BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi perekonomian yang belum stabil pada saat ini, serta semakin ketatnya persaingan pada sektor industri, sektor jasa, dan sektor lainnya, perusahaan dituntut untuk dapat mengelola aktivitas usahanya secara aktif dan kreatif agar perusahaan tetap mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dan masih dapat membantu kesejahteraan para karyawannya. Untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, perusahaan di tuntut untuk melakukan kegiatan operasionalnya secara efisien dan efektif. Efektivitas sebagai dasar dari keberhasilan dan efisiensi sebagai syarat minimal untuk kelangsungan hidup perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. Berbicara mengenai efisiensi, tidak hanya terlepas dari masalah pengendalian biaya. Seiring dengan persaingan yang semakin kompetitif, harga jual semakin sulit dikendalikan oleh perusahaan karena banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian biaya, baik itu biaya produksi, biaya pemasaran maupun biaya lainnya. Jika aktivitas pengendalian dilaksanakan secara efektif, tujuan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa sesuai target akan terpenuhi. Pada umumnya, komponen terbesar dari biaya yang ada di perusahaan pembangkit listrik (PLTA) adalah biaya pembangkit listrik. Biaya pembangkit listrik lebih mudah dikendalikan karena menyangkut kegiatan internal perusahaan, oleh karena itu, biaya
pembangkit
pengendalian
biaya.
listrik
seharusnya
Keberhasilan
mendapat
suatu
prioritas
perusahaan
utama
dalam
pembangkit
dalam
mengendalikan pengeluaran biaya pembangkit listrik akan berpengaruh positif terhadap peningkatan laba perusahaan dan kemajuan perusahaan. Adapun pengendalian biaya pembangkit listrik dari PLTA tidak dapat dilakukan oleh pemimpin perusahaan saja, karena skala perusahaan yang sangat
1
2
besar. Dalam perusahaan yang skala besar, maka aktivitas produksi perusahaan juga akan meningkat. Peningkatan aktivitas produksi listrik akan melibatkan kompleksitas dalam pengendalian aktivitasnya. Dalam keadaan seperti ini, seorang DIRUT tidak mungkin lagi dapat mengendalikan perusahaannya secara langsung dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan suatu alat bantu manajemen dalam mengendalikan perusahaan. Suatu unit organisasi yang dikepalai seorang manajer yang bertanggung jawab atas kegiatan di dalam unit organisasi, yang lebih dikenal dengan sebutan pusat pertanggungjawaban. Dalam upaya melaksanakan pengendalian dari setiap pusat pertanggungjawaban tersebut pimpinan memerlukan suatu media berupa laporan mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan masing-masing pusat pertanggungjawaban yang disebut informasi akuntansi pertanggungjawaban. Salah satu alat bantu manajemen untuk dapat mengendalikan perusahaan secara efektif dan efisien adalah dengan akuntansi pertanggungjawaban, yaitu suatu sistem akuntansi yang disusun sedemikian rupa, sehingga pengumpulan pelaporan
biaya
dan
penghasilan
dilakukan
sesuai
dengan
bidang
pertanggungjawaban dalam organisasi. Dalam hal ini terjadi karena adanya pendelegasian wewenang dari pimpinan kepada bawahannya, yang selanjutnya akan menimbulkan pertanggungjawaban dari bawahan kepada pimpinan. Tujuannya adalah agar diketahui orang atau sekelompok orang yang bertanggung jawab bila terjadi penyimpangan atas biaya dan penghasilan yang telah dianggarkan. Dengan adanya akuntansi pertanggungjawaban diharapkan pimpinan dapat secara objektif menilai tanggung jawab dan prestasi bawahannya atas tugas yang didelegasikan
kepadanya,
sehingga
akan
membantu
manajemen
dalam
meningkatkan efisiensi dan efektivitas, sehingga tujuan perusahaan secara keseluruhan dapat tercapai. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai akuntansi pertanggungjawaban, dengan mengambil judul skripsi
3
“MANFAAT AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN SEBAGAI ALAT BANTU BAGI MANAJEMEN DALAM MENUNJANG EFEKTIVITAS PENGENDALIAN BIAYA PEMBANGKIT LISTRIK” (Studi kasus pada PERUM Jasa Tirta II Jatiluhur – Purwakarta) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengidentifikasikan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah akuntansi pertanggungjawaban yang diterapkan perusahaan telah memadai. 2. Apakah
pengendalian
biaya
pembangkit
listrik
yang
dijalankan
perusahaan telah efektif. 3. Bagaimana manfaat akuntansi pertanggungjawaban dalam menunjang efektivitas pengendalian biaya pembangkit listrik pada perusahaan. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat akuntansi pertanggungjawaban sebagai alat bantu bagi manajemen dalam menunjang efektivitas pengendalian biaya produksi pada PERUM Jasa Tirta II dan sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menempuh ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi S-1 di Universitas Widyatama. Sesuai dengan masalah yang telah diidentifikasikan di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk : 1. Untuk mengetahui memadainya akuntansi pertanggungjawaban yang diterapkan oleh perusahaan. 2. Untuk mengetahui efektivitas pengendalian biaya pembangkit listrik. 3. Untuk
mengetahui
manfaat
akuntansi
pertanggungjawaban
mengendalikan biaya pembangkit listrik pada perusahaan.
dalam
4
1.4 Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi : 1. Penulis, hasil penelitian ini untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis secara langsung mengenai teori akuntansi pertanggungjawaban yang di dapat selama kuliah. Dan juga, sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi S-1 di Universitas Widyatama. 2. Perusahaan,
hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
melengkapi
implementasi konsep akuntansi pertanggungjawaban sebagai sarana untuk mengendalikan biaya pembangkit listrik. 3. Masyarakat dan dunia pendidikan, penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat berguna untuk menambah wawasan pengetahuan, bahan kepustakaan dan sebagai kasus di lapangan untuk penelitian lebih lanjut. 1.5 Kerangka Pemikiran Pada prisipnya pimpinan perusahaan berhubungan dengan semua aktivitas, mulai dari perencanaan awal perusahaan sampai dengan tercapainya tujuan perusahaan. Sehubungan dengan itu, pimpinan perusahaan memerlukan perencanaan untuk semua kegiatannya, dan juga pengendalian sebagai alat pengawas apakah hasil yang dicapai sesuai dengan yang telah direncanakan. Fungsi perencanaan dan pengendalian merupakan dua aktivitas yang terpisahkan tetapi saling berhubungan. Tanpa adanya perencanaan, pengendalian yang baik dan efektif tidak dapat dilaksanakan, sebab perencanaan yang efektif harus didasarkan pada fakta yang dikumpulkan dan dianalisis kemudian dituangkan ke dalam suatu rencana yang spesifik, baik itu rencana jangka pendek maupun rencana jangka panjang. Pengertian perencanaan di sini mencakup fungsi pembuatan dan penetapan anggaran. Perencanaan yang disusun oleh perusahaan sekaligus sebagai dasar untuk pengendalian, yaitu menilai hasil guna dan daya guna yang dicapai perusahaan, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan penyusunan anggaran. Anggaran
5
adalah rencana kerja yang digambarkan secara kuantitatif dalam bentuk keuangan dan ukuran kuantitatif lainnya, lalu anggaran tersebut dilaksanakan dan dibandingkan dengan realisasinya sehingga dapat diketahui penyimpangan yang terjadi. Penyimpangan tersebut digunakan sebagai dasar evaluasi atau penilaian prestasi dan umpan balik untuk perbaikan di masa yang akan datang, seperti yang telah ditetapkan dalam anggaran harus tercapai. Perusahaan harus sesuai dengan arah tujuannya tersebut sehingga anggaran dapat bermanfaat sebagai alat pengendalian. Pengendalian dipandang sebagai suatu jaringan komunikasi yang memantau kegiatan dalam organisasi dan menyediakan dasar untuk tindakan koreksi di masa yang akan datang. Jika diperlukan untuk dapat menjalankan fungsinya, manajemen dalam rangka pengendalian tersebut membutuhkan informasi yang selektif, relevan, dan tepat waktu. Pimpinan banyak membutuhkan informasi khususnya informasi biaya yang dapat diperbandingkan serta dibuat secara sistematik. Oleh karena itu, dibuat wewenang bagi manajer dengan maksud agar didapatkan informasi dari masing-masing manajer tersebut secara bertingkat. Pengertian pengendalian menurut Hansen dan Mowen (2000; 925) adalah sebagai berikut: ”Control is the process of setting standards, receiving feedback on actual performance, and taking corrective action whenever actual performance deviates significantly from planned performance” Hammer dan unsry yang dia\lih bahasakan o\leh krista (2004; 6), menyatakan bahwa ; “Control is managements systematic effort to achieve objectives by comparing performance to plans and taking appropriate action to correct important differences.” Dari pengertian-pengertian tersebut di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pengendalian adalah suatu proses tindakan untuk menyakinkan bahwa operasi perusahaan telah sesuai dengan tujuan, kebijakan, dan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan, dan mengambil tindakan perbaikan apabila terjadi penyimpangan dari yang telah direncanakan.
6
Perencanaan dan pengendalian merupakan dua hal penting yang saling berhubungan, perencanaan berhubungan dengan pengembangan tujuan masa yang akan datang melalui penyusunan anggaran untuk mencapai efektivitas dan efisiensi yang diinginkan perusahaan, sedangkan pengendalian berhubungan dengan langkah-langkah yang dilaksanakan oleh manajemen untuk pencapaian efektivitas dan efesiensi yang diinginkan tersebut dapat tercapai serta untuk menjamin bahwa seluruh bagian-bagian dalam perusahaan berfungsi secara konsisten sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan. Dalam suatu perusahaan, khususnya perusahaan jasa seperti PLTA, perlu dibuat struktur organisasi yang dapat menggambarkan secara jelas pemberian wewenang dan tanggung jawab dari setiap jenjang manajemen, sehingga setiap manajemen atau unit-unit yang ada dapat berfungsi secara efektif. Pengendalian sebaiknya juga didukung oleh perencanaan yang memadai, dan juga sistem pelaporan yang menyeluruh. Manajemen dari divisi PLTA telah diakui sebagai suatu cabang manajer yang ditunjuk untuk melaksanakan koordinasi dan pengendalian atas beberapa kegiatan proses pembangkitan listrik (baik perencanaan dan pengendalian, pembuatan data dan pengendaliannya, pembuatan data dan teknis maupun pembiayaannya). Kegiatan manajer divisi PLTA pada dasarnya adalah perencanaan dan pengendalian, dan ini merupakan bagian dari responsibility accounting karena merupakan pengendalian yang baik dan data di dalamnya dapat langsung dilihat penyebabnya. Pengertian Akuntansi Pertanggungjawaban menurut Hansen dan Mowen yang dialihbahasakan oleh Ancella. A. Hermawan (2000; 63) adalah : “Akuntansi pertanggungjawaban adalah sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat pertanggungjawaban menurut
informasi
yang
dibutuhkan
para
manajer
mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka.”
untuk
7
Mulyadi (1997; 214) menyatakan bahwa : “Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang disusun sedemikian rupa sehingga pengumpulan, pelaporan biaya dan penghasilan dilakukan sesuai dengan pertanggungjawaban dalam organisasi,
dengan
tujuan agar dapat
ditunjuk
orang
atau
sekelompok orang yang bertanggung jawab terhadap penyimpangan biaya dan penghasilan yang dianggarkan.” Dari pengertian-pengertian tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa akuntansi pertanggungjawaban merupakan sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai dari suatu pusat pertanggungjawaban (responsibility centre) dan bertujuan untuk mengetahui orang atau sekelompok orang yang bertanggung jawab bila ada penyimpangan dari yang dianggarkan. Dalam hubungannya dengan biaya pembangkit listrik terdapat biaya standar yang merupakan biaya yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu dari hasil penelitian yang tepat atas kegiatan masa lalu dengan mempertimbangkan kondisikondisi di masa yang akan datang dan berguna bagi manajemen sebagai alat pengendalian biaya pembangkit listrik. Agar pengendalian biaya pembangkit listrik dapat dilaksanakan secara efektif, maka anggaran biaya pembangkitan dan biaya standar harus digunakan bersama yaitu dengan menyusun anggaran biaya standar berdasarkan tarif standar. Dengan adanya perencanaan berupa penyusunan anggaran tersebut, maka efektivitas pengendalian biaya pembangkit listrik dapat ditunjang karena dapat diketahui besarnya penyimpangan yang terjadi melalui perbandingan antara rencana dan realisasinya yang kemudian dianalisis agar diketahui penyebab terjadinya penyimpangan tersebut, sehingga dapat diambil tindakan korektif untuk memperbaiki perbedaan yang tidak menguntungkan. Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut :
8
“Akuntansi pertanggungjawaban yang diterapkan dengan memadai, bermanfaat dalam menunjang efektivitas pengendalian biaya pembangkit listrik.” 1.6 Metode Penelitian Teknik penelitian yang dilakukan bersifat studi kasus, sedangkan metode penelitian yang dipakai adalah metode deskriptif, yaitu metode yang berusaha mengumpulkan data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, menyajikan dan menganalisisnya, sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas atas objek yang diteliti dan kemudian dapat disimpulkan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Penelitian Lapangan (Field Research). Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara peninjauan langsung pada perusahaan untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Teknik pengumpulannya, yaitu : 1) Observasi. Yaitu dengan cara mengamati dan memperhatikan pelaksanaan kegiatan langsung di perusahaan. 2) Wawancara (Interview). Yaitu wawancara langsung dengan para karyawan dan staf perusahaan. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research). Yaitu dengan cara mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber dan mempelajari
literatur-literatur
yang
berhubungan
dengan
topik
pembahasan untuk memperoleh dasar teoritis yang akan digunakan dalam pembahasan.
9
1.7 Waktu dan Lokasi Penelitian Penulis melakukan penelitian pada PERUM Jasa Tirta II yang berlokasi di jalan Lurah Kawi, desa Cilegong Jatiluhur – Purwakarta. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2010.