1
2
3
4
5
SELESAI Terimakasih atas partisipasi saudara dalam mengisi kuesioner ini
Universitas Esa Unggul