BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan jumlah kendaraan di Indonesia baik itu kendaraan roda dua
maupun kendaraan roda empat semakin meningkat jumlahnya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan transportasi. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan volume kendaraan baru di jalanan (contohnya tahun 2005 pertumbuhan mobil baru mencapai sekitar 530.000 unit secara nasional). Jumlah kendaraan di Jakarta sampai tahun 2003 mencapai 6.506.244 unit. Dari jumlah itu 1.464.626 di antaranya merupakan jenis mobil berpenumpang, 449.169 mobil beban (truk), 315.559 bus, dan 3.276.890 sepeda motor. Pertambahan paling signifikan terjadi pada jenis kendaraan sepeda motor yang pertumbuhannya mencapai ratusan ribu kendaraan pada tahun-tahun terakhir ini (tahun 2001 sepeda motor bertambah 333.510 unit, tahun 2002 bertambah 223.896 unit, tahun 2003 bertambah 365.811unit). Sampai dengan saat ini jumlah kendaraan bermotor di seluruh Indonesia telah mencapai lebih dari 20 juta yang 60% adalah sepeda motor sedangkan pertumbuhan populasi untuk mobil sekitar 3-4% dan sepeda motor lebih dari 4% per tahun (Sumber:Departemen Perhubungan). Hal ini karena didukung oleh berbagai sarana dan prasarana yang dapat diandalkan seperti peranan perusahaan leasing yang memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk dapat memiliki kendaraan dengan cara kredit yang menawarkan bunga rendah serta cicilan yang ringan dan bisa disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Bertambahnya jumlah penduduk dan ditetapkannya Kota Bandung sebagai tujuan wisata belanja secara tidak langsung akan memicu peningkatan penggunaaan kendaraan bermotor dan alat transportasi yang mengakibatkan peningkatan pada kebutuhan akan bahan bakar sehingga diperlukan penentuan lokasi strategis pendirian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) hampir di setiap sudut kota. Lokasi yang potensial pada wilayah tertentu akan menunjang mobilitas kemudahan dan kelancaran bagi pengguna kendaraan bermotor dalam
memperoleh bahan bakar, selain itu roda perekonomian dalam prakteknya tentu memerlukan moda transportasi untuk menghubungkan lokasi yang satu dengan lokasi yang lainnya. Sementara itu kendaraan di Kota Bandung sendiri, tingkat pertumbuhan kendaraan pribadi terlihat sangat tinggi. Pada tahun 1998 jumlah kendaraan bermotor yang tercatat di Kota Bandung sebanyak 416.266 buah dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 710.775 buah. Dari tahun 1998 s/d tahun 2003 tersebut, rata-rata peningkatan jumlah kendaraan adalah sebanyak 75.258 unit pertahun atau 20,35 persen. Sementara beban biaya investasi prasarana dan sarana terutama transportasi, sangat
terbatas
dibandingkan dengan kebutuhan. Rata-rata
pertambahan panjang jalan dari tahun 1997 s/d 2003 di kota Bandung hanya 45,34 km pertahun atau 3,51 persen pertahun. Sedangkan jalan di Bandung hanya 1.230,4 kilometer atau 5 persen dari luas kota yang sekitar 16.729 hektar. Idealnya jaringan jalan minimal 30 persen dari luas kota. Padahal, pada saat yang sama, volume kendaraan di Bandung telah mencapai 700.000 unit. Fenomena ini telah mengakibatkan pertumbuhan kendaraan pribadi perkotaan sangat tinggi di Indonesia yang mencapai 8-12 persen pertahun (Sumber : Bandung dalam Angka 1998-2003). Apabila kita bandingkan angka kenaikan jumlah mobil per tahun di Kuala Lumpur sekitar 50.000 yang mana lebih kecil dibanding dengan Bandung yang mencapai 75.258 unit pertahun. Hal ini tentu saja membuktikan bisnis bahan bakar di Indonesia lebih menjanjikan dibanding di Malaysia. Bertambahnya jumlah mobil secara otomatis membutuhkan peningkatan penyokongnya, yakni stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Besarnya pasar bahan bakar di Indonesia membuat perusahaan minyak Malaysia Petronas membuka SPBU di Indonesia yang mulai beroperasi sejak awal 2009 lalu. Untuk daerah Jakarta dan sekitarnya, Petronas akan memiliki 22 SPBU dan beberapa diantaranya sudah beroperasi. Selain harus berkompetisi dengan Pertamina, Petronas juga akan bersaing melawan pesaing lamanya, Shell. Dibandingkan dengan Petronas, Shell lebih dulu membuka SPBU-nya di Indonesia.
Pada awalnya perusahaan yang menyediakan bahan bakar untuk masyarakat di Indonesia adalah salah satu BUMN milik pemerintah yaitu Pertamina, namun seiring dengan kebijakan pemerintah yang mengijinkan perusahaan dari luar untuk memasuki industri tersebut di Indonesia beberapa perusahaan mulai masuk di industri penyediaan bahan bakar untuk masyarakat salah satunya adalah Petronas. Hal ini dimulai ketika pemberlakuan UU Migas No. 22 tahun 2001 yang mencabut monopoli Pertamina di sektor hilir sektor migas dalam negeri. Petronas adalah kependekan dari Petroliam Nasional Berhad. Petronas merupakan perusahaan Minyak dan gas yang berasal dari Malaysia dan membangun menara Petronas sebagai kantor pusatnya. Petronas pertama kali membuka SPBU miliknya pada Oktober 2005 yang berlokasi di Cibubur, Bogor. Sedangkan mereka membuka Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) pertama di Bandung adalah pada tahun 2009 yang berlokasi di Jl Ir. H. Juanda (Dago) No 139, Bandung. Dalam perjalanannya, realisasi pertumbuhan SPBU Petronas memang relatif rendah. Sampai akhir 2007, Petronas hanya memiliki 5 (lima) stasiun pengisian BBM. Namun, jumlah tersebut kemungkinan bertambah karena sampai akhir 2011 Petronas menargetkan akan memiliki sekitar 400 SPBU di seluruh Indonesia. Melihat pencapaian Petronas sejauh ini, tampaknya memang masih diperlukan waktu yang panjang untuk lebih meningkatkan lagi bisnis Petronas di Indonesia. Apalagi jika melihat data yang ada yaitu konsumen yang membeli BBM di stasiun pengisian BBM Pertamina masih sebesar 98 % (sumber : kompas.com) Di wilayah Kota Bandung hanya ada 2 perusahaan saja yang bergerak di bisnis ini, selain Petronas adalah Pertamina. Tetapi seperti kita ketahui SPBU Petronas hanya ada satu di kota Bandung ini, yaitu di kawasan Dago sedangkan Pertamina hampir ada di seluruh penjuru kota Bandung. Dari sekian banyak pilihan SPBU yang ada, banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan konsumen untuk sampai pada keputusan memilih SPBU tertentu. Ketika konsumen memasuki sebuah sebuah SPBU, konsumen telah memiliki sekumpulan harapan/expectation mengenai bagaimana mereka memenuhi berbagai kebutuhan dan keinginan tersebut. Dengan melihat berbagai fakta tersebut diatas menjadikan
industri di bidang ini semakin menjanjikan, meskipun keadaan perekonomian di Indonesia yang cukup stabil pada saat ini tetapi harga minyak mentah dunia yang pergerakanya cukup fluktuatif akan berdampak terhadap bisnis ini. Tetapi apabila melihat semakin tinggi dan meningkatnya kebutuhan akan bahan bakar untuk transportasi khususnya di Bandung dan sekitarnya, akan menjadikan persaingan di antara SPBU berlangsung cukup ketat untuk memperebutkan hati konsumen. Dengan kondisi persaingan yang semakin ketat ini, maka suatu perusahaan dituntut untuk benar-benar memahami dinamika selera konsumen yang menjadi target pasar dengan menyediakan produk yang berkualitas dan di dukung oleh pelayanan yang prima. Jika perusahaan ingin berhasil dalam persaingan maka perusahaan tersebut harus dapat mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen. Selanjutnya diperlukan upaya-upaya untuk pemenuhan kebutuhan, keinginan serta kepuasan dari para konsumen tersebut. Dalam menghadapi situasi persaingan tersebut, Petronas yang menjadi objek penelitian penulis, dan merupakan perusahaan yang bergerak dibidang minyak dan gas, diharapkan dapat melakukan upaya-upaya strategis untuk menghadapi persaingan yang ada. Terobosan yang dapat dilakukan untuk memenangkan persaingan sekaligus memberikan kesan yang baik di benak konsumen adalah memberikan keunggulan pelayanan dan menyediakan produk yang berkualitas pada konsumen. Berusaha memberikan yang terbaik kepada konsumen memang bukan pekerjaan yang mudah, bahkan untuk menarik sedikit saja perhatian dari konsumen dibutuhkan upaya yang luar biasa besarnya. Dengan didukung oleh kualitas merek yang kuat, perusahaan diharapkan dapat memberikan suatu pengalaman yang berbeda kepada konsumen karena mencoba produk perusahaan sehingga dapat tercipta pembelian ulang di masa yang akan datang karena konsumen merasa needs and wants mereka telah terpenuhi dan terpuaskan. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mungkin konsumen merasa puas dan mengetahui kelebihan dari kualitas produk perusahaan apabila mereka belum pernah mencoba produk dari perusahaan karena tidak atau belum tertarik untuk mencoba produk tersebut.
Pada saat ini Pertamina memang masih menjadi Top of Mind merek di masyarakat untuk mengisis bahan bakar kendaraan mereka. Sebagai SPBU yang belum lama ini beroperasi di Bandung Petronas harus bisa menarik hati konsumen untuk membeli bahan bakar mereka di sana. Tentu saja hal itu harus di awali dengan suatu minat beli yang muncul dalam diri konsumen untuk melakukan pembelian. Bagaimana konsumen tahu mengenai kualitas produk perusahaan jika mereka belum pernah mencobanya, dan di sinilah pentingnya peran dari trial purchase, sehingga apabila konsumen telah merasakan manfaat dari produk dan jasa yang telah di berikan dan membandingkannya dengan produk/jasa pesaing akhirnya konsumen akan menarik sebuah kesimpulan mengenai mana yang lebih baik. Selanjutnya apabila konsumen puas dengan produk/jasa yang kita berikan mereka akan memberitahukan hal ini kepada rekan mereka hal ini bisa kita katakan sebagai word of mouth. Word of mouth dapat merangsang Minat beli sehingga nantinya tidak saja berhasil mempertahankan volume penjualan tetapi juga memperluas basis itu sendiri. Pertanyaanya adalah faktor apa yang dapat merangsang minat beli konsumen untuk melakukan pembelian di SPBU Petronas, dan bagaimana caranya perusahaan untuk memancing minat beli tersebut dan apabila perusahaan sudah menganalisisnya selanjutnya adalah perusahaan harus mampu untuk mendorong hal tersebut sehingga konsumen akhirnya melakukan pembelian. Penelitian ini bisa dikatakan memfokuskan pada produk yang digunakan secara konsisten oleh konsumen yang memiliki kendaraan pribadi, dimana dalam tahapan sebelum konsumen melakukan pembelian adalah didahului oleh timbulnya minat untuk membeli. Memang ada beberapa cara untuk mendorong minat beli konsumen, tetapi yang harus di tekankan adalah menggunakan kelebihan dari perusahaan untuk memancing konsumen sehingga mereka memberikan perhatian, tertarik dan akhirnya timbul hasrat untuk membeli. Pendorong minat beli salah satunya adalah brand perceived quality. Seperti kita ketahui ketahui bahwa brand perceived quality/kualitas merek Petronas di mata masyarakat cukup baik, karena dikenal sebagai perusahaan minyak dan gas yang telah malang melintang cukup lama dan berhasil menembus pasar dunia dan hal
itu menggambarkan bahwa perusahaan ini merupakan perusahaan yang bonafide dan besar. Artinya apabila persepsi konsumen terhadap kualitas suatu merek produk yang dalam hal ini adalah petronas cukup baik maka hal tersebut akan lebih memudahkan untuk menimbulkan minat beli. Karena apabila brand perceived quality/persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk yang di bentuk oleh konsumen positif, hal itu dapat menentukan nilai dari produk/jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada minat beli dari konsumen karena resiko yang dihadapi oleh konsumen pada saat akan melakukan pembelian akan berkurang karena produk/jasa yang akan mereka beli berkualitas. Konsumen yang melakukan pembelian pertama dan merasa puas karena. hasilnya sesuai dengan persepsi kualitas merek mereka sejak awal merupakan aset penting bagi perusahaan sebab mereka merupakan potential buyers dimasa yang akan datang dan bukan tidak mungkin mendatangkan calon pembeli baru melalui word of mouth karena mereka merasa puas dengan performa produk dan jasa yang mereka konsumsi dan akan memberitahukannya kepada rekan mereka. Konsumen seringkali merasa tidak puas karena kualitas pelayanan yang buruk, dimana pelayanan merupakan salah satu dimensi dari brand perceived quality. Pada saat konsumen melakukan pembelian seluruh faktor yang ada dalam brand perceived quality harus bisa memaksimalkan pengalaman konsumen yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman konsumen yang kurang menyenangkan, hal tersebut sangat membantu perusahaan untuk tetap bertahan dalam kondisi persaingan yang cukup ketat. Oleh karena itu brand perceived quality perusahaan akan mendukung keberadaan perusahaan. Bertitik tolak pada latar belakang di atas, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian serta menyusun skripsi berjudul PENGARUH BRAND PERCEIVED QUALITY TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN PADA SPBU PETRONAS DAGO BANDUNG .
1.2
Identifikasi Masalah Ide dasar dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh brand
perceived quality terhadap minat beli konsumen pada SPBU Petronas Dago
Bandung. Oleh karena itu fokus masalah dalam penelitian ini adalah menganalisis hal-hal tersebut diatas. Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka penulis mengidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana penilaian konsumen terhadap brand perceived quality SPBU Petronas Dago Bandung? 2. Seberapa besar pengaruh brand perceived quality terhadap minat beli konsumen?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisa
dan menginterpretasikan data-data dalam rangka penyususnan skripsi sebagai syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi pada jurusan Manajemen Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama. Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap brand perceived quality SPBU Petronas Dago Bandung. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh brand perceived quality terhadap minat beli konsumen pada SPBU Petronas Dago Bandung
1.4
Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan hasil yang
bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian, yakni: Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dalam penelitian tentang manajemen pemasaran, khususnya yang berkaitan dengan brand perceived quality dan hubungannya dengan minat beli. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara langsung maupun tidak langsung bagi : a. Bagi perusahaan, sebagai salah satu bahan referensi, sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan serta menambah wacana pada perusahaan
mengenai brand perceived quality dan seberapa besarpengaruhnya dalam meningkatkan minat beli konsumen pada SPBU Petronas Dago Bandung. b. Bagi penulis, diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta menambah wacana penulis khususnya dalam memahami mengenai brand perceived quality dan minat beli konsumen. c. Bagi Universitas, Untuk menambah perbendaharaan kepustakaan tentang perilaku konsumen bagi Universitas Widyatama khususnya untuk Program Studi Manajemen. d. Bagi pihak lain yang berkepentingan, sebagai sumbangan pikiran dan informasi terutama bagi rekan-rekan mahasiswa yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai brand perceived quality dan minat beli.
1.5
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran Merek adalah salah satu atribut yang sangat penting dari sebuah produk yang penggunaannya pada saat ini sudah sangat meluas karena beberapa alasan, dimana merek suatu produk berarti memberikan nilai tambah produk tersebut. Ketika orang-orang berfikir tentang suatu produk atau jasa, mereka biasanya memikirkan sifat-sifat dan keistimewaan, serta manfaat praktis yang akan diberikan dari produk atau jasa itu kepada konsumen. Namun, ketika mereka memikirkan suatu merek, mereka berfikir melampaui hal ini dan dengan suatu cara yang benar-benar berbeda, karena pemberian merek menambahkan suatu dimensi emosional pada hubungan produk-pelanggan. Merek tidak hanya sebuah nama bagi produk, tetapi lebih dari itu merupakan identitas untuk membedakan produk yang dihasilkan perusahaan dari produk yang dihasilkan dari perusahaan lain. Dengan identitas khusus, produk tertentu akan lebih mudah dikenali oleh konsumen. Beberapa konsep dasar yang dapat membantu pemasar memahami proses penilaian konsumen adalah dengan melihat brand atau merek dari suatu produk. Menurut Kotler dan Keller (2006 : 256):
Brand is a name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors Definisi di atas dapat diartikan sebagai berikut : Merek adalah nama, bentuk, rancangan tanda atua desain atau kombinasi semua unsur tersebut, yang bertujuan untuk mengidentifikasikan produk atau jasa dari individual atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Sementara Definisi brand image menurut beberapa ahli pemasaran, seperti Kotler dan Keller ( 2006 :268 ), yaitu : preception and beliefs held by consumer. As reflected in the associations held in consumer memory Berdasarkan konsep tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa : i.
Brand image merupakan pemahaman konsumen mengenai merek secara keseluruhan, kepercayaan konsumen terhadap merek dan bagaimana pandangan konsumen tentang merek.
ii.
Brand image sangat berpatokan pada pemahaman, kepercayaan, dan pandangan atau presepsi konsumen terhadap suatu merek. Pengertian brand equity menurut Kotler, Lane (2009;334) : Brand Equity adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa . Sedangkan Menurut Aaker (2002;679) mendefinisikan brand equity
sebagai berikut : Brand equity is defined as a set of asset and liabilities to a brand that add to or subtract from the value of a product or device to a company and or its customers . Definisi di atas dapat diartikan sebagai berikut : Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang/jasa kepada konsumen .
Menurut Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadaptasi teori Aaker, brand equity dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori: 1. Brand awareness. 2. Brand Association 3. Brand Loyalty 4. Brand Perceived Quality Brand perceived quality (persepsi kualitas merek) adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek produk (Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak, 2006;96). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) Persepsi dapat diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera (melihat, mendengar, mencium, menyentuh dan merasakan) . Perceived quality akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Karena perceived quality merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan jika perceived quality pelanggan negatif, maka produk tidak akan di sukai dan tidak akan bertahan lama di pasar. Sebaliknya jika perceived quality pelanggan positif, produk akan disukai. Brand perceived quality dapat didefinisikan pula sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Karena perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan maka perceived quality tidak dapat ditentukan secara objektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Maka dapat dikatakan bahwa membahas perceived quality berarti akan membahas
keterlibatan dan kepentingan pelanggan, dimana atribut dan kelebihan/features yang dimiliki produk juga termasuk di dalamnya karena kepentingan setiap pelanggan berbeda-beda (Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak, 2006;97). Perceived quality juga berlaku bukan hanya untuk produk tetapi juga berlaku untuk jasa layanan yang melibatkan dimensi kualitas jasa seperti waktu tunggu, saat check out, keramahan petugas, kenyamanan ruangan dan lainnya. Mengingat kepentingan dan keterlibatan pelanggan berbeda-beda, perceived quality perlu dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria yang berbeda. Perceived quality
yang tinggi bukan berarti harapan pelanggan rendah (pelanggan
merasakan kepuasan yang tinggi jika harapannya jauh lebih rendah dari kinerja atau kenyataan). Perceived quality mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk memahami perceived quality suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk. Mengacu kepada Pendapat A. Garvin (Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak, 2006;98-99) dimensi brand perceived quality dibagi menjadi tujuh, yaitu : 1. Kinerja 2. Pelayanan 3. Ketahanan 4. Keandalan 5. Karakteristik Produk 6. Kesesuaian dengan spesifikasi 7. Hasil Perilaku pembeli dalam melakukan pembelian dipengaruhi oleh faktorfaktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi. Faktor ini merupakan faktor yang sukar untuk dikendalikan oleh pemasar. Faktor ini juga terdiri dari unsur yang lebih kecil dan rumit yang membentuk suatu kesatuan mengenai bagaimana manusia bersikap dalam kehidupan sehari-harinya. Perilaku pembeli dalam
melakukan pembelian dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi. Faktor ini merupakan faktor yang sukar untuk dikendalikan oleh pemasar. Faktor ini juga terdiri dari unsur yang lebih kecil dan rumit yang membentuk suatu kesatuan mengenai bagaimana manusia bersikap dalam kehidupan sehari-harinya. Akibat adanya faktor yang mempengaruhi konsumen maka kebutuhan setiap konsumen pun berbeda-beda. Artinya pemasar juga harus mengidentifikasikan siapa yang membuat keputusan pembelian, jenis-jenis keputusan pembelian dan langkah-langkah dalam proses pembelian.
Tahap-tahap proses keputusan pembelian menurut Paul Peter dan Donnelly (2007; 47) : Gambar 1.1 Consumer decision making Need recognition
Alternative search
Alternative evaluation
Purchase decision
Postpurchase evaluation
Sumber: Paul Peter dan Donnelly (2007; 47) 1. Need recognition. Proses pembelian diawali dengan adanya masalah atau kebutuhan yang belum terpuaskan dan dapat dirasakan oleh konsumen. Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan situasi saat ini guna membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan. Kebutuhan itu mungkin sudah dikenal dan dirasakan konsumen jauh-jauh hari sebelumnya. 2. Alternative search. Setelah konsumen menyadari adanya kebutuhan suatu barang atau jasa, selanjutnya konsumen mencari informasi baik yang disimpan dalam ingatan (informasi internal) maupun informasi yang didapat dari lingkungan (eksternal).
Sumber informasi konsumen terbagi dalam 5 (lima) kelompok yaitu : a) Sumber internal
: informasi ini berasal dari seringnya berbelanja atau
kebiasaan berbelanja, sehingga diri kita dapat menentukan pilihannya sendiri. b) Sumber kelompok
: sumber kedua ialah berasal dari orang lain, seperti
keluarga, teman-teman, tetangga dan kenalan. c) Sumber niaga
: Periklanan, petugas penjualan, kemasan dan
pemajangan. d) Sumber umum
: Media massa dan organisasi konsumen
e) Sumber pengalaman : Pernah menangani, memuji, dan memakai produk atau jasa. 3. Alternative evaluation. Setelah informasi diperoleh, konsumen mengevaluasi berbagai alternatif pilihan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen : a)
Pertama, konsumen mendapatkan informasi tentang berbagai merek dari suatu tingkatan produk.
b)
konsumen berusaha mencari manfaat tertentu dari solusi produk.
c)
Merek-merek tersebut mempunyai sejumlah atribut (warna, kualitas, ukuran, dan lainnya).
d)
konsumen
memandang
masing-masing
produk
sebagai
suatu
sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu konsumen berusaha memenuhi suatu kebutuhan. e)
Mereka akan memberikan perhatian terbesar terhadap atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya.
f)
Merek yang sangat disukai akan menjadi merek yang akan dibeli.
4. Purchase decision. Apabila tidak ada faktor lain yang mengganggu setelah konsumen menentukan pilihan yang telah ditetapkannya, pembelian yang aktual adalah hasil akhir dari pencarian dan evaluasi.
5. Postpurchase evaluation. Secara umum, apabila individu merasakan ketertarikan yang sangat atau kepuasan dalam memenuhi kebutuhan, biasanya mereka akan terus mengingat hal tersebut. Perilaku pascapembelian meliputi kepuasan pascapembelian, tindakan pascapembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian. a. Kepuasan pascapembelian Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan akan kecewa, jika kinerja ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas, jika melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Perasaan-perasaan itu akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali produk tersebut dan
membicarakan
hal-hal
yang
menguntungkan
atau
tidak
menguntungkan tentang produk tersebut kepada orang lain. Konsumen membentuk harapan mereka berdasarkan pesan yang diterima dari penjual, teman, dan sumber-sumber informasi lain. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan konsumen. Beberapa konsumen memperbesar kesenjangan ketika produk yang mereka terima tidak sempurna, dan mereka menjadi sangat tidak puas. b. Tindakan Pascapembelian Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Para pelanggan yang tidak puas akan berperilaku sebaliknya. c. Pemakaian dan Pembuangan Pascapembelian Jika konsumen menyimpan produk ke dalam lemari, produk tersebut mungkin tidak begitu memuaskan, dan kabar dari mulut ke mulut tidak akan gencar. Jika konsumen menjual atau mempertukarkan produk tersebut, penjualan produk baru akan menurun.
Setelah melalui tahap pengenalan masalah dan pencarian informasi tahap berikutnya konsumen akan menentukan pilihan produk dari sekian alternatif yang ada. Pemasar perlu mengetahui bagaimana penilaian konsumen terhadap alternatif tersebut sebelum konsumen menentukan pilihannya. Dalam tahap inilah merek merupakan salah satu atribut yang dianggap penting terutama dalam menumbuhkan persepsi positif dan kepercayaan konsumen terhadap suatu merek tersebut yang akhirnya akan mendorong suatu minat beli dari kosneumen setelah menilai atribut yang dimiliki merek tersebut. Persepsi yang positif dan kepercayaan konsumen terhadap suatu merk tersebut akan menciptakan citra merek dan pada akhirnya hal tersebut merupakan salah satu faktor yang menjadi dorongan bagi konsumen untuk melakukan pembelian terhadap produk tersebut yang didahului oleh minat beli terlebih dahulu. Minat merupakan salah satu aspek psikologis yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap perilaku dan juga merupakan sumber motivasi yang akan mengarahkan pada apa yang akan mereka lakukan. Berikut ini definisi minat beli menurut beberapa ahli. Pengertian minat beli menurut Schiffman dan Kanuk (2007;228) didefinisikan sebagai berikut : Suatu model sikap seseorang terhadap objek barang yang sangat cocok dalam mengukur sikap terhadap golongan produk, jasa, atau merek tertentu .
Sedangkan pengertian minat beli menurut Howard yang dikutip oleh Durianto dan Liana (2004:44) adalah : Minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu . Menurut Tjetjep Djatnika dalam jurnal
Mempertinggi efektivitas
program magang industri melalui pendekatan kemitraan dalam rangka membangun kepercayaan dan keyakinan dunia usaha dan dunia industri
(2007), terdapat empat langkah yang dialami konsumen dalam proses keputusan pembelian yang disebut dengan AIDA, diatas terdiri dari: 1. Attention: Tahap dimana konsumen menaruh perhatian terhadap barang atau jasa. 2. Interest: Tahap dimana ketertarikan konsumen untuk mengetahui lebih jauh tentang keistimewaan produk atau jasa. 3. Desire: Tahap dimana konsumen berhasrat/berminat karena barang atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan-nya 4. Action: Tahap dimana konsumen mengambil keputusan dan tindakan untuk membeli. Dari konsep dasar di atas dapat dirumuskan brand perceived quality sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Serta ada beberapa faktor yang mempengaruhi brand perceived quality konsumen yaitu : Kinerja, Pelayanan, ketahanan, keandalan, karakteristik produk, kesesuaian dengan spesifikasi dan hasil. Dengan demikian brand perceived quality konsumen atas suatu produk memegang peranan penting bagi konsumen untuk mendorong timbulnya suatu minat beli sebelum melakukan pembelian. 1.5.2 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka diambil suatu hipotesis penelitian yang akan diuji dan dibuktikan kebenarannya: Terdapat Pengaruh yang Positif antara Brand perceived quality terhadap Minat beli Konsumen pada SPBU Petronas Dago Bandung.
1.6
Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif. Moh. Nazir (2005:54) mengemukakan bahwa: Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang .
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta fakta, sifat sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki, menganalisa dan akhirnya mengambil suatu kesimpulan. Ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam meneliti, serta tempat dan waktu penelitian dilakukan, penelitian deskriptif ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: Metode survei Metode deskriptif berkesinambungan Penelitian studi kasus Penelitian analisis pekerjaan dan aktivitas Penelitian tindakan Penelitian perpustakaan dan dokumenter Namun dari keenam jenis penelitian deskriptif yang tersebut diatas, penulis menggunakan metode survei dalam melakukan penelitian ini, seperti yang telah diutarakan oleh Nazir ( 2003 : 56 ), metode survei adalah : Penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta fakta dari gejala gejala yang ada dan mencari keterangan keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah .
1.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis adalah: Riset Lapangan (Field Research) Penelitian lapangan dilakukan melalui : a.
Wawancara, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu secara tertulis maupun lisan mengenai masalah-masalah yang akan diteliti.
b.
Kuesioner, yaitu seperangkat pertanyaan yang diberikan penulis secara langsung kepada karyawan perusahaan untuk diisi.
2.
Sumber Data. Upaya untuk memperoleh data yang dilakukan oleh penulis melalui bukubuku sebagai landasan teori dalam penelitian. Sedangkan data-data yang dikumpulkan bersumber pada : a. Data Primer, yaitu data yang didapatkan langsung dari obyek penelitian, adapun data tersebut diperoleh dengan memantau langsung terhadap kegiatan-kegiatan perusahaan, seperti wawancara dan menyebarkan kuesioner. b. Data sekunder, yaitu data data yang didapatkan dari buku buku, serta catatan kuliah yang dipergunakan sebagai landasan teori yang berkaitan dengan teori ini.
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian di Petronas
yang berlokasi di Jl Ir. H. Juanda (Dago) No 139, Bandung. Penelitian ini dilaksanakan terhitung pada Bulan Maret 2010 sampai dengan penyusunan skripsi ini berakhir.