BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang penelitian Angka kejadian penyakit talasemia di dunia berdasarkan data dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization
(WHO)
menyebutkan bahwa pada tahun 2014, sekitar 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa genetik talasemia, sedangkan 80-90 juta di antaranya membawa genetik talasemia Beta (http://www.dokterkreatif.com/). Penderita penyakit talasemia di Indonesia tergolong tinggi dan termasuk dalam negara yang berisiko tinggi, karena setiap tahunnya 3.000 bayi yang lahir berpotensi terkena talasemia. (http://www.puslit.kemsos.go.id ). Talasemia merupakan salah satu penyakit kronis sehingga membutuhkan perawatan khusus. Talasemia merupakan penyakit genetik sehingga hal ini menyerang balita dan anak-anak. Talasemia merupakan Penyakit kelainan darah yang menyebabkan sel darah (hemoglobin) merah cepat hancur sehingga usia selsel darah menjadi lebih pendek dan tubuh kekurangan darah. Misalnya, jika sel darah merah pada orang sehat bisa bertahan hingga 120 hari, pada penderita talasemia sel darah merahnya hanya bertahan 20-30 hari. Penyakit ini muncul dengan gejala diantaranya anemia, pucat, sukar tidur, lemas dan tidak punya nafsu makan (http://web.rshs.or.id/). Talasemia ditandai dengan defisiensi hemoglobin dalam eritrosit karena ini merupakan penyakit genetik. Keadaan ini disebabkan oleh defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai globin. Talasemia dapat mempengaruhi tubuh dengan menurunkan kadar sel darah merah dan hemoglobin dari angka normal. Hemoglobin merupakan protein kaya berpera n dalam distribusi oksigen maupun karbondioksida dalam tubuh. Orang yang menderita talasemia dapat mengalami anemia berat ataupun ringan. Hal ini dikarenakan rendahnya jumlah sel darah merah atau tidak cukupnya hemoglobin pada sel darah merah. Sederhananya, talasemia terjadi karena yang cukup. Hal ini menyebabkan sel darah merah gagal terbentuk dengan baik dan tidak dapat membawa oksigen yang cukup. Gen memiliki peran dalam mensintesis rantai
protein gen-gen ini hilang atau diubah atau terganggu maka talasemia dapat terjadi (Sembiring, 2010). WHO menyatakan insiden pembawa sifat talasemia di Indonesia berkisar 6% - 10%, artinya dari setiap 100 orang, 6 sampai 10 orang di Indonesia membawa sifat talasemia. Penyakit ini merupakan penyakit genetik, sehingga penderita penyakit ini telah terdeteksi sejak masih bayi (http://web.rshs.or.id/). Sementara ini belum ada data yang akurat untuk daerah jawa barat. Berdasarkan sumber dari Pikiran Rakyat, jumlah penderita talasemia di jawa barat tahun 2014 tercatat sekitar 6.647 orang dari jumlah tersebut 42% ada di Jawa Barat (http://www.pikiran-rakyat.com/) Artinya sekitar 2.792 orang di Jawa Barat menderita talasemia. Berdasarkan data tersebut, secara nasional angka penderita talasemia di Jawa Barat memiliki jumlah yang tinggi di Indonesia di bandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Berdasarkan tingkat keparahannya, talasemia dibagi menjadi talasemia minor, intermedia dan mayor. Menurut Nahalla dan FtzGerard (dalam Indriati, 2011:1 ) penderita talasemia minor dan talasemia intermedia mempunyai gejala yang sedang bahkan ringan sehingga pesian dengan talasemia jenis ini tidak membutuhkan transfusi darah yang rutin, Sedangkan menurut Muncie dan Campbell (dalam Indriati, 2011: 2) talasemia mayor akan membutuhkan transfusi darah rutin secara teratur seumur hidupnya. Sehingga penderita talasemia mayor ini menurut Potts dan Mandleco (dalam Indriati,
2011: 2) membutuhkan
perawatan medis yang berkelanjutan. Transfusi darah ini dilakukan dengan harapan kadar hemoglobin penderita mendekati normal agar komplikasi dari penderita dapat terhambat. Talasemia mayor tergolong penyakit yang berat. Umumnya bayi talasemia mayor terlahir dengan kondisi normal. Namun saat si bayi telah berumur 6 bulan, akan muncul gejala-gejala penyakit seperti anemia hemolitik dengan aniositosis dan poikisitosis, serta polikromasia. Anak-anak yang menderita talasemia dapat mengalami kegagalan pertumbuhan, anemia prograsif. Pertumbuhan yang terhenti, penonjolan tengkorak yang bundar dan tulang-tulang maksila serta frontal yang menonjol. Pasien talasemia mayor sangat sering mengalami
overloading besi. Dengan menumpuknya banyak besi, granul-granul hemosiderin akan terbentuk dan tersimpan dalam jaringan. Keadaan ini akan menyebabkan deposit besi yang bebas tidak terikat dengan transferitin sehingga akan timbul kerusakan toksik. Overloading besi yang terjadi pada jantung, pankreas, hati, dan organ lainnya dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan juga mengakibatkan gagal jantung, aritmia, diabetes mellitus dan gagal hati. Dan biasanya sebagian besar pasien akan meninggal akibat overloading besi pada jantung. Overloading besi ini terjadi akibat transfusi darah berlebihan. Besi semakin banyak dibentuk dalam darah. Hal ini lah yang menjadi salah satu penyebab kematian yang terjadi pada penderita talasemia. Penyakit jantung yang dimaksudkan disini meliputi gagal jantung, aritmia, dan serangan jantung (Sembiring, 2010). Menurut Hockenberry dan Wilson (dalam Indriati, 2011:3) Selama menjalani perawatan, umumnya anak selalu di damping oleh orang tua, dan yang paling sering adalah ibu. Ibu memiliki peran penting dalam merawat dan menjaga anaknya. Dalam merawat anak penderita talasemia , ibu akan mengalami suka duka tersendiri, stress, dan tentu hal ini memberikan pengalaman tersendiri bagi ibu. Orangtua Penderita talasemia harus melakukan transfusi darah untuk anaknya untuk menjaga Hb anaknya dan pertahanan tubuh sang anak. Usaha pengobatan yang dilakukan oleh orangtuapun beragam untuk menjaga kesehatan sang anak disamping pengobatan medis yang dilakukan. Hal itu tergantung dari bagaimana ibu orangtua memaknai pengobatan yang dia lakukan untyuk anaknya. Pengalaman manusia merupakan fokus penelitian fenomenologi deskriptif. Studi fenomenologi mendeskripsikan pemaknaan umum dari sejumlah individu terhadap berbagai pengalaman hidup mereka terkait dengan konsep atau fenomena. Para fenomenolog memfokuskan untuk mendeskripsikan apa yang sama/umum dari semua partisipan ketika mereka mangalami fenomena (misalnya, dukacita yang dialami secara universal). Menurut Moustakas (dalam Creswell, 2014:105) Pengalaman manusia ini dapat berupa fenomena, misalnya insomnia, kesendirian, kemarahan, dukacita, atau pengalaman operasi bypass pembuluh koroner .Peneliti kemudian mengumpulkan data dari Ibu yang telah mengalami
fenomena pengalaman merawat anak penderita thalasemia, dan mengembangkan deskripsi gabungan tentang esensi dari komunikasi intrapersonal bagi ibu. Deskripsi ini terdiri dari “apa” yang mereka alami dan “bagaimana” mereka mengalaminya Pada wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 27Desember 2015 terhadap tiga orang ibu (Ny. R, Ny. W, dan Ny. N) yang mempunyai anak dengan talasemia dan sedang menemani anak menjalani transfusi darah di rumah sakit di Bandung, dari hasil wawancara dengan ibu-ibu yang memiliki anak penderita talasemia tersebut menghasilkan beberapa pengalaman ibu-ibu tersebut secara umum hampir sama. Pengalaman tersebut antara lain berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang talasemia, perasaan pertama kali saat mengetahui anak menderita talasemia, penerimaan diri, pemaknaan ibu terhadap talasemia, adanya kekhawatiran tentang masa depan anak, kekhawatiran dengan transfusi darah, usaha penyembuhan anak talasemia, kekhawatiran untuk menambah anak. Berdasarkan latarbelakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Kota Bandung dalam bentuk skripsi yang berjudul “Pemaknaan Ibu Merawat Anak Penderita Talasemia di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Komunikasi
Intrapersonal
Ibu
yang
Mempunyai
Anak
Penderita
Talasemia)”
1.2 Fokus Penelitian 1) Bagaimana pemaknaan Ibu terhadap penyakit talasemia ? 2) Bagaimana sikap ibu terhadap penyakit talasemia yang diderita oleh anaknya?
1.3 Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui pemaknaan Ibu terhadap penyakit talasemia. 2) Untuk mengetahui bagaimana sikap ibu terhadap penyakit talasemia yang diderita oleh anaknya.
1.4 Kegunaan Penelitian 1) Aspek Teoritis Melalui penelitian ini dapat menambah kajian teoritis yang dapat memberikan pemahaman dalam lingkup ilmu komunikasi khususnya mengenai komunikasi intrapersonal, dalam kasus ini adalah pemaknaan ibu dalam merawat anak penderita talasemia. 2) Aspek Praktis Sehingga apa yang didapat dari penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh lembaga kesehatan atau rumah sakit dalam menghadapi, sekaligus memberi motivasi kepada orang tua pasien anak dalam menghadapi permasalahan yang sedang dihadapi.
1.5 Tahapan Penelitian Dalam penelitian ini penulis melalui tahapan pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan analisi data. Terdapat beberapa tahapan penelitian dalam melakukan penelitian seperti yang dikemukakan oleh Moleong dalam bukunya Ghony dan Almanshur (2012:144-157). 1) Tahapan pra-lapangan Terdapat enam kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti kualitatif, yang mana dalam tahapan ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan akan dipaparkan sebagai berikut : a) Menentukan fokus fenomena penelitian Peneliti memilih penyakit talasemia sebagai fokus penelitian yang akan diteliti. b) Memilih lapangan penelitian Peneliti memilih lapangan penelitian pada Rumah Sakit Al-Islam Bandung sebagai lokasi penelitian yang dapat menjadi pendukung dalam penelitian ini. c) Menjajaki dan menilai lokasi penelitian
Tahap ini belum sampai pada titik yang menyingkap bagaimana peneliti masuk lapangan, namun telah menilai keadaan lapangan dalam hal-hal yang tertentu. Pada tahap ini baru orientasi lapangan saja. d) Mengurus perizinan penelitian Pertama yang perlu diketahui oleh peneliti adalah siapa saja yang berkuasa dan berwenang memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengurus perizinan pada Universitas Telkom dan Rumah Sakit Al- Islam Bandung untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. e) Menyusun Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang dimaksud adalah proposal penelitian ini ditempatkan pada bab I yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, serta teori yang akan digunakan. f) Memilih dan memanfaatkan informan Informan merupakan orang dalam latar penelitian. Dalam hal ini peneliti memilih informan yang akan dibahas. Informan tersebut adalah ibu dari pasien anak penderita talasemia di ruang Rawat Inap Anak Rumah Sakit AlIslam Bandung. g) Menyiapkan alat penelitian Peneliti tidak hanya menyiapkan peralatan saja tetapi juga alat-alat untuk penelitian yaitu seperangkat alat perekam dan alat tulis. h) Persoalan etika Dalam hal etika, peneliti sangat menjaganya karena hal ini menyangkut hubungan orang yang berkenaan dengan data-data yang diperoleh dari peneliti, sebab dengan adanya etika oleh peneliti diharapkan terciptanya kerja sama yang menyenangkan antara kedua belah pihak.
2) Tahapan pekerjaan lapangan Pada tahap ini peneliti sudah memasuki pekerjaan lapangan yang mana pada tahap ini dibagi menjadi tiga bagian : a) Memahami latar penelitian dan persiapan diri
Untuk memahami pekerjaan, peneliti perlu memahami latar penelitian pada penyakit talasemia, Disamping itu peneliti juga mempersiapkan diri baik secara fisik maupun secara mental, agar kegiatan penelitian dapat berjalan dengan lancar seperti memahami pola komunikasi di tanah sunda agar dapat membangun interaksi yang baik dengan orang tua pasien yang berdomisili di kota Bandung. b) Memasuki lapangan Setelah memasuki lapangan, peneliti berhasil membina keakraban dengan orang-orang yang berhubungan dengan kegiatan peneliti tanpa harus mengganggu mereka dalam melaksanakann kegiatannya. Usaha ini dilakukan dengan menggunakan surat keterangan dari Universitas Telkom, dan surat izin penelitian dari Rumah Sakit Al Islam Bandung. c) Berperan serta sambil mengumpulkan data Peranan peneliti pada lokasi penelitian memang harus dibatasi, namun tidak menutup kemungkinan apabila ada waktu luang, maka peneliti akan terlibat langsung dalam data yang memang diperlukan untuk selanjutnya dianalisi secara intensif.
3) Analisis Data Pada tahap analisis data ini, peneliti menelaah data-data yang telah terkumpul misalnya data yang diperoleh dari hasil wawancara ataupun hasil dari catatan lapangan kemudian diolah dan diklasifikasi sesuai kategori data yang dihasilkan dengan tujuan untuk menemukan tema sesuai dengan pokok permasalahan.
Gambar 1.1 Tahapan Penelitian Mencari Ide Mencari Data
Data Primer (bidang rekam medik Rumah Sakit Al-Islam) Bandung)
Data Sekunder (Studi Keperpustakaan)
Mencari Teori yang berhubungan dengan penelitian Pengumpulan Data Koreksi Data Hasil Penelitian
Kesimpulan Saran Sumber : Data Olahan Penulis
1.6 Lokasi dan Watu Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang Rawat Inap Anak Rumah Sakit Al-Islam Bandung, yang terdapat di jalan Soekarno-Hatta No. 644 Kota Bandung, dan kediaman informan.
1.6.2 Waktu Penelitian Adapun waktu yang dibutuhkan oleh peneliti dalam meneliti penelitian ini dilaksanakan terhitung mulai dari bulan Agustus 2015 sampai dengan februari 2016. Tabel 1.1 Waktu Penelitian Kegiatan
Bulan ke8
Mencari Informasi (pra penelitian) Penelitian Lapangan Wawancara Narasumber Pengumpulan Data Pengolahan Data Menyusun Laporan Sumber : Oleh Penulis,2015
9
10
11
12
1
2