1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Peningkatan laju pertumbuhan industri seperti industri farmasi, pupuk fosfat dan superfosfat, semen, kertas dan lain-lain dapat membawa pengaruh negatif bagi kehidupan. Salah satu di antaranya adalah terdapatnya limbah bahan berbahaya dan beracun, atau disingkat limbah B3. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999, limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya , baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup yang lain. Menurut ketentuan dalam peraturan ini, ion logam berat seperti Pb(II), Ag(I), Cd(II) dan Cr(III) maupun Cr(VI) termasuk limbah B3 dari sumber yang spesifik, yaitu berbagai jenis industri. Adanya berbagai limbah B3 dalam air dapat menyebabkan air tidak memenuhi persyaratan sebagai air minum berdasarkan ketentuan WHO maupun Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:173/Men.Kes/Per/VIII/1977 (Sugiharto, 1987) dinyatakan bahwa konsentrasi maksimum yang diperbolehkan untuk ion-ion logam berat tersebut sangat rendah, bahkan lebih kecil dari 1 bpj. Apabila konsentrasinya melampaui batas, bahan kimia tersebut dapat menyebabkan beberapa hal yang tidak dikehendaki, antara lain matinya makhluk perairan seperti ikan dan organisme air lain. Jika B3 tersebut berada dalam tanah dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Hal ini sudah dialami beberapa waktu yang lalu yang dikenal sebagai tragedi Minamata yang ternyata akhir–akhir ini terulang lagi sebagai kasus Buyat oleh PT NMR. Demikian pula di Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di daerah penambangan emas di Sangon, Kokap, Kulonprogo, telah terjadi pericmaran logam – logam Hg, Pb, Zn, As dan Cd yang diduga karena limbah penambangan emas. (Setiabudi, 2006). Sebagai langkah antisipasi timbulnya berbagai masalah yang tidak dikehendaki, adanya berbagai ion logam tersebut pada konentrasi yang sangat rendah 1
2
atau pada tingkat runutan dalam bahan lingkungan harus dapat dideteksi.
Oleh
karena itu diperlukan metoda analisis dengan batas deteksi yang rendah. Analisis untuk mendeteksi bahan yang konsentrasinya lebih kecil dari 1 ppm disebut trace analysis (Rubinson dan Rubinson, 1998). Metoda yang dapat dipakai, antara lain Anodic Stripping Voltammetry, spektroskopi serapan atom, dan fluoresensi sinar X. Instrumen yang diperlukan tersebut
hanya tersedia fasilitasnya di laboratorium
tertentu yang sudah modern. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu kiranya dilakukan proses pemekatan ion – ion logam dalam larutan tersebut, agar dapat terdeteksi dengan alat yang lazim tersedia di laboratorium, misalnya spektrofotometer UVtampak. Pemekatan (prekonsentrasi) dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Cara yang paling sederhana adalah dengan mengurangi volume pelarut dengan cara dipanaskan sampai sebagian pelarutnya menguap. Pada proses ini zat terlarut kemungkinan ikut menguap karena peningkatan suhu. Cara lain adalah dengan alat penguapan vakum (vacuum rotary evaporator) yang alatnya juga belum tentu tersedia di setiap laboratorium. Oleh karena itu perlu dicari upaya untuk proses pemekatan dengan alat yang sederhana dan tidak diikuti berkurangnya zat terlarut. Ekstraksi fasa padat (solid phase extraction) merupakan salah satu teknik pemekatan melalui proses sorpsi (adsorpsi-desorpsi) yang sampai saat ini masih dikembangkan. Teknik prekonsentrasi ini dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi ion logam berat dalam sampel sistem perairan sehingga berada pada kisaran yang dapat terdeteksi dengan metode analisis yang lazim. Prekonsentrasi dengan cara ekstraksi fasa padat telah dilakukan pada penelitian Tokman dkk., (2003); yang telah menerapkannya untuk prekonsentrasi ion – ion logam dalam air laut sebelum dianalisis secara spektroskopi serapan atom memakai tungku grafit. Teknik ini mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan teknik lain, terutama karena biayanya rendah dan adsorben yang digunakan biasanya dapat digunakan ulang (reusable). Pada teknik ini, adsorben yang digunakan pada umumnya merupakan bahan yang memiliki sisi aktif pada permukaan serta mempunyai luas permukaan sentuh besar. Misalnya berbagai macam silika.
3
Silika merupakan salah satu padatan anorganik dapat berstruktur kristalin, seperti mineral kristobalit dan kuarsa. Dapat juga berstruktur amorf seperti silika gel yang dapat digunakan untuk keperluan adsorpsi karena memiliki gugus silanol ≡SiOH dan siloksan ≡Si-O-Si≡ yang merupakan sisi aktif pada permukaannya. Silika gel dibuat dengan proses sol gel. Sebagai sumber silika untuk proses sol-gel dapat digunakan beberapa bahan baku antara lain tanah diatomit yang berasal dari deposit ganggang laut, batang bambu, dan juga jerami padi, pasir kuarsa(Kondo, 1996).Sumber lain dapat diperoleh dari sisa pembakaran pada berbagai industri lokal yaitu abu sekam padi. Indonesia sebagai negara agraris banyak menghasilkan padi. Sisa limbah pertaniannya adalah sekam padi yang dipakai sebagai campuran bahan bakar pada berbagai industria lokal. Sebagai campuran bahan bakar masih menyisakan limbah, yaitu abu sekam padi. Pemanfaatan abu sekam padi sampai saat ini masih terbatas sebagai bahan penggosok dan campuran pembuatan genteng dan bata yang dilakukan secara konvensional. Secara kimia, abu sekam padi mempunyai kandungan silika (campuran amorf dan kristal) lebih dari 90% dan sisanya oksida dari beberapa logam. Tingginya kandungan silika membuat abu sekam padi memiliki potensi yang besar sebagai sumber silika pada pembuatan bahan berbasis silika, yang pada umumnya menggunakan pasir kuarsa. Penggunaan abu sekam padi lebih menguntungkan dibandingkan pasir kuarsa karena mineral kuarsa dalam pasir memiliki kristalinitas tinggi dan sangat stabil sehingga peleburan harus dilakukan pada temperatur yang relatif tinggi. Abu sekam padi dengan kandungan silika kira-kira sama dengan dalam pasir kuarsa, memiliki struktur amorf sehingga temperatur peleburan tidak terlalu tinggi dan waktu yang digunakan tidak lama. Silika dari abu sekam padi ini diperoleh setelah melalui proses peleburan dengan larutan basa untuk mendapatkan natrium silikat, yang selanjutnya direaksikan dengan asam sehingga diperoleh senyawa silika (Kalapathy dkk. 2000; Kamath dan Proctor, 1997). Biasanya natrium silikat dibuat dengan memanaskan campuran pasir dengan natrium hidroksida atau natrium karbonat pada suhu yang tinggi (Scott, 1993). Di samping itu, senyawa dengan kemurnian tinggi seperti tetraetoksisilan atau tetraetoksiortosilikat (disingkat TEOS) dan tetrametoksisilan atau tetrametoksi-
4
ortosilikat (disingkat TMOS) banyak digunakan sebagai bahan baku proses sol-gel untuk mendapatkan material berbasis silika dengan karakteristik yang diinginkan. TEOS maupun TMOS ini merupakan senyawa alkoksisilan dibuat dari klorosilan direaksikan dengan alkohol yang sesuai (Brinker dan Scherer, 1990). Jika silika gel digunakan sebagai adsorben kation, terutama logam, maka media yang biasa digunakan adalah air. Silika gel dengan adanya gugus silanol pada permukaan akan mengadakan interaksi dengan molekul air. Air akan menyebabkan deaktivasi pada permukaan, sehingga interaksinya pada proses pemisahan menjadi lemah karena daya retensinya menurun (Scott, 1993). Kelemahan lain dari silika gel adalah karena gugus silanol mempunyai sifat keasaman yang lemah. Kecuali itu gugus silanol mengandung atom oksigen sebagai donor yang sifatnya juga lemah (Tokman, 2003). Dalam rangka memperbaiki sifat dan untuk perluasan
bidang
pemanfaatan, maka dilakukan proses modifikasi. Proses modifikasi pada prinsipnya adalah dengan mengubah gugus ≡Si-OH menjadi
≡Si-OM, di mana M adalah
beberapa spesies baik sederhana atau kompleks selain H (El Shafei, 2000). Silika berstruktur amorf termodifikasi, disebut juga silika gel termodifikasi dan untuk selanjutnya disingkat silika termodifikasi. Bahan ini dapat digunakan sebagai adsorben pada sistem ekstraksi fasa padat. Pada pembuatan silika termodifikasi yang akan digunakan untuk adsorpsi ion logam berat, salah satu situs aktifnya berupa gugus sulfonat (–SO3-H+). Adsorben ini dapat dibuat melalui pengikatan senyawa merkapto (tiol, -SH) pada silika gel dan dilanjutkan oksidasi terhadap gugus tiol tersebut untuk menghasilkan gugus sulfonat. Teknik untuk mengadakan modifikasi dengan spesies yang mengandung gugus merkapto yang sudah dilaporkan adalah dengan mereaksikan
merkaptopropil-
trimetoksisilan (MPTS) dengan salah satu jenis silika, yaitu aerosil dalam media toluena (Tertyth dan Yanishpolski, 2000). Prosedur ini dilakukan juga oleh Shylesh dkk., (2004). Imobilisasi dengan cara tersebut memiliki beberapa kelemahan antara lain efektifivitas pengikatan gugus rendah dan kondisi reaksi harus bebas air. Oleh karena itu kajian teknik modifikasi gugus aktif pada silika masih perlu dilakukan. Dalam penelitian ini dipelajari proses modifikasi dengan gugus yang sama, yaitu gugus tiol
5
melalui proses sol–gel. Dalam proses ini, senyawa yang mengandung gugus merkapto ditambahkan bersamaan dengan pemberian asam sehingga pengikatan gugus aktif berlangsung bersamaan dengan proses pembentukan gel. Selanjutnya terhadap silika termodifikasi merkapto ini dilakukan proses oksidasi sehingga menjadi silika termodifikasi sulfonat.Jika abu sekam padi dapat digunakan sebagai sumber silika pada sintesis silika maupun silika termodifikasi, maka berarti dapat menekan biaya produksi dan juga berhasil memanfaatkan sekam padi yang merupakan limbah pertanian. Hasil sintesis yang diperoleh dimanfaatkan untuk adsorben beberapa ion logam berat dalam larutan, yaitu Cr(III), Cd(II), Pb(II) dan Ag(I), khususnya untuk pengisi kolom ekstraksi fasa padat. Oleh karena itu, setelah diperoleh hasil sintesis penelitian ini mempelajari sifat adsorptif dari hasil sintesis terhadap ion – ion logam tersebut. Berdasarkan berbagai kaidah, yaitu prinsip HSAB, besaran potensial ionik serta nilai misono softness, dapat diprakirakan bahwa interaksi adsorptif antara ion – ion logam tersebut terhadap berbagai adsorben hasil sintesis bebeda satu sama lain. Berdasarkan atas uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang diharapkan dapat diselesaikan melalui penelitian ini, yaitu : 1. Faktor–faktor apakah yang berpengaruh pada proses oksidasi silika termodifikasi merkapto menjadi silika termodifikasi sulfonat dengan berbagai oksidator. 2. Bagaimana karakter silika, silika termodifikasi merkapto dan silika termodifikasi sulfonat dari abu sekam padi. 3. Bagaimana karakter adsorptif silika, silika termodifikasi merkapto serta silika termodifikasi sulfonat dari abu sekam padi untuk kation logam berat Pb(II), Ag(I). Cd(II), dan Cr(III) dalam larutan. 4. Bagaimana karakter adsorben hasil sintesis jika digunakan sebagai fasa padat pada pemisahan dan prekonsentrasi ion logam berat dalam larutan dengan teknik ektraksi fasa padat. 1.2 Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran berbagai pustaka, sebenarnya sintesis silika termodifikasi
pada umumnya dan silika termodifikasi sulfonat khususnya telah
banyak dilakukan dengan berbagai macam prekursor maupun metode. Perhatian pertama tentang silika termodifikasi (silica bonded phase) sudah dilakukan sejak
6
1969 oleh Halasz dan Sebastian yang kemudian disusul oleh Simpson pada tahun 1975, Kirkland pada tahun 1970 , Grushka pada tahun 1973 dan kembali dikaji lagi oleh Kirkland dkk pada tahun 1992 (Scott, 1993). Usaha lain untuk sintesis silika termodifikasi yang telah dilakukan antara lain mereaksikan silika gel dengan senyawa organik sebagai pereaksi silan atau lazim disebut senyawa organosilan. Salah satu senyawa organosilan adalah
merkapto-
alkiltrialkoksisilan atau secara khusus senyawa merkaptopropiltrimetoksisilan (MPTMS). Pada senyawa ini terikat gugus –SH dan gugus propil dan sebagai rantai pokoknya adalah trimetoksisilan. Hasil yang diperoleh adalah silika termodifikasi dengan gugus tiol atau merkapto (-SH). Reaksi silika gel dengan pereaksi tersebut juga dapat dilakukan dengan berbagai metode. Modifikasi gugus tiol atau merkapto yang dilakukan dengan mereaksikan silika gel dengan MPTMS dalam toluena dengan proses reflux selama waktu tertentu telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain. Vieira dkk., (1999); Sylesh dkk., (2004); Blitz dkk., (2007) dan Gupta dkk., (2007). Proses yang terjadi seperti persamaan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Reaksi silika gel dengan MPTS dalam media toluena (Shylesh dkk., 2004) Metode modifikasi ini memerlukan kondisi bebas air (biasanya dalam pelarut organik, seperti toluena). Serano dkk., (2003), melakukan modifikasi gugus merkapto dengan menambahkan secara bertetes – tetes prekursor merkaptoalkiltrialkoksisilan pada silika gel dan didiamkan selama 24 jam. Hasil yang diperoleh adalah silika termodifikasi merkapto. Metode ini lazim disebut impregnasi.
7
Modifikasi
silika dengan gugus tiol yang dilakukan dengan TEOS atau
senyawa alkoksisilan yang lain sebagai silika prekursor yang dilakukan dengan proses sol gel telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain Chen dkk., (2008); Yang dkk., (2005); Suzuki dkk., (2008) serta Guo dan Ding (2007). Pada metode ini, proses modifikasi dengan gugus tiol terjadi seiring dengan proses hidrolisis silika prekursor yaitu TEOS atau senyawa alkoksisilan yang lain. Apabila silika termodifikasi dengan gugus tiol ini dioksidasi, akan diperleh silika termodifikasi sulfonat. Sebagai oksidator yang lazim dipergunakan adalah H2O2. Proses yang terjadi, seperti pada Gambar 1.2. Penelitian ini akan mempelajari pembuatan silika termodifikasi merkapto dan silika termodifikasi sulfonat. Prosedur yang dipakai merupakan adaptasi dari yang telah dilakukan oleh Suzuki dkk.(2008) dengan beberapa pembaharuan atau modifikasi. Suzuki dkk., (2000) memakai TEOS sebagai prekursor sumber silika dan
Gambar 1.2 Oksidasi silika termodifikasi merkapto dengan H2O2 (Shylesh dkk., 2004) proses oksidasinya menggunakan H2O2. Pada penelitian ini dipakai natrium silikat dari abu sekam padi sebagai prekursor sumber silika. Proses untuk memperoleh natrium silikat dari abu sekam padi merujuk pada penelitian Kamath dan Proctor (1997) yaitu dengan mendidihkan campuran abu sekam padi adalah larutan NaOH 1M selama 1 jam Pembaharuan atau modifikasi yang lain adalah pada pemakaian HNO3 sebagai oksidator. Senyawa thiol atau merkaptan akan teroksidasi apabila ditambah HNO3 (Allinger dkk., 1976; Wade
dkk. 2006, dan Bruice, 2007).
persamaan reaksinya adalah sebagai berikut (Bruice, 2007) :
Adapun
8
R-SH + 6HNO3 → R- SO3H + 6 NO2 + 3 H2O Pada reaksi ini tampak bahwa oksidasi thioalkohol atau thiol hanya mengarah pada gugus –SH saja (Allinger dkk., 1976). Pada proses konversi dengan HNO3, asam ini sekaligus berfungsi untuk protonasi hasil sintesis. Terhadap hasil sintesis dilakukan karakterisasi. Beberapa karakterisasi yang dilakukan adalah analisis FTIR , difraktometri sinar X, SEM dan EDX, sifat termal, sifat tekstural serta parameter terkait sifat adsorptif, sebelum dimanfaatkan sebagai pengisi kolom pada ekstraksi fasa padat. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian terdahulu dapat dinyatakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan abu sekam padi sebagai bahan dasar pembuatan silika termodifikasi gugus sulfonat untuk kepentingan ekstraksi fasa padat beberapa ion logam berat, yaitu : Pb(II), Cd(II), Ag(I) dan Cr(III). Secara rinci tujuan tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa tujuan khusus, yaitu: 1. Mengkaji berbagai karakter silika dan silika termodifikasi merkapto dari abu sekam padi (sebagai pembanding) 2. Mengkaji berbagai faktor yang berpengaruh pada proses oksidasi silika termodifikasi merkapto dari abu sekam padi menjadi silika termodifikasi sulfonat dengan berbagai oksidator. 3. Mengkaji berbagai karakter silika termodifikasi sulfonat dari hasil oksidasi silika termodifikasi merkapto dari abu sekam padi 4. Mengkaji karakter adsorptif
silika, silika termodifikasi merkapto serta silika
termodifikasi sulfonat dari abu sekam padi untuk kation logam berat Pb(II), Ag(I) ,Cd(II), dan Cr(III) dalam larutan. 5. Bagaimana karakter adsorben hasil sintesis jika digunakan sebagai fasa padat pada pemisahan dan prekonsentrasi ion logam berat Pb(II), Cd(II), Ag(I) dan Cr(III) dalam larutan dengan teknik ektraksi fasa padat. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan pengetahuan tentang upaya pengolahan abu sekam padi menjadi material berdaya guna, proses sol-gel, modifikasi silika gel dengan gugus sulfonat, dan adsorpsi ion
9
logam berat. Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap upaya pemanfaatan limbah padat abu sekam padi untuk bahan pembuatan material berbasis silika yang memiliki nilai ekonomi dan teknologi lebih tinggi. Aplikasi adsorben sebagai fasa padat pada proses ekstraksi fasa padat terhadap ion logam berat diharapkan dapat memberi kontribusi pada bidang analisis kimia dan dalam rangka pemantauan kualitas lingkungan.