BAB I PENDAHULUAN
1.1 Krisis Keuangan Global Yang Dipicu Subprime Mortage Krisis Global pada tahun 2009 dipicu oleh krisis kredit perumahan Amerika Serikat yang populer dengan sebutan Subprime Mortgage. Istilah Subprime mengacu kepada kreditur yang tidak memenuhi standar “prime” yang ditetapkan oleh Federal National Mortgage Association di mana kreditur harus memiliki nilai kredit di atas 620, rasio hutang terhadap pendapatan tidak lebih dari 75% dan rasio jumlah seluruh pinjaman terhadap nilai barang sebesar 90%. Kreditur yang masuk dalam Subprime memiliki resiko lebih tinggi sehingga harus membayar bunga yang lebih tinggi. Mortgage merupakan instrumen hutang yang dijamin dengan nilai sebuah properti di mana debitur berhak menarik properti apabila cicilan tidak dapat dilunasi. Sebelum terjadinya krisis, ada kenaikan jumlah persentase subprime mortgage dari 8% pada awalnya menjadi sekitar 20% pada tahun 2004 hingga 2006 (Simkovic, 2011). Sebagian besar dari subprime mortgage tersebut merupakan adjustable rate mortgages yang pada tahun 2006 mencapai proporsi lebih dari 90% (Zandi, 2009). Terjadi penurunan standar pemberian pinjaman dan naiknya risiko produk mortgage (Burry, 2011) secara nyata. Rendahnya suku bunga kredit pada tahun 2002-2004 juga berperan dalam pelonggaran kredit (Krugman, 2009). Kemudahan kredit dan tren harga perumahan yang terus meningkat mendorong kreditur berspekulasi akan dapat melakukan refinancing di kemudian hari untuk memperoleh keuntungan. Spekulasi dalam bidang perumahan ini menjadi faktor pemicu krisis subprime mortgage (Uchitelle, 1996). Selama 2006, 22% (1,65 juta unit) rumah yang dibeli dimanfaatkan untuk investasi, sedangkan 14% (1,07 juta unit) digunakan sebagai rumah berlibur.
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
1
Diagram 1.1: Subprime Mortage Crisis (1 dari 2) Housing Bubble Formation Lending Decisions by Institutions GSE Mortgage Buying Practices Political Influence
Bank Lending Practices
Capital Credit Availability
MBS Credit Ratings
Investor Low Interest Outdated Demand for Rates & Credit MBS Tax Cuts Rating Policies
Govt. Securitization Dot-com Conflict of Objectives And Bust Interest: Regarding Credit Risk & Foreign The Rated Low-Income Insurance Investment Fund the Housing Raters
Borrowing Decisions by Individuals High Risk Cultural Home Housing Mortgage Pressure Perceived Speculation Products For Home A Safe & (ARM) Ownership Investment Overbuilding Expectation Media, Context That Hollywood Of Recent Refinancing & Govt. Dot-Com Available Promotion Bust
Bubble Psychology SelfReinforcing
Rising Housing Price Trend (Profit/Security Motive) High Household Debt Levels
High Risk Tolerance & Leverage (Borrowing Invest) Outdated Financial Regulatory Regime Management Bonuses/Short-Term Profit Incentives
Sumber: www.stat.unc.edu
Pecahnya Bubble yang memicu turunnya harga properti perumahan yang menyebabkan refinancing menjadi lebih sulit. Dampaknya, 23% harga rumah di Amerika Serikat lebih rendah daripada nilai pinjaman mortgage-nya. Di sisi lain, terjadi kenaikan pada suku bunga mortgage yang berakibat naiknya biaya cicilan yang harus dibayar. Dampak yang terjadi adalah meningkatnya jumlah kredit yang macets sehingga
debitur menyita aset yang dijaminkan (Wells Fargo Economic
Research, 2010).
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
2
Diagram 1.2: Subprime Mortage Crisis (2 dari 2) Housing Market Excess Housing Inventory
Causes of Housing Buble-
Housing Prices Decline
Housing bubble
Poor lending &
burst
borrowing decisions
Household
Arm adjustments
Negative Effects on Economy
business Investment Risk of Increasing
Mortgage Delinquency And Foreclouse
Negative Effects on Economy
Mortgage Cash Flow Declines
Financial Market
wealth declines Downward presure on
Inability To Refinance Mortgage
Liquidity Crunch for Businesses
Bank Failures
unemployment
Bank Capital Levels Depleted
Bank Losses
Stock market dedines further reduce household wealth
Harder to get loans
Washington Mutual
Loss on mortgages retained
Higher interest
Wachovia
Loss on mortgages - backed securities (MBS)
rates for loans
Lehman Brothers
High bank debt levels ("leverage")
Goverment & Industry Responses Central Bank Actions
Fiscal Stimulus Package
Homeowner Assistance
One-Off Bailouts
Systemic Rescue
Lower interest rates
Economic
Hope Now Alliance
Fannie & Freddie
Emergency Economic
Increased lending
Stimulus Act of 2008
Housing & Economic
Bear Stearns
Stabilization Act ($700 bailout)
Recovery Act of 2008
Northern Rock
Bank recapitalizations globally
AIG
Sumber: www.stat.unc.edu
Perubahan pola pemberian pinjaman oleh debitur turut berperan dalam munculnya krisis (Demyanyk & Van Hemert, 2008). Kualifikasi dalam memperoleh kredit mulai berubah. Pada awalnya, calon kreditur cukup menyatakan mereka memiliki pendapatan, kemudian dilakukan verifikasi atas aset yang dimiliki untuk memperoleh pinjaman. Hal ini kemudian berubah menjadi kreditur cukup menunjukkan memiliki sejumlah aset tanpa perlu bukti memiliki pekerjaan. Debitur semakin agresif dalam memberikan kredit rumah kepada kreditur yang memiliki risiko tinggi (Kirchhoff & Keen, 2007) bahkan kepada imigran gelap (Pasha, 2005). Pada tahun 2005, rerata uang pangkal bagi pembeli rumah untuk pertama kali Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
3
adalah 2%, di mana 43% dari keseluruhan pembeli tidak melakukan pembayaran uang pangkal. Syarat memperoleh pinjaman semakin diperlonggar, pada akhirnya kreditur tidak memerlukan bukti pekerjaan ataupun aset yang dimiliki untuk memperoleh pinjaman, yang diperlukan hanyalah nilai kredit kreditur tersebut (Stock Market Investor, 2010). Dampak krisis perumahan ini sendiri sangat besar bagi perekonomian dalam negeri maupun global. Pada tahun 2008, indeks saham S&P 500 turun hingga 45% dibandingkan titik tertingginya pada 2007. Harga perumahan turun hingga 20% dibandingkan pada puncaknya pada 2006 ditambah dengan sinyal bahwa di masa depan terdapat kemungkinan turun hingga 30-35%. Industri otomotif Amerika Serikat turun drastis di mana penjualan mobil baru turun dari 17 juta di tahun 2005 menjadi hanya 12 juta pada 2010 (New York Times, 2011). Berdasarkan data Bloomberg, tahun 2009, enam juta lapangan pekerjaan hilang semenjak resesi dimulai sejak 2007. Ketika Lehmann Brothers dan beberapa institusi finansial bangkrut, terjadi penarikan dana secara masif dari pasar uang Amerika Serikat yang mencapai USD 150 miliar. Untuk mencegah terjadinya kehancuran pada sistem keuangan global, Bank Sentral Amerika Serikat maupun Bank Sentral Eropa menyuntikkan dana hingga USD 2,5 triliun dalam bentuk pembelian hutang pemerintah dan aset swasta yang bermasalah dari bank. Injeksi ini tercatat sebagai suntikan dana terbesar dalam sejarah dunia. Pemerintah Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa juga menaikkan modal yang dimiliki sistem perbankan nasionalnya dengan cara melakukan pembelian saham yang baru. Hingga Agustus 2008, perusahaan keuangan di berbagai belahan dunia mencatatkan kerugian senilai USD 501 milyar dalam investasi yang berkaitan dengan sekuritas subprime (Bloomberg, 2008). 1.2 Kondisi Perdagangan Internasional Globalisasi ekonomi yang cepat selama periode ini juga merupakan hasil dari peningkatan pentingnya hubungan perdagangan-investasi. Saat ini lebih banyak perdagangan terjadi melalui pembagian jaringan produksi global kompleks (yaitu rantai pasokan) seperti di sektor garmen, produk listrik / elektronik dan mobil. Perdagangan intra perusahaan sebagai bagian dari arus perdagangan dunia telah meningkat secara besar-besaran dalam dekade terakhir, khususnya negara-negara Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
4
berkembang di Asia. Munculnya rantai pasokan global meningkatkan pertumbuhan perdagangan bagian Selatan-Selatan, khususnya di Asia Timur, dan melibatkan negara-negara berkembang seperti Tiongkok dan India yang saat ini dipandang sebagai tiang pertumbuhan ekonomi baru. Grafik 1.1: Volume Ekspor Dunia Periode 2000-2013
Sumber: World Trade Organization 2014
Kecepatan pertumbuhan perdagangan dunia sangat cepat pada periode antara tahun 2000 dan 2008, rata-rata 14% per tahun. Tetapi krisis keuangan di akhir tahun 2008 dan penurunan ekonomi global, menyebabkan pertumbuhan perdagangan dunia berbalik negatif. Pada tahun 2009, perdagangan dunia diperkirakan berkontraksi 10% sampai 15%, meskipun pemulihan bertahap tampaknya sudah mulai terlihat dari kuartal keempat tahun 2009 dan seterusnya (UNCTAD, 2010). Namun terjadinya krisis keuangan di Eropa di tahun 2011 yang berawal dari Yunani menimbulkan lesunya perekonomian karena kebijakan pengetatan anggaran Uni Eropa untuk tahun 2012. Negara Asia pulih lebih cepat dari krisis dibandingkan negara maju. Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang saat terjadi krisis keuangan global merupakan salah satu motor penggerak perekonomian global ketika terjadi kelesuan ekonomi. Menurut G-20, pertumbuhan ekspor negara berkembang di Asia pada kuartal keempat (Q4) tahun 2009 adalah 10%, dan pertumbuhan tahunan Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
5
adalah 46%. Berbeda dengan pertumbuhan negara maju tahun 2009 yang besarnya 4% dan tahunan 17% (UNCTAD, 2010). Tidak heran banyak pihak memprediksi pusat pertumbuhan ekonomi dunia sudah mulai bergeser ke kawasan Asia Pasifik. Krisis ini juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor-impor barang Amerika Serikat. Akibat dari tingginya suku bunga dan sulitnya memperoleh pinjaman (liquidity crunch), ekspansi bisnis pun ikut mengalami kesulitan. Hal ini turut
diperparah
dengan
naiknya
jumlah
pengangguran
akibat
banyaknya
perusahaan yang gulung tikar. Hal inilah yang menyebabkan terjadi penurunan jumlah impor maupun ekspor (Brunnermeier, 2007). Eropa juga mengalami kerugian besar karena merupakan investor portofolio terbesar di bursa saham Amerika Serikat. Pada akhir 2007, para investor Eropa memegang 51% dari seluruh saham yang dipegang oleh investor luar negeri, diikuti oleh Amerika Latin dengan 28%, sedangkan Asia Timur hanya memegang 18% (Shiraj, 2009). Disisi lain, walaupun secara total Jepang dan Tiongkok memegang peringkat satu dan dua dalam jumlah investasi dalam bentuk surat hutang, kebanyakan investasi yang ditanam adalah investasi dalam surat hutang jangka panjang US Treasury dan Agency. Sedangkan Inggris memegang peringkat satu dalam investasi yang lebih berisiko, yaitu pada surat hutang jangka panjang dalam sektor korporasi. Ketika tanda-tanda resesi global pertama kali tampak setelah krisis keuangan, ada kekhawatiran bahwa sentimen proteksionis pasar akan merusak aturan perdagangan multilateral yang ditetapkan di bawah WTO. Namun, negara-negara memilih untuk mematuhi peraturan WTO. Hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa pembatasan perdagangan baru yang diperkenalkan pada periode antara September 2009 dan Februari 2010 hanya mencakup 0,4% dari impor dunia atau 0,7% dari Impor kelompok G-20. 1.3. Maksud dan Tujuan Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk mengukur dampak dari krisis global tahun 2008 terhadap kinerja ekspor dan impor Indonesia di tahun 2008-2013.
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
6
1.4. Permasalahan Penelitian
Apakah krisis global 2008 mempengaruhi kinerja ekspor dan impor Indonesia?
Apakah terjadi pergeseran komoditas unggulan perdagangan Indonesia setelah terjadi krisis global 2008?
Bagaimanakah korelasi dan kausalitas antara neraca modal terhadap neraca perdagangan Indonesia setelah terjadi krisis global tahun 2008?
Bagaimanakah perubahan hubungan Indonesia dengan berbagai mitra (negara) strategis setelah krisis global tahun 2008?
Apa
rekomendasi
yang
dapat
digunakan
bagi
peningkatan
kinerja
perdagangan Indonesia di masa mendatang?
1.5. Ruang Lingkup Krisis global tahun 2008 memberikan pengaruh terhadap kinerja perdagangan internasional Indonesia, yang mencakup berbagai hal yang akan dibahas dalam kajian ini:
Kinerja ekspor dan impor Indonesia;
Ekspor dan impor berdasarkan negara tujuan;
Dinamika aliran modal yang masuk ke Indonesia dalam periode setelah dan sebelum krisis 2008;
Dinamika pertumbuhan ekspor dan impor non-migas Indonesia dalam periode setelah dan sebelum krisis 2008;
Dinamika harga berbagai komoditas di pasar internasional dan pengaruhnya terhadap ekspor dan impor Indonesia dalam periode setelah dan sebelum krisis 2008;
Dinamika nilai tukar (USD/IDR) dan pasar modal (IHSG) dalam periode setelah dan sebelum krisis 2008.
1.6. Metodologi Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan sumber data sekunder (hasil kajian terdahulu dan instansi pengelola data) dengan rentang waktu tahun 2008-2013. Regresi antar-variabel dilakukan menggunakan Vector Error Correction
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
7
Model (VECM). Dengan menggunakan model tersebut didapatkan gambaran kausalitas Granger antar-variabel yang dibahas dalam studi ini.
Diagram 1.3: Kerangka Studi Pengukuran Dampak Krisis Global 2008 Terhadap Kinerja Perdagangan Internasional Indonesia
Tinjauan Literatur
Fokus Bahasan
Indikator
Pengolahan Data dan Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Penelusuran Literatur dan Pengumpulan Data dari Instansi Pengelola Data
Identifikasi Data / Informasi Sekunder
Kinerja Perdagangan Internasional Indonesia 2008-2013
Kesimpulan dan Rekomendasi
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
8
BAB II KONDISI PERDAGANGAN LUAR NEGERI INDONESIA
2.1 Kondisi Perdagangan Luar Negeri Indonesia Saat Krisis Keuangan Global Perdagangan dapat memberikan banyak manfaat secara ekonomi untuk sebuah negara, seperti menjual barang atau produk, terciptanya lapangan pekerjaan dan memanfaatkan keuntungan kompetitif (contoh, ilmu pengetahuan, tenaga kerja dan teknologi). Indonesia sendiri menjadikan perdagangan sebagai mesin pertumbuhan selama bertahun-tahun. Ekspor produk yang menjadi bahan bakar (fuel) masih menjadi kontribusi terbesar dari total nilai ekspor ke seluruh negara yang mencapai 33% (Mangunsong, Hirawan & Lesmana, 2012). Krisis keuangan global yang terjadi di tahun 2008-2009 menyebabkan turunnya perdagangan global sampai 12% di tahun 2009 (World Trade Organization, 2010). Penurunan perdagangan ini disebabkan oleh runtuhnya sistem keuangan akibat krisis yang menyebabkan rasa tidak percaya investor untuk berinvestasi sehingga hal ini mengganggu pembiayaan perdagangan. Adanya krisis keuangan global mempengaruhi perdagangan Indonesia dengan mitra dagangnya. Pada tahun 2009 ekspor Indonesia mengalami penurunan sampai 18 %, ini merupakan penurunan terbesar di dekade terakhir. Nilai penurunan terbesar terjadi untuk produk bahan bakar senilai USD 13 miliar. Sementara secara persentase, penurunan terbesar terjadi untuk produk transportasi yang menyumbang sekitar 37% dari total penurunan ekspor Indonesia.Ekspor Indonesia ke negaranegara ASEAN mengalami penurunan sebesar 13% untuk ekspor non migas selama periode krisis keuangan global. Krisis keuangan global juga mempengaruhi negara tujuan ekspor Indonesia di kawasan Eropa. Dari tahun 2008 sampai 2009 juga terjadi penurunan untuk ekspor non migas Indonesia ke negara-negara Eropa, khususnya untuk Jerman, Perancis dan Inggris yang menjadi tujuan ekspor utama untuk kawasan Eropa. Penurunannya sebesar 5,34% untuk Jerman menjadi USD 2,3 miliar, 10,42% untuk Perancis menjadi USD 840,7 juta dan 7,34% untuk Inggris menjadi USD 1,4 miliar (BPS, 2009). Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat juga mengalami penurunan karena imbas krisis keuangan global. Ekspor ke negara adidaya ini untuk produk non migas turun sebesar 16,51% menjadi USD 10,4 miliar. Ekspor Indonesia ke Australia untuk Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
9
produk non migas juga mengalami penurunan sebesar 18,57% menjadi USD 1,7 miliar. Penurunan juga terjadi untuk ekspor ke Taiwan yang turun sebesar 1% menjadi USD 2,8 miliar selama periode krisis.Sementara itu, ekspor Indonesia ke Tiongkok tetap naik selama periode krisis keuangan global. Ekspor Indonesia tetap naik sebesar 14,35% menjadi USD 8,9 miliar untuk ekspor non migas. Kenaikan ini didorong oleh tetap positifnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok selama krisis global. Total ekspor Indonesia ke Jepang mengalami penurunan sebesar 13% selama periode krisis keuangan global untuk ekspor non migas Indonesia menjadi USD 11,9 miliar. Ekspor Indonesia ke Korea Selatan juga mengalami kenaikan selama periode krisis keuangan global, ekspor non migas naik sebesar 10,9% menjadi USD 5 miliar. 2.2 Ekspor Migas dan Non Indonesia Tahun 2008 sampai 2013 Ekspor Indonesia apabila dibandingkan dengan tahun 2008, nilai untuk produk migas dan non migas tahun 2009 mengalami penurunan sekitar 14,97% menjadi USD 116,51 miliar, sementara ekspor non migas mencapai sekitar USD 97,49 miliar atau turun 9,66%. Krisis keuangan global juga mempengaruhi ekspor migas Indonesia, untuk tahun 2009 ekspor migas Indonesia mencapai USD 19,0183 miliar atau turun sebesar 34,7%. Selama tahun 2009, ekspor dari 10 golongan barang (HS 2 digit) memberikan kontribusi 54,34% dari total ekspor non migas Indonesia (BPS, 2009). Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut mengalami kenaikan 4,25% terhadap tahun 2008. Di tahun 2009, ada beberapa komoditi dalam golongan HS 2 digit mengalami kenaikan maupun penurunan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk ekspor yang mengalami kenaikan antara lain; bahan bakar mineral (HS 27) naik dari USD 10,6562 miliar menjadi USD 13,9321 miliar; bijih, kerak dan abu logam (HS 26) naik dari USD 4,2956 miliar menjadi USD 5,8114 miliar; perhiasan/permata (HS 71) dari USD 1,0688 miliar menjadi USD 1,1918 miliar; daging dan ikan olahan (HS 16) dari USD 506,7 juta menjadi USD 540,8 juta.
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
10
Grafik 2.1: Ekspor Migas dan Non Migas Indonesia Periode 2008-2013
Sumber: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (diolah)
Sedangkan untuk barang-barang yang mengalami penurunan yaitu; lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) dari USD 15,624 miliar menjadi USD 12,2246 miliar; mesin/peralatan listrik (HS 85) dari USD 8,1202 miliar menjadi USD 8,0338 miliar; karet dan bahan olahan dari karet (HS 40)dari USD 7,6373 miliar menjadi USD 4,8877 miliar; mesin-mesin/pesawat mekanik (HS 84) dari USD 5,2266 miliar menjadi USD 4,7161 miliar; kopi,teh, rempah-rempah (HS 09) dari USD 1,4526 menjadi USD 1,2531 miliar; dan bahan kimia anorganik (HS 28) dari USD 735,5 juta menjadi USD 378,6 miliar. Tahun 2010 ekspor Indonesia secara total menunjukan tren positif, hal ini ditandai dengan meningkatnya ekspor Indonesia untuk migas dan non migas secara total sekitar USD 157,778 miliar atau naik 35,42%. Ekspor migas Indonesia sendiri naik mencapai lebih dari USD 28 miliar atau naik sebesar 47,43% dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, kenaikan juga terjadi untuk non migas, bila dibandingkan dengan 2009 terjadi kenaikan 33,08% yang mencapai sekitar USD 129,7 miliar. Kenaikan ekspor ini menjadi pertanda bahwa perekonomian global mulai membaik. Selama tahun 2010, ekspor dari 10 golongan barang (HS 2 digit) memberikan kontribusi 61,19% terhadap total ekspor non migs Indonesia (BPS, 2010). Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan tersebut naik 37,13% dibandingkan dengan tahun
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
11
2009. Semua komoditi yang masuk HS 2 digit mengalami peningkatan, antara lain: bahan bakar mineral (HS 27) dari USD 13,934 miliar menjadi USD 18,7257 miliar; lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) dari USD 12,2195 miliar menjadi USD 16,2948 miliar; mesin/peralatan listrik (HS 85) dari USD 8,0204 miliar menjadi USD 10,3741 miliar; karet dan barang dari karet (HS 40) dari USD 4,912 miliar menjadi USD 9,3733 miliar; bijih, kerak dan abu logam (HS26) dari USD 5,8046 miliar menjadi USD 8,0911 miliar; mesin-mesin/pesawat mekanik (HS 84) dari USD 4,7217 menjadi USD 4,9873 miliar; kertas/karton (HS 48) dari USD 3,3573 miliar menjadi USD 4,1844 miliar; kendaraan dan bagiannya (HS 87) dari USD 1,9578 miliar menjadi USD 2,8999 miliar; bahan kimia organik (29) dari USD 1,6724 miliar menjadi USD 2,6916 miliar dan timah (HS 80) dari USD 1,268 miliar menjadi USD 1,7346 miliar. Di tahun 2011 pun ekspor Indonesia secara keseluruhan naik mencapai lebih dari USD 203 miliar atau naik 28,92%. Kenaikan ini disumbang ekspor migas sebesar lebih dari USD 41 miliar atau naik sebesar 47,92%. Ekspor non migas sendiri mencapai lebih dari USD 162 miliar atau naik 24,88% bila dibandingkan tahun sebelumnya.Selama tahun 2011, ekspor dari 10 golongan barang (HS 2 digit) memberikan kontribusi 63,49% terhadap total ekspor nonmigas (BPS, 2011). Dari sisi pertumbuhan ekspor 10 golongan barang tersebut naik 26,93% dibandingkan tahun 2010. Hampir semua komoditi yang masuk HS 2 digit mengalami peningkatan, antara lain: bahan bakar mineral (HS 27) dari USD 18,7257 miliar menjadi USD 27,4439 miliar; lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) dari USD 16,3122 miliar menjadi USD 21,6553 miliar; mesin/peralatan listrik (HS 85) dari USD 10,3732 miliar menjadi USD 11,1483 miliar; karet dan barang dari karet (HS 40) dari USD 9,3734 miliar menjadi USD 14,3522 miliar; mesin-mesin/pesawat mekanik (HS 84) dari USD 4,9867 menjadi USD 5,7496 miliar; bahan kimia organik (29) dari USD 2,6901 miliar menjadi USD 3,8159 miliar; kayu, barang dari kayu (HS44) dari USD 2,936 menjadi USD 3,3747 miliar dan tembaga (HS 74) dari USD 3,3058 miliar menjadi USD 3,8107 miliar. Sementara itu penurunan terjadi di bijih, kerak dan abu logam (HS26) dari USD 8,148 miliar menjadi USD 7,3426 miliar, kertas/karton (HS 48) dari USD 4,1862 miliar menjadi USD 4,1691 miliar.
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
12
Terjadi penurunan total ekspor Indonesia tahun 2012 sebesar 10,85% dari sekitar USD 203 miliar menjadi sekitar USD 190 miliar. Untuk ekspor migas terjadi penurunan 10,58% bila dibandingkan tahun sebelumnya menjadi sekitar USD 36,9 miliar dan untuk ekspor non migas mengalami penurunan sebesar 5,53% menjadi sekitar USD 153 miliar. Penurunan ekspor ini dipicu oleh krisis keuangan yang terjadi di Eropa yang berdampak secara global. Berdasarkan data BPS, 2012, selama 2012, ekspor dari 10 golongan barang (HS 2 digit) memberikan kontribusi 63,05% terhadap total ekspor non migas Indonesia. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut turun 6,29% dibandingkan dengan tahun 2011. Ada beberapa komoditas yang tetap mencatatkan pertumbuhan positif. Komoditas tersebut antara lain: mesin-mesin/pesawat (HS 84) dari USD 5,7495 miliar menjadi USD 6,1027 miliar; kendaraan dan bagiannya (HS 87) dari USD 3,3286 miliar menjadi USD 4,8574 miliar; berbagai produk kimia (HS 38) dari USD 3,6653 miliar menjadi USD 3,8489 miliar. Sedangkan komoditas yang menurun pertumbuhannya bila dibandingkan tahun sebelumnya antara lain: bahan bakar mineral (HS 27) dari USD 27,4441 miliar menjadi USD 26,4078 miliar; lemak dan minyak hewani/nabati dari USD 21,6553 miliar menjadi USD 21,2998 miliar; mesin/peralatan listrik (HS 85) dari USD 11,1454 miliar menjadi USD 10,7652 miliar; karet dan barang dari karet (HS 40) dari USD 14,3522 miliar menjadi USD 10,4742 miliar; bijih, kerak dan abu logam (HS 26) dari USD 7,3426 miliar menjadi USD 5,0826 miliar; kertas/karton (HS 48) dari USD 4,1694 miliar menjadi USD 3,9357 miliar dan pakaian jadi bukan rajutan dari USD 4,1497 miliar menjadi USD 3,7444 miliar. Berdasarkan data BPS, 2013, ekspor Indonesia di tahun 2013 menurun dibandingkan 2012, turun sebesar 3,93% menjadi sekitar USD 182 miliar. Ekspor migas juga mengalami penurunan 11,75% menjadi sekitar USD 32 miliar. Untuk ekspor non migas terjadi penurunan 2,04% menjadi USD 149,9 miliar.Selama tahun 2013, ekspor 10 golongan barang (HS 2 digit) memberikan kontribusi 60,84% terhadap total ekspor non migas Indonesia. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut turun 3,67% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ada beberapa komoditas yang tetap mengalami kenaikan, antara lain: bijih, kerak, dan abu logam (HS 26) dari USD Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
13
5,0826 miliar menjadi USD 6,5428 miliar; pakaian jadi bukan rajutan (HS 62) dari USD 3,7445 miliar menjadi USD 3,9029 miliar; alas kaki (HS 64) dari 3,5246 menjadi USD 3,8599 miliar; plastik dan barang dari plastik (HS 39) dari USD 2,4366 menjadi USD 2,5277 miliar. Sementara itu, untuk komoditas yang mengalami penurunan antara lain: bahan bakar mineral (HS 27) dari USD 26,4078 miliar menjadi USD 24,782 miliar; lemak dan minyak hewan/nabati (15) dari 21,2998 miliar menjadi USD 19,2249 miliar; mesin/peralatan listrik (HS 85) dari USD 10,7648 miliar menjadi USD 10,4443 miliar; karet dan barang dari karet (HS 40) dari USD 10,4752 miliar menjadi USD 9,3941 miliar; mesin-mesin/pesawat mekanik (HS 84) dari USD 6,1031 miliar menjadi USD 5,9694 miliar; kendaraan dan bagiannya (HS 87) dar USD 4,8569 miliar menjadi USD 4,571 miliar. Grafik 2.2: Perubahan Ekspor Komoditas Periode 2008-2013 (Dalam Miliar USD)
Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik: Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia 2008-2013
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
14
Grafik 2.3: Indeks Keunggulan Komparatif Indonesia
Sumber: OECD Reviews of Regulatory Reform Indonesia: Market Opennes (2012)
Industri otomotif Indonesia merupakan salah satu indutri yang mendapatkan manfaat dari liberalisasi (Molnar & Lesher, 2008). Peningkatan daya saing industri otomotif Indonesia dapat dilihat pada diagram diatas, secara keseluruhan daya saing industri otomotif Indonesia meningkat. Untuk sektor tekstil, indeks keunggulan komparatifnya fluktuatif, namun semakin lama daya saingnya menurun. Sektor besi dan baja indeksnya menunjukan tingkat yang stagnan. Untuk sektor peralatan listrik, indeksnya juga stagnan beberapa tahun terakhir setelah fluktuasi di awal tahun 2000-an. Indeks keunggulan komparatif hasil olahan kayu mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
15
Grafik 2.4: Ekspor Indonesia Sektor Migas dan Non Migas Periode 2008-2013
Sumber: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (diolah)
Berdasarkan data BPS, 2009, antara tahun 2008 dan 2009, terjadi penurunan ekspor Indonesia hampir diseluruh sektor, kecuali di sektor pertambangan dan lainnya yang masing masing mengalami kenaikan sebesar 32,11% atau sekitar USD 19,6 miliar dan 54,54% atau sekitar USD 37,8 juta. Berbeda dengan sektor pertanian dan industri yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 5,06% atau menjadi sekitar USD 4,35 miliar dan 16,92% atau sekitar USD 73,43 miliar di tahun 2009. Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor secara keseluruhan tahun 2009, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 63,03%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,75%, dan kontribusi ekspor produk pertambangan dan lainnya adalah sebesar 16,89%, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 16,33%. Tetap tumbuhnya perekonomian Tiongkok dan negara-negara berkembang lainnya pasca krisis keuangan global membantu mendorong ekspor Indonesia. Berdasarkan data BPS, 2010), hal ini ditunjukan kinerja ekspor Indonesia tahun 2009 sampai 2010, terjadi kenaikan hampir disemua sektor ekspor Indonesia kecuali di sektor lainnya yang turun 73,81% atau menjadi sekitar USD 9,9 juta. Untuk sektor pertanian, industri dan pertambangan, masing-masing mengalami kenaikan sebesar 14,92%, 33,49% dan 35,36%, nilai masing-masing hampir mencapai USD 5 miliar, USD 98 miliar dan USD 26,6 miliar di tahun 2010. Dilihat dari kontribusinya terhadap Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
16
ekspor keseluruhan di tahun 2010, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 62,14%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,17% dan kontribusi ekspor produk pertambangan dan lainnya adalah sebesar 16,91%, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 17,78%. Sementara itu, berdasarkan data BPS, 2011, dari tahun 2010 sampai 2011, ekspor Indonesia mengalami kenaikan di semua sektornya. Kenaikan untuk sektor pertanian, industri, pertambangan dan lainnya masing-masing sebesar 3,27%, 24,64%, 30% dan 30,3%, nilainya masing-masing hampir mencapai USD 5,1 miliar, USD 112,1 miliar, USD 34,6 miliar, dan USD 12,9 juta di tahun 2011. Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan tahun 2011, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 60,01%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 2,54% dan kontribusi ekspor produk pertambangan dan lainnya adalah sebesar 17,02%, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 20,43%. Krisis keuangan yang melanda Eropa ditahun 2011, berakibat pada pengetatan anggaran negara-negara zona Euro yang menjadi salah satu pemicu turunnya ekspor Indonesia antara tahun 2011 dan 2012. Perlambatan ekonomi Tiongkok juga berpengaruh terhadap penurunan ekspor Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 7,7% di tahun 2012 yang turun dari 9,3% di tahun 2011. Berdasarkan data BPS, 2012, hal ini ditandai dengan turunnya ekspor untuk sektor industri dan pertambangan yang masing-masing turun sebesar 4,95% dan 9,59%, nilainya masing-masing hampir mencapai USD 116,1 miliar dan USD 31,1 miliar. Untuk ekspor Indonesia sektor pertanian dan lainnya masih mencatatkan kenaikan positif masing-masing sebesar 7,84% dan 44,96%, nilainya masing-masing sekitar USD 5,5 miliar dan USD 18,7 juta. Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan tahun 2012, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 61,11%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 2,94%, dan kontribusi ekspor produk pertambangan dan lainnya adalah sebesar 16,50%, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 19,45%. Berdasarkan data BPS, tahun 2013, penurunan ekspor juga terjadi di tahun 2013 bila dibandingkan dengan tahun 2012. Semua sektor ekspor Indonesia menunjukan nilai negatif. Untuk sektor pertanian, industri, pertambangan dan lainnya masing-masing mengalami penurunan sebesar 2,55%, 2,67%, 0,65% dan 19,20%, Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
17
nilainya masing-masing sekitar USD 5,7 miliar, USD 113 miliar, USD 31,1 miliar dan 15,11 juta. Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan tahun 2013, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 61,91%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,14%, dan kontribusi ekspor produk pertambangan dan lainnya adalah sebesar 17,08%, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 17,87%. Pada tahun 2013 perkembangan ekonomi dunia diwarnai dengan pemulihan ekonomi Amerika Serikat, berdasarkan Bureau Economic Analyst, perekonomian Amerika Serikat tumbuh 1,7% (YoY) pada triwulan II tahun 2013. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2013 direvisi hanya tumbuh 1,1%. Sementara itu perekonomian kawasan Eropa terkontraksi 0,2% pada triwulan II tahun 2013 dibandingkan dengan periode yang sama. Pada Juli tahun 2013 perekonomian negara-negara berkembang Asia di proyeksikan menjadi hanya 6,3%, turun 0,3% dari proyeksi bulan April 2013 (Bappenas, 2013). Ekonomi Tiongkok yang tumbuh melambat akan menjadi faktor yang membebani pertumbuhan ekonomi
negara-negara
di
regional
Asia.
Perlambatan
ekonomi
Tiongkok
mempengaruhi turunnya tingkat perdagangan negara berkembang Asia yang salah satunya adalah Indonesia. Grafik 2.5:Persentase Perubahan Ekspor Indonesia Menurut Sektornya Periode 2008-2013
Sumber: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (diolah)
Berdasarkan data BPS, tahun 2009, nilai Impor Indonesia secara total mencapai sekitar USD 129, 197 miliar di tahun 2008. Pada tahun 2009 mengalami Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
18
penurunan impor sebesar 25,03% menjadi sekitar USD 96,86 miliar. Penurunan terjadi pada impor migas sebesar 37,85% dan impor non migas sebesar 21,06%. Secara lebih rinci penurunan impor migas lebih disebabkan oleh penurunan impor minyak mentah dan hasil minyak, yaitu masing-masing sekitar USD 2,6993 miliar (26,83%) dan USD 9,0935 miliar (44,95%). Impor non migas menurut HS 2 digit mengalami penurunan di tahun 2009 bila dibandingkan tahun 2008 yaitu dari USD 64,3288 miliar menjadi USD 51,0025 miliar. Grafik 2.6: Impor Indonesia Periode 2008-2013
Sumber: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (diolah)
Peranan impor sepuluh golongan barang utama HS 2 digit sendiri mencapai 65,5% dari total impor non migas Indonesia atau 52,66% dari total impor keseluruhan. Dilihat dari peranan terhadap total impor nonmigas Indonesia tahun 2009, mesin/pesawat mekanik memberikan peranan terbesar, yaitu 18,79%, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 14,52%; besi dan baja sebesar 5,60%; bahan kimia organik sebesar 5,06%; pesawat udara dan bagiannya sebesar 4,16%; plastik dan barang dari plastik sebesar 4,12 %; kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar 4,05%; barang dari besi dan baja sebesar 3,57%; dan kapal, perahu dan struktur terapung sebesar 3,47%. Sementara itu, golongan barang residu dan sisa dari industri makanan diimpor dengan peranan di bawah 3 %, yaitu sebesar 2,16%. Berdasarkan data BPS, 2010, pada tahun 2009 sampai 2010 terjadi kenaikan impor Indonesia sebesar 40% yang mencapai USD 135,6 miliar. Peningkatan terjadi pada impor migas dan non migas masing-masing sebesar 44,16% dan 39,04%. Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
19
Secara lebih rinci peningkatan impor migas lebih disebabkan oleh peningkatan impor minyak mentah sebesar USD 1,12 miliar (15,16%) dan impor hasil minyak sebesar USD 6,89 miliar (61,93%). Demikian juga impor gas meningkat USD 374,1 juta atau sebesar 76,49%. Peningkatan impor juga terjadi di impor 10 golongan barang utama, terjadi peningkatan dari USD 49,595 miliar dolar menjadi USD 69,2683 miliar dolar. Peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai 63,99% dari total impor non migas atau 51,08% dari total impor keseluruhan. Dilihat dari peranan terhadap total impor non migas Indonesia di tahun 2010, impor mesin dan peralatan mekanik memberikan peranan terbesar, yaitu 18,49%, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 14,44%; besi dan baja sebesar 5,89%; kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar 5,30%; bahan kimia organik sebesar 4,92%; plastik dan barang dari plastik sebesar 4,45%; pesawat udara dan bagiannya sebesar 3,26 persen, dan barang dari besi dan baja sebesar 3,19%. Sementara itu, impor dua golongan barang sisanya mempunyai peranan di bawah 3%, yaitu kapas sebesar 2,06% dan serealia sebesar 1,99%. Di tahun 2011, nilai impor Indonesia mengalami kenaikan sebesar 30,85% menjadi USD 177,43 miliar jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Peningkatan terjadi pada impor migas sebesar USD 13,27 miliar atau 48,42%. Demikian juga pada impor non migas yang mengalami peningkatan sebesar 26,20% atau menjadi USD 28,36 miliar. Secara lebih rinci peningkatan impor migas lebih disebabkan oleh peningkatan impor minyak mentah dan hasil minyak masingmasing sebesar USD 2,62 miliar atau 30,75% dan USD 10,10 miliar atau 56,06% (BPS, 2011). Demikian juga dengan impor gas yang meningkat USD 0,55 miliar atau 63,64%. Selain itu terjadi peningkatan impor untuk 10 golongan barang utama dari USD 69,275 miliar menjadi USD 87,2928 miliar, peranan sepuluh golongan barang utama mencapai 63,9% dari total impor non migas atau 49,23% dari total keseluruhan impor Indonesia. Dilihat dari peranan terhadap total impor non migas Indonesia di tahun 2011, impor mesin dan peralatan mekanik memberikan peranan terbesar, yaitu 18,06%, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 13,34%; besi dan baja sebesar 6,28 persen; kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar 5,55%; plastik dan barang dari plastik sebesar 4,90%; bahan kimia organik sebesar 4,86%; dan serealia sebesar Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
20
3,48%. Sementara itu, impor tiga golongan barang sisanya mempunyai peranan di bawah 3%, yaitu barang dari besi dan baja sebesar 2,61%, pesawat udara dan bagiannya sebesar 2,50%, dan kapas sebesar 2,32%. Di tahun 2012, nilai impor Indonesia tumbuh sebesar 8,03% yang nilainya sekitar USD 191,69 miliar. Peningkatan impor ini terjadi pada impor migas sebesar USD 1,8638 miliar atau menyumbang 4,58% (BPS, 2011). Sementara impor non migas juga mengalami peningkatan sebesar USD 12,3716 miliar atau 9,05%. Secara lebih rinci peningkatan impor migas disebabkan oleh peningkatan impor hasil minyak dan gas masing-masing sebesar USD 546 juta (1,94%) dan USD 1,6691 miliar (118,17%). Sedangkan impor minyak mentah mengalami penurunan USD 351,3 juta atau 3,15%. Sedangkan untuk impor 10 barang utama mengalami kenaikan dari USD 86,4461 miliar menjadi USD 96,9809 miliar, peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai 65,04% dari total impor non migas atau 50,60% dari keseluruhan impor Indonesia. Dilihat dari peranan terhadap total impor non migas Indonesia tahun 2012, impor mesin dan peralatan mekanik memberikan peranan terbesar, yaitu 19,06%, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 12,68%; besi dan baja sebesar 6,80 persen; kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar 6,54%; plastik dan barang dari plastik sebesar 4,69%; bahan kimia organik sebesar 4,61%; barang dari besi dan baja sebesar 3,28%, dan kapal terbang dan bagiannya 3,01%. Sementara itu, impor dua golongan barang sisanya mempunyai peranan di bawah 3,00%, yaitu serealia sebesar 2,49% dan sisa industri makanan sebesar 1,88%, Penurunan impor Indonesia terjadi di tahun 2013 bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 2,64% atau menjadi sekitar USD 186,63 miliar di tahun 2013. Penurunan tersebut dipicu oleh turunnya impor non migas, yaitu sebesar USD 7,7608 miliar atau 5,2% (BPS, 2013). Sebaliknya impor migas mengalami peningkatan USD 2,7026 miliar (6,35%). Secara lebih rinci peningkatan impor migas disebabkan oleh naiknya nilai impor minyak mentah dan gas masing-masing sebesar USD 2,7826 miliar (25,76%) dan USD 31,4 juta (1,04%). Sementara impor hasil minyak turun sebesar USD 111,4 juta (0,39%). Untuk sepuluh golongan barang utama
sendiri
mengalami
penurunan
apabila
dbandingkan
dengan
tahun
sebelumnya, yaitu dari USD 95,0185 miliar menjadi 91,5822 miliar, sepuluh Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
21
golongan barang utama ini memiliki peranan sebesar 64,78% dari total impor non migas Indonesia. Grafik 2.7: Perubahan Impor 10 Komoditas Utama Periode 2008-2013
Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik: Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia 2008-2013
Antara tahun 2008 dan 2009 terjadi penurunan nilai impor Indonesia menurut penggunaan barang, baik barang konsumsi, bahan baku pendukung maupun barang modal semuanya mengalami penurunan masing-masing sebesar 18,68%, 30,01%, dan 4,50% yang masing-masing memiliki nilai USD 8,3 milyar, USD 99,49 milyar dan USD 21,4 milyar. Penurunan impor ini dipicu oleh kerisis keuangan global yang menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat anjlok. Kenaikan impor terjadi di tahun 2010 apabila dibandingkan dengan nilai impor tahun sebelumnya. Terjadi kenaikan disemua jenis barang, untuk barang konsumsi, bahan baku pendukung dan barang modal masing-masing mengalami kenaikan 47,97%, 41,77% dan 31,69% yang masing-masing bernilai USD 9,9 milyar, USD 98,72 milyar dan USD 26,9 milyar. Kenaikan impor ini dipicu oleh mulai membaiknya kondisi perekonomian global dan didukung oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
22
Grafik 2.8: Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang (2008-2013).
Sumber: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
Pada tahun 2011, nilai impor Indonesia mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk barang konsumsi, bahan baku pendukung dan barang modal masing-masing mengalami kenaikan 34,04%, 32,62% dan 23,01% yang masing-masing memiliki nilai USD 13,39 milyar, USD 141,127 milyar dan USD 38,15 milyar di tahun 2011. Sedangkan untuk tahun 2012, terjadi kenaikan nilai impor Indonesia meskipun kenaikannya relatif lebih kecil khususnya untuk barang konsumsi yang naik 0,12% menjadi USD 13,4 milyar. Untuk bahan baku pendukung dan barang modal sendiri mengalami kenaikan masing-masing sebesar 7,78% dan 15,24% yang masing-masing menjadi sekitar USD 141,1 milyar dan USD 38,1 milyar. Di tahun 2013, terjadi penurunan nilai impor Indonesia apabila dibandingkan dengan impor tahun sebelumnya menjadi USD 186,6 miliar, turun sebesar 2,64%. Untuk barang konsumsi, terjadi penurunan sebesar 2,01% dibanding tahun sebelumnya menjadi sekitar USD 13,1 milyar di tahun 2013. Untuk bahan baku pendukung sendiri masih memiliki nilai positif meskipun naik tipis, yaitu naik 0,59% atau bernilai sekitar USD 141,9 miliar ditahun 2013. Penurunan juga terjadi untuk barang modal yang turun sebesar 17,36% atau menjadi sekitar USD 186,8 miliar. Penurunan paling besar terjadi di barang modal sebesar 17%, hal ini disebabkan Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
23
kebijakan pemotongan quantitative easing oleh The Fed seiring pengangguran di Amerika Serikat yang semakin menurun yang menjadi indikator pemulihan ekonomi negara tersebut. Grafik 2.9: Persentase Perubahan Impor Indonesia (2008-2013).
Sumber: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
2.4 Dinamika Negara Sasaran Ekspor dan Impor Pertumbuhan ekspor ke negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia terus tumbuh pasca krisis keuangan global. Hal ini dapat dilihat seperti total ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand yang masing-masing tumbuh 25,22%, 27,24%, dan 29,19% di tahun 2010 yang masingmasing mencapai USD 13,7 miliar, USD 9,3 miliar dan USD 4,5 miliar. Pada tahun 2011 ekspor Indonesia juga tumbuh ke negara-negara tersebut sebesar 25,59%, 14,86% dan 22,56%. Pertumbuhan ekspor Indonesia sempat melambat di tahun 2012 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal ini dilihat dari penurunan ekspor ke Singapura sebesar 7,64% yang mencapai USD 17,135 miliar, namun masih terjadi pertumbuhan positif untuk ekspor ke Malaysia dan Thailand yang masing-masing
tumbuh
sebesar
2,5%
dan
11,13%.
Seiring
melambatnya
perekonomian dunia, terjadi penurunan ekspor untuk ke tiga negara di kawasan Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
24
ASEAN tersebut yang masing-masing Singapura turun 2,69% menjadi USD 16,68 miliar, Malaysia turun 5,73% menjadi sekitar USD 10,66 miliar dan Thailand turun 9,46% mencapai sekitar USD 6,061 miliar perdagangannya di tahun 2013 (Kementerian Perdagangan RI, 2013). Dinamika ekspor Indonesia ke tiga negara tersebut memiliki pola yang hampir mirip dengan impor Indonesia dari negara tersebut. Dari tahun 2009 sampai tahun 2012 pertumbuhan impor Indonesia positif dari ke tiga negara tersebut, meskipun di tahun 2012 pertumbuhan melambat. Namun di tahun 2013, impor Indonesia dari Singapura dan Thailand menunjukan pertumbuhan yang negatif, masing-masing menunjukan penurunan impor sebesar 1,94% dan 6,43%. Sementara impor Indonesia dari Malaysia masih menunjukan pertumbuhan positif yaitu sebesar 8,18%. Sementara itu untuk ekspor Indonesia ke negara-negara Eropa, khususnya Jerman, Perancis dan Inggris menunjukan tren positif dari tahun 2009 sampai 2011. Namun dari tahun 2011 sampai 2012 dan dari tahun 2012 sampai 2013 menunjukan pertumbuhan ekspor yang negatif. Penurunan ekspor antara tahun 2011 dan 2012 dipicu oleh krisis Eropa sehingga ekspor Indonesia turun ke Jerman (7,47%), Perancis (13,87%) dan Inggris (1,35%). Di tahun 2013 pun ekspor Indonesia menurun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya untuk ekspor ke Jerman (6,64%), Perancis(6,16%) dan Inggris (3,79%). Impor Indonesia dari ke tiga negara tersebut bervariasi, namun untuk Jerman selalu menunjukan pertumbuhan dari tahun 2009 sampai 2013. Berbeda dengan Perancis yang pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 21,83%, namun tumbuh di tahun 2011 sebesar 49,55% meskipun kemudian di tahun 2012 dan 2013 turun masing-masing sebesar 4,01% dan 17,33%. Impor dari Inggris mengalami petumbuhan positif dari tahun 2009 sampai 2012, namun mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi USD 1,08 milyar atau turun 20,82%. Untuk negara-negara tujuan utama lainnya seperti Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, India, Australia, Korea Selatan, Taiwan, masing-masing memiliki pertumbuhan ekspor yang positif untuk tahun 2010 sebesar USD 15,6 miliar (26,72%), USD 25,7 miliar (27,95%), USD 14,2 miliar (23,95%), USD 9,9 miliar (25,03%), USD 4,2 miliar (23,09), USD 12,57 miliar (35,23%) dan USD 4,83 miliar (30%). Kenaikan positif ini menunjukkan menguatnya perekonomian global pasca Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
25
krisis keuangan. Tren positif ini terus berlanjut sampai tahun 2011, karena di tahun 2012 pertumbuhan ekspor ke negara-negara tersebut menunjukan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, nilai ekspornya masing masing turun, Tiongkok (5,92%), Jepang (11,88%), Amerika Serikat (10,65%), India (6,72%), Australia (13,80%), Korea Selatan (8,90%) , Taiwan (5,48%). Untuk tahun 2013 sendiri, hanya beberapa negara yang menunjukan pertumbuhan ekspor positif ke negara Tiongkok USD 22,6 milyar (4,17%), Amerika Serikat USD 15,6 milyar (5,21%), dan India USD 13 milyar (4,11%), sedangkan untuk negara lainnya turun, yaitu Jepang USD 27 milyar (11,26%), Australia USD 4,3 milyar (12,24%), Republik Korea Selatan USD 11,4 milyar (31,76%) dan Taiwan USD 5,8 milyar (6,48%). Untuk impor Indonesia dari Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, India, Australia, Korea Selatan, Taiwan memiliki tren positif dari tahun 2009 sampai 2011, namun di tahun 2012 impor dari India dan Korea Selatan menunjukan nilai negatif. Di tahun 2013 hampir semua impor dari negara-negara tersebut menunjukan penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2012, kecuali impor dari Tiongkok. Tabel 2.1: Korelasi Pertumbuhan Ekonomi Partner Dagang dengan Ekspor Indonesia 2005-2013 Negara
Koefisien Signifikansi
Australia
0.021
0.41
Amerika Serikat
0.007
-0.77
Inggris
-0.028
0.26
Jerman
0.047
0.07*
Jepang
0.005
0.7
-0.032
0.51
Singapura
1.223
0.001***
Tiongkok
0.0625
0.31
Perancis
Sumber: Hasil Olahan Tim Pengkaji
Data yang digunakan dalam regresi diatas ini merupakan data kuartalan dari kuartal 1 tahun 2005 hingga kuartal 4 tahun 2013. Data ekspor Indonesia didapatkan dari situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersaji dalam bentuk bulanan, yang kemudian disusun menjadi bentuk kuartal. Selanjutnya dari data tersebut dihitung pertumbuhan ekspor Indonesia per kuartal dari awal 2005 hingga akhir Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
26
2013. Data pertumbuhan ekonomi (GDP) untuk Australia, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Jepang dan Inggris didapatkan dari situs resmi Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Data yang disajikan dalam situs tersebut sudah berbentuk pertumbuhan GDP per kuartal, sehingga bisa langsung digunakan. Adapun data pertumbuhan GDP Tiongkok dan Singapura, didapatkan dari layanan data (CEIC). Berdasarkan hasil regresi model terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi sebagian besar negara yang dibahas dalam studi ini memiliki pengaruh searah dengan pertumbuhan ekspor Indonesia. Negara-negara tersebut adalah Australia, Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Tiongkok dan Singapura. Pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekspor Indonesia. Hal ini bermakna bahwa bila pertumbuhan ekonomi negara tersebut positif, maka secara statistik akan memberikan dampak positif terhadap ekspor Indonesia (peningkatan ekspor).Korelasi positif terbesar berdasarkan model adalah pertumbuhan ekonomi Singapura. Hasil regresi menunjukkan bahwa secara statistik peningkatan 1% perekonomian Singapura akan menaikkan ekspor Indonesia sebesar 1,22%. Besaran korelasi ini berbeda jauh dengan pertumbuhan ekonomi Jepang. Bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara lainnya yang memiliki korelasi positif dengan perdagangan Indonesia, pertumbuhan setiap 1% perekonomian Jepang hanya akan memberikan peningkatan 0,0047% ekspor Indonesia. Sebaliknya, terdapat dua negara yang pertumbuhan ekonominya memiliki korelasi negatif dengan pertumbuhan ekspor Indonesia. Dua negara tersebut adalah Inggris dan Perancis. Keduanya masing-masing memiliki koefisien korelasi -0,028 dan -0,032. Hal ini bermakna bahwa secara statistik setiap pertumbuhan positif 1% perekonomian Inggris dan Perancis, maka akan menurunkan ekspor Indonesia sebesar masing-masing 0,028% dan 0,032%.
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
27
BAB III UJI EMPIRIK
3.1. Data Studi ini melakukan uji empirik terhadap berbagai variabel yang dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Uji empirik yang dilakukan menggunakan data dengan rentang waktu dari tahun 2005-2013. Set variabel yang digunakan sejalan dengan kerangka empat jalur transmisi Global Shock yang digunakan oleh Bank Sentral India. Bagan 3.1. Empat Jalur Transmisi Shock Global
Transmisi Shock Global
Jalur Perdagangan Internasional
Jalur Keuangan
Jalur Harga Komoditas
Jalur Ekspektasi dan Kepercayaan
Sumber: Bank Sentral India 2010
Data yang digunakan dalam uji empirik studi ini terbagi ke dalam empat kelompok, yaitu: 1. Trade Channel: Data yang berkaitan dengan kegiatan perdagangan internasional. Data yang digunakan adalah data ekspor dan impor non-migas Indonesia secara total dan dengan lima negara mitra dagang utama (Jepang, Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan India). Data bersumber dari Bank Indonesia. 2. Finance Channel: Data yang berkaitan dengan arus modal yang masuk dan keluar dari Indonesia. Data yang digunakan adalah data investasi langsung (Foreign Direct Invesment/FDI) yang masuk ke Indonesia baik secara total maupun per negara dari lima negara, yaitu Jepang, Amerika Serikat, Tiongkok, Singapura, dan India. Data bersumber dari Bank Indonesia. 3. Commodity Prices: Data harga komoditas dunia. Komoditas yang dijadikan variabel merupakan komoditas yang penting bagi Indonesia. Komoditas yang
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
28
ikut diperhitungkan adalah batu bara, beras, minyak mentah, daging sapi, kayu, kopi, gas, dan minyak sawit. Data bersumber dari World Bank. 4. Expectations and Confidence: Data yang berkaitan dengan nilai tukar mata uang dan harga aset. Data yang digunakan adalah nilai tukar Rupiah terhadap USD (USD/Rupiah) dan seri data IHSG (Jakarta Composite Index). Data bersumber dari Bloomberg.
3.2. Tahapan Estimasi Untuk dapat menguji hubungan dua arah (bidirectional atau causal relationship), terlebih dahulu dilakukan pengujian unit root seri data yang akan digunakan. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller Test
(ADF-test)
untuk
menentukan
apakah
suatu
variabel
diuji
dengan
menggunakan Vector-Autoregressive (VAR) atau Vector Error Correction Model (VECM). Jika memiliki stasionaritas, maka bisa dilakukan pengujian hubungan dengan VAR. Bagan 3.2. Tahapan Estimasi Empirik
Pengujian Unit Root
Pengujian Kointegrasi
Augmented Dickey Fuller Test
Johansen Cointegration Test
Pengujian Kausalitas Granger Vector Error Correction Model / VECM
Namun, untuk penentuan apakah model VAR atau VECM yang akan digunakan, perlu dilakukan pengujian kointegrasi. Pengujian kointegrasi dilakukan dengan metode Johansen. Jika variabel-variabel tersebut terbukti tidak memiliki stasionaritas dan tidak terkointegrasi, maka pengujian akan menggunakan VAR. Sedangkan bila variabel tersebut terbukti tidak memiliki stasionaritas dan terkointegrasi, maka pengujian selanjutnya akan menggunakan VECM. Terakhir, dari pengujian Kausalitas Granger (dalam model VECM) akan terlihat hubungan kausalitas antar variabel yang diuji. Secara total terdapat empat
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
29
set regresi dimana variabel yang digunakan berbeda-beda. Berikut adalah variabel dependen dalam regresi studi ini: 1. Variabel dependen pertumbuhan GDP Indonesia (d_gro_gdp_indonesia) 2. Variabel
dependen
pertumbuhan
total
ekspor
non-migas
Indonesia
total
impor
non-migas
Indonesia
(d_gro_eks_nm_indonesia) 3. Variabel
dependen
pertumbuhan
(d_gro_im_nm_indonesia) 4. Variabel dependen pertumbuhan FDI yang masuk ke Indonesia (d_fdi_total) Pengujian pengaruh masing-masing variabel terhadap variabel dependen dibagi ke dalam lima persamaan regresi. Persamaan regresi pertama adalah hubungan variabel dependen dengan pertumbuhan ekonomi lima mitra dagang utama. Persamaan regresi kedua merupakan representasi trade channel, yaitu pengaruh ekspor dan impor non-migas Indonesia secara total dan dengan lima negara mitra dagang utama terhadap variabel dependen. Persamaan regresi ketiga merupakan representasi financial channel, yaitu pengaruh nilai penyaluran kredit dalam negeri serta investasi langsung (FDI) yang masuk ke Indonesia secara total dan dari lima negara mitra dagang utama terhadap variabel dependen. Persamaan regresi keempat merupakan representasi commodity price channel, yaitu pengaruh harga dunia berbagai komoditas penting terhadap variabel dependen. Persamaan regresi kelima merupakan representasi expectation/s and confidence channel, yang dicerminkan dalam pengaruh nilai tukar USD/IDR dan IHSG terhadap variabel dependen. Berikut ini adalah variabel-variabel independen yang digunakan dalam regresi:
Pertumbuhan GDP Indonesia dan Lima Negara Mitra Dagang Utama d_gro_gdp_indonesia = Pertumbuhan GDP Indonesia (%) d_gro_gdp_jepang
= Pertumbuhan GDP Jepang (%)
d_gro_gdp_as
= Pertumbuhan GDP Amerika Serikat (%)
d_gro_gdp_tiongkok
= Pertumbuhan GDP Tiongkok (%)
d_gro_gdp_singapura = Pertumbuhan GDP Singapura (%) d_gro_gdp_india
= Pertumbuhan GDP India (%)
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
30
Trade Channel d_gro_eks_nm_as
= Pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Amerika Serikat (%)
d_gro_eks_nm_india
= Pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke India (%)
d_gro_eks_nm_jepang
= Pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Jepang (%)
d_gro_eks_nm_singapura = Pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Amerika Serikat (%) d_gro_eks_nm_tiongkok
= Pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Tiongkok (%)
d_gro_eks_nm_total
= Pertumbuhan total ekspor non-migas Indonesia (%)
d_gro_im_nm_as
= Pertumbuhan impor non-migas Indonesia dari Amerika Serikat (%)
d_gro_im_nm_india
= Pertumbuhan impor non-migas Indonesia dari India (%)
d_gro_im_nm_jepang
= Pertumbuhan impor non-migas Indonesia dari Jepang (%)
d_gro_im_nm_singapura = Pertumbuhan impor non-migas Indonesia dari Amerika Serikat (%) d_gro_im_nm_tiongkok
= Pertumbuhan impor non-migas Indonesia dari Tiongkok (%)
d_gro_im_nm_total
= Pertumbuhan total impor non-migas Indonesia (%)
Financial Channel d_dist_kredit
= Persetujuan kredit perbankan di Indonesia (Miliar Rupiah)
d_fdi_jepang
= FDI Jepang ke Indonesia (Juta USD)
d_fdi_as
= FDI Amerika Serikat ke Indonesia (Juta USD)
d_fdi_india
= FDI India ke Indonesia (Juta USD)
d_fdi_singapura
= FDI Singapura ke Indonesia (Juta USD)
d_fdi_tiongkok
= FDI Tiongkok ke Indonesia (Juta USD)
d_fdi_total
= Total FDI yang masuk ke Indonesia (Juta USD)
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
31
Commodity Price Channel d_batu_bara
= Harga batubara dunia (USD/MT)
d_beras
= Harga beras dunia (USD/MT)
d_crude_oil
= Harga minyak mentah dunia (USD/bbl)
d_daging_sapi
= Harga daging sapi dunia (USD/kg)
d_kayu
= Harga kayu dunia (USD/
d_kopi_arabika
= Harga kopi Arabika dunia (USD/kg)
d_kopi_robusta
= Harga kopi Robusta dunia (USD/kg)
d_kedelai
= Harga kedelai dunia (USD/MT)
d_liquid_gas
= Harga gas alam cair dunia (USD/MMBTU)
d_kopi_metals_minerals
)
= Harga logam dasar dunia (USD/MT)
d_natural_gas
= Harga gas alam dunia (USD/MMBTU)
d_palm_oil
= Harga minyak sawit dunia (USD/MT)
d_rubber
= Harga karet dunia (USD/kg)
d_woodpulp
= Harga pulp kayu dunia (USD/MT)
Expectation/s and Confidence Channel d_ihsg
= Harga historis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG/JCI) (Rupiah)
d_usd_idr
= Nilai tukar Rupiah terhadap USD (USD/IDR)
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
32
3.3. Hasil Uji Empirik 3.3.1. Augmented Dickey-Fuller Test Seluruh variabel yang diikutkan dalam pengujian diperiksa stasionaritasnya dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller Test. Hasilnya seperti pada tabel, terlihat bahwa sebagian besar variabel tidak memiliki stasionaritas (nonstationarity). Hal
ini
menyebabkan
dalam
melihat
hubungan
antar-variabel
tidak
bisa
menggunakan regresi biasa (OLS). Tabel 3.1:Hasil Pengujian Unit Root dengan Metode Dickey Fuller No
Variabel
P-value for Z(t)
Nilai Kritis
Stasionaritas
1
dist_kredit
0.0942
0.05
Non-Stasioner
2
usd_idr
0.8632
0.05
Non-Stasioner
3
ihsg
0.7997
0.05
Non-Stasioner
4
batu_bara
0.3016
0.05
Non-Stasioner
5
liquid_gas
0.7098
0.05
Non-Stasioner
6
natural_gas
0.2147
0.05
Non-Stasioner
7
palm_oil
0.2665
0.05
Non-Stasioner
8
woodpulp
0.0182
0.05
Non-Stasioner
9
kopi_robusta
0.2810
0.05
Non-Stasioner
10
kopi_arabica
0.7225
0.05
Non-Stasioner
11
crude_oil
0.1806
0.05
Non-Stasioner
12
metals_minerals
0.1266
0.05
Non-Stasioner
13
beras
0.0281
0.05
Stasioner
14
rubber
0.3372
0.05
Non-Stasioner
15
kedelai
0.4752
0.05
Non-Stasioner
16
daging_sapi
0.7115
0.05
Non-Stasioner
17
kayu
0.3043
0.05
Non-Stasioner
18
gro_gdp_amerika serikat
0.0110
0.05
Stasioner
19
gro_gdp_india
0.0000
0.05
Stasioner
20
gro_gdp_indonesia
0.0000
0.05
Stasioner
21
gro_gdp_tiongkok
0.0000
0.05
Stasioner
22 23 24
gro_gdp_singapura gro_eks_nm_ amerika serikat gro_eks_nm_singapura
0.0002 0.0000 0.0000
0.05 0.05 0.05
Stasioner Stasioner Stasioner
25
gro_eks_nm_india
0.0000
0.05
Stasioner
26
gro_eks_nm_jepang
0.0000
0.05
Stasioner
27
gro_eks_nm_tiongkok
0.0000
0.05
Stasioner
28
gro_eks_nm_total
0.0000
0.05
Stasioner
29
gro_im_nm_ amerika serikat
0.0000
0.05
Stasioner
30
gro_im_nm_singapura
0.0000
0.05
Stasioner
31
gro_im_nm_india
0.0000
0.05
Stasioner
32
gro_im_nm_jepang
0.0000
0.05
Stasioner
33
gro_im_nm_tiongkok
0.0000
0.05
Stasioner
34
gro_im_nm_total
0.0000
0.05
Stasioner
35
fdi_as
0.0000
0.05
Stasioner
36
fdi_jepang
0.1930
0.05
Non-Stasioner
37
fdi_tiongkok
0.1199
0.05
Non-Stasioner
38
fdi_india
0.0000
0.05
Stasioner
39
fdi_singapura
0.8027
0.05
Non-Stasioner
40
fdi_total
0.2291
0.05
Non-Stasioner
Sumber: Operasi Stata 12 Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
33
Melihat banyaknya variabel yang tidak stasioner, maka seluruh variabel diderivasikan satu tingkat (first difference). Operasi derivasi ini tidak hanya dilakukan terhadap variabel yang tidak stasioner saja. Akan tetapi dilakukan juga pada variabel yang stasioner.
3.3.2. Uji Kointegrasi Hasil uji kointegrasi Johansen untuk kelima persamaan pada keempat set menunjukkan bahwa masing-masing persamaan memiliki kointegrasi. Oleh sebab itu, dalam studi ini seluruh model yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM), bukan Vector Autoregression (VAR).
3.3.3. Pengujian Kausalitas Granger dengan Vector Error Correction Model (VCEM) Pada dasarnya hubungan Kausalitas Granger dalam suatu model ditunjukkan oleh VECM. Sehingga hasil dari VECM secara otomatis menggambarkan hubungan antar-variabel dalam konteks Kausalitas Granger.Dalam membaca hasil regresi VECM terdapat dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, yaitu nilai probabilitas statistik z. Bila nilai probabilitas P > |z| lebih besar kurang dari 0,05, maka berarti variabel independen tersebut memiliki pengaruh signifkan terhadap variabel dependen. Mayoritas variabel dalam regresi studi ini memiliki nilai probabilitas kurang dari 0.05, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap variabel dependen. Kedua, nilai koefisien. Semakin besar nilai koefisien maka pengaruh variabel independen tersebut terhadap variabel dependen semakin besar. 3.3.3.1. Pertumbuhan GDP Indonesia dan Mitra Dagang Utama Berdasarkan hasil regresi VECM, terlihat bahwa pertumbuhan GDP Indonesia dipengaruhi oleh pertumbuhan GDP Amerika Serikat, India, dan Singapura. Pertumbuhan GDP Amerika Serikat sebesar 1% akan menurunkan pertumbuhan GDP Indonesia sebesar 0,495%. Hal ini disebabkan Amerika Serikat merupakan importir barang-barang hasil manufaktur, bukan importir barang mentah. Sementara Indonesia merupakan eksportir barang mentah. Sementara itu, pertumbuhan GDP India sebesar 1% akan menaikkan pertumbuhan GDP Indonesia sebesar 0,434%. Sedangkan pertumbuhan GDP Singapura memiliki pengaruh yang sangat signifikan Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
34
terhadap pertumbuhan GDP Indonesia. Kenaikan pertumbuhan GDP Singapura sebesar 1% akan menurunkan pertumbuhan GDP Indonesia sebesar 6,204%. Pertumbuhan GDP India sebesar 1% akan meningkatkan pertumbuhan total ekspor non-migas Indonesia sebesar 7,631%. Sedangkan pertumbuhan GDP Singapura 1% akan menurunkan pertumbuhan total ekspor non-migas Indonesia sebesar 259,7%. Di sisi lain, pertumbuhan GDP Jepang sebesar 1% akan menurunkan pertumbuhan total ekspor Indonesia sebesar 1,16%.
Tabel 3.2:Hasil Pengujian Granger Menggunakan VECMuntuk Dampak Pertumbuhan PDB Negara Mitra Dagang Utama Variabel Dependen Variabel Independen
Konstanta
Koefisien (P>|z|)
Pertumbuhan Total Ekspor Non-Migas Indonesia Koefisien (P>|z|)
0.004 (.)
-0.595 (.)
2.209 (.)
74.183 (.)
1 (.)
3.760 (0.171)
-103.739** (0.000)
12704.08** (0.000)
Pertumbuhan PDB Indonesia
Pertumbuhan Total Impor NonMigas Indonesia
Total FDI yang Masuk ke Indonesia
Koefisien (P>|z|)
Koefisien (P>|z|)
Pertumbuhan PDB Indonesia Pertumbuhan PDB Amerika Serikat Pertumbuhan PDB India
-0.495** (0.000)
0.728 (0.559)
82.189** (0.000)
-1473.266 (0.250)
0.434*** (0.000)
7.631*** (0.000)
-10.721* (0.070)
7136.12** (0.000)
Pertumbuhan PDB Tiongkok
0.062 (0.791)
-2.506 (0.505)
-35.648 (0.202)
8981.104** (0.010)
Pertumbuhan PDB Singapura
-6.204*** (0.000)
-259.7013** (0.000)
29.895 (0.890)
-121346.1** (0.000)
Pertumbuhan 0.059 -1.158** -29.332** -1441.197** PDB Jepang (0.131) (0.030) (0.000) (0.006) Seluruh variabel telah diturunkan satu tingkat (first difference) | Sumber: Operasi Stata 12
Hasil VECM juga menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 1% akan menurunkan pertumbuhan total impor non-migas Indonesia sebesar 103,74%. Pertumbuhan PDB Amerika Serikat sebesar 1% akan menaikkan pertumbuhan total impor non-migas Indonesia sebesar 82,19%. Sedangkan pertumbuhan PDB Jepang sebesar 1% akan menurunkan pertumbuhan total impor non-migas Indonesia sebesar 29,33%.
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
35
3.3.3.2.Jalur Perdagangan Internasional (Trade Channel) Berdasarkan hasil regresi VECM, terlihat bahwa pertumbuhan ekspor nonmigas ke berbagai negara mitra dagang utama memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDB Indonesia. Beberapa yang paling besar pengaruhnya yaitu pertumbuhan ekspor non-migas kepada Amerika Serikat, India, dan total. Kenaikan 1% pertumbuhan ekspor non-migas ke Amerika Serikat akan menurunkan 0,23% pertumbuhan PDB Indonesia. Kenaikan 1% pertumbuhan ekspor non-migas ke India akan menurunkan PDB Indonesia sebesar 0,2%. Sedangkan kenaikan 1% pertumbuhan total ekspor non-migas Indonesia akan menaikkan pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 0,491%.
Tabel 3.3:Hasil Pengujian Granger Menggunakan VECM untuk JalurPerdagangan Internasional Variabel Dependen
Koefisien (P>|z|)
Pertumbuhan Total Ekspor Non-Migas Indonesia Koefisien (P>|z|)
Pertumbuhan Total Impor Non-Migas Indonesia Koefisien (P>|z|)
-0.069 (.)
0.011 (.)
0.109 (.)
-186.322 (.)
Pertumbuhan Ekspor Non-Migas ke Amerika Serikat
-0.234** (0.000)
-0.889** (0.000)
0.929** (0.000)
618.620** (0.004)
Pertumbuhan Ekspor Non-Migas ke Singapura
0.085** (0.000)
0.483** (0.000)
-0.300** (0.000)
110.1788* (0.258)
Pertumbuhan Ekspor Non-Migas ke India
-0.207** (0.000)
-0.205** (0.000)
0.150** (0.000)
157.8193** (0.000)
Pertumbuhan Ekspor Non-Migas ke Jepang
-0.188** (0.000)
0.368** (0.000)
-0.4173** (0.000)
493.782** (0.000)
Pertumbuhan Ekspor Non-Migas ke Tiongkok
-0.149** (0.000)
-0.369** (0.000)
0.420** (0.000)
223.269** (0.009)
Pertumbuhan Total Ekspor Non-Migas Indonesia
0.491** (0.000)
1 (.)
-1.297** (0.000)
-1635.339** (0.000)
Pertumbuhan Impor Non-Migas dari Amerika Serikat
-0.195** (0.000)
0.391** (0.000)
-0.591** (0.000)
241.296** (0.001)
Pertumbuhan Impor Non-Migas dari Singapura
-0.161** (0.000)
0.483** (0.000)
-0.150** (0.000)
144.068** (0.023)
Pertumbuhan Impor Non-Migas dari India
0.094** (0.000)
0.244** (0.000)
-0.122** (0.000)
164.444** (0.000)
Pertumbuhan Impor Non-Migas dari Jepang
-0.007* (0.377)
0.386** (0.000)
-0.401** (0.000)
137.163** (0.049)
Variabel Independen
konstanta
Pertumbuhan PDB Indonesia
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
Total FDI yang Masuk ke Indonesia Koefisien (P>|z|)
36
Pertumbuhan Impor Non-Migas dari Tiongkok
0.124** (0.000)
-0.632** (0.000)
0.546** (0.000)
-381.289** (0.003)
Pertumbuhan Total Impor Non-Migas 0.211** -0.711** 1 Indonesia (0.000) (0.000) (.) Seluruh variabel telah diturunkan satu tingkat (first difference) | Sumber: Operasi Stata 12
-192.230* (0.316)
Dari sisi arus investasi yang masuk ke Indonesia secara langsung (FDI), pertumbuhan ekspor non-migas ke Amerika Serikat, Jepang, dan secara total memiliki pengaruh yang besar terhadap total FDI yang masuk ke Indonesia. Kenaikan 1% pertumbuhan ekspor non-migas ke Amerika Serikat akan menaikkan total FDI yang masuk ke Indonesia sebesar 618,62 juta USD. Kenaikan 1% pertumbuhan ekspor non-migas ke Jepang akan menaikkan total FDI yang masuk ke Indonesia sebesar 493,78 juta USD. Sedangkan kenaikan 1% pertumbuhan total ekspor non-migas Indonesia akan menurunkan total FDI yang masuk ke Indonesia sebesar 1,635 milyar USD.
3.3.3.3.Jalur Keuangan Internasional (Finance Channel) Dari sisi transmisi finansial tampak bahwa investasi langsung tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hasil VECM
menunjukkan bahwa kenaikan FDI total yang masuk ke Indonesia sebesar 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,0002%.
Tabel 3.4:Hasil Pengujian Granger Menggunakan VECM untuk Jalur Keuangan Internasional Variabel Dependen
Variabel Independen
konstanta Persetujuan Kredit di Indonesia Total FDI Amerika Serikat yang Masuk ke Indonesia Total FDI Jepang yang Masuk ke Indonesia
Koefisien (P>|z|)
Pertumbuhan Total Ekspor Non-Migas Indonesia Koefisien (P>|z|)
Pertumbuhan Total Impor Non-Migas Indonesia Koefisien (P>|z|)
-0.071 (.)
-64.066 (.)
-0.469 (.)
229.315 (.)
-7.34* (0.204)
0.000* (0.087)
-0.000* (0.052)
0.001* (0.076)
-0.001** (0.000)
-0.070** (0.000)
-0.611** (0.000)
-1.994** (0.000)
-0.001** (0.000)
-0.048** (0.000)
-0.037** (0.000)
-1.060** (0.000)
Pertumbuhan PDB Indonesia
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
Total FDI yang Masuk ke Indonesia Koefisien (P>|z|)
37
Total FDI Tiongkok 0.094** 0.146** 0.135** 3.806** yang Masuk ke (0.000) (0.011) (0.006) (0.027) Indonesia Total FDI India yang -0.006** -0.105** -0.116** -3.507** Masuk ke Indonesia (0.000) (0.000) (0.000) (0.000) Total FDI Singapura 7.87* -0.061** -0.0622** -1.566** yang Masuk ke (0.969) (0.000) (0.000) (0.000) Indonesia Total FDI yang Masuk 0.000** 0.039** 0.033** 1 ke Indonesia (0.010) (0.000) (0.000) (.) Seluruh variabel telah diturunkan satu tingkat (first difference) | Sumber: Operasi Stata 12
3.3.3.4.Jalur Harga Komoditas (Commodity Price) Dinamika harga berbagai komoditas penting memiliki pengaruh yang bervariasi terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan hasil VECM, harga komoditas kopi Arabika, daging sapi, liquid gas memainkan peranan yang penting terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kenaikan harga kopi Arabika sebesar 1 USD/Kg akan menaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,31% (korelasi positif). Penurunan harga daging sapi sebesar 1 USD/Kg akan menaikkan PDB Indonesia sebesar 0,91% (korelasi negatif). Sedangkan kenaikan harga liquid gas sebesar 1 USD/MMBTU akan menaikkan pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 0,24% (korelasi positif).
Tabel 3.5:Hasil Pengujian Granger Menggunakan Vector Error Correction Model untuk Jalur Harga Komoditas Variabel Dependen
Koefisien (P>|z|)
Pertumbuhan Total Ekspor Non-Migas Indonesia Koefisien (P>|z|)
Pertumbuhan Total Impor Non-Migas Indonesia Koefisien (P>|z|)
-0.040 (.)
2.679 (.)
3.538 (.)
235.18 (.)
Harga Batubara Dunia
-0.011** (0.00)
-0.355** (0.000)
0.068** (0.046)
46.607** (0.000)
Harga Beras Dunia
0.000* (0.260)
-0.040** (0.001)
0.020** (0.002)
-10.659** (0.000)
Harga Minyak Mentah Dunia
0.008* (0.061)
-0.119* (0.184)
-0.409** (0.000)
-48.970** (0.000)
Harga Daging Sapi Dunia
-0.914** (0.000)
-40.056** (0.000)
-50.915** (0.000)
-2474.964** (0.000)
Variabel Independen
konstanta
Pertumbuhan PDB Indonesia
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
Total FDI yang Masuk ke Indonesia Koefisien (P>|z|)
38
Harga Kayu Dunia
-0.003** (0.014)
0.242** (0.000)
0.058** (0.000)
18.132** (0.000)
Harga Kopi Arabica Dunia
0.311** (0.003)
9.472** (0.000)
23.082** (0.000)
-542.237** (0.000)
Harga Kopi Robusta Dunia
0.083* (0.838)
-57.991** (0.000)
8.906** (0.000)
-5940.961** (0.000)
Harga Liquid Gas Dunia
0.241** (0.000)
11.551** (0.000)
7.621** (0.000)
174.482** (0.000)
Harga Kedelai Dunia
0.002** (0.001)
0.004* (0.759)
0.126** (0.000)
-2.536** (0.000)
Harga Logam Dunia
-0.007* (0.308)
1.183** (0.000)
0.805** (0.000)
126.141** (0.000)
Harga Gas Alam Dunia
0.007* (0.682)
0.039** (0.000)
7.172** (0.000)
-7.605* (0.721)
Harga Minyak Kelapa Sawit Dunia
-0.001* (0.245)
-0.025* (0.136)
-0.208** (0.000)
3.915** (0.000)
Harga Karet Dunia
0.001* (0.982)
-22.796** (0.000)
-25.34** (0.000)
6.400* (0.930)
0.000* -0.154** -0.066** -26.798** (0.930) (0.000) (0.000) (0.000) Seluruh variabel telah diturunkan satu tingkat (first difference) | Sumber: Operasi Stata 12 Harga Pulp Kayu Dunia
Dari sisi pertumbuhan ekspor non-migas, dinamika harga berbagai komoditas memberikan pengaruh yang cukup signifikan. Kenaikan harga daging sapi 1 USD/Kg akan menurunkan pertumbuhan total ekspor non-migas Indonesia sebesar 40%. Kenaikan harga kopi Robusta sebesar 1 USD/kg akan menurunkan total pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia sebesar 58%. Harga karet dunia juga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan total ekspor nonmigas Indonesia. Kenaikan harga karet dunia 1 USD/Kg akan menurunkan pertumbuhan total ekspor non-migas Indonesia sebesar 22,8%.
3.3.3.5.Jalur
Ekspektasi
dan
Tingkat
Kepercayaan
(Expectation
and
Confidence Channel)
Hasil VECM menunjukkan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap USD dan IHSG tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan PDB Indonesia. Di sisi lain, apresiasi Rupiah terhadap USD sebesar 1 basis poin akan menaikkan pertumbuhan total ekspor non-migas Indonesia sebesar 0,01%.
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
39
Tabel 3.6:Hasil Pengujian Granger Menggunakan VECM untuk Jalur Ekspektasi dan Tingkat Kepercayaan Variabel Dependen
Koefisien (P>|z|)
Pertumbuhan Total Ekspor NonMigas Indonesia Koefisien (P>|z|)
Pertumbuhan Total Impor NonMigas Indonesia Koefisien (P>|z|)
Total FDI yang Masuk ke Indonesia Koefisien (P>|z|)
konstanta
-0.017 (.)
2.167 (.)
1.695 (.)
114.511 (.)
USD/IDR
0.000* (0.451)
-0.010** (0.015)
-0.002* (0.551)
-0.367** (0.210)
Variabel Independen
Pertumbuhan PDB Indonesia
-0.000* -0.009* -0.008* -1.536** (0.185) (0.216) (0.105) (0.004) Seluruh variabel telah diturunkan satu tingkat (first difference) | Sumber: Operasi Stata 12 IHSG
Sedangkan kenaikan IHSG sebesar 1 basis poin akan menurunkan total FDI yang masuk ke Indonesia sebesar 1,54 juta USD. Hal ini menunjukkan bahwa bila terjadi kenaikan arus modal ke Indonesia melalui pasar modal (IHSG), maka akan mengurangi tingkat modal yang masuk melalui investasi langsung (FDI).
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
40
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
4.1 Kesimpulan Studi ini mengevaluasi dampak krisis pada ekonomi Indonesia dengan kerangka teori yang memfokuskan pada empat jalur transmisi yaitu perdagangan internasional, keuangan, harga komoditas dan ekspektasi/kepercayaan. Metode yang digunakan adalah kausalitas (causality) dengan VAR/VECM. Masing-masing jalur ditelaah dampaknya pada pertumbuhan PDB, ekspor non-migas, impor nonmigas dan FDI. Pertumbuhan ekonomi mitra dagang utamamemiliki dampak pada ekonomi Indonesia. Tapi uji empiris menunjukkan hanya pertumbuhan PDB India yang memiliki dampak positif yang tidak besar pada PDB Indonesia. Adapun pertumbuhan PDB Amerika Serikat dan Singapura memiliki dampak negatif, dimana dampak negatif Singapura sangat besar. Pada sisi pertumbuhan ekspor nonmigas, pertumbuhan PDB India berdampak positif dan besar sedangkan Jepang berdampak negatif kecil dan Singapura berdampak negatif sangat besar. Cara paling baik mengurangi impor non-migas adalah menaikkan pertumbuhan PDB Indonesia. Pertumbuhan PDB Amerika meningkatkan impor non-migas Indonesia cukup besar sedangkan pertumbuhan PDB di Jepang menguranginya. Pada sisi FDI, pertumbuhan PDB Indonesia menyebabkan kenaikan yang sangat besar dengan disusul pertumbuhan PDB Tiongkok. Adapun pertumbuhan PDB Jepang dan Singapura mengurangi FDI ke Indonesia secara signifikan. Pada jalur perdagangan internasional (trade chanel), hanya pertumbuhan ekspor non migas ke Singapura yang berdampak positif pada pertumbuhan PDB Indonesia. Adapun pertumbuhan ekspor ke Amerika Serikat, India, Jepang dan Tiongkok semua berdampak negatif. Pada sisi pertumbuhan ekspor non-migas, hanya pertumbuhan ekspor ke Singapura dan Jepang yang berdampak positif dengan variabel serupa ke Amerika Serikat, India dan Tiongkok berdampak negatif. Berdasarkan dampak pada pertumbuhan impor non migas indonesia, pertumbuhan ekspor ke Amerika Serikat, India dan Tiongkok memiliki dampak positif dengan
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
41
Jepang nefatif. Adapun pertumbuhan ekspor ke semua mitra dagang utama berdampak positif pada arus FDI. Pada sisi impor non-migas, hanya impor dari India dan Tiongkok yang berdampak positif pada pertumbuhan PDB Indonesia, impor dari Amerika Serikat, Singapura, dan Jepang berdampak negatif. Semua impor dari negara mitra dagang utama berdampak positif pada pertumbuhan ekspor kecuali Tiongkok. Hal ini menandakan impor Indonesia kebanyakan berupa bahan baku dan mesin yang di eskpor lagi kecuali dari Tiongkok yang sebagian besar di konsumsi di Indonesia. Impor dari negara mitra dagang utama berdampak positif pada FDI kecuali dari Tiongkok. Pada jalur keuangan (finance chanel), hanya FDI Singapura yang memiliki dampak besar dan positif ke pertumbuhan PDB Indonesia. Adappun FDI Tiongkok sedikit memicu ekspor dan banyak mendorong FDI negara lain, sedangkan FDI negara mitra utama lainnya berdampak negatif. Namun FDI Tiongkok juga paling besar memicu impor dengan FDI Amerika Srikat yang paling mengurangi impor. Pada jalur harga komoditas (commodity pricechannel), yang paling besar perannya pada peningkatan PDB adalah harga kopi arabika disusul gas cair dengan harga daging sapi paling besar dampak negatifnya. Tetapi kenaikan harga daging sapi juga berperan negatif tertinggi kedua pada penurunan pertumbuhan ekspor setelah harga kopi robusta. Yang berdampak positif adalah harga kopi arabika dan gas cair serta logam. Kenaikan harga sapi sangat besar dampaknya pada pengurangan impor disusul harga karet. Sedangkan kenaikan harga kopi arabika, robusta dan gas akan meningkatkan impor. Peningkatan harga daging sapi sangat besar dampaknya pada penurunan arus FDI, kedua setelah harga kopi. Adapun yang memicu kenaikan FDI adalah kenaikan harga logam dan liquid gas. Pada jalur ekspektasi dan kepercayaan (expectation and confidence channel), perubahan nilai tukar ke dolar dan IHSG hanya memiliki dampak sangat kecil pada pertumbuhan PDB Indonesia. Dampak kedua valriabel itu juga kecil pada pertumbuhan ekspor dan impor meskipun negatif pada total FDI. Menunjukkan bahwa investor asing lebih banyak masuk ketika ekonomi Indonesia sedang turun sehingga murah secara relatif.
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
42
4.2 Rekomendasi Kebijakan Untuk meningkatkan pertumbuhan PDB dan ekspor non-migas, Indonesia perlu meningkatkan keterkaitan dengan India yang memiliki causality terbesar. Adapun pertumbuhan PDB Indonesia adalah obat termujarab untuk mengurangi impor dan menaikkan FDI dengan disusul pertumbuhan PDB India dan Tiongkok. Peningkatan ekspor-impor ke Amerika Serikat, walaupun menurunkan ekspor Indonesia, akan tetapi mendorong FDI yang besar sehingga merupakan trade-off yang baik dengan disusul Jepang. Pada sisi finance chanel, Indonesia perlu membuka pintu untuk FDI Singapura yang sangat besar dampaknya pada pertumbuhan PDB. FDI dari Tiongkok merupakan pertanda masuknya FDI negara lain secara deras, sedangkan FDI India, Amerika Serikat, Singapura dan Jepang masuk ketika tidak banyak negara lain yang berinvestasi di Indonesia. Impor dari Tiongkok perlu dikurangi karena meningkatkan impor total dan mengurangi FDI secara signifikan. Menarik untuk dicermati pada commodity price channel bahwa Indonesia perlu berupaya menjaga tingginya harga kopi, karet, dan daging sapi serta liquid gas demi tingkatkan
PDB,
ekspor
dan
FDI
Indonesia.
Pada
sisi
confidence
and
expectationchannel, performa BI dalam menjaga stabilitas rupiah dengan kenaikan dan pernurunan yang bertahap perlu dipuji, sehingga nilai tukar tidak mempunyai dampak yang besar pada pertumbuhan PDB, ekspor, impor dan FDI. Secara makro, perlu dilakukan diversifikasi negara tujuan ekspor dan peningkatan nilai tambah ekspor Indonesia. Perjanjian FTA dengan negara lain juga perlu di telaah untung ruginya karena dengan FTA Tiongkok ternyata lebih banyak negatifnya. Terakhir, perlu ditingkatkan daya saing produk Indonesia dan melakukan non tarif barier secara sistematis demi perlahan pengusaha domestik untuk melakukan substitusi pada produk impor.
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
43
Referensi Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Laporan Hasil Kajian.2011. Free Trade Area dan Economic Partnership Agreement (EPA), dan Pengaruhnya terhadap Arus Perdagangan dan Investasi dengan Negara Mitra. Badan Pusat Statistik, Berita Resmi: Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Desember 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013. Berg A., Papageorgiou C., Pattillo C., Schindler M., Spatafora N., Weisfeld H.,. 2012.Global Shocks and Their Impact on Low-Income Countries: Lessons from the Global Crisis.IMF "Bloomberg.com: Worldwide" (http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20601087&sid=a8sW0n1Cs1tY&refer=h ome) .Bloomberg.com. Brunnermeier M., K.,.National Bureau of Economic Research.Deciphering The Liquidity and Credit Crunch 2007-08. http://www.nber.org/papers/w14612.pdf?new_window=1 Daftar seluruh regional trade agreements (RTAs) yang berlaku dan tersedia http://rtais.wto.org/UI/PublicAllRTAList.aspx Demyanyk, Yuliya; Van Hemert, Otto (2008-08-19). "Understanding the Subprime Mortgage Crisis" (http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1020396) Working Paper Series. Social Science Electronic Publishing Effendi, N., Purmini, Masbar, R., Hakim, L., Pradiptyo, R.,.2013. Rekomendasi Kebijakan Untuk Pengurangan Subsidi Energi.Regional Economist. Kawai M.,.2009.The Impact of The Global Financial Crisis on Asia and Asia’s Responses.Asian Development Bank Kementerian Riset dan Teknplogi Republik Indonesia: http://www.ristek.go.id/?module=News%20News&id=4517 diakses 4 April 2014. Kementerian PPN/Bappenas.2013.Laporan Perekonomian Indonesia Triwulan I 2013. Kementerian PPN/Bappenas.2013.Laporan Perekonomian Indonesia Triwulan II 2013. Krugman-Revenge of the Glut (http://www.nytimes.com/2009/03/02/opinion/02krugman.html?_r=1\ Kirchhoff, Sue; Keen, Judy (2007-04-25). "Minorities hit hard by rising costs of subprime loans - USATODAY.com"
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
44
(http://www.usatoday.com/money/economy/housing/2007-04-25subprime-minoritiesusat_N.htm). USA Today Laporan dari pengukuran G-20 Trade and Investment (September 2009 sampai February 2010), persiapan dibawah tanggung jawab bersama Director-General of the WTO, the Secretary-General of OECD, dan the Secretary-General dari UNCTAD (8 March2010) Margaret Chadbourn. "Five Banks are Seized" (http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20601110&sid=aCbHA.m7rikc) Michael Simkovic, Competition and Crisis in Mortgage Securitization (http://ssrn.com/abstract=1924831) Michael Burry-Vanderbilt Magazine-Missteps to Mayhem-Summer 2011 (http://www.vanderbilt.edu/magazines/vanderbilt-magazine/2011/09/missteps-tomayhem/) Miskhin, F., S.,.2010. Over The Clift:From The Subprime To The Global Financial Crisis. OECD (2012), Review of Regulatory Reform – Indonesia Market Opennes. NYT-Why Budget Cuts Don't Bring Prosperity-February 2011 (http://community.nytimes.com/comments/www.nytimes.com/2011/02/23/business/e conomy/23leonhardt.html) Pasha, Shaheen (August 8, 2005). "Banks help undocumented workers own their own home – Aug. 8, 2005" (http://money.cnn.com/2005/08/08/news/economy/illegal_immigrants/).Money.cnn.co m. Pangestu, M., E.,.2006. Indonesia, International Trade Negotiation and Fair Trade. “Successful trade and development strategies for mitigating the impact of the global economic and financial crisis”, catatan oleh sekertariat UNCTAD untuk sesi ke dua dari Trade and Development Commission (TD/B/C.1/7 and Corr. 1). Shirai, S.,.MPRA.2009.The Impact of The US Subprime Mortage Crisis on the World and East Asia.Keio University The Asia Foundation.2008. Biaya Transportasi Barang Angkutan, Regulasi, dan Pungutan Jalan di Indonesia. "The Subprime Mortgage Crisis Explained" (http://www.stock-marketinvestors.com/stock-investment-risk/the-subprime-mortgage-crisis-explained.html). Stock-market-investors.com. The World Bank.Indonesia Economic Quarterly Juli 2013. Menanggapi Berbagai Tekanan. Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
45
Transformation of Indonesia’s Export Products Post-Global Financial Crisis. Mangunsong, C., Hirawan, F., dan Lesmana, T.,2012. United Nations.2010.International Trade After the Economic Crisis:Challenges and New Opportunities. UNCTAD.2012.Classification of Non-Tariff Measures WTO, 2010. Trade to Expand by 9.5% in 2010 After a Dismal 2009, WTO Reports. WTO Press Release. 26 March 2010. Retrieved from http://www.wto.org/english/news_e/pres10_e/pr598e.htm. http://www.stat.unc.edu/faculty/cji/fys/2012/Subprime%20mortgage%20crisis.pdf Zandi, Mark (2009). Financial Shock. FT Press. ISBN 978-0-13-701663-1. http://www.worldbank.org/en/news/feature/2014/03/26/infographic-rer31-confidencecrisis http://www.imf.org/external/pubs/ft/survey/so/2013/car052113a.htm http://rbi.org.in/scripts/PublicationsView.aspx?id=12303
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
46
LAMPIRAN Persamaan I TES KOINTEGRASI JOHANSEN UNTUK PERSAMAAN I . vecrank d_gro_gdp_indonesia d_gro_gdp_jepang d_gro_gdp_as d_gro_gdp_tiongkok d_gro_gdp_singapura d_gro_gdp_india d_gro_eks_nm_total d_gro_im_nm_total d_ihsg d_dist_kredit d_usd_idr d_batu_bara d_beras d_crude_oil d_daging_sapi d_kayu d_kopi_arabica d_kopi_robusta d_liquid_gas d_palm_oil Johansen tests for cointegration Trend: constant Number of obs = Sample: 2006q1 - 2013q4 Lags = ------------------------------------------------------------------------------5% maximum trace critical rank parms LL eigenvalue statistic value 0 420 . . .* . 1 459 . 1.00000 . . 2 496 . 1.00000 . . 3 531 . 1.00000 . . 4 564 . 1.00000 . . 5 595 . 1.00000 . . 6 624 . 1.00000 . . 7 651 . 1.00000 . . 8 676 . 1.00000 . . 9 699 . 1.00000 . 277.71 10 720 . 1.00000 . 233.13 11 739 . 1.00000 . 192.89 12 756 . 0.00000 . 156.00 13 771 . 0.00000 . 124.24 14 784 . 0.00000 . 94.15 15 795 . 0.00000 . 68.52 16 804 . -0.00000 . 47.21 17 811 . -0.00000 . 29.68 18 816 . -0.00000 . 15.41 19 819 . -0.00000 . 3.76 20 820 . -0.00000 ------------------------------------------------------------------------------Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
32 2
47
VECTOR ERROR CORRECTION MODEL UNTUK PERSAMAAN I . vec d_gro_gdp_indonesia d_gro_gdp_jepang d_gro_gdp_as d_gro_gdp_tiongkok d_gro_gdp_singapura d_gro_gdp_india d_gro_eks_nm_total d_gro_im_nm_total d_ihsg d_dist_kredit d_usd_idr d_batu_bara d_beras d_crude_oil d_daging_sapi d_kayu d_kopi_arabica d_kopi_robusta d_liquid_gas d_palm_oil Johansen normalization restriction imposed ------------------------------------------------------------------------------------beta | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] --------------------+---------------------------------------------------------------_ce1 | d_gro_gdp_indonesia | 1 . . . . . d_gro_gdp_jepang | -8.441752 2.762152 -3.06 0.002 -13.85547 -3.028034 d_gro_gdp_as | -18.1646 . . . . . d_gro_gdp_tiongkok | -2.726739 . . . . . d_gro_gdp_singapura | -.0292541 . . . . . d_gro_gdp_india | 5.836752 . . . . . d_gro_eks_nm_total | 12.10056 2.938152 4.12 0.000 6.341887 17.85923 d_gro_im_nm_total | -10.04011 2.926588 -3.43 0.001 -15.77611 -4.304099 d_ihsg | -.2647483 .0742127 -3.57 0.000 -.4102026 -.119294 d_dist_kredit | -.0006483 .0001803 -3.60 0.000 -.0010016 -.000295 d_usd_idr | -.1159234 .0241588 -4.80 0.000 -.1632738 -.068573 d_batu_bara | -4.147714 .9451435 -4.39 0.000 -6.000161 -2.295267 d_beras | -.076888 .0561765 -1.37 0.171 -.1869918 .0332159 d_crude_oil | 11.28535 2.759803 4.09 0.000 5.876232 16.69446 d_daging_sapi | -2.544369 . . . . . d_kayu | -1.444557 .4423052 -3.27 0.001 -2.311459 -.5776547 d_kopi_arabica | 5.070132 . . . . . d_kopi_robusta | -2.527907 . . . . . d_liquid_gas | .0082344 . . . . . d_palm_oil | .4561854 .1136824 4.01 0.000 .233372 .6789987 _cons | -23.53254 . . . . . -------------------------------------------------------------------------------------
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
48
Persamaan II TES KOINTEGRASI JOHANSEN UNTUK PERSAMAAN II . vecrank d_gro_gdp_indonesia d_gro_gdp_jepang d_gro_gdp_as d_gro_gdp_tiongkok d_gro_gdp_singapura d_gro_gdp_india d_fdi_as d_fdi_jepang d_fdi_singapura d_fdi_tiongkok d_fdi_total d_gro_eks_nm_as d_gro_eks_nm_india d_gro_eks_nm_jepang d_gro_eks_nm_singapura d_gro_eks_nm_total d_gro_im_nm_total Johansen tests for cointegration Trend: constant Number of obs = Sample: 2006q1 - 2013q4 Lags = ------------------------------------------------------------------------------5% maximum trace critical rank parms LL eigenvalue statistic value 0 306 . . .* . 1 339 . 1.00000 . . 2 370 . 1.00000 . . 3 399 . 1.00000 . . 4 426 . 1.00000 . . 5 451 . 1.00000 . . 6 474 . 1.00000 . 277.71 7 495 . 1.00000 . 233.13 8 514 . 1.00000 . 192.89 9 531 . 1.00000 . 156.00 10 546 . 1.00000 . 124.24 11 559 . 1.00000 . 94.15 12 570 . 1.00000 . 68.52 13 579 . 1.00000 . 47.21 14 586 . 1.00000 . 29.68 15 591 . 0.00000 . 15.41 16 594 . -0.00000 . 3.76 17 595 . -0.00000 -------------------------------------------------------------------------------
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
32 2
49
VECTOR ERROR CORRECTION MODEL UNTUK PERSAMAAN II . vec d_gro_gdp_indonesia d_gro_gdp_jepang d_gro_gdp_as d_gro_gdp_tiongkok d_gro_gdp_singapura d_gro_gdp_india d_fdi_as d_fdi_jepang d_fdi_singapura d_fdi_tiongkok d_fdi_total d_gro_eks_nm_as d_gro_eks_nm_india d_gro_eks_nm_jepang d_gro_eks_nm_singapura d_gro_eks_nm_total d_gro_im_nm_total Johansen normalization restriction imposed ---------------------------------------------------------------------------------------beta | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -----------------------+---------------------------------------------------------------_ce1 | d_gro_gdp_indonesia | 1 . . . . . d_gro_gdp_jepang | 3.204865 .2609581 12.28 0.000 2.693397 3.716334 d_gro_gdp_as | -9.344458 .7883231 -11.85 0.000 -10.88954 -7.799373 d_gro_gdp_tiongkok | 3.167345 . . . . . d_gro_gdp_singapura | 1.285996 . . . . . d_gro_gdp_india | .9654473 .2892371 3.34 0.001 .398553 1.532342 d_fdi_as | .0040426 .0009986 4.05 0.000 .0020855 .0059998 d_fdi_jepang | .0074379 .000936 7.95 0.000 .0056034 .0092724 d_fdi_singapura | .0035293 .001156 3.05 0.002 .0012635 .0057951 d_fdi_tiongkok | -.0157737 .0048556 -3.25 0.001 -.0252905 -.0062568 d_fdi_total | -.0022658 .0007048 -3.21 0.001 -.0036472 -.0008843 d_gro_eks_nm_as | .2059382 .052598 3.92 0.000 .1028479 .3090285 d_gro_eks_nm_india | -.0556818 .016021 -3.48 0.001 -.0870823 -.0242813 d_gro_eks_nm_jepang | -.1616992 .0402873 -4.01 0.000 -.2406608 -.0827375 d_gro_eks_nm_singapura | -.0096805 .0853283 -0.11 0.910 -.1769208 .1575598 d_gro_eks_nm_total | -.003943 .0591528 -0.07 0.947 -.1198804 .1119944 d_gro_im_nm_total | -.002949 .0218301 -0.14 0.893 -.0457351 .0398371 _cons | -.2759905 . . . . . ----------------------------------------------------------------------------------------
Puska Daglu, BPPKP, Kementerian Perdagangan
50