BAB I
PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG
1.1
MUSEUM Dalam suatu lingkaran kehidupan tentu ada yang mati dan ada yang lahir, bertahan
hidup dan mati meninggalkan dunia. Seni dan budaya yang tumbuh bersama manusia pun juga mengalami masa siklus kehidupan, ada suatu masa dimana manusia menganggap budaya tersebut adalah keseharian dan ada masanya budaya tersebut tidak berlaku lagi. Ketika sebuah kebiasaan lama tergeser dengan kebiasaan baru, banyak masyarakat yang merasa acuh namun sebetulnya lebih banyak pula yang merasa resah. Ketika sudah tidak ada lagi yang mengingat cara dan proses, tiba tiba banyak yang dalam hati kecilnya merindukan kenangan tersebut diam-diam. Sudah menjadi naluri bahwa kita akan merasa kehilangan jika hal tersebut sudah tiada. Melestarikan seni dan budaya merupakan kewajiban bagi manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki keterkaitan erat dengan hal-hal di masa lampau. Upaya upaya mempertahankan budaya tentunya membutuhkan wadah. Wadah untuk menampung, wadah untuk mempercantik dan wadah untuk mengajar. Wadah tersebut nyata dalam wujud museum. Museum menciptakan perlindungan dan katalis bagi komunitas-komunitas yang ada di dalamnya untuk tetap hidup dan berkembang di tengah zaman yang baru. Museum sendiri di Indonesia mengalami kehidupan yang sulit. Sebagai lembaga nonprofit memang menjadi sebuah halangan bagi museum untuk berkembang dalam kurun waktu yang singkat. Rata-rata peremajaan koleksi dan gedung museum bisa menunggu lebih dari 3 tahun apabila hanya mengandalkan dana pemerintah. Kehidupan museum di negara maju dan berkembang cukup berbeda. Museum di negara berkembang kebanyakan masih berupa display yang kurang hidup sehingga kurang menarik saat dikunjungi. Berbeda dengan di negara maju yang pengunjung museumnya dapat merasa satu hari saja kurang puas karena begitu banyaknya fasilitas yang ingin dilihat dan dicoba saat kunjungan. Pengembangan permuseuman di Indonesia menarik minat penulis karena keadaan masih sedikit sekali museum di berbagai daerah Indonesia dan tingkat apresiasi masyarakat yang masih rendah terhadap museum. Perencanaan yang baik tidak akan menjadikan Museum hanya sebuah gudang penyimpanan seni kerajinan tetapi menjadi sebuah sarana yang benar benar mentransfer ilmu pengetahuan, rasa dan semangat pada suatu masa yang sekiranya dapat menginspirasi manusia yang hidup dan berkarya pada saat ini.
1.2 SENI UKIR Secara singkat seni Ukir adalah salah satu cabang seni kriya terapan yang biasanya digunakan untuk memperindah atau melengkapi suatu fungsi utama. Dalam pengerjaannya seni ukir menggunakan alat pahat dan palu. Hasil dari kegiatan seni ukir disebut ukiran. Ukiran ini pada umumnya melengkapi dan memperindah sebuah mebel/furniture seperti kursi, meja, dan kebutuhan hidup sehari-hari lainnya. Salah satu kota di Indonesia yang terkenal dengan keindahan ukiran kayunya adalah Kabupaten Jepara. Jepara adalah kabupaten yang terletak di pesisir utara Provinsi Jawa Tengah. Indonesia saat ini mengenal Jepara dengan hasil karya seni ukirnya. Pengukir dan seni ukir merupakan identitas kota yang juga menjadi motor utama pendapatan Jepara (27.7 % dari total produk domestik bruto Jepara). Dikenal sebagai Wood Carving Centre, ukiran khas Jepara bukan hanya terkenal dalam skala nasional, bahkan secara internasional. Pekerjaan ini bahkan mendapat penghargaan dari Menteri Hukum mengenai kekayaan geografis. dimana Ratu Shima yang memerintah Kerajaan Kalingga memiliki kerajaan beratap rumbia dan memiliki singgasana gading gajah yang diukir. Kemudian pada masa Kerajaan Islam, bangsa Portugis mencatat bahwa kerajaan Demak memiliki dermaga internasional yang terletak di Jepara. Dermaga ini dipimpin oleh Ratu Kalinyamatan yang terkenal sangat kaya pada zamannya. Ukiran kayu dan produk produk kayu ini tentunya merupakan komoditas utama dalam perdagangan masa lampau. Pada masa penjajahan bangsa Belanda, masyarakat Jepara tidak lagi terkenal secara regional, namun mencapai skala nasional dan internasional oleh campur tangan RA Kartini. RA Kartini menjadikan Kawedanan Jepara sebagai bengkel bagi para pengrajin untuk membuat furniture yang dilengkapi ukiran. Furniture tersebut sebagian dijual kepada rekan rekan RA Kartini yang berada di Semarang dan Batavia, sebagian dikirim langsung ke Belanda sebagai kenang kenangan tanda persahabatan. Dari keberhasilan dan keuntungan ini RA Kartini mencetuskan pembangunan sekolah yang mengajarkan masyarakat mengenai pendidikan ukir. Tiga wanita legendaris inilah yang mengukir kisah terkenalnya Jepara. Sejak saat itu ukiran Jepara berkembang pesat, baik dari seni patung maupun seni relief dan olah kayu menjadi mebel/furniture. Dari sejarah ini dapat disimpulkan bahwa apa yang dicapai oleh penduduk Jepara saat ini tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan mozaik yang sambung menyambung dimana cipta, karya, dan rasa para penggagas dan para pengrajin menjadi apa yang kita kenal sekarang yaitu Jepara sebagai Kota Ukir. Sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pengrajin dan seluruh masyarakat Jepara, pemerintah ingin menguri-uri budaya tersebut dalam Museum Ukir.
2. RUMUSAN MASALAH
Umum -
Terjadi kemunduran masyarakat Jepara dalam bidang seni ukir (profesi pengukir yang sekarang kurang dihargai, tidak adanya ketertarikan untuk memproduksi seni ukir karena lamanya proses pembuatan, harga jual yang tinggi kurang mendapat apresiasi publik) sehingga perlu ditanamkan kembali rasa apresiasi dan memiliki baik untuk masyarakat Jepara maupun masyarakat pada umumnya.
Perancangan -
Perlunya melakukan dokumentasi terhadap sejarah dan benda benda seni ukir dengan cara yang rekreatif dan interaktif terhadap pengunjung.
-
Dari hubungan interaktif tersebut diharapkan Museum menjadi kawasan edukatif dan rekreatif yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ingin melestarikan budaya mengukir di Jepara.
-
Diperlukan fasilitas publik yang mampu mewadahi komunitas seni ukir dan masyarakat Jepara pada umumnya.
3. TUJUAN & SASARAN TUJUAN Menyusun konsep perancangan yang tepat untuk satu fasilitas publik dimana bangunan/kawasan tersebut mampu melestarikan seni ukir baik dalam hal dokumentasi, rekreasi maupun mengedukasikannya kembali kepada masyarakat Jepara dalam bentuk pariwisata yang rekreatif dan interaktif. SASARAN
-
Menciptakan museum yang dapat membuat pengunjung mengerti bagaimana sejarah dan proses pembuatan karya sehingga terukir perasaan menghargai terhadap profesi tersebut
-
Menciptakan museum yang mampu mendokumentasikan dan merepresentasikan kebanggaan masyarakat Jepara sebagai masyarakat pengukir.
-
Menciptakan bangunan museum yang mampu berinteraksi aktif dengan pengunjung.
-
Menciptakan museum yang mampu mengakomodasi seluruh kebutuhan masyarakat dari berbagai kebutuhan, golongan dan usia.
-
Menciptakan kawasan pariwisata yang baru dan meningkatkan kualitas hidup sekitar museum.
4. LINGKUP PENGAMATAN Lingkup
pengamatan
meliputi
pembahasan
mengenai
sejarah
seni
ukir
dan
perkembangannya di Indonesia khususnya di Jepara dan wacana pemerintah terkait dengan pembangunan Museum Seni Ukir Kayu di Jepara.
5. METODE PENGAMATAN Metode yang digunakan dalam karya arsitektur ini : STUDI LITERATUR Studi literatur dilakukan dengan mencai data, teori, preseden dan standar yang terkait dengan perancangan museum melalui buku, internet, perpustakaan dan lain-lain. WAWANCARA Mendapatkan informasi dari beberapa narasumber untuk mendapatkan gambaran mengenai lingkungan dan isu yang diangkat baik secara umum maupun terperinci OBSERVASI LAPANGAN Pengamatan lapangan dilakukan untuk melihat secara langsung preseden dengan fungsi serupa serta mempelajari site dan alternative site dengan memperhatikan aspek-aspek terkait. ANALISIS Menelusuri, menanggapi data dan isu yang ada, serta mengidentifikasimya dengan memperhtikan standart acuan yang telah ada untuk memperoleh sebuah solusi desain bangunan. SINTESIS Mengamati dan dan menganalisis permasalahan yang ada, lalu diselesesaikan dengan pendekatan.
6. KEASLIAN PENULISAN Makalah dengan judul Museum Seni Ukir di Jepara sebelumnya belum ada. Namun beberapa makalah terkait yang dijadikan acuan oleh penulis : -
Museum Sejarah Bahari Sriwijaya di Kota Palembang (Erik Firman Saputra-3201 S)
-
Museum Bahasa Nusantara (Alfia Suci Rohmawati-3364 S)
7. KERANGKA PIKIR
Diagram 1.1 Kerangka Pikir Sumber : Penulis
8. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I. PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan kerangka penulisan yang ada dalam karya tulis, mencakup hal hal yang umum pula yang khusus. Hal yang disampaikan berupa latar belakang, rumusan masalah yang ditemukan, tujuan dan lingkup pengamatan, metode pembahasan, metode pengumpulan data, kerangka pikir, keaslian penulisan dan sistematika penulisan karya tulis. BAB II. TINJAUAN TENTANG JEPARA KOTA SENI UKIR Menjelaskan hal hal umum dan khusus terkait dengan Jepara yang dikenal sebagai Kota Ukir. Hal yang disampaikan berupa letak Kabupaten Jepara, sejarah seni ukir, masa kejayaan dan keterpurukan seni ukir, jumlah industri dan pekerja ukir. Bab ini juga menguraikan isu isu yang berkembang mengenai pembangunan Museum Ukir di Jepara, berikut pula diulas hasil survey penulis kepada beberapa responden yang terkait dengan Museum Ukir dan esai dari salah satu seminar yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jepara. BAB III. TINJAUAN TENTANG MUSEUM Bab ini menjelaskan definisi Museum dan teori teori yang mendukung tentang Museum dan menjelaskan beberapa studi kasus serta komparasi dari studi kasus tersebut. BAB IV. TINJAUAN PEMILIHAN LOKASI & ANALISIS PENDEKATAN Berisi alternatif pemilihan lokasi dan analisis perencanaan yang terkait dengan site seperti kebisingan, aksesibilitas BAB V. PENDEKATAN & KONSEP PERANCANGAN Pendekatan berupa analisis kebutuhan ruang, hubungan ruang, pengembangan ruang dengan pendekatan site, konfigurasi massa, bentuk, zonasi, organisasi ruang, sirkulasi ruang. Penjelasan mengenai konsep perancangan Museum Seni Ukir Kayu yang membedakannya dari museum lain, konsep perancangan ditunjukkan dengan tata massa, tata ruang, tata sirkulasi (wayfinding), tata bentuk, dan konsep perjalan kriya kayu di Jepara.