BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Saat ini kegiatan bisnis telah memasuki era globalisasi, dimana situasi
ekonomi dan iklim dunia bisnis yang semakin diwarnai dengan intensitas persaingan yang semakin tinggi antara perusahaan di negara sendiri dengan perusahaan asing dan multinasional, serta didukung pula dengan makin pesatnya kemajuan teknologi dan komunikasi, sehingga masyarakat di seluruh dunia akan lebih mudah untuk saling berhubungan satu sama lain tanpa hambatan, hal ini menyebabkan perkembangan pasar barang dan jasa, semakin
pesat
dan
inovatif
dalam
pelaksanaannya,
sesuai
dengan
perkembangan zaman saat ini. Seiring dengan perkembangan zaman tersebut, perkembangan pada bisnis ritel ini sangat penting bagi masyarakat, hal ini disebabkan selain karena adanya perubahan pola berbelanja masyarakat yang semakin selektif, juga karena adanya perbedaan cara pandang konsumen terhadap bisnis ritel, yang semula dipandang hanya sebatas penyedia barang dan jasa saja, sekarang menjadi suatu bisnis yang semakin inovatif dan dinamis. Pasar merupakan sebuah mekanisme para pembeli dan para penjual berinterkasi untuk menentukan harga dan melakukan pertukaran barang dan jasa (Samuelson dan Nordhaus, 2012). Perkembangan perekonomian Indonesia pada saat ini bisa diukur oleh maraknya pembangunan pusat perdagangan. Keberadaan pusat perdagangan merupakan salah satu indikator paling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Menurut bentuk fisik, pusat perdagangan dibagi menjadi dua yaitu pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern. Dari sisi kepentingan ekonomi, semakin meningkatnya jumlah pusat perdagangan, baik yang tradisional maupun modern mendorong terciptanya peluang kerja bagi banyak orang. Mulai dari jasa tenaga satuan
1
2
pengamanan, penjaga toko, pengantar barang, cleaning service, hingga jasa transportasi. Ini berarti kehadiran pusat perdagangan ikut serta dalam mengentaskan masalah pengangguran dan kemiskinan. Eksistensi pusat perbelanjaan modern seperti minimarket, supermarket hingga hipermarket sedikit mengusik keberadaan pasar tradisional. Kesamaan fungsi yang dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional, telah menimbulkan persaingan antara keduanya. Menjamurnya pusat perbelanjaan modern dikhawatirkan akan mematikan keberadaan pasar tradisional yang merupakan refleksi dari ekonomi kerakyatan. Pasar tradisional identik dengan kondisi yang kumuh, kotor, dan bau, sehingga memberikan atmosfer yang tidak nyaman dalam berbelanja. Ini merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional. Sebaliknya, pusat perbelanjaan modern memberikan suasana berbelanja yang nyaman serta dilengkapi pendingin ruangan dengan fasilitas belanja yang bersih dan higienis, maka tidak salah apabila konsumen lebih memilih berbelanja di pusat perbelanjaan modern dibandingkan pasar tradisional. Pasar tradisional memiliki berbagai kelemahan yang telah menjadi karakter dasar yang sangat sulit diubah, mulai dari faktor desain, tata ruang, tata letak, dan tampilan yang tidak sebaik pusat perbelanjaan modern, alokasi waktu operasional yang relatif terbatas, kurangnya teknologi yang digunakan, kualitas barang yang kurang baik, kurangnya promosi penjualan, rendahnya tingkat keamanan, kesemrawutan parkir, hingga berbagai isu yang merusak citra pasar tradisional seperti maraknya informasi produk barang yang menggunakan zat kimia berbahaya, praktek penjualan daging oplosan, serta kecurangan-kecurangan lain dalam aktivitas penjualan dan perdagangan. Kompleksitas kelemahan pasar tradisional tersebut menyebabkan konsumen beralih dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Pasar tradisional memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern yaitu adanya sistem tawar menawar yang menunjukkan keakraban antara penjual dan pembeli. Di pasar tradisional terdapat suatu komunikasi yang tidak akan ditemui di pusat perbelanjaan modern. Sistem
3
tawar menawar dalam transaksi jual beli di pasar tradisional membuat suatu hubungan tersendiri antar penjual dan pembeli. Berbeda dengan pusat perbelanjaan modern, dimana harga barang sudah ditetapkan dan tidak ada komunikasi antara penjual dan pembeli. Tabel 1.1 Persaingan Pasar Tradisional dan Pasar Modern Kategori
20011
2012
Pasar Tradisional
2,469,465
2,520,757
Convenience Stores
267
358
Minimarket
10,607
11,569
Supermarket
1,571
1,146
Hypermarkets
127
141
Toko Grosir
26
26
Total
2,482,063
2,533,997
Sumber: AC Nielsen (2010) Saat ini terdapat sebanyak 40 pasar tradisional di Kota Kembang ini. Dari jumlah tersebut, hanya 52,5% atau 21 unit pasar tradisional yang layak, sedangkan 15 unit kurang layak dan 4 unit masuk kategori tidak layak. Sekitar 52% yang layak, sedangkan sisanya kurang layak dan tidak layak. Jumlah pasar tradisional di Indonesia mencapai 13.450 pasar dengan jumlah pedagang sekitar 12,6 juta orang.” Sebaiknya mengoptimalkan potensi komunitas pasar itu sendiri yakni pedagang pasar, koperasi pasar dan pakar dari perguruan tinggi yang berada dikota tersebut. Sebuah pasar ideal seharusnya adalah bila kondisi kios tempat menjajakan dagangannya dalam kondisi permanen dan tidak bocor, tidak ada pungli dan banyak pembeli, serta lokasi pasar seharusnya memudahkan aktifitas bongkar barang. Serta bagi pembeli, pasar ideal itu terlihat bersih, tidak bau,
4
nyaman, harganya murah, aman, tidak ada pencopet, tidak macet, dan mudah dijangkau oleh kendaraan umum. Berdasarkan hasil survei tersebut terungkap bahwa kunjungan konsumen di delapan kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Balikpapan, Palembang) ke pasar tradisional masih sangat tinggi. Setidaknya sekitar 85,9% dari 5.476 responden menyatakan berbelanja ke pasar tradisional dan hanya 14,1% saja yang tidak pernah. Angka ini tentu lebih tinggi dari kunjungan konsumen ke pasar modern, terutama supermarket dan hypermarket, yang hanya 83,3% dan 64,9%. Pasar tradisional hanya dikalahkan oleh minimarket yang mencapai 89,8%. Tapi secara keseluruhan, kunjungan konsumen ke pasar tradisional masih lebih unggul dibanding pasar modern. Dari sekitar 85,9% konsumen yang menyatakan pernah berkunjung atau berbelanja ke pasar tradisional tersebut, masing-masing memiliki frekuensi kunjungan berbeda-beda. Sebagian besar (48,7%) menyatakan berkunjung lebih dari satu kali dalam seminggu. Lalu 14,4% menyatakan satu minggu sekali, dan 6,7% hanya melakukannya dua minggu sekali. Selanjutnya, yang berbelanja sebulan sekali sebanyak 5,2% dan kurang dari sebulan sekali 10,9%. Sedangkan yang menyatakan tidak pernah sama sekali hanya 14,1%. Berdasarkan kategori kota, konsumen di Surabaya terindikasi lebih sering berbelanja ke pasar tradisional lebih dari satu kali dalam seminggu. Berbanding konsumen di Jakarta, Bandung, Medan dan kota-kota lain dengan tingkat kunjungan mencapai 64,5%. Rincinya: Jakarta (44,3%), Bandung (35,9%), dan Semarang (46,5%). Yang menempel ketat Surabaya adalah Makassar dan Palembang, dengan frekuensi kunjungan mencapai 63,5% dan 60,2%. Tabel 1.2 Jumlah Pedagang di Pasar Tradisional TAHUN
JUMLAH PASAR
2010
38
2011
38
2012
37
Sumber : Dinas Pasar Kota Bandung
5
Tabel 1.3 Frekuensi Kunjungan ke Pasar Tradisional Menurut Kota (%) Frekuensi
Total Jakarta Bandung Semarang Surabaya Medan Makasar Balikpapan Palembang
> 1 kali dalam
48,7
44,3
35,9
46,5
64,5
52,0
63,5
29,7
60,2
1 minggu sekali
14,4
12,0
19,7
15,3
12,3
20,8
7,9
25,4
15,5
2 minggu sekali
6,7
5,8
10,2
7,8
4,9
9,7
1,9
11,0
7,5
1 bulan sekali
5,2
6,2
3,1
9,6
2,9
4,4
3,0
8,2
4,8
< 1 bulan sekali
10,9
13,4
8,7
17,3
6,7
9,2
7,3
12,2
5,2
Tidak pernah
14,1
18,3
22,4
3,5
8,6
3,9
16,4
13,5
6,8
seminggu
Sumber: MARS Indonesia, 2012
Apa tujuan konsumen berkunjung ke pasar tradisional? Mayoritas konsumen yang berkunjung ke pasar tradisional hanya punya satu tujuan, yaitu berbelanja. Sedangkan konsumen yang berkunjung ke pasar modern (minimarket, supermarket, hypermarket) selain untuk berbelanja, juga punya tujuan lain. Seperti refreshing atau jalan-jalan (window shopping). Tujuan kedua ini justru yang malah mendominasi alasan konsumen datang ke hypermarket (19,25%) dan sebagian supermarket (8,8%), kecuali minimarket. Konsumen yang berkunjung ke pasar tradisional, umumnya bertujuan untuk belanja sayur-mayur, ikan/daging segar dan lauk pauk. Ketiga jenis barang itulah yang banyak diburu konsumen pasar tradisional, selain juga bahan sembako seperti beras. Konsumen yang berbelanja sayur-mayur mencapai 58,6%. Rupanya sayur-mayur di pasar tradisional dikenal relatif segar dan banyak pilihannya, dibandingkan yang ada di pasar modern. Sedangkan konsumen yang berbelanja ikan/daging segar sebesar 22,0%, dan lauk-pauk 15,3%. Sementara bahan sembako seperti beras, gula, minyak goreng, dan lain-lain 12,7%, serta kebutuhan sehari-hari (consumer goods) seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, dan sebagainya sebanyak 12,1%. Bumbu dapur menduduki peringkat keenam sebagai jenis barang yang paling sering dibeli di pasar tradisional, dengan porsi 10,8%. Selain itu
6
terdapat buah-buahan segar (4,2%), pakaian (1,8%), dan makanan/minuman ringan (1,0%). Adapun barang-barang lain meraih porsi 3,9%. Dalam menghadapi persaingan yang semakin kesat dengan pasar modern, pasar tradisional perlu menyikapi secara serius, salah satu dengan meningkatkan kinerja retelling mix, menurut Kotler dan Keller (2012:535), Retailing mix : (retailing includes all the activities involved in selling goods or services directly to final consumer for personal, non-business case), mengemukakan bahwa penjualan eceran meliputi kegiatan yang melibatkan penjualan produk atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir. Sedangkan menurut Weitz (2007:8), mengemukakan bahwa fungsi pengecer menyediakan bauran barang dan jasa, melakukan pengemasan menjadi bagian yang lebih kecil, menyimpan persediaan, menyediakan jasa agar pelanggan dapat memperoleh barang
dengan mudah.
Penjualan eceran dapat lebih maju dalam usahanya apabila mau bekerja lebih baik
dibandingkan
dengan
pesaingnya
dalam
melayani
konsumen.
”Pelayanan kepada konsumen harus diutamakan karena merupakan tanggung jawab primer”, sedangkan tanggung jawab sekundernya adalah melayani pedagang besar dan atau produsen. Sementara konsep Retailing Mix yang dikemukakan oleh Levy and Weitz (2007:23) menekankan strategi bauran penjualan eceran adalah kombinasi dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh penjual eceran untuk dapat meningkatkan hasil penjualan yang diinginkan. Maka dengan diharapkan pasar tradisional dapat meninggkatkan kinerja retailing mix. Jadi untuk itu penulis ingin mengetahui penerapan kinerja retailing mix yang ada dipasar tradisional Soreang Bandung. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian Tugas Akhir dengan judul : “Tinjauan Kinerja Retail Mix Pengunjung Pasar Tradisional Soreang Kota Bandung”
7
1.2
Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang di atas dapat identifikasi
permasalahan-
permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana tanggapan konsumen mengenai kinerja retailing mix pasar tradisional Soreang Bandung ?
2.
Hambatan - hambatan apa yang terjadi pada pelaksanaan retailing mix pasar tradisional Soreang Bandung?
3.
Bagaimana solusi yang harus dilaksanakana dalam menghaapi hambatan dari pelaksanaan retailing mix di pasar tradisional Soreang Bandung?
1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalah yang sudah dirumuskan, tujuan penelitian yang
hendak dicapai adalah: 1. Bagaimana tanggapan konsumen mengenai kinerja retailing mix pasar tradisional Soreang Bandung? 2. Hambatan - hambatan apa yang terjadi pada pelaksanaan retailing mix pasar tradisional Soreang Bandung? 3. Bagaimana solusi yang harus dilaksanakana dalam menghaapi hambatan dari pelaksanaan retailing mix di pasar tradisional Soreang Bandung?
1.4
Kegunaan Penelitian Penulis melakukan penelitian ini dengan harapan dapat memberikan
manfaat bagi: Kalangan akademis Diharapkan dapat memberikan sumbangan dan juga masukan bagi para akademisi mengenai wawasan yang berkaitan dengan retail mix . Pengelola Memberikan informasi dan referensi serta bahan pertimbangan yang berguna bagi pengelola asar dan pedagang dalam membangun retail mix .
8
Penulis Dapat menambah pengetahuan penulis dan dapat memperluas wawasan mengenai retail mix .
1.5
Kerangka Pemikiran Pemasaran (marketing) berasal dari kata market (pasar). Pasar yang dapat
diartikan sebagai tempat dimana pembeli dan penjual bertemu untuk melakukan tukar menukar barang. Pasar adalah kumpulan seluruh pembeli yang aktual dan potensial dari suatu produk. Pengertian pasar secara lebih lengkap adalah semua pelanggan mempunyai kebutuhan atau keinginan tertentu, bersedia dan mampu melibatkan diri dalam suatu kondisi (Kotler dan Keller, 2012;6). Manajemen pemasaran merupakan suatu ilmu yang mempelajari pelaksanaan dari pemasaran. Dengan ilmu manajemen, perusahaan dapat menentukan pasar mana yang akan dituju dan membina hubungan yang baik dengan pasar sasaran tersebut. Kotler dan keller (2012:6), mendefinisikan
manajemen pemasaran
adalah sebagai berikut: “Manajemen pemasaran merupakan seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.”.
Sementara konsep Retailing mix menerut Levy and Weitz (2007:23) menekankan strategi bauran penjualan eceran adalah kombinasi dari variabelvariabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh penjual eceran untuk dapat meningkatkan hasil penjualan yang diinginkan. ( retail mix is the combination of factors retailers used to satisfy customer need’s and influence their purchase decisions. Elements in retail mix include merchandise and service offered, merchandise pricing, advertising and promotional programs, store
9
design, merchandise display assistance to customer provided by salespeople, and convenience of store’s location ). Unsur-unsur bauran penjualan eceran yang dapat dikendalikan oleh perusahaan terdiri atas tujuh komponen, yaitu : merchandising, facilities, price, promotion, location, customer service, dan personnel.
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penyusunan tugas akhir
ini penulis mengambil objek penelitian pada Pasar Tradisional Soreang Bandung . Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan terselesaikannya penelitian ini.