BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis keuangan global yang melanda seluruh dunia pada tahun 2008 atau yang lebih dikenal dengan Subprime Mortgage Crisis berawal dari krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat. Subprime Mortgage Crisis merupakan istilah kredit perumahan (mortgage) yang diberikan kepada debitur dengan sejarah kredit buruk atau belum memiliki sejarah kredit sama sekali, sehingga digolongkan sebagai kredit risiko tinggi. Praktik subprime mortgage ini kemudian dikemas ke dalam berbagai bentuk sekuritas lain yang diperdagangkan di pasar finansial global. Puncak dari krisis ini adalah ketika Lehman Brothers yang merupakan bank tertua dan terbesar di Amerika Serikat melakukan peminjaman dana dengan sangat agresif dan dengan jumlah yang sangat banyak kepada Federal Reserve Bank Sentral Amerika Serikat, melebihi bank-bank lain (leverage). Praktik leverage yang dilakukan Lehman Brothers salah satunya ditujukan untuk pembiayaan kredit perumahan, yang pada kenyataannya banyak debitur yang dinyatakan gagal bayar (default) dan berdampak pada kerugian yang berlipat pada Lehman Brothers sehingga sampai pada akhirnya Lehman Brothers dinyatakan bangkrut. Krisis keuangan global tahun 2008 berdampak dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia yang berdampak terhadap merosotnya volume perdagangan, ancaman industri-industri bangkrut, serta lonjakan pengangguran dunia. Indonesia sebagai negara yang berkembang tidak luput dari dampak krisis keuangan global ini. Bagi Indonesia yang masih bergantung dengan aliran dana dari investor asing, hal yang ditakutkan adalah penarikan dana secara massive oleh investor-investor asing yang mengakibatkan nilai rupiah terdepresiasi.
1
2
Krisis keuangan global tahun 2008 makin menyadarkan akan pentingnya stabilitas sistem keuangan. Ketidak-stabilan sistem keuangan menimbulkan dampak yang sangat buruk yakni hilangnya kepercayaan masyarakat dan menurunnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan. Di samping itu, biaya pemulihan ekonomi khususnya sektor keuangan akibat krisis sangatlah besar. Menurut Julius (2011), stabilitas sistem keuangan adalah kondisi dimana sitem keuangan: secara efisien memfasilitasi alokasi sumber daya dari waktu ke waktu, dari deposan ke investor, dan alokasi sumber daya ekonomi secara keseluruhan;
dapat
menilai/mengidentifikasi
dan
mengelola
risiko-risiko
keuangan; dapat dengan baik menyerap gejolak yang terjadi pada sektor keuangan dan ekonomi. Secara umum, stabilitas sistem keuangan adalah ketahanan sistem keuangan terhadap guncangan perekonomian, sehingga fungsi intermediasi, sistem pembayaran dan penyebaran risiko tetap berjalan dengan semestinya. Stabilitas moneter suatu negara didukung oleh stabilitas keuangannya karena sistem keuangan merupakan transmisi kebijakan moneter. Kedua hal tersebut saling berhubungan dan memiliki peran strategis dalam menjaga fondasi perekonomian negara terutama saat terjadinya krisis keuangan. Stabilitas keuangan terlihat dari stabilnya institusi keuangan dan pasar yang akan menjaga kenyamanan para investor. Terlepas dari masih diperdebatkannya bailout Bank Century yang disetujui pemerintah untuk menyelematkan Indonesia dari krisis keuangan global tahun 2008, Indonesia pada akhirnya selamat dari krisis keuangan global tahun 2008. Peran sektor perbankan nasional dalam membangun perekonomian negara akan mendukung stabilitas keuangan. Bank merupakan lembaga intermediasi keuangan yang memiliki 3 aktivitas utama, yaitu sebagai penghimpun dana, penyalur dana serta penyedia jasa keuangan lainnya. Sektor perbankan berhubungan dengan kepercayaan pengambilan dana di masa depan.
3
Permodalan bagi bank sebagaimana perusahaan pada umumnya berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Selain itu, modal juga berfungsi untuk menjaga kepercayaan terhadap aktivitas perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. Pentingnya permodalan bagi suatu bank tidak hanya secara individu tetapi dalam rangka menjaga kestabilan sitem keuangan. Karena perannya yang penting itu maka pengaturan mengenai permodalan mengacu kepada suatu standar internasional yang dikeluarkan oleh The Basel Committee on Banking Supervision. Prinsip utama dari The Basel Committee on Banking Supervision menyatakan bahwa pengawas bank menetapkan persyaratan modal minimum yang aman dan tepat untuk semua bank. Standar yang dikenal dengan Basel I pertama kali ditetapkan pada tahun 1988 yang dalam perjalanan waktu banyak mengalami penyesuaian sebagai konsekuensi berkembang pesatnya instrumen di pasar keuangan. Sampai dengan akhirnya disepakati untuk menetapkan suatu standar perhitungan permodalan bank yang lebih sensitif yang dikenal dengan Basel II. The 1988 Accord (Basel I) merupakan suatu sistem yang dibuat sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi risiko kredit, dengan mensyaratkan standar modal minimum adalah 8%. Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar The 1988 Accord yang memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank, sejalan dengan itu dapat menjamin kestabilan sistem keuangan yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan perekonomian. Merupakan tugas pengawas bank yang memberikan aturan mengenai modal. Regulatory capital merupakan modal yang dipersyaratkan oleh otoritas pengawas untuk disiapkan dalam rangka mengatasi kerugian potensial. Persyaratan regulatory capital merupakan salah satu komponen utama dari pengawasan bank yang tercermin dalam definisi modal regulatory dan Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR).
4
Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) bertujuan untuk memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian yang timbul dari aktivitas yang dilakukan. Rasio regulatory yang sudah dikenal adalah rasio minimum sebesar 8%. Hal ini menghubungkan modal bank dengan bobot risiko dari aset yang dimiliki. Penilaian permodalan berdasarkan pada kewajiban penyediaan modal minimum bank sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bank Umum, yang dinyatakan dalam rasio modal dibagi dengan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Rasio tersebut dikenal dengan istilah Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR). Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) dinyatakan dalam persen (%). Penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah sebagai berikut: 1. 8% (delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk bank dengan profil risiko peringkat 1 (satu); 2. 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk bank dengan profil risiko peringkat 2 (dua); 3. 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11% (sebeleas persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk bank dengan profil risiko peringkat 3 (tiga); atau 4. 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk bank dengan profil risiko peringkat 4 (empat). Menurut Ginanjar (2007), implikasi dari peraturan Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) adalah bank memiliki suatu batasan dalan mengembangkan usahanya, yaitu pertumbuhan dari aset bank akan semakin melambat. Hal tersebut dikarenakan bank harus memiliki modal yang memadai. Selain itu manajemen bank dihadapkan pada dilemma yang mengharuskan untuk selalu menjaga keseimbangan antara tingkat likuiditas dan solvabilitas dengan tingkat profitabilitas. Persoalan tersebut timbul karena adanya kepentingan dari
5
pihak manajemen bank yang berusaha untuk mendapatkan keuntungan dan juga memperoleh peringkat kesehatan bank yang baik dari Bank Indonesia. PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk selanjutnya disebut Bank BNP merupakan bank devisa yang melayani ragam transaksi dan akses perdagangan khususnya untuk transaksi valuta asing dan perdagangan luar negeri melalui transaksi ekspor dan impor. Bank BNP disokong oleh 2 institusi keuangan asal Jepang, yaitu ACOM Co. Ltd. Japan (ACOM) dan The Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ, Ltd. (BTMU) sebagai pemilik saham mayoritas. Berdasarkan hasil penilaian sendiri (self assessment) atas tingkat kesehatan perseroan sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia, per 31 Desember 2012 secara agregat, penilaian profil risiko Bank BNP adalah low (profil risiko peringkat 1). Bank BNP sebagai bank yang masih berkembang dan berekspansi, terus berusaha untuk menyediakan pelayanan perbankan masyarakat sampai ke pelosok daerah, yang mana untuk saat ini masih difokuskan pada kota-kota besar di Pulau Jawa dan Bali. Pada awal tahun 2014 lalu, Bank BNP masuk kategori Bank Buku II, dimana modal inti yang dimiliki ada di kisaran 1 triliun rupiah hingga 5 triliun rupiah. Dari hasil pengamatan tersebut diangkat dalam sebuah penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul: “Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap
Profitabilitas
Bank
(Studi
pada
PT
Bank
Nusantara
Parahyangan Tbk Periode 2011 – 2014)”.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka identifikasi masalah yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagimana hubungan antara Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap profitabilitas bank pada PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk? 2. Bagaimana pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap profitabilitas bank pada PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk?
6
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Penelitian Maksud dari penelitian yang dilakukan penulis ialah untuk mendapatkan pemahaman mengenai hubungan dan pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap profitabilitas bank.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menguji hubungan antara Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap profitabilitas bank pada PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 2. Untuk menguji seberapa besar pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap profitabilitas bank pada PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk.
1.4 Kegunaan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkaitan dalam penelitian ini, khususnya bagi: 1. Penulis Kegunaan dari hasil penelitian ini bagi penulis adalah untuk menambah pengetahuan penulis mengenai penerapan ilmu penulis ke dalam dunia kerja serta sebagai perbandingan antara teori yang telah dipelajari selama perkuliahan dengan kenyataan di lapangan. 2. PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk Bagi PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk, diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau masukan bagi perusahaan tentang pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap kinerja bank dalam mengahasilkan laba. 3. Kalangan Akademi Bagi kalangan akademi diharapkan skripsi ini dapat berguna serta menjadi referensi atau rujukan di masa yang akan datang serta dapat menambah wawasan bagi yang membacanya.
7
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang menjadi objek penelitian penulis adalah PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk yang kantor pusatnya berada di Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Bandung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2015.