BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah
menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya. Gagasan penataan kembali sistem otonomi daerah bertolak dari pemikiran untuk menjamin terjadinya efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas,
dan
demokratisasi
nilai-nilai
kerakyatan
dalam
praktik
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
efektivitas
dan
efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat sebagai daerah otonomi. Daerah mempunyai wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Dalam pelaksanaan pembangunan daerah di Indonesia selama ini, pembiayaan pembangunan bagi kebanyakan daerah masih sangat mengendalikan sumber pembiayaan pembangunan yang berasal dari pemerintahan pusat. Hal ini terlihat di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dimana dua pertiga dari total pengeluaran pemerintah daerah dibiayai dari bantuan dan sumbangan dari pemerintahan pusat. Rendahnya
kemampuan
daerah
dalam
menggali
sumber-sumber
pendapatan yang sah selama ini, selain disebabkan oleh faktor sumber daya manusia dan kelembagaan juga disebabkan oleh batasan hukum. Pemberlakuan Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang mengalokasikan sebagian jenis-jenis pajak bagi pemerintah pusat merupakan salah satu faktor penyebab keterbatasan kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber penerimaanya. Kondisi semacam ini tidak akan mampu mendukung pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana yang diharapkan.
Untuk dapat melaksanakan tugas otonomi sebaik-baiknya maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti yang dikemukakan oleh Josef Riwu Kaho (2003;66) berikut ini: 1. 2. 3. 4.
Manusia pelaksanaanya harus baik Keuangan harus cukup baik Peralatannya harus cukup baik Organisasi dan Manajemennya harus baik
Pendapat tersebut, mewakili semua dimensi pelaksanaan otonomi. Sebuah sistem akan berjalan jika sub sistem di dalamnya berjalan dengan baik. Begitu pula dengan otonomi daerah, sumber daya manusia yang handal didukung oleh keuangan serta sarana dan prasarana yang memadai dalam sebuah ruang lingkup manajemen organisasi yang kokoh akan menghasilkan output dari otonomi daerah yang positif. Sebagaimana tersurat dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Presiden Republik Indonesia atas persetujuan DPR pada tanggal 15 Oktober 2004 telah mengesahkan dan memberlakukan peraturan perundangundangan otonomi daerah yang baru yaitu: 1. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan 2. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dikeluarkannya kedua Undang-Undang tersebut membuka peluang dan harapan untuk memperoleh sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang lebih adil dan proporsional. Dampak pengimplementasian undang-undang ini terhadap satu daerah dengan daerah lainnya akan berbeda-beda, tergantung pada sumbersumber penerimaan yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Dengan demikian pengimplementasian undang-undang ini, disamping akan mengacu pembangunan di daerah juga mempunyai potensi untuk mendorong munculnya disparatis, namun keberadaannya paling tidak memberikan perubahan kearah yang lebih baik khususnya pada sektor penerimaan keuangan daerah.
Otonomi daerah mengisyaratkan agar daerah mampu mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Daerah harus berupaya untuk menggali dan mengembangkan sumber-sumber penerimaan yang ada dengan sebaik-baiknya. Rendahnya Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan daerah, menjadi kendala dan menjadi salah satu faktor penyebab tingginya tingkat ketergantungan daerah kepada pusat. Untuk itu agar otonomi daerah dapat terwujud, maka diperlukan manajemen pengelolaan keuangan daerah yang mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, transparan dan akuntabel, disertai dengan berbagai kebijakan pemerintah dibidang perekonomian yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan berperan aktif dalam meningkatkan pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan self supporting bagi kemandirian daerah dalam pelaksanakan otonomi daerah. Manajemen pengelola keuangan daerah didasarkan pada konsep value for money, yaitu konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. Untuk itu diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang berorientasikan pada kinerja. Dengan sistem
pengelolaan
keuangan
daerah
yang
berorientasi
pada
kinerja
memungkinkan untuk mengukur keberhasilan organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dikaitkan dengan pencapaian kinerja atas pemanfaatan sumber daya manusia, dana, sarana dan prasarana serta metode kerja. Pada dasarnya pengelola keuangan daerah menyangkut tiga bidang analisis yang saling terkait satu dengan lainnya. Ketiga bidang analisis tersebut meliputi: 1. Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut. 2. Analisis pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat.
3. Analisis anggaran, analisis mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran serta kecendrungan yang diproyeksikan untuk masa depan. Dalam pelaksanaan keuangan daerah, diperlukan fungsi pengawasan untuk menjamin keamanan atas kekayaan dan keuangan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah saat ini adalah dengan melakukan pengawasan fungsional yang harus dilakukan sejak tahap perencanaan, tidak hanya pada tahap pelaksanaan dan pelaporannya saja. Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional. Pengawasan fungsional pada pemerintahan daerah dilakukan oleh Inspektorat Daerah (dahulu Badan Pengawasan Daerah) yang melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah, khususnya mengenai pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah agar dapat memenuhi tujuan efektivitas pengelolaan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Mochammad Syahid Ichsani (2006), di Universitas Padjajaran dengan penelitian “Peranan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah”. dengan objek penelitian di Pemerintah Daerah Kabupaten Subang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada objek penelitian dan tahun penelitian. Salah satu sorotan dalam pengawasan fungsional ini adalah mengenai pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah yang perlu dilaksanakan dengan segala ketentuannya agar dapat memenuhi tujuan efektivitasnya pembangunan dan tercapainya pengelolaan administrasi keuangan yang akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan yang berorientasi pada kinerja. Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut penulis mengambil judul “Peranan Pengawasan Fungsional Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah di Pemerintahan Daerah Kabupaten Cianjur”
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, masalah yang
akan diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan pengawasan fungsional terhadap efektivitas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. 2. Berapa besar peranan pengawasan fungsional terhadap efektivitas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur.
1.3
Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peranan pengawasan fungsional terhadap efektivitas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. 2. Untuk mengetahui berapa besar peranan pengawasan fungsional terhadap efektivitas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur.
1.4
Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian yang akan
dilakukan penulis ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat tidak saja bagi penulis sendiri, tapi juga bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan. 1. Bagi penulis, diharapkan untuk menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai masalah yang akan diteliti di bidang akuntansi sektor publik, khususnya mengenai pengawasan fungsional dan pelaksanaan keuangan daerah pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Cianjur. 2. Bagi instansi yang bersangkutan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan untuk melaksanakan pengawasan demi terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang efektif. 3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5
Kerangka Pemikiran Tiga aspek utama yang mendukung keberhasilan otonomi daerah, yaitu
pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Pengawasan mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar Pemerintah Daerah (dalam hal ini masyarakat dan DPRD) untuk turut mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian (control) merupakan mekanisme yang dilakukan oleh pihak internal Pemerintah Daerah untuk menjamin bahwa strategi dijalankan dengan baik, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Sedangkan pemeriksaan dilakukan oleh badan yang memiliki kompetensi dan independensi untuk memeriksa apakah hasil kinerja yang telah dicapai sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Salah satu pengawasan di dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah adalah pengawasan fungsional. Adapun pengertian pengawasan fungsional yang dikemukakan oleh Ihyaul Ulum ( 2005; 137) adalah sebagai berikut : ”Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh suatu aparat/ unit organisasi yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dalam batas-batas lingkungan kewenangan yang ditentukan”. Pengawasan fungsional merupakan bagian penting dalam praktik pengawasan di Indonesia. Fungsi dari pengawasan fungsional adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi atas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Inspektorat Daerah (dahulu Badan Pengawasan Daerah) merupakan aparat pengawasan fungsional yang bertugas dalam pelaksanakan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan kekayaan daerah. Inspektorat Daerah adalah teknis daerah berbentuk badan, yang merupakan unsur penunjang pemerintah daerah, di bidang pengawasan yang di pimpin oleh seorang kepala badan yang disebut inspektur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekertaris daerah. Bawasda Kabupaten/kota merupakan instansi pengawas yang berada di Daerah di bawah Bupati/Walikota, sesuai dengan PP No. 20 Tahun 2001. Badan ini dapat melakukan pengawasan atas pelimpahan pengawasan oleh Pemerintah Pusat. Objek dari pengawasan
fungsional adalah anggaran, yang direalisasikan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Komponen APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, belanja daerah merupakan kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih, sedangkan pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggara yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. APBD merupakan rencana keuangan daerah yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan di masa yang akan datang, oleh karena itu keuangan daerah harus dikelola secara efektif dan efisien sesuai dengan sasaran yang telah direncanakan. Pengelolaan keuangan berkaitan dengan persoalan pencarian dan penggunaan dana masyarakat yang harus dilakukan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas dan value for money. Transparansi berarti keterbukaan dalam
proses
perencanaan,
penyusunan,
pelaksanaan
anggaran
daerah,
akuntabilitas berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan
dan
pelaksanaan
harus
benar-benar
dapat
dilaporkan
dan
dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat, sedangkan value for money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Dalam pelaksanaan otonomi daerah diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah yang berorientasi pada kinerja. Anggaran kinerja akan dibuat berdasarkan rencana strategis yang telah disepakati bersama antara Kepala Daerah dan DPRD yang menguraikan strategi dan prioritas program atas pencapaian visi dan misi Kepala Daerah. Anggaran berdasarkan pendekatan kinerja akan menunjukan hubungan yang jelas antara input, output, outcome, yang akan mendukung terciptanya tingkat efisiensi dan efektivitas dari setiap jenis pelayanan.
Kinerja Pemerintah Daerah dapat diukur melalui evaluasi terhadap pelaksanaan APBD. Pengukuran kinerja adalah suatu sasaran dan proses sistematis untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menggunakan informasi serta menentukan efisiensi dan efektivitas tugas-tugas pemerintah daerah serta pencapaian tujuan. Pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan akuntabel, dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan. Pengelolaan keuangan daerah meliputi tiga siklus pokok, yaitu: 1. Perencanaan, pada tahap ini input yang digunakan adalah aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan DPRD, yang hasilnya kemudian dijabarkan dalam usulan kegiatan masing-masing satuan unit kerja sehingga setiap aktivitas kegiatan yang diusulkan mencerminkan dukungan terhadap pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran serta hasil yang ditetapkan, sehingga anggaran yang diusulkan mencerminkan anggaran yang berbasiskan kinerja. 2. Pelaksanaan, pada tahap ini input yang digunakan adalah APBD yang telah ditetapkan yang kemudian dilaksanakan dan dicatat melalui sistem akuntansi untuk menghasilkan laporan pelaksanaan APBD, baik yang sifatnya triwulanan maupun tahunan bahkan bulanan kalau memungkinkan sebagai laporan pertanggunjawaban kepala daerah. 3. Pelaporan, adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD, proses evaluasi laporan pertanggungjawaban, serta keputusan evaluasi yang telah dilakukan bersama-sama dengan DPRD, yang kemudian akan disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD. Dapat disimpulkan bahwa keuangan daerah perlu dikelola secara tertib dan sistematis sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yang berorientasi pada kinerja, disertai dengan adanya penerapan pengawasan fungsional, sehingga pengelolaan keuangan daerah dapat berjalan dengan efektif. Pengukuran efektivitas dapat dilihat dari ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan. Efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut tetapi
efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan antara output dengan outcome. Output merupakan hasil yang dicapai dari suatu program, aktivitas, dan kebijakan. Sedangkan outcome adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu Efektivitas pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Cianjur sangat berhubungan dengan peran pengawasan dimana di dalamnya terdapat fungsi pengendalian, pemeriksaan, evaluasai dan laporan. Kemudian hasil dari pengawasan yang sistematis dan terencana tersebut membantu dalam hal pembuatan kebijakan yang dipergunakan untuk menyusun anggaran pendapatan daerah antara lain dengan: 1. Meningkatkan PAD, melalui penggalian potensi sumber daya alam yang seoptimal mungkin dengan tetap memperhatikan kemampuan, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberlanjutan hasilnya (sustainable resources and yield) yang diikuti dengan meningkatnya fungsi-fungsi pelayanan pada masyarakat. 2. Melakukan evaluasi terhadap Peraturan Daerah yang sudah tidak sesuai dengan semangat otonomi daerah serta tidak sesuai dengan situasi dan kondisi dinamika perkembangan sosial yang terjadi di masyarakat. 3. Melakukan perubahan prosedur dan tata kerja pemungutan, baik terhadap pajak maupun retribusi daerah. 4. Meningkatkan kesadaran para wajib pajak atau retribusi daerah untuk melaksanakan kewajiban diimbangi dengan peningkatan pelayanan. 5. Melakukan akselerasi pembangunan dengan stimulus pinjaman daerah untuk kegiatan yang bernilai tambah terhadap pendapatan. 6. Mendatangkan investor yang mampu meng-create kegiatan bersifat cost recovery atau Built On Transfer (BOT). Di samping kebijakan pendapatan, peran pengawasan juga secara otomatis memberikan masukan-masukan bagi kebijakan yang dipergunakan dalam rangka menyusun anggaran belanja daerah sebagai follow up atas hasil pengawasan dimaksud, antara lain berguna untuk:
1. Reorientasi prioritas dan rasionalitas anggaran. 2. Efisiensi dan efektivitas anggaran, sehingga diharapkan dapat mencapai sasaran secara optimal dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. 3. Disiplin anggaran dan tertib administrasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku, sehingga dapat menghindari adanya penyimpangan dan kebocoran penggunaan anggaran. 4. belanja kegiatan diorienrasikan pada kegiatan yang memberikan nilai tambah (value added) bagi pendapatan daerah. 5. Melakukan penekanan terhadap biaya-biaya overhead, agar dapat dialihkan kepada kegiatan-kegiatan prioritas. Dalam penelitian ini hipotesis yang penulis ajukan adalah: “Pengawasan Fungsional berperan secara signifikan terhadap efektivitas pengelolaan keuangan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah”. Berikut skema kerangka pemikiran: Pengawasan Fungsional
Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah
Pengelolaan Keuangan Daerah ( APBD )
Efektivitas Pelaksanaan Gambar 1.1 Kerangka Pengelolaan KeuanganPemikiran Daerah Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
1.6
Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah mengenai peranan
pengawasan fungsional yang dilaksanakan oleh Inspektorat Daerah sebagai instansi pengendali internal pemerintah Kabupaten Cianjur terhadap pengelolaan keuangan daerah khususnya pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Bagian Penyusunan Rencana Anggaran Dan Pendapatan Daerah dan pada Bagian Kas Dan Perbendaharaan Daerah Kabupaten Cianjur.
1.7
Metodologi Penelitian
1.7.1
Metode Penelitian yang Digunakan Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dan
verifikatif. Moh. Nazir (2003; 54) menyatakan bahwa: “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.” “Metode verifikatif adalah metode yang digunakan untuk menguji kebenaran suatu hipotesis melalui pengumpulan data dilapangan, yaitu berupa sampel data sekunder.” Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian lapangan adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh data primer yaitu data yang diperoleh melalui : 1) Pengamatan (observation), yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek yang diteliti. 2) Wawancara (interview) yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pimpinan atau pihak yang berwenang atau bagian lain yang berhubungan langsung dengan objek yang diteliti.
3) Kuesioner, yaitu berupa formulir pertanyaan-pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden yang terlibat atas penelitian. 2.
Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yaitu data yang merupakan faktor penunjang yang bersifat teoritis/kepustakaan.
1.7.2
Operasional Variabel Sesuai dengan judul penelitian, yaitu “Peranan Pengawasan Fungsional
Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah di Pemerintahan Daerah Kabupaten Cianjur”, maka variabel yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini adalah: 1. Peranan Pengawasan Fungsional sebagai variabel independen (X). Variabel bebas adalah suatu variabel yang keadaannya tidak dipengaruhi oleh variabel-variaabel yang lainnya, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah Peranan Pengawasan Fungsional (X) yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah selaku aparat fungsional dalam Pemerintah Daerah. 2. Efektivitas Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai variabel dependen (Y). Variabel terikat/tidak bebas adalah variabel yang keadaannya dipengaruhi variabel bebas. Dalam hal ini, variabel yang menjadi variabel tidak bebas adalah Efektivitas pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah (Y).
1.8
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini Penulis lakukan pada Inspektorat Daerah Pemerintah Daerah
Kabupaten Cianjur yang berlokasi di Jalan Raya Bandung KM 1 Sabandar 43281 Cianjur dan Sekretariat Daerah Kabupaten Cianjur yang berlokasi di Jalan Siti Zenab No. 31 Cianjur, adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai dengan bulan Mei 2009.