1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi sering dipertentangkan dengan konservasi sumber daya alam. Bahkan ada yang mengatakan konservasi sumber daya alam dapat menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi, 2012: 12). Perubahan dalam penggunaan dan pengelolaan lahan berlangsung sangat dinamis sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan masyarakat. Pengelolaan lahan pertanian lebih banyak didorong oleh orientasi ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek tanpa memperhitungkan manfaat yang hilang atau kerugian yang mungkin terjadi akibat berkurang atau hilangnya fungsi lingkungan lahan pertanian (Sandy, 1992: 3). Pada kenyataannya konservasi lahan bersifat dilematis. Adanya peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan kegiatan ekonomi memerlukan lahan. Disisi lain adanya pertambahan penduduk tersebut memerlukan supply bahan pangan yang banyak, artinya diperlukan lahan pertanian yang luas, padahal lahan merupakan sumberdaya yang terbatas jumlahnya. Kondisi yang demikian menyebabkan persaingan yang ketat dalam pemanfaatan lahan sehingga akan berakibat pada meningkatnya nilai lahan (land rent). Pada umumnya penggunaan lahan untuk pertanian akan selalu dikalahkan (Zenaldi, 1999: 129). Sektor pertanian mempunyai peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini menyebabkan lahan pertanian menjadi faktor produksi pertanian yang utama dan unik karena sulit digantikan dalam sebuah proses usaha pertanian.
2
Secara filosofis, lahan memang memiliki peran dan fungsi sentral bagi masyarakat Indonesia yang bercorak agraris. Ini karena di samping memiliki nilai ekonomis, lahan juga memiliki nilai sosial, bahkan religius. Akan tetapi, lahan pertanian menghadapi permasalahan konversi lahan subur pertanian dan degradasi lahan. Sementara keberlanjutan lahan subur yang ada tidak terjamin, pencetakan lahan sawah baru pun relatif kecil. Padahal, ketersediaan lahan dalam usaha pertanian merupakan conditio sine-quanon (syarat mutlak) untuk mewujudkan peran sektor pertanian
yang berkelanjutan (sustainable
agriculture), terutama
dalam
mewujudkan ketahanan pangan secara nasional. Hal ini tentu amat disayangkan mengingat potensi sektor pertanian Indonesia yang membanggakan (Panudju, 2010: 4). Mengacu pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali menunjukkan terjadinya alih fungsi lahan sawah sepanjang tahun 2000-2012 di Provinsi Bali. Data tersebut ditampilkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Luas Lahan Sawah, Alih Fungsi Lahan Sawah dan Persentase Alih Fungsi Lahan Sawah di Provinsi Bali, 2000-2012 Luas Lahan Sawah (Ha) 2000 85.776 2001 84.409 2002 83.560 2003 82.644 2004 82.095 2005 80.207 2006 80.997 2007 81.238 2008 81.482 2009 81.931 2010 82.908 2011 81.744 2012 81.625 4.151 Rata-Rata Sumber : BPS Bali, 2013 (data diolah) Tahun
Alih Fungsi Lahan Sawah(Ha) 1.367 849 916 549 1.888 -790 -241 -244 -449 -977 1.164 119 345,92
Persentase (%) -37,89 7,89 -40,07 243,90 -141,84 -69,49 1,24 84,02 117,59 -219,14 -089,78 -0,14
3
Berdasarkan data dalam Tabel 1.1 terjadi alih fungsi lahan sawah pada tahun 2000-2012, dimana pada tahun 2000 luas lahan sawah di Provinsi Bali yang semula 85.776 hektar menjadi 81.625 hektar pada tahun 2012, jadi sekitar 4.151 hektar lahan sawah yang di alih fungsikan ke non sawah. Alih fungsi lahan terkecil terjadi pada tahun 2010 sebesar -977 Ha dan alih fungsi lahan sawah besar-besaran terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 1.888 Ha. Pertumbuhan alih fungsi lahan sawah terbesar terjadi pada tahun 2005 sebesar 243,90 persen dan pertumbuhan alih fungsi terkecil terjadi pada tahun 20011 sebesar -219,14 persen. Rata-rata luas alih fungsi lahan sawah yang terjadi di Provinsi Bali pada tahun 2000-2012 sebesar 377,36 hektar dengan pertumbuhan alih fungsi lahan sawah sebesar 14 persen. Kenyataan ini akan berdampak kepada banyak pihak dimana pihak-pihak tersebut tentunya ada yang berdampak baik dan berdampak buruk. Kebijakan pengelolaan lahan, termasuk lahan sawah lebih menekankan aspek pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kondisi tersebut berdampak buruk terhadap kelestarian lahan sawah. Gejala kejenuhan aplikasi teknologi produksi padi mulai terlihat sejak beberapa tahun terakhir, yang diindikasikan dengan penurunan produktivitas lahan sawah intensif di daerah-daerah sentra produksi padi. Sampai saat ini upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Tabanan untuk mempertahankan lahan pertanian produktif, khususnya lahan persawahan adalah dengan menentapkan zona lahan abadi untuk tanaman padi. Kebijakan zona lahan abadi untuk tanaman padi pada wilayah sentra pertanian produktif yang terletak di Desa Jatiluwih diharapkan dapat menjawab degradasi lahan yang dihadapi oleh Kabupaten
4
Tabanan. Keberlanjutan program kawasan pelestarian lahan pertanian khususnya persawahan merupakan kemajuan yang berarti bagi sektor pertanian. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tabanan dilihat dari kontribusi terhadap PDRB, sektor yang cukup kuat dan tetap memberikan kontribusi yang paling besar terhadap PDRB Kabupaten Tabanan adalah sektor pertanian dalam arti luas. Sektor ini memiliki porsi rata-rata 33,03 persen (tahun 2008-2012)
dari
PDRB
Kabupaten
Tabanan.
Namun,
kecenderungan
pertumbuhan sub sektor tersebut sempat menurun dari 7,54 persen pada tahun 2009 turun menjadi 5,03 persen pada tahun 2010 dan kembali naik menjadi 7,57 persen pada tahun 2012. Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tabanan Menurut Laporan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku, 2008- 2012 (Jutaan rupiah)
Sumber: BPS Kabupaten Tabanan (Data Diolah)
5
Sawah merupakan lahan pertanian pangan
sebagai
karunia
yang
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, namun makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung wilayah nasional dalam menjaga kemandirian ketahanan dan kedaulatan pangan. Untuk melestarikan keberadaan sawah di Kabupaten Tabanan dipandang perlu penyediaan lahan pertanian pangan secara berekelanjutan sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisisensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan kemandirian. Dengan dasar pertimbangan tersebut maka diterbitkanlah Peraturan Bupati Tabanan No 27 Tahun 2011 tentang penetapan sawah berkelajutan sebagai sawah abadi pada subak di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan, dimana Subak Desa Jatiluwih seluas 303 Ha ditetapkan sebagai Zona Lahan Abadi untuk Tanaman Padi. Desa Jatiluwih merupakan bagian dari Kabupaten Tabanan dengan luas wilayah 2.233 Ha. Dari luas wilayah yang dimiliki oleh Desa Jatiluwih, 303 Ha adalah merupakan tanah sawah. Sawah seluas 303 Ha ini memiliki kekuatan pesona, sehingga kawasan ini menjadi salah satu wisata alam yang menawarkan keindahan dan keunikan. Keunikan dari daerah ini adalah adanya perpaduan antara alam dan budaya yang sulit ditemukan di daerah lain. Terasering khas persawahan, dengan pengelolaan lahan menggunakan cara tradisional yang sarat dengan budaya, membuat daerah ini mendapat perhatian luas banyak kalangan
6
salah satunya UNESCO yang menetapkan Desa Jatiluwih sebagai bagian dari budaya subak yang diakui sebagai warisan budaya dunia. Namun, disamping pesona yang dimiliki tersebut, Desa Jatiluwih juga mengalami ancaman alih fungsi lahan, salah satunya karena penetapan Desa Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia menyebabkan semakin banyaknya investor yang datang. Program konservasi lahan pertanian zona lahan abadi untuk tanaman padi diharapkan dapat berjalan dan menekan laju alih fungsi lahan persawahan. 1.1.1 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah penelitian ini adalah adanya ancaman alih fungsi lahan yang semakin besar akibat perkembangan pariwisata setelah ditetapkannya Desa Jatiluwih sebagai salah satu WBD oleh UNESCO. Maka perlu diadakan sebuah penelitian mengenai nilai guna lahan persawahan serta nilai ekonomi dari lahan pertanian yang ditetapkan sebagai zona lahan abadi untuk tanaman padi yang terletak di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. 1.1.2 Pertanyaan penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka penelitian ini difokuskan pada beberapa pertanyaan. 1. Berapa nilai guna lahan persawahan zona lahan abadi untuk tanaman padi? 2. Apa manfaat ekonomi baik yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung dari zona lahan abadi untuk tanaman padi? 3. Berapa nilai ekonomi dari zona lahan abadi untuk tanaman padi dengan menggunakan konsep Total Economic Valuation (TEV)
7
1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai sumber daya alam terkait penilaian konservasi lahan pertanian telah banyak dilakukan, beberapa penelitian empirik yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan antara lain. Tabel 1.3 Daftar Penelitian Sebelumnya No. 1.
Peneliti Plantinga & Miller
Tahun 2001
Alat Analisis Discounted Cash Flow dan Regresi
2.
Livanis, et. al
2005
Discounted Cash Flow dan Regresi
3.
Agus dan Irawan
2006
RCM
4.
Chiueh dan Chen
2008
CVM
Kesimpulan Penelitian ini menginvestigasi pengaruh pengembangan lahan di masa depan terhadap nilai lahan pertanian. Selisih antara nilai lahan optimal dengan nilai lahan yang berasal dari aliran pendapatan petani adalah hak pengembang lahan atau Value Development Right (VDR). Penelitian ini mengembangkan model teoritis penilaian lahan pertanian yang secara eksplisit menyumbang tiga efek urban sprawl: ekspektasi alih fungsi lahan, ekspektasi alih tanam dan spekulasi nilai lahan akibat perkotaan. Perlu perhitungan faktor pendapatan pertanian (arus kas pendapatan pertanian) dan Hak pengembang lahan. Melakukan penelitian di Lahan persawahan sepanjang aliran DAS Citarum seluas 156.000 hektar. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 51 persen dari nilai jual beras total, dapat dimaknai sebagai jasa yang dihasilkan oleh petani dan dinikmati oleh masyarakat luas secara gratis. Oleh karena masyarakat masih mengabaikan arti multifungsi pertanian maka konversi lahan pertanian mengalami peningkatan. Mengevaluasi nilai sosial yang diakibatkan dari keberadaan persawahan di Taiwan, dan masyarakat pun langsung menyatakan menyadari keuntungan multifungsi lahan persawahan dengan memberikan respon terhadap program konservasi lahan kepada pemerintah. Penelitian ini menggunakan CVM untuk mengevaluasi nilai multifungsi lingkungan persawahan dari tujuan memilih jaminan konservasi di Taiwan. Hasil program menunjukkan, pemerintah sebagai pengontrol mampu memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih dalam perdagangan bebas. Masyarakat diberikan kesadaran dalam
8
5.
Chang dan Boisvert
2009
Ekonometri Binary
6.
Cao, Ren and Du
2010
WTP-WTA, Regresi-OLS
7.
Wu dan Lin
2010
Environmental score
menjaga keberlanjutan lahan pertanian dengan membeli produk pertanian yang lebih tinggi dari produk impor. Pembayaran multifungsi lingkungan persawahan dengan WTP. Keluarnya nilai lahan menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap sektor pertanian. Melakukan penelitian tentang program konservasi lahan pertanian pada lahan 34 juta hektar, program ini telah dijalankan sejak tahun 1985. Program tersebut dilaksanakan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat, model program ini adalah pemilik lahan mendapatkan hasil dari produksi pertanian serta mendapatkan pendapatan dari kompensasi konservasi lahan. Kompensasi diberikan demi mempertahankan lingkungan sebagai areal pertanian atau menjaga keseimbangan ekosistem alam dari kerusakan lingkungan. Para petani yang mengikuti program ini merasakan ada perubahan baik dari hasil pertanian maupun ekosistem alam sekitar. Penelitian ini membandingkan para petani yang mengikuti program konservasi lahan dan para petani yang tidak mengikuti program. Ternyata didapatkan hasil dari data statistik bahwa penghasilan petani yang mengikuti program konservasi lahan pertanian mengalami peningkatan. Dari hasil riset, menunjukkan bahwa beberapa responden bersedia membayar 15% dari pendapatannyaa untuk membayar biaya konservasi, meskipun terjadi perbedaan yang sangat jauh antara WTP dan WTA, namun WTA mendekati nilai pasar. Melakukan penelitian di wilayah selatan pegunungan U.S, program konservasi pengembangan lahan selama 10 tahun hingga 15 tahun dari tahun 1985. Pemberian kompensasi lahan sebesar 2 (dua) juta dollar, kepada pemilik lahan yang mengikuti program konservasi CRP (Conservation Reserve Program). Proxy nilai pengembangan lahan yang digunakan dalam model ini merupakan kunci keberhasilan program konservasi. Pengaruhnya sangat luas, kenaikan ratarata nilai pertanian mencapai 5 persen ke 14 persen, 4 persen ke 6 persen, dan 2 persen ke 5 persen dari masing-masing peningkatan. CRP secara statistik signifikan pada pengembangan nilai lahan pertanian.
9
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut. 1. Terdapat beberapa kesamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini. Penelitian ini menekankan pada potensi nilai dari lahan pertanian yang ditetapkan sebagai zona lahan abadi untuk tanaman padi di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan dengan menggunakan metoda nilai guna lahan dan Total Economic Value (TEV). 2. Model yang digunakan untuk komponen kapitalisasi pendapatan petani yaitu indeks biaya produksi dan penambahan barang dengan proyeksi. Untuk mempermudah proyeksi pada penelitian ini digunakan bantuan Software Microsoft Office Excel versi 2010, karena software ini dianggap telah mampu memberikan perhitungan proyeksi dengan trend linear, maupun trend nonlinear (Wardhani dkk, 2007: 35-41).
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi nilai guna lahan persawahan yang ditetapkan sebagai zona lahan abadi untuk tanaman padi di Desa Jatiluwih Kabupaten Tabanan. 2. Mengidentifikasi manfaat ekonomi langsung maupun tidak langsung yang dirasakan masyarakat dari zona lahan abadi untuk tanaman padi. 3. Mengukur nilai ekonomi yang dihasilkan oleh lahan pertanian yang ditetapkan sebagai zona lahan abadi untuk tanaman padi di Desa Jatiluwih Kabupaten Tabanan dengan menggunakan konsep Total Economic Value (TEV).
10
1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari adanya penelitian ini terdiri dari manfaat akademik dan non-akademik, yaitu: 1. manfaat akademik yang diharapkan dari adanya penelitian ini adalah sebagai informasi bagi kalangan peneliti, akademisi dan mahasiswa yang menaruh perhatian terhadap aspek ekonomi lahan pertanian dalam rangka mewujudkan pembangunan
yang
berkelanjutan.
Melalui
penelitian
ini
diharapkan
munculnya minat dari kalangan akademisi untuk membuat penelitian lebih lanjut mengenai konservasi lahan pertanian; 2. manfaat non-akademik yang diharapkan adalah penelitian ini memberikan gambaran terhadap pembuat kebijakan dan masyarakat luas mengenai pentingnya eksistensi lahan pertanian berdasarkan nilai ekonomi yang diestimasi berdasarkan konsep Total Economic Value (TEV). Dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya lahan pertanian diharapkan juga akan mendorong besarnya kepedulian dan upaya bersama untuk melestarikan kawasan pertanian.
1.4 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab dengan sistematika sebagai berikut. Bab I merupakan Pengantar, pada bab ini memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II merupakan Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, pada bab ini memuat tentang tinjauan pustaka, landasan teori dan alat analisis. Bab III merupakan Analisis Data dan Pembahasan, pada bab ini berisi tentang
11
uraian cara penelitian, analisis data dan pembahasan. Bab IV merupakan kesimpulan hasil penelitian, mengemukakan keterbatasan yang menjadi kendala dan kesulitan dalam pelaksanaan penelitian serta saran yang diberikan sebagai kontribusi penelitian.