BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Menghadapi perubahan perkembangan bisnis yang semakin kompetitif, suatu organisasi dituntut untuk melakukan suatu adaptasi yang cepat terhadap faktor-faktor perubahan di lingkungan eksternal. Perubahan tersebut perlu dilakukan agar perusahaan dapat tetap bertahan dalam menghadapi kompetisi bisnis yang sangat ketat dan bersaing sekaligus juga dapat meraih kesuksesan. Kemajuan yang baru pada manajemen membuat perubahan pada paradigma dan budaya perusahaan. Proses dan struktur yang digunakan oleh perusahaan harus mampu meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Good corporate governance bukanlah hal yang baru di Indonesia. Kalau akhir-akhir ini menjadi topik pembicaraan, itu disebabkan karena bangkitnya kesadaran corporate secara nasional untuk ikut memikul tanggung jawab dalam rangka memulihkan kondisi perekonomian Indonesia. Lemahnya corporate governance sering disebut sebagai salah satu penyebab utama terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia dimana lemahnya penerapan corporate governance ini diakibatkan ketidaksiapan dunia usaha menghadapi tuntutan transparansi dan akuntabilitas. Pada tahun 2003 ASEAN sudah mulai memasuki era perdagangan bebas AFTA yang kompetitif, untuk dapat bersaing dalam era perdagangan bebas tersebut Indonesia yang merupakan anggota dari ASEAN harus memiliki sektor korporasi yang efisien dan penerapan good corporate governance (GCG) yang baik. Upaya-upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya GCG dan penerapannya telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun sektor swasta sejak tahun 2000. Definisi dari corporate governance itu sendiri menurut Organization for Economic CO-Operation & Development (OECD) adalah :
3
"Corporate governance is the system by which business corporation are directed and controlled. The Corporate Governance Structure specifies the distribution of rights and responsibilities, among different participant in the corporation, such as, the board, manager, shareholders, and other stakeholder, and spells out the rules and procedures for making decisions on corporate of affairs... (OECD, April 1999)" Berdasarkan survey yang dilakukan oleh CSLA (Credit Lyonnaise Seccurities Asset) tahun 2002 memberikan skor untuk penerapan GCG di Indonesia adalah 2.9 turun dari semula 3.2 pada tahun 2001. Padahal beberapa negara di Asia memiliki skor lebih baik dari tahun sebelumnya. Survey ini memperlihatkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan dalam penerapan good corporate governance di Indonesia. Good corporate governance dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui mekanisme superfisi atau pemantauan kinerja manajeman dan juga sebagai upaya untuk memperkuat dan mempertegas pertanggungjawaban board of directors kepada pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan dengan perusahaan. Maka dalam era global saat ini, perusahaan harus menerapkan manajemen yang lebih bertanggung jawab, sistem manajemen yang menghargai aspek moralitas, etika, kejujuran, dan pertanggungjawaban yang sangat diperlukan apalagi lembaga yang dimiliki publik, perusahaan multi nasional, dan perusahaan yang terdaftar di bursa. Konsep manajemen yang mengutamakan integritas, kejujuran, dan etika atau lebih populer disebut dengan konsep good corporate governance yang berarti bahwa perusahaan dikelola dengan melaksanakan konsep keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas. Good corporate governance ini bertujuan untuk memaksimalkan kinerja perusahaan secara kualitatif baik intern maupun ekstern. Secara intern meningkatkan nilai pemegang saham, dan secara ekstern memberikan nilai tambah ke berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) (I Nyoman Tjager, 2001, 1). Selain good corporate governance, dari aspek kualitatif juga diperlukan aspek kuantitatif dari sudut pandang keuangan untuk mengukur kinerja perusahaan. 4
Dalam upaya untuk memastikan bahwa proses yang berlangsung tersebut berjalan dalam arah yang sesuai dengan kerangka good corporate governance, diperlukan suatu mekanisme untuk mengendalikan dan mengawasi proses tersebut. Disinilah pengukuran kinerja mempresentasikan mekanisme tersebut dimana pengukuran kinerja ini diharapkan memantau pencapaian target pelaksanaan tujuan perusahaan. Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam perusahaan yaitu untuk menilai keberhasilan perusahaan, sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya untuk menentukan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak, serta dapat digunakan pihak manajemen sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang lalu. Pengukuran kinerja yang selama ini ditetapkan oleh perusahaan merupakan pandangan dari satu sisi yaitu keuangan saja (konvensional) dimana informasi yang dihasilkan kurang memadai. Apalagi di tengah pesatnya persaingan informasi saat ini. Hal ini dikarenakan pengukuran kinerja tersebut hanya mengukur kinerja perusahaan dari sisi keuangan saja. Akibat cara pengukuran seperti itu, untuk memperoleh indikator kinerja yang diharapkan, kebanyakan perusahaan mengorbankan kepentingan jangka panjangnya demi meraih
kepentingan jangka pendek. Sebagai contoh, perusahaan lebih
memusatkan mengukur keberhasilan kinerjanya dari perspektif keuangan seperti memperhatikan berapa ROI, laba, dan rasio-rasio keuangan lainnya tanpa memperhatikan berapa banyak pelanggan yang merasa puas atas produk perusahaan, dan berapa jumlah pelanggan yang baru, serta bangaimana tanggapan konsumen. Penciptaan nilai dan kemajuan yang dialami perusahaan yang dibuat tidak selalu tercermin dalam informasi keuangan yang dihasilkan sistem tersebut, misalnya inovasi dan investasi pada teknologi, proses, atau sumber daya manusia. Ukuran tunggal hanya mengukur kinerja dari sudut pandang keuangan masih kurang mampu mendeteksi perusahaan jika perusahaan mengalami kemajuan dan kapabilitas dari intangible assetnya. Dengan kata lain ukuran tunggal ini bisa menimbulkan bias dan tidak memberikan gambaran yang jelas 5
mengenai kinerja perusahaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu diperlukan pengukuran kinerja yang melihat dari sisi keuangan dan non keuangan. Balanced scorecard yang diperkenalkan oleh Drs. Robert Kaplan (Harvard Business School) dan Davin Norton yang dikembangkan awal 1990an merupakan salah satu alternatif pengukuran kinerja yang cukup komprehensif. Balanced scorecard hadir melengkapi sistem pengukuran konvensional yang selama ini ditetapkan oleh perusahaan karena selain mempertimbangkan kinerja dari sisi keuangan, juga mempertimbangkan kinerja dari sisi non keuangan. Kedua ukuran kinerja itu harus menjadi bagian dari sistem informasi untuk semua level manajemen. Balanced scorecard tidak hanya mengukur hasil akhir (outcome) tetapi juga mengukur aktivitas-aktivitas penentu hasil akhir (driver) yang disebut dengan indikator pemicu kinerja (lead indicator). Ukuran-ukuran tersebut mencerminkan keseimbangan tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Balanced scorecard memberikan suatu framework, suatu bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi, kemudian memberi informasi kepada seluruh pekerja mengenai apa yang menjadi penentu kesuksesan saat ini dan di masa yang akan datang. Dengan mengartikulasi hasil yang diharapkan perusahaan dengan pemicu hasil akhir tersebut, eksekutif senior berharap dapat menyalurkan energi, kemampuan dan pengetahuan para pekerja untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan. Melalui pendekatan balanced scorecard, misi, visi, dan strategi perusahaan diterjemahkan ke dalam serangkaian tujuan strategis dan tolak ukur yang seimbang dan saling terkait dalam hubungan sebab akibat yang logis. Keseluruhan tujuan dan ukuran tersebut akan digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kinerjanya dalam empat perspektif, yaitu : (1) perspektif keuangan (financial perspective), (2) perspektif pelanggan (customer perspective), (3) perspektif proses bisnis internal (the business process perspective), (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (the learning and growth perspective). Ada tiga alasan yang menyatakan bahwa perusahaan memerlukan balanced scorecard sebagai pengukuran kinerja perusahaan (Michael Jeno, Manajemen 1997 : 68) yaitu : 6
1. Balanced scorecard tidak hanya memfokuskan pada ukuran keuangan semata, tetapi juga memperhatikan sejumlah ukuran yang terintegrasi sehingga dapat mengaitkan pelanggan saat ini, proses bisnis internal dan karyawan untuk pencapaian profit jangka panjang. 2. Balanced scorecard menyatukan berbagai elemen persaingan bisnis yang harus diperhatikan perusahaan ke dalam suatu laporan manajemen yang lengkap. 3. Balanced scorecard memberi gambaran operasi perusahaan secara menyeluruh sehingga perbaikan di satu aspek tidak merugikan aspek lainnya. Artinya optimasi perusahaan dilakukan secara maksimal. Dengan efektifnya pengukuran kinerja ini maka diharapkan perusahaan akan dapat memberikan yang terbaik bagi stakeholdernya (pemilik, manajemen, karyawan, pemerintah, masyarakat, professional) dan perusahaan akan menjadi “sustainable company” bukan perusahaan yang “dying” atau dirundung malang. PT International Nickel Indonesia Tbk (PT Inco) adalah salah satu produsen nikel utama di dunia, yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia, menambang dan mengolah bijih nikel laterit dan menghasilkan produk nikel setengah jadi (nikel dalam matte) dengan kandungan nikel rata-rata 78%. Sebanyak 61% saham PT Inco dimiliki oleh CVRD Inco Limited dari Kanada dan 20% dimiliki oleh Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. dari Jepang. CVRD Inco Limited dimiliki sepenuhnya oleh Companhia Vale do Rio Doce dari Brazil. Pemegang saham publik memiliki 18% saham PT Inco dan sisanya dimiliki oleh empat perusahaan Jepang lain. Sebagai perusahaan publik, PT Inco tunduk dan mengikuti ketentuan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Bursa Efek Jakarta tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik (good corporate governance).
PT Inco menerapkan tata kelola perusahaan
dengan sangat serius. Komitmen PT Inco mencerminkan penekanan kepada tata kelola perusahaan yang mensyaratkan transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab dan keadilan, dan hal-hal ini merupakan hal mendasar bagi kesuksesan perusahaan.
7
Oleh karena itu dengan penelitian ini diharapkan dapat terlihat pengaruh good corporate governance sebagai suatu mekanisme pemantauan kinerja dan pertanggungjawaban manajemen untuk mencapai kepuasan para pihak yang berkepentingan (stakeholder result) terhadap kinerja perusahaan dengan pendekatan balanced scorecard sebagai pengukur kinerja. Penelitian mengenai Good Corporate Governance sebelumya telah dilakukan, antara lain dilakukan oleh mahasiswa Universitas Widyatama, Hone Ayota, pada tahun 2005 dengan judul “Manfaat Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Terhadap Going Concern”, serta oleh mahasiswi Universitas Padjajaran, Telly Ayuning Astuti pada tahun 2007 dengan judul ”Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan dengan Pendekatan Balanced Scorecard”. Penelitian tersebut dijadikan referensi oleh penulis untuk menyusun skripsi ini. Sesuai dengan uraian di atas maka penulis menuangkannya dalam skripsi berjudul : “MANFAAT
PENERAPAN
GOOD
CORPORATE
GOVERNANCE
TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN” (Studi Kasus pada PT International Nickel Indonesia Tbk.)
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang penelitian, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Apakah penerapan good corporate governance di perusahaan sudah memadai. 2. Bagaimana kinerja perusahaan. 3. Apakah penerapan good corporate governance mempunyai manfaat terhadap kinerja perusahaan.
8
1.3 Tujuan Penelitian Penulis menetapkan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kememadaian penerapan good corporate governance di perusahaan. 2. Untuk mengetahui kinerja perusahaan. 3. Untuk mengetahui manfaat penerapan good corporate governance terhadap kinerja perusahaan.
1.4 Kegunaan Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang mungkin dapat memanfaatkan hasil dari penelitian ini yaitu : 1. Penulis Penelitian ini berguna untuk lebih memahami tentang manfaat penerapan good corporate governace terhadap kinerja perusahaan serta sebagai sarana untuk lebih memahami konsep-konsep serta teori-teori yang diperoleh dengan kondisi sesungguhnya di lapangan. 2. Perusahaan Diharapkan dapat menjadi saran dan masukan dalam melakukan pengukuran
atas
kinerja
perusahaan
serta
mempertahankan
dan
meningkatkan kinerja perusahaan dengan penerapan good corporate governance,
khususnya
sebagai
salah
satu
pertimbangan
dalam
pengambilan keputusan atau kebijakan berkaitan dengan topik penelitian. 3. Pihak Lain Penulis juga mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran, pengetahuan, informasi, dan referensi bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk melakukan penelitianpenelitian berikutnya.
9
1.5 Kerangka Pemikiran Menurut OECD, corporate governance adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Corporate governance mengatur pembagian tugas, hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan, termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para manajer dan semua anggota stakeholders non-pemegang saham. Corporate governance juga mengetengahkan ketentuan dan prosedur yang harus diperhatikan dewan pengurus (board of directors) dan direksi dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan kelangsungan hidup perusahaan. Dengan pembagian tugas, hak dan kewajiban serta ketentuan dan prosedur pengambilan keputusan penting di atas, perusahaan mempunyai pegangan bagaimana menentukan sasaran usaha dan strategi untuk mencapai sasaran tersebut. Pembagian tugas, hak dan kewajiban di atas juga berfungsi sebagai pedoman bagaimana mengevaluasi kinerja board of directors dan manajemen perusahaan. Good corporate governance adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan. Good corporate governance secara sempit sebagai pertanggungjawaban resmi direksi kepada pemegang saham. Secara luas diartikan sebagai semua jaringan hubungan formal-informal sektor korporasi dan konsekuensi masyarakat umum. Pada dasarnya, good corporate governance meliputi empat prinsip utama seperti yang dikutip oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Dimana pengertian dari keempat prinsip tersebut adalah : 1. Fairness (kedilan) Prinsip yang memberikan perlakuan sama terhadap semua pemegang saham maupun investor. Adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak pemodal. Hal 10
ini terutama sangat penting bagi upaya untuk melindungi seluruh pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dari kecurangan atau praktik insider trading, fraud, dan lain-lain. 2. Tranparency (transparansi) Agar dalam mengelola perusahaan manajemen mengungkapkan hal-hal yang sifatnya material kepada pemegang saham atau investor. Perusahaan harus secara regular dan tepat waktu menyediakan informasi yang cukup dan akurat kepada para stakeholdernya. Dalam hal ini, setiap kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan. 3. Accountability (akuntabilitas) Setiap langkah yang diambil manajemen dalam mengelola perusahaan harus dapat dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas dapat dicapai melalui pengawasan efektif yang mendasarkan pada keseimbangan kekuasaan antara dewan direksi, pemegang saham, dewan komisaris, dan auditor. Masing-masing organ perusahaan harus menyadari sepenuhnya hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawabnya. 4. Responsibility (pertanggungjawaban) Pertanggungajawaban untuk memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. Perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan perundang-undangan
yang
berlaku.
Manajemen
harus
berupaya
melaksanakan tugas sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang yang diberikan oleh para pemilik/principal. Di samping itu juga menyangkut sistem yang jelas yang mengatur tentang pertanggungjawaban perusahaan kepada shareholder dan stakeholder. Oleh karena suatu perusahaan beraktivitas di dalam suatu lingkungan, maka perusahaan tersebut harus menjalin hubungan dengan elemen-elemen lingkungan sekitarnya. Hal ini berarti suatu pengelolaan perusahaan yang baik melibatkan berbagai pihak yang terkait untuk menentukan arah dan kinerja perusahaan.
11
Pihak-pihak yang terkait dengan penerapan good corporate governance adalah : 1. Pemegang saham (Shareholders); 2. Komisaris; 3. Direksi; 4. Komite Audit; 5. Sekertaris Perusahaan (Corporate Secretary); 6. Manajer dan Karyawan; 7. Auditor Eksternal (External Auditor); 8. Auditor Internal; 9. Pemerintah; 10. Kreditor; 11. dan lain-lain. Upaya menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance dapat dilakukan jika masing-masing pihak menyadari perannya untuk mewujudkan good corporate governance. Namun tanggung jawab utama dalam menerapkan prinsip good corporate governance adalah pihak manajemen itu sendiri, karena merekalah yang melakukan pengelolaan terhadap jalannya perusahaan. Dimulai dari direksi yang menentukan strategi dan kebijakan yang akan diterapkan di perusahaan sampai dengan para manajer, akuntan manajemen, dan auditor internal yang nantinya sebagai pelaksana dari strategi dan kebijakan tersebut. Agar kelangsungan hidup perusahaan dapat terus dipertahankan maka sangat perlu bagi perusahaan untuk menilai bagaimana efisiensi dan efektifitas kinerja operasionalnya. Hasil dari penilaian tersebut digunakan sebagai alat bantu bagi manajemen perusahaan dalam proses pengambilan keputusan, juga alat untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan serta memperlihatkan kepada investor maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kredibilitas yang baik. Kinerja merupakan sesuatu yang dihasilkan atau kerja yang dicapai dari suatu usaha. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan sesuatu/hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan. Penilaian kinerja 12
adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standard, dan kriteria yang telah ditetapkan (Mulyadi,1993 : 419). Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Pengendalian Manajemen, pengukuran kinerja memiliki peran yang penting bagi kesuksesan organisasi. Pengukuran ini digunakan untuk memperoleh informasi umpan balik guna keperluan evaluasi dan perencanaan selanjutnya. Melalui proses evaluasi, perusahaan dapat terus melakukan perbaikan-perbaikan sehingga profiitabilitas dan daya saing perusahaan tetap terjaga. Pengukuran kinerja yang paling banyak digunakan oleh perusahaan adalah pengukuran kinerja tunggal, dimana ukuran kinerja itu hanya ditinjau dari sisi keuangan saja. Hal ini dikarenakan data yang digunakan untuk pengukuran mudah diperoleh, yaitu melalui laporan keuangan dan memiliki ukuran yang jelas dalam arti bersifat kuantitatif. Namun dalam perkembangan lingkungan usaha yang semakin kompetitif dan persaingan informasi yang menjadi ciri utamanya, sistem pengukuran kinerja tradisional yang hanya mengandalkan ukuran keuangan saja, menjadi kurang cocok dan kurang memadai. Hal ini dikarenakan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki yaitu : 1. Ukuran tradisional yang hanya mengukur kinerja dari sudut pandang keuangan,
tidak mampu mendeteksi perusahaan jika perusahaan
mengalami kemajuan dalam kapabilitas dan intangible assetnya, bahkan kinerja keuangan jangka pendek masih bisa meningkat, meskipun perusahaan mengurangi pengeluaran pada intangible asset (Atkinson, Banker, Haplan dan Yonny, 1995 : 27). Dengan kata lain ukuran tunggal ini bias dan tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai kinerja perusahaan yang sesungguhnya. 2. Pendekatan tradisional yang menggunakan ukuran kinerja dari sisi keuangan cenderung megarahkan konsentrasi manajemen untuk mencapai tujuan jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang (T. Secakusuma, 1997 : 8). 13
3. Dilihat dari aspek perilaku, ukuran tunggal, dalam hal ini ukuran keuangan, yang menunjukkan tujuan utama perusahaan tidak menjelaskan bagaimana caranya untuk mencapai tujuan ini sehingga ketidakjelasan ini bisa menimbulkan perilaku disfungsional dan partisipan organisasi (Weinsfield & Killough, JMAR 1992). Anthony & Govindarajan (1998 : 462) menyatakan bahwa di masa lalu perusahaan telah mengukur kinerjanya dari segi keuangan dan non keuangan. Namun perusahaan cenderung menggunakan pengukuran kinerja non keuangan pada tingkat lower management, yang digunakan untuk task control. Sedangkan pengukuran keuangan digunakan pada level yang lebih tinggi sebagai management control. Untuk itu diperkirakan balanced scorecard oleh Kaplan dan Norton yang menekankan bahwa pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan harus menjadi bagian dari sistem informasi untuk semua level manajemen. Eksekutif senior tidak hanya berfokus pada pengukuran kinerja keuangan yang menunjukkan hasil keputusan masa lalu tetapi juga berfokus pada pengukuran non keuangan yang merupakan leading indicator untuk mencapai kesuksesan keuangan jangka panjang. Begitu juga dengan para pekerja level bawah perlu untuk mengerti dampak keuangan dari keputusan operasi mereka. Balanced scorecard merupakan salah satu alternatif pengukuran kinerja yang memiliki keistimewaan dalam cakupan pengukurannya yang komprehensif karena selain mempertimbangkan kinerja keuangan, juga mempertimbangkan kinerja non keuangan. Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik yang menjabarkan visi dan strategi suatu perusahaan ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur. Tujuan dan tolok ukur dikembangkan untuk setiap perspektif yaitu keuangan, pelanggan, bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced scorecard mempertahankan perspektif keuangan karena tolok ukur keuangan berguna dalam konsekuensi tindakan ekonomi terukur yang telah diambil. Tolok ukur kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, implementasi dan eksekusi memberikan kontribusi pada perbaikan laba. Tujuan strategik dan 14
ukuran keuangan tergantung pada daur hidup industri atau produk yang terdiri dari tiga tahap yaitu growth, sustain, dan harvest. Walaupun tergantung pada daur hidup industrinya, tujuan perspektif keuangan umumnya terkait dengan upaya peningkatan pendapatan, pengurangan biaya, dan peningkatan produktifitas serta utilisasi asset perusahaan. Perspektif pelanggan menggambarkan tampilan perusahaan dimata pelanggan. Hal ini merupakan konsekuensi dari tingkat kompetisi usaha yang makin ketat sehingga perusahaan dituntut memahami kebutuhan pelanggannya (customer driver company). Pada perspektif pelanggan mendefinisikan pelanggan dan segmen pasar dimana perusahaan akan bersaing. Ukuran utama perspektif konsumen dan volume penjualan, akuisisi konsumen, kemampuan meraih konsumen baru, upaya mempertahankan konsumen/pangsa pasar, kepuasan konsumen, dan upaya memberikan dukungan atau peluang kepada konsumen untuk meraih keuntungan (customer profitability). Prospektif proses bisnis internal menyatakan dua perbedaan yang mendasar antara tradisional dan balanced scorecard dalam mengukur kinerja. Pendekatan tradisional melakukan pengawasan dan meningkatan proses bisnis yang ada. Sedangkan pada pendekatan balanced scorecard mengidentifikasikan proses baru yang harus dilakukan oleh organisasi untuk mempertemukan tujuan keuangan dan konsumen. Kaplan dan Norton menyarankan perusahaan untuk mendefinisikan proses bisnis internal secara lengkap, terdiri dari tiga tahap yaitu proses inovasi, operasi, dan purna jual. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memberikan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Tolok ukur ini dibagi tiga kelompok yaitu : 1. Kemampuan pelayanan. 2. Kemampuan sistem informasi. 3. Motifasi, pemberdayaan, dan keserasian individu dalam perusahaan. Sistem mengembangkan
pengukuran perencanaan
kinerja
memainkan
strategis,
15
peranan
pemantauan,
kunci
pengendalian,
dalam serta
pengendalian terhadap pencapaian tujuan organisasi dan terhadap kompensasi para manajer. Berdasarkan uraian di atas, penulis mengajukan hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut : “Penerapan Good Corporate Governance yang memadai bermanfaat terhadap kinerja perusahaan”.
1.6 Metode Penelitian a. Metode yang digunakan 1. Metode Deskriptif Analisis Yaitu suatu metode yang menggambarkan kepada yang sebenarnya berdasarkan apa yang nampak, dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menyajikan data disertai analisis yang dapat memperjelas gambaran tentang obyek yang diteliti. 2. Metode Historis Yaitu metode berdasarkan data historis yang ada dalam perusahaan dengan cara membaca dan mempelajari arsip-arsip yang ada dalam perusahaan yang sedang diteliti. Metode penelitian ini mencakup hal-hal sebagai berikut : 1). Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu dengan studi kepustakaan dan penelitian lapangan. 2). Analisis Data Analisis data dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh dan menguji hipotesis yang diajukan dengan menggunakan metode statistik. 3). Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dan didukung oleh teori-teori berkaitan dengan masalahmasalah yang diteliti.
16
b. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara berikut : 1. Penelitian Lapangan Penulis melakukan penelitian langsung di lapangan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dengan cara observasi, dokumentasi, dan tanya jawab. 2. Studi Kepustakaan Data dikumpulkan dengan cara literatur atau studi kepustakaan, yaitu dengan cara mempelajari, meneliti, mengkaji, serta menelaah literaturliteratur yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, serta dengan cara memanfaatkan data-data hasil olahan perusahaan untuk digunakan dalam penelitian ini.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT Inco yang terletak di Sorowako, Sulawesi Selatan. Waktu penelitian berlangsung dari bulan September sampai dengan selesai.
17