BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari komunikasi. Komunikasi menjadi kebutuhan dasar bagi manusia yang merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain. Dalam tatanan masyarakat, manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya konon akan terisolasi di dalam masyarakat. Di dalam teori dasar biologi terdapat dua kebutuhan yang menyebabkan manusia berkomunikasi dengan manusia lainnya, yakni kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Beberapa pakar komunikasi mencoba untuk memaparkan definisi komunikasi. Menurut Shannon dan Weaver dalam Cangara (2010:20) komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh memengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak disengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Sedangkan Harold D. Lasswell dalam Cangara (2010:19) mencoba memberikan penjelasan bahwa cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan "Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya". Usaha-usaha manusia untuk berkomunikasi lebih jauh, terlihat dalam berbagai bentuk-bentuk kehidupan di masa lalu. Kecakapan manusia berkomunikasi secara lisan menurut perkiraan berlangsung selama 50 juta tahun, kemudian memasuki generasi kedua dimana manusia mulai memiliki kecakapan berkomunikasi melalui tulisan. Bukti kecakapan ini ditandai dengan ditemukannya tanah liat yang bertulis di Sumeria dan Mesopotamia sekitar 4000 tahun sebelum masehi. Kemudian berlanjut dengan ditemukannya berbagai tulisan di kulit binatang dan batu arca. Kecakapan manusia berkomunikasi dengan tulisan sampai ditemukannya teknik cetak mencetak pada tahun 1450 oleh Gutenberg dan John Coster di Jerman kirakira berlangsung 5000 tahun. Berturut-turut dapat dicatat surat kabar pertama 1
yang terbit secara berkala muncul di Italia pada tahun 1562, disusun penerbitan majalah pertama di Jerman pada 1594, dan pendirian mesin cetak surat kabar di Amerika Utara pada 1639. Penemuan teknik cetak mencetak selain melahirkan berbagai macam surat kabar, juga sekaligus menciptakan teknik-teknik baru dalam bidang jurnalistik seperti penulisan editorial, penulisan berita, karikatur, dan periklanan. (Cangara, 2010:4) Bentuk komunikasi manusia tidak terbatas pada tulisan saja. Selain menggunakan tulisan, pada zaman dahulu manusia juga menggunakan gambar dan lukisan yang merupakan bentuk komunikasi visual dalam menyampaikan pesannya. Secara dasar, komunikasi visual merupakan proses penyampaian pesan melalui penggambaran yang dapat terdiri dari lambang, tipografi, gambar, tanda, simbol yang dapat ditangkap oleh indera penglihatan. Di dalam keseharian manusia terdapat banyak ikon-ikon yang merupakan bentuk dari komunikasi visual seperti rambu lalu lintas yang sering kita temui di jalan, logo brand suatu perusahaan, juga ikon-ikon yang terdapat di dalam program komputer. Komunikasi visual juga dapat kita temukan di dalam sebuah karya seni seperti lukisan, karikatur, fotografi, dan desain grafis. Karya seni tersebut membutuhkan media dalam penyampaiannya agar pesan yang akan disampaikan dapat diterima secara baik oleh penerimanya. Pada zaman dahulu, manusia purba menggunakan lukisan-lukisan yang digoreskan pada dinding goa sebagai media dalam berkomunikasi. Untuk mengkomunikasikan pesan baik yang berupa lisan, tulisan ataupun dalam bentuk lukisan secara efektif dibutuhkan peran media. Media memiliki fungsi sebagai perantara bagi pengirim pesan dalam berkomunikasi. Untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, pengirim pesan menggunakan media massa. Menurut Cangara (2010:26) media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi. Pesan komunikasi massa berlangsung satu arah dan tanggapan baliknya lambat (tertunda) dan sangat terbatas. Selain itu, sifat penyebaran pesan melalui media
2
massa berlangsung begitu cepat, serempak dan luas. Ia mampu mengatasi jarak dan waktu, serta tahan lama bila didokumentasikan. (Cangara, 2010:37) Komunikasi massa modern mencatat penggunaan buku sebagai media penyampaiannya. Pada dahulu kala, media cetak ini merupakan buah karya penulis terkenal yang menulis fiksi dan nonfiksi, yang diperbanyak dan disebarkan untuk dibaca atau diciptakan kembali. Pada awal abad pertengahan, buku tidak dipandang sebagai alat komunikasi, alih-alih buku merupakan tempat untuk menyimpan kata-kata bijak dan terutama bagi tulisan yang berkaitan dengan agama yang harus disimpan dan dijaga agar tidak tercemar, disekeliling inti teks yang sifatnya religius dan filsafat itu terdapat buku-buku yang berisi informasi ilmiah dan praktis. (McQuail, 2011:28) Berbagai bentuk publikasi media cetak selain buku dan surat kabar adalah artikel, puisi, pamflet, poster, brosur, surat kabar dinding, komik, dan lainlainnya. Diantara media cetak tersebut terselip komik sebagai salah satu bentuk media cetak yang populer, terutama pada kalangan remaja. Menurut Setiawan (2002:22), komik merupakan cerita bergambar dalam majalah,surat kabar, atau berbentuk buku, yang pada umumnya mudah dicerna dan lucu. Pengertian tersebut ada benarnya, namun pengertian ini menjadi kurang tepat terutama bagi komik-komik yang menampilkan cerita-cerita serius. Berdasarkan jenisnya Boneff dalam Setiawan (2002:24) yang dirangkum dalam Sobur (2013:137) menjelaskan, komik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu comic-strips dan comic-books. Comic-strip atau strip merupakan komik bersambung yang dimuat pada surat kabar. Adapun comic-books adalah kumpulan cerita bergambar yang terdiri dari satu atau lebih judul dan tema cerita, yang di Indonesia disebut komik atau buku komik. Pada perkembangan kini, komik, menurut Bersihar Lubis, mengalami beberapa modifikasi mulai dari format, muatan isi, teknis pembuatan, hingga strategi pemasarannya. Di Indonesia sendiri, komik masih dianggap sebagai konsumsi bagi anak-anak hingga remaja. Stereotip tersebut sangat melekat di benak rakyat Indonesia. Komik adalah bacaan humor yang tidak mengandung muatan yang bermanfaat.
3
Pada kenyataannya masih sering ditemui orang dewasa yang masih rajin membaca komik. Sebenarnya
komik
kerap
menampilkan
pesan-pesan
tertentu
oleh
pengarangnya dan mengandung muatan yang bermanfaat. Pesan-pesan tersebut diciptakan untuk menyampaikan ideologi pengarangnya atau diciptakan agar menjadi suatu propaganda. Jika menelusuri sejarah perjalanan komik, maka kita akan menemukan bahwa komik ternyata sudah dimanfaatkan oleh sementara golongan agama untuk tujuantujuan propaganda. Golongan agama yang memanfaatkan bentuk komik ialah para pengikut Martin Luther, ketika pemimpin rokhani ini mengajukan 95 tesis yang “berlawanan” dengan gereja di Roma. Seperti diketahui kemudian 95 tesis yang ditempelkan Martin Luther di pintu gereja ini, kemudian berkembang menjadi dasar-dasar lahirnya golongan Kristen Protestan. Oleh pengikutnya, 95 tesis ini dijabarkan untuk awam dalam bentuk komik. Memang kalau dilihat isinya, komik zaman itu lebih bersifat propaganda. Akan tetapi setidaknya, saat itu sudah disadari kekuatan media komik untuk menjabarkan kepada massa. Saat itu di sekitar tahun 1519. (Sobur, 2013:137) Komik mulai berkembang di penjuru dunia. Tak terkecuali di Jepang, mereka menamakan komik mereka sebagai manga. Menurut Poitras (2008:49) Manga lebih kompleks jika dibandingkan dengan komik Amerika yang didominasi oleh cerita superhero. Dicetak di atas kertas monokrom, manga menampilkan tema cerita dan serial berupa edukasi dan latihan, romantisme, aksi, humor, sejarah, atau bahkan kekerasan pornografi. Karakter dan cerita dari manga, anime (film animasi), dan permainan game sering diproduksi ulang satu sama lainnya. Penggambaran dan dialog manga lebih kompleks dibandingkan komik Amerika, terlihat dari umumnya penggunaan panel gambar yang tidak lazim, pengurangan dan penambahan detil pada gambar untuk memperkuat cerita, penggunaan berbagai sudut pandang gambar, penggabungan naskah Jepang dan Latin untuk menambah efek cerita. Sekitar dua milyar kopi manga diproduksi tiap tahunnya. Beberapa manga bahkan dicetak sebanyak satu juta kopi bahkan lebih tiap minggunya. (Ashkenazi, 2002:34)
4
Di Amerika Serikat, pertumbuhan pasar manga sangat mengesankan. Sebuah jurnal perdagangan terkemuka, ICv2 Guide to Manga pada tahun 2007 memperkirakan potensi pasar manga di Amerika bagian Utara pada tahun 2002 mencapai 60 juta U.S Dollar, dan pada tahun 2006 pertumbuhannya mencapai 190-250 juta U.S Dollar, dengan pencetakan melebihi 5.000 eksemplar. (Poitras, 2008:49) Berdasarkan riset yang ditampilkan di program televisi Jepang, NTV pada program Sekai Banzuke. Finlandia menduduki peringkat pertama pembaca manga, diikuti Indonesia pada peringkat kedua, dan Korea Selatan pada peringkat ketiga. Jepang sebagai produsen utama industri manga hanya menempati peringkat ke 16. Hal ini dikarenakan beralihnya kebiasaan membaca manga konvensional. Penggunaan Ipad serta gadget lainnya menjadi lebih dominan dibandingkan manga konvensional. Jika dihitung melalui rataan manga yang dibaca, satu orang di Finlandia membaca 3,59 atau hampir 4 manga dan Indonesia menyentuh
angka
3,11
manga per
orang.
(http://www.tribunnews.com/
lifestyle/2013/11/29/indonesia-peringkat-ke-2-pembaca-manga-terbanyak-didunia) Beberapa manga yang populer saat ini, seperti One Piece (1997) karya Eiichiro Oda, Naruto (1997) karya Masashi Kishimoto, Bleach (2001) karya Tite Kubo, Detective Conan (1996) karya Gosho Aoyama berhasil membuat manga mencapai titik
tertinggi
popularitasnya.
Jalan
cerita
(storyboard)
yang
menarik,
penggambaran karakter dengan kepribadian yang luar biasa mampu membantu manga terus bertahan di puncak popularitasnya. Berkaitan dengan jalan cerita (storyboard), tak jarang terdapat beberapa ideologi, pemahaman, ataupun propaganda disematkan oleh pengarang untuk membantu pengembangan jalan cerita. Ideologi ini dinilai mampu menggiring sudut pandang pembacanya agar berada di titik kesepahaman yang sama dengan pengarang. Terlebih setiap manga yang mulai mendapatkan popularitasnya memiliki basis fans yang setia. Maka proses penyatuan sudut pandang pengarang dengan fans setianya dinilai tidak akan menjadi hal yang terlampau sulit. Ideologi
5
yang disematkan tersebut merupakan bentuk kritik sosial pengarang terhadap realita yang terjadi di tengah masyarakat. Saya mencontohkannya pada manga One Piece karya Eiichiro Oda. One Piece yang menceritakan petualangan seorang manusia karet yang mencari kebebasan di dunia dengan menjadi seorang bajak kalut. Secara perlahan Oda menyematkan paham liberalisme dan komunisme pada manga ini melalui pengembangan jalan cerita dan karakter-karakter yag terdapat di dalam manga One Piece. Ideologi yang terdapat pada manga One Piece mencerminkan sosok yang menentang adanya paham komunisme, kepemilikan tanah suatu pulau, dan menentang pemimpin-pemimpin yang dzalim. Pada manga Naruto karya Masashi Kishimoto diceritakan seseorang ninja muda yang berjuang untuk menjadi seseorang Hokage, seseorang pemimpin desa ninja. Naruto menceritakan kehidupan ninja muda yang pantang menyerah dan memiliki ideologi bahwa teman adalah harta karun paling berharga bagi dirinya. Bentuk-bentuk penggambaran ideologi maupun propaganda ini disampaikan sebagai pesan moral oleh pengarang untuk mengajak para pembacanya agar peka terhadap realita yang terjadi pada masyarakat. Setali tiga uang dengan One Piece, Shingeki No Kyojin, manga karya Hajime Isayama
merupakan
satu
diantara
sekian
banyak
jenis
manga
yang
mempresentasikan beberapa ideologi dan jenis propaganda di dalam ceritanya. Dirilis pada September 2009, Shingeki No Kyojin menceritakan perjuangan umat manusia yang berada di ambang kepunahan akibat ancaman raksasa pemakan manusia. Hidup di dalam tembok-tembok yang menjulang tinggi untuk melindungi umat manusia dari ancaman raksasa, umat manusia mulai merasakan dampak dari kehidupan yang sangat terisolir tersebut. Keterbatasan pemukiman penduduk, kekurangan pangan akibat lahan yang terbatas, konflik antar umat manusia akibat adanya sistem kelas pada masyarakat, sistem pemerintahan yang kacau, serta hadirnya pemimpin yang hanya mementingkan kepentingan sendiri dan musti menghadapi raksasa tiap hari akan menjadi plot utama storyboard pada manga Shingeki No Kyojin ini. Eren Jaeger sebagai tokoh utama akan menjalani kehidupannya yang keras bersama kedua
6
sahabatnya, Mikasa Ackerman dan Armin Arlert hingga mereka diterima menjadi salah satu anggota divisi militer untuk berhadapan langsung dengan raksasaraksasa yang berada diluar tembok. Manga yang memenangkan Harvey Award 2014, menjadi nominasi 4th Manga Taisho Awards, 16th dan 18th Tezuka Osamu Cultural Prizes, New York Times Manga Best Seller List serta menjadi Top Selling Manga in Japan by Series pada 2013 ini juga mengambil latar belakang karakter di dunia nyata untuk menjadi model karakter di manganya. Seperti karakter Dot Pixis yang menjadi pemimpin divisi garis pertahanan militer dan memiliki kemiripan dengan Yoshifuru Akiyama, seorang jenderal tentara Jepang di masa lalu. Dibalik penggambaran sisi gelap kehidupan masyarakat yang sangat menonjol pada manga ini. Shingeki No Kyojin secara implisit merepresentasikan suatu ideologi, yaitu Marxisme. Ideologi ini memiliki dua kelas yang saling berseteru di dalamnya, yaitu kelas borjuis dan proletar. Secara historis, filsafat Marxisme adalah filsafat perjuangan kelas buruh untuk menumbangkan kapitalisme dan membawa sosialisme ke bumi manusia. Filsafat yang dirumuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels ini terus berkembang, filsafat ini telah mendominasi perjuangan buruh secara langsung maupun tidak langsung. Kendati usaha-usaha para akademisi borjuis untuk menghapus ataupun menelikung Marxisme, filsafat ini terus hadir di dalam sendi-sendi perjuangan kelas buruh. (Dikutip dari militanindonesia.org) Dalam permulaan sejarah, dapat ditemui susunan rumit dari masyarakat yang terbagi menjadi beberapa golongan dan tingkatan kedudukan sosial. Di Roma purba kala terdapat kaum patrisir, kaum ksatria, dan kaum budak. Pada zaman pertengahan terdapat kaum tuan feodal, kaum vasal, kaum tukang-ahli, kaum tukang-pembantu, kaum malang, dan kaum hamba yang bisa terbagi lagi menjadi beberapa tingkatan di bawahnya. (Marx & Engels, 1959:14) Masyarakat borjuis modern yang timbul dari runtuhan masyarakat feodal tidak menghilangkan pertentangan-pertentangan kelas. Mereka hanya menciptakan kelas-kelas baru, syarat-syarat penindasan baru dan bentuk-bentuk perjuangan baru
sebagai
gantinya.
Masyarakat
borjuis
modern
menyederhanakan
7
pertentangan-pertentangan kelas. Masyarakat menjadi terpecah dua golongan besar yang langsung berhadapan satu dengan yang lainnya, yaitu kaum borjuis dan kaum proletar. (Marx & Engels, 1959:15) Marxisme sangat menentang adanya penyiksaan terhadap kaum buruh. Dalam Marxisme, kaum buruh disebut sebagai kaum proletar. Kaum proletar dipaksa bekerja seharian penuh dengan upah yang minimum. Kaum proletar yang hanya tinggal di pemukiman kumuh, berhimpit-himpitan dan jauh dari kota menjadi budak dalam menggarap lahan produksi milik kaum kapitalis tanpa tahu apa yang sedang mereka kerjakan. Situasi seperti ini terjadi akibat kepemilikan tanah oleh kaum borjuis. Kaum yang menyatakan kelompoknya sebagai kelompok kelas atas ini memang didominasi oleh kaum bangsawan hingga para elit kerajaan. Demi memakmurkan kehidupan kaum proletar, Karl Max memberikan sumbangsih ide, yaitu pelengseran sistem kapitalis yang memperbudak proletar dan menggantinya dengan sistem baru, yaitu komunisme. Borjuis juga mengganti sistem produksi melalui pekerja manusia menjadi sistem yang berbasis manufaktur yang tentu saja tidak terlalu membutuhkan tenaga manusia secara massal. Selain itu, sistem kapitalis yang diterapkan oleh kaum borjuis menciptakan kepemilikan lahan produksi secara sepihak. Hal ini menyebabkan ketergantungan pasar akan hasil produksi dari lahan milik kaum borjuis. Seiring dengan berkembangnya industri milik borjuis, kaum proletar juga turut meningkat. Mereka menjadi berkonsentrasi di dalam massa yang lebih besar. Terjadi keseragaman dan kesederajatan dalam kepentingan-kepentingan kaum proletar. Persaingan yang tinggi antara kaum borjuis yang satu dengan yang lainnya menciptakan ketidakseimbangan dan krisis-krisis di dalam perdagangan, yang turut berimbas pada upah yang diterima oleh kaum proletar. Konflik yang semakin memanas diantara kedua kaum ini menciptakan suatu perkumpulan massa dan fraksi dalam menentang kaum borjuis. Terorganisirnya kaum proletar membentuk suatu partai politik yang kuat. Perkumpulan ini nantinya tidak hanya terdiri dari kaum proletar, tetapi juga dari kelas menengah seperti tuan pabrik
8
kecil dan tuan toko yang menciptakan huru-hara serta kerusuhan demi menurunkan tahta kekuasaan borjuis (Marx & Engels, 1959:19) Inti dari Marxisme besutan Karl Marx adalah revolusi kelas buruh, mengangkat proletariat pada kedudukan kelas yang berkuasa, memenangkan perjuangan demokrasi proletariat akan menggunakan kekuasaan politiknya untuk merebut kapital dari tangan borjuis. (Marx & Engels, 1959:26) Revolusi Marxisme sempat terjadi di beberapa Negara, seperti Revolusi di Rusia pada tahun 1917 dengan dikukuhkannya Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia dan Revolusi Kuba yang dipimpin oleh Fidel Castro pada tahun 1959. Indonesia sendiri pernah memiliki pemimpin yang menganut ideologi ini, yaitu Ir. Soekarno. Kejayaan sistem ini tidak berlangsung lama setelah dihapuskannya partai politik yang menganut politik sayap kiri seperti Partai Komunis Indonesia pasca dilantiknya Presiden Soeharto. Marxisme pada manga Shingeki No Kyojin digambarkan melalui keserakahan kaum
borjuis
dan
pemerintah
yang
menguasai
lahan
pertanian
yang
menyesengsarakan kehidupan rakyat jelata. Pertanian yang terdapat pada dinding terluar, berhadapan langsung dengan raksasa, para petani dan kaum buruh lainnya bertaruh nyawa tiap harinya demi meningkatkan hasil produksi yang sebagian besar dinikmati kaum borjuis dan pemerintahan yang maruk dengan upah yang minimum. Beberapa kelas menengah seperti pemilik pabrik kecil juga turut ambil bagian dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kaum proletar. Pertentangan terjadi setelah salah satu elit militer yang tumbuh sebagai salah satu proletariat menggagas suatu revolusi untuk melengserkan kapitalis yang duduk di singgasana kerajaan. Ideologi Marxisme pada manga Shingeki No Kyojin dapat dianalisis menggunakan metode semiotika, khususnya semiotika John Fiske. Menurut Wibowo (2013:7) secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Representasi kelas sosial Marxisme pada manga Shingeki No Kyojin dapat dianalisis menggunakan tiga level yang dikemukakan oleh John Fiske yaitu level
9
realitas, level representasi, dan level ideologi. Dalam Wibowo (2013:149) level pertama yaitu level realitas merupakan peristiwa atau ide yang dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar. Umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain. Disini realitas selalu ditandakan dengan sesuatu yang lain. Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkatperangkat teknis, seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi dan lain-lain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada di dalam masyarakat. (Wibowo, 2013:149) Shingeki No Kyojin peneliti anggap sangat menarik untuk diteliti. Disaat manga lain berlomba-lomba memproduksi manga yang bercerita mengenai romantisme dan kisah petualangan anak muda, Shingeki No Kyojin kembali menguak ideologi Marxisme, beserta kedua kelas sosial yang dirumuskannya, borjuis dan proletar. Kelas sosial yang dirumuskan Marxisme pada manga Shingeki No Kyojin tepat jika diteliti menggunakan semiotika John Fiske yang menggunakan ideologi sebagai level ketiga kunci analisisnya. Penjelasan yang telah paparkan di atas menjadi daya tarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai representasi Marxisme pada manga Shingeki No Kyojin melalui semiotika John Fiske.
1.2 Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti dengan menggunakan pendekatan semiotika John Fiske akan memaparkan fokus penelitian berdasarkan pertanyaan berikut: 1. Bagaimana manga Shingeki No Kyojin mempresentasikan kelas sosial yang terdapat di dalam ideologi Marxisme?
10
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan kelas-kelas sosial menurut pandangan Marxisme yang dipresentasikan oleh manga Shingeki No Kyojin. 1.4 Manfaat Penelitian a. Aspek Teoretis Pada aspek teoretis, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam penelitian di bidang Ilmu Komunikasi, membuka wawasan peneliti selanjutnya dan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian semiotika, khususnya semiotika John Fiske. b. Aspek Praktis Pada aspek praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi para mangaka serta penggiat industri manga dalam menciptakan manga yang berkualitas dan bermanfaat bagi pembacanya maupun masyarakat luas.
11
1.5 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian ini akan peneliti gambarkan dalam bagan berikut: Gambar 1.1 Tahapan Penelitian Mencari topik
Pengumpulan data
Data Sekunder (Literatur)
Data Primer (Manga Shingeki No Kyojin)
Membaca Manga Shingeki No Kyojin
Menentukan teori yang berkaitan dengan penelitian
Menganalisis Manga Shingeki No Kyojin
Uji Validitas Data
Hasil Akhir Penelitian
Sumber: Olah Data Peneliti
12
1.6 Waktu Penelitian Tabel 1.1 Waktu Penelitian Bulan Kegiatan
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
Septem ber
Mencari Topik Pengumpulan Data Pegumpulan Teori Penyusunan Proposal Seminar Proposal Analisis Data Hasil Akhir Pendaftaran Sidang Skripsi Sidang Skripsi Sumber: Olah Data Peneliti
13