1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang digunakan untuk menilai status gizi seorang individu. IMT merupakan metode yang murah dan mudah dalam mengukur status gizi namun tidak dapat mengukur lemak tubuh secara langsung. Gizi kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi dan gizi lebih dengan akumulasi lemak tubuh yang berlebih dapat meningkatkan risiko menderita penyakit degeneratif.1,2 Kategori obesitas penduduk Asia menurut IMT adalah >25 kg/m2 sedangkan lingkar perut ≥ 90 pada lakilaki dan ≥80 pada perempuan merupakan kategori obesitas sentral penduduk Asia.3 Gambaran status gizi berdasarkan IMT di Indonesia pada profil kesehatan Indonesia 2012 menunjukkan data bahwa pada kelompok dewasa berusia diatas 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas, selain itu masalah gizi kurang juga masih cukup tinggi. Menurut karakteristik, masalah obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status ekonomi yang paling tinggi.4 Observasi yang dilakukan oleh Low, Chin, dan Deurenberg mengenai obesitas pada tahun 2009 memperlihatkan hasil bahwa
1
2
prevalensi berat badan berlebih (overweight) di negara maju adalah 23,2% di Jepang dan 66,3% di Amerika Serikat, sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia adalah 13,4%. Prevalensi kegemukan (obesity) di negara maju adalah 2,4% di Korea Selatan dan 32,2% di Amerika Serikat, sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia adalah 2,4%.5 Hasil laporan Riskesdas tahun 2010 menunjukkan data bahwa provinsi dengan prevalensi IMT kategori overweight pada penduduk berusia diatas 18 tahun terendah berada di Nusa Tenggara Timur sebesar 13,0% dan prevalensi IMT kategori overweight tertinggi terdapat di Sulawesi Utara sebesar 37,1%. Angka kelebihan berat badan di Indonesia pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu 26,9% pada perempuan dan 16,3% pada laki-laki.4 Hasil Riskesdas pada tahun 2010 menemukan prevalensi obesitas sentral sebesar 18,8% terjadi di Indonesia.6 Kejadian obesitas sentral merupakan dampak dari penumpukan lemak viseral dalam jumlah yang tinggi. Terdapat berbagai faktor yang berpengaruh terhadap lemak viseral antara lain seperti usia, jenis kelamin, rokok, aktivitas fisik, alkohol, makanan berlemak, stres, genetik, dan beberapa hormon tertentu.5,7-15 Obesitas berdasarkan IMT tidak menjamin seseorang memiliki lemak viseral yang tinggi sehingga harus dikategorikan dalam obesitas sentral. Keadaan lain dapat terjadi pada IMT normal namun memiliki timbunan lemak viseral yang tinggi sehingga termasuk ke dalam kategori obesitas sentral. Penilaian lemak viseral dapat diketahui melalui
3
pengukuran menggunakan pita meter, Computerized tomography (CT), Magnetic resonance imaging (MRI), Dual energy X-ray absorptiometry (DXA) dan Bioelectrical impedance analysis (BIA) sehingga diketahui seseorang dengan lemak viseral tertentu termasuk obesitas sentral atau tidak.16 Jaringan adiposa sebagai gudang energi sederhana dianggap sebagai
organ
kompleks
yang
memberikan
konstribusi
terhadap
penyediaan energi dalam tubuh dan juga berhubungan dengan sistem inflamasi serta dinding vaskuler. Timbunan lemak viseral berlebih (obesitas sentral) berhubungan dengan gangguan metabolik seperti diabetes melitus tipe 2, resistensi insulin, hipertensi, dan aterogenesis yang dapat memicu terjadinya aterosklerosis sehingga menimbulkan gangguan pada sistem kardiovaskuler.17,18 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wang JJ, Wang HJ, Liu JS dan Ma J di Cina pada anak-anak usia sekolah dasar menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara IMT dengan lemak viseral meskipun ditemukan nilai korelasi yang lebih tinggi antara lemak viseral dengan lingkar pinggang. Penelitian lain oleh Janssen, Heymsfield, Allison, Kolter dan Ross terhadap pria dan wanita kulit putih menunjukkan bahwa indeks massa tubuh dan lingkar pinggang berkontribusi terhadap prediksi lemak non-abdominal, lemak subkutan dan lemak viseral. Berbeda dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Kuk, Janiszewski dan Ross bahwa hip circumference (HC), thigh circumference (THC), dan IMT memiliki
4
korelasi dengan total lemak tubuh, lemak tubuh bagian bawah, dan jaringan lemak subkutan perut serta otot rangka, tetapi berkorelasi negatif dengan jaringan lemak viseral setelah dilakukan kontrol untuk lingkar pinggang. Penelitian Kuk dkk ini juga mendapatkan hasil bahwa hanya hip circumference (HC) yang tetap berkorelasi negatif dengan jaringan lemak setelah dilakukan kontrol untuk usia dan lingkar pinggang.19,20,21 Berdasarkan uraian di atas serta dari penelusuran pustaka yang ada, penelitian tentang lemak viseral pada mahasiswa di Indonesia belum pernah dilakukan khususnya di lingkungan Universitas Diponegoro. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa kedokteran Undip sebagai populasi target penelitian. Pemilihan terhadap mahasiswa kedokteran Undip dilakukan karena ada asumsi bahwa mahasiswa kedokteran sebagai calon tenaga kesehatan telah memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan yang baik dan dianggap mampu menerapkan pola hidup sehat. Situasi ini menarik perhatian peneliti untuk mengetahui kondisi serta mencari hubungan antara IMT dan lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi masalah adalah: Rumusan masalah umum Apakah terdapat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip?
5
Rumusan masalah khusus 1. Bagaimana distribusi indeks massa tubuh (IMT) pada mahasiswa kedokteran Undip? 2. Bagaimana distribusi nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip? 3. Bagaimana hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip? 4. Bagaimana hubungan antara kebiasaan merokok dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip? 5. Bagaimana hubungan antara aktivitas fisik dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip? 6. Bagaimana hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan berlemak dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip? 7. Bagaimana hubungan antara kebiasaan konsumsi alkohol dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip? 8. Bagaimana hubungan antara jenis kelamin dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip? 9. Menentukan hubungan manakah yang paling bermakna antara variabel bebas (IMT) atau variabel perancu yang diteliti (kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi alkohol, kebiasaan konsumsi makanan berlemak, dan jenis kelamin) dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip?
6
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan umum Mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan nilai lemak viseral. Tujuan khusus 1. Mengetahui distribusi indeks massa tubuh (IMT) pada mahasiswa kedokteran Undip. 2. Mengetahui distribusi nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip. 3. Menganalisis hubungan antara IMT dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip. 4. Menganalisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip. 5. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip. 6. Menganalisis hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan berlemak dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip. 7. Menganalisis hubungan antara kebiasaan konsumsi alkohol dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip. 8. Menganalisis hubungan antara jenis kelamin dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip.
7
9. Menentukan variabel bebas (IMT) dan variabel perancu (kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi alkohol, kebiasaan konsumsi makanan berlemak, dan jenis kelamin) yang paling bermakna hubungannya dengan nilai lemak viseral pada mahasiswa kedokteran Undip. 1.4
Manfaat Penelitian 1.4.1
Ilmu pengetahuan Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang arti penting IMT dalam kaitannya dengan lemak viseral.
1.4.2
Aspek pelayanan Diharapkan IMT menjadi indikator yang baik untuk perkiraan nilai lemak viseral.
1.4.3
Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya tentang aspek klinis lemak viseral.
8
1.5 Keaslian Penelitan Tabel 1. Keaslian penelitian19,20,21 No
Peneliti/Judul
Metode
Hasil
Penelitian 1
Wang JJ, Wang
Metode:
Korelasi antara PBF dan BMI (r =
HJ, Liu JS, Ma J
Observasional study,
0,563, R(2) = 31,7%) lebih kuat
(2013)
Cross sectional,
dari WC (r =0,402, R(2)=16,1%).
The association between body mass index, waist circumference with body fat percent, and abdominal fat rate in overweight and obese pupils. 2
convenience sampling Subjek: 162 anak sekolah dasar Variabel bebas:
Korelasi antara nilai lemak viseral dengan WC (r = 0.723, R(2) = 57.3%) lebih tinggi dibandingkan BMI (r = 0.621, R(2) = 41.7%)
BMI dan WC Variabel terikat: PBF, dan lemak viseral
Janssen I,
Metode:
Kombinasi
Heymsfield
Observasional study,
menjelaskan korelasi yang lebih
SB , Allison
Cross sectional
baik pada lemak non-abdominal,
DB , Kotler
Subjek : 341 laki-laki
lemak
DP , Ross R (2002)
dan perempuan
viseral daripada
Variabel bebas:
metode BMI atau WC sendiri (P
BMI dan WC
<0,05). Peningkatan kategori WC
Variabel terikat:
dikaitkan
nonabdominal,
lemak viseral (P <0,05).
Body mass index and waist circumference independently contribute to the prediction of nonabdominal, abdominal subcutaneous, and visceral fat.
abdominal subcutaneous, and visceral fat.
BMI
subkutan,
dengan
dan
dan
WC
lemak
menggunakan
peningkatan
9
No
Peneliti/Judul
Metode
Hasil
Penelitian 3
Kuk JL , Janiszewski
Observasional study
WC,
PM, Ross R (2007)
Cross sectional
berhubungan positif dengan total,
Subjek: 256 laki-laki
lower body, abdominal SAT, SM,
dan perempuan kulit
danVAT.
Body mass index and hip and thigh circumferences are negatively associated with visceral adipose tissue after control for waist circumference
HC,
THC,
dan
BMI
putih Pada kontrol statistik untuk WC,
Variabel bebas: WC, HC, THC, dan
HC,
dan
BMI
tetap
berhubungan positif dengan total,
BMI Variabel terikat:
lower body, dan abdominal SAT, namun
total,
THC,
lower
berhubungan
negatif
body, dengan VAT (P<0,05).
abdominal SAT, SM, danVAT.
BMI (P>0,10) tetap berkorelasi negatif dengan VAT
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah, pada penelitian ini dilakukan di lingkungan fakultas kedokteran Universitas Diponegoro yang dimulai dari bulan Maret 2014 hingga Juni 2014. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran yang dipilih menggunakan metode simple random sampling. Alat yang digunakan untuk pengukuran lemak viseral pada penelitian ini menggunakan metode bioelectrical impedance analysis (BIA).