BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan Pemerintahan dengan Tata Praja Lingkungan yang baik (Good Environmental Governance), setiap kota berlomba-lomba melakukan upaya dan kegiatan terkait dengan gerakan peduli lingkungan. Hal inipun dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, yang bertujuan untuk merealisasikan dan mendukung Gerakan Indonesia Bersih untuk mewujudkan Indonesia yang bersih, asri dan indah (Berseri). Kunci utama untuk menselaraskan tujuan tersebut adalah kebersihan yang direpresentasikan melalui kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Namun, kondisi berkata lain, kepedulian masyarakat Kota Salatiga terhadap lingkungan masih terbilang rendah (Sumber: Sindonews.com, 11 Oktober 2013). Hal ini terbukti pada perilaku masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan. Seperti contohnya membuang sampah di sungai, yang mana tercatat data hingga pertengahan 2014 mencapai 50% (lima puluh persen) atau sekitar 60 dari 120 KM sungai sudah tercemar oleh limbah sampah (Sumber: Jawa Tengah Pos edisi 3 Mei 2014). Sampah yang tidak terurai dengan baik akan berdampak buruk bagi lingkungan, terutama sampah sejenis anorganik (plastik, kertas, logam dsb) akan menimbulkan masalah baru seperti banjir, pencemaran lingkungan, wabah penyakit, hingga efek ekternalisasi negatif terhadap Kota Salatiga itu sendiri. Dampak ini akan berakibat fatal jika tidak diantisipasi dari sumbernya. Disampaikan oleh Susanto, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga (yang selanjutnya disebut juga dengan Cipkataru), bahwa komponen sampah yang terbuang, baik di TPS ataupun TPA didominasi oleh limbah sampah rumah tangga (wawancara Pra penelitian 12 Juni 2014). Saat ini, volume sampah TPA Kota Salatiga yang terletak di Ngronggo diprediksi hampir mencapai 90 ton sampah/ hari. Dari volume tersebut, sampah rumah tanggalah menjadi
1
penyumbang terbesar (Sumber: Jawa Tengah Pos Edisi 20 Mei 2014). Sehingga harus ada usaha masif untuk merubah perilaku masyarakat tersebut. Kebersihan
dan
kesehatan
lingkungan
bukan
hanya
menjadi
tanggungjawab pemerintah, namun juga menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintah, swasta dan masyarakat sama-sama memiliki peranan penting, sehingga dibutuhkan sinergitas yang baik untuk mengatasi permasalahan ini hingga dapat terwujud sesasi Kota Salatiga Hati Beriman (sehat, tertib, bersih, indah dan nyaman). Kepedulian Pemerintah dan dukungan dari swasta dan masyarakat terhadap pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan menjadi faktor penting yang dapat memengaruhi terkendalinya peningkatan gunungan sampah di setiap harinya. Pramusinta, Kepala Bidang Kebersihan dalam wawancara pra penelitian menyampaikan, di tahun 2012 sudah mulai digerakkan kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah setiap bulan dengan mengundang sekitar seratusan orang perwakilan dari kecamatan, kelurahan, dan juga RT maupun RW se-Kota Salatiga. Namun, nampaknya informasi yang beraroma edukasi yang disampaikan pada berbagai perwakilan ini belum sepenuhnya sampai hingga tataran masyarakat paling bawah secara menyeluruh. Padahal masyarakat juga menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan percepatan untuk mewujudkan kawasan bebas sampah tersebut. Sehingga dampaknya kebersihan lingkungan Kota Salatiga belum terorganisir dengan baik. Ditambahkan oleh Pramusinta, tepatnya 13 Oktober 2013 diresmikanlah Paguyuban Pemberdayaan Lingkungan Kota Salatiga berbasis 3R (PPLB 3R). Sebelum diresmikan, PPLB 3R sudah melakukan kegiatan kelola sampah di daerah tinggal maisng-masing, namun hingga saat itu baru sekelumit masyarakat yang mau bergerak untuk mengelola sampah dengan baik. Sehingga secara legal baru diresmikan di akhir tahun 2013. Paguyuban ini dibentuk bertujuan untuk membantu pemerintah mengelola sampah di Kota Salatiga. Disampaikan
Siti
Masrura,
Ketua
II
Paguyuban
Pemberdayaan
Lingkungan Kota Salatiga Berbasis 3R, dukungan pemerintah dan swasta dalam percepatan pengelolaan sampah dengan terbentuknya kawasan bebas sampah
2
sangat diharapkan. Secara teori memang sangat mudah, namun praktiknya banyak mengalami kendala. Sebagian mereka sebagai pengambil keputusan (masyarakat dan swasta) belum melakukan pengelolaan sampah di lingkungannya, sehingga masih mengalami kesulitan untuk keluar dari “lingkaran” perilaku tidak sehat dengan membuang sampah sembarangan. Di samping itu juga budaya masyarakat Kota Salatiga secara berkelompok sangat kuat pengaruhnya antara satu dengan lainnya, yaitu menauladani pada pimpinan atau yang dianggap sesepuh di daerah tersebut. Contohnya: jika hari ini secara individu bisa memilah sampah atau membuang sampah pada tempatnya, esok hari sudah tidak lagi membuang sampah pada tempatnya (membuang sampah sembarangan) atau bahkan tidak memilah sampah (wawancara pada tanggal 10 September 2014). Sebagai bentuk komitmen Pemerintah terhadap kelestarian dan citra Kota Salatiga, di tahun 2013-2014 Dinas Cipkataru merasa perlu mengkaji ulang strategi komunikasi yang telah dilakukan, guna memperbaiki kondisi tersebut dengan memberikan edukasi kepada masyarakat dalam mengelola sampah secara tepat yang kini disebut dengan kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah. Kegiatan ini berbeda dengan sebelumnya, yang mana kegiatan ini lebih menitikberatkan pada perilaku masyarakat secara langsung agar lebih loyal tehadap lingkungan sekitar. Dalam pelaksanaanya pemerintah melibatkan berbagai stakeholders. Secara terpadu pemerintah bersinergi dengan swasta dan masyarakat berdasarkan azas kemitraan. Diharapkan kegiatan ini dapat meningkatkan derajat kesehatan lingkungan dan masyarakat dengan mengurangi sampah dari sumbernya untuk mencapai masyarakat
Salatiga
yang bersih, sehat, serta
meningkatkan
kemandirian. Dari latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat serta menganalisis penyebaran atau aktifitas transfer informasi yang dilakukan oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dalam membangun kesadaran masyarakat untuk peduli lingkungan.
3
2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana strategi kampanye Dinas Cipta Karya dan Tata ruang dalam upaya membangun kesadaran masyarakat peduli lingkungan melalui gerakan bank sampah periode 2013-2014 ?.
3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: untuk mengetahui dan memaparkan strategi dan implementasi kampanye yang dilakukan Dinas Cipta Karya dan Tata ruang sebagai upaya membangun kesadaran masyarakat agar peduli lingkungan melalui gerakan bank sampah periode 20132014.
4. Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Secara Teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian studi Ilmu Komunikasi terkait praktik kampanye sosial oleh instansi Pemerintah, terutama dalam strategi kampanye membangun kesadaran masyarakat peduli lingkungan di Kota Salatiga. b. Secara Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dan praktik kampanye sosial di instansi Pemerintahan.
5. Obyek Penelitian Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Cipkataru) dengan alamat Jl. Ahmad Yani No. 14 Telephone: (0298) 326945 email:
[email protected].
4
6. Kerangka Pemikiran Untuk melakukan penelitian ini, perlu adanya kerangka pemikiran sebagai sebuah alur fikir sehingga memudahkan Penulis mengenali, mengidentifikasi dan menjawab rumusan masalah penelitian. Adapun kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut:
A. Kampanye Sosial Sebagai Kampanye Komunikasi Publik Kampanye pada umumnya lebih dikenal sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh partai-partai politik di berbagai Negara. Namun, perlu diketahui bahwa kampanye juga dilakukan dalam berbagai bidang, seperti kampanye sosial, kampanye politik, kampanye kesehatan, dsb. Kampanye dapat dikategorikan sesuai dengan tujuan dan objek sasaran. Seperti halnya kampanye sosial. Jika dipahami per-suku kata, kampanye merupakan konsep yang lahir kemudian setelah propaganda dan kegiatan komunikasi yang dilakukan secara terencana dan lebih moderat, terbuka, toleran, dengan waktu terbatas atau jangka pendek dan program yang jelas, persuasif serta dapat diidentifikasikan secara jelas narasumbernya (komunikator) dan selalu berkonotasi positif (Ruslan, 2008:22). Sedangkan sosial sendiri merupakan suatu hal yang berhubungan dengan masyarakat (society). Sosial disini diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Maka jika dikolaborasikan istilah kampanye sosial merupakan aktifitas komunikasi yang terencana, berorientasi terhadap suatu perubahan yang terjadi pada target sasaran yakni masyarakat. Dari segi pesan kampanye bersifat persuasif, maka program kampanye merupakan kegiatan yang bertitik tolak untuk memotifasi atau membujuk, merubah pola pikir, sikap maupun perilaku public. Seperti yang dijelaskan oleh Kotler dalam Venus (2004: 12) mengenai sosial campaign sebagai ideological or cause oriented campaign yakni kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi pada suatu perubahan sosial. Kampanye ini ditujukan
untuk
menangani masalah-masalah sosial melalui sikap dan perilaku publik terkait.
5
Pada prinsipnya, berbagai jenis kampanye yang tidak tergolong dalam kategori kampanye politik ataupun kampanye produk dapat dimasukkan dalam kategori kampanye sosial. Maka dari hal ini cakupan kampanye sosial ini sangat luas, mulai dari kampanye kesehatan, kampanye kebersihan lingkungan, kampanye pendidikan, kampanye kemanusiaan seperti kampanye perlindungan anak, dsb. Sebagai contohnya, seperti pemahaman mengenai kampanye komunikasi publik seperti yang dijelaskan Rogers & Storey (1987); Weiss & Tschirhart (1994) dalam Coffman (2002: 5): “Public communication campaigns use the media, messaging, and an organized set of communication activities to generate specific outcomes in a large number of individuals and in a specified period of time. Public communication campaigns are an attempt to shape behavior toward desirable sosial outcomes.” Pengertian kampanye komunikasi publik dipahami sebagai suatu aktifitas komunikasi yang dilakukan melalui media tertentu, pesan dan aktifitas komunikasi yang terorganisir untuk mendapatkan hasil yang spesifik dari sejumlah individu yang besar dalam jangka waktu tertentu. Maka, Pada prinsipnya kampanye komunikasi publik dilakukan berorientasi untuk menarik minat dan merubah sikap dan atau perilaku publik. Jika dikaitkan dengan penjelasan kampanye komunikasi publik yang ditawarkan Coffman, kampanye sosial dapat dikategorikan dalam kampanye perubahan peilaku individu. Sebab dalam aktifitasnya, kampanye sosial juga memberikan informasi dan edukasi kepada publik. Berdasarkan output, kampanye komunikasi publik tidak bersifat profit oriented, akan tetapi tujuan akhir yang diharapkan yakni pada perubahan sikap atau perilaku publik (sosial outcomes). Dari semula “belum tahu” menjadi “tahu”, hingga adanya perubahan perilaku. Orientasi sebuah kegiatan kampanye komunikasi menentukan tujuan yang ingin dicapai, maka harus didasari oleh adanya pengorganisasian dan perencanaan tindakan secara sistematis dan strategis. Seperti model yang ditawarkan oleh seorang teoritisi dan praktisi Jerman Leon Ostegaard (2002) menciptakan model
6
untuk program kampanye perubahan sosial dengan ideological or cause-oriented campaigns. Model tersebut seperti yang tergambar di gambar 1 sebagai berikut:
Problem
Campaign
Knowledge
Attitude
skills
Behavior Reduce Problem Gambar 1.1. Model Kampanye (Sumber: Venus, 2004: 15)
Dari bagan di atas dapat dipahami bahwa aktifitas komunikasi seperti kampanye dilakukan berangkat dari sebuah masalah penting yang harus diketahui oleh masyarakat banyak dan pencarian solusi dari permalasahan tersebut atau yang disebut dengan prakampanye. Kegiatan tersebut dibentuk bertujuan untuk mempengaruhi, mengajak, membujuk, mengedukasi, memberi pengetahuan atau ideology baru, merubah pola pikir atau merubah perilaku public. Sedangkan Dozier et.al. (2001:232) memetakan dua jenis kampanye yaitu persinggungan antara kampanye komunikasi publik dan kampanye humas. Yakni mengarahkan masyarakat pada perubahan pengetahuan, sikap/kesadaran dan prilaku (Knowledge, Awareness dan Behavior (KAB)). Perbedaan masing-masing kampanye tersebut dilihat dari objek sasaran kampanye tersebut. Kampanye komunikasi publik dirancang sebagai kontrol sosial kepada masyarakat, sedangkan kampanye humas dirancang sebagai fungsi manajemen untuk membangun dan menjadi hubungan yang saling menguntungkan antara publik dan organisasi sehingga dapat menunjang eksistensi organisasi. Hal ini dapat dilihat dalam bagan berikut:
7
Gambar 1.2 Pemetaan konsep kampanye humas dan kampanye komunikasi publik
PR Domain Manajement function to establish and maintain mutually benefial relationships
Campaign Targeted at KAB of Populations
PCC Domain Purposive intentions to change other for noncommercial benefits to individuals or society
Sumber: Diadopsi dari Dozier, et.al (2001)
Dijelaskan oleh Atkin dan Rice (2013: 3) bahwa kampanye komunikasi publik sebagai upaya yang bertujuan untuk memberikan informasi atau mempengaruhi pola pikir atau perilaku terhadap sejumlah individu dalam waktu tertentu dengan menggunakan aktivitas komunikasi yang terorganisir melalui sebuah media. Secara umum tujuan kampanye komunikasi public yakni untuk memproduksi noncommercial benefit atau keuntungan non materiil dari individu dan masyarakat yang dipengaruhi. Seperti yang disampaikan oleh salah satu akademisi sekaligus praktisi Public Relations (PR) London School of Public Relations (LSPR) Jakarta, Prita Kemal Gani (2014) dalam salah satu artikelnya mengenai kampanye sosial yang dipahami
sebagai
sebuah
proses
komunikasi
yang
dilakukan
untuk
menyebarluaskan pesan-pesan penting yang sangat diperlukan masyarakat. Yang diakui ada banyak inovasi, ide, gagasan yang bersifat sosial, penting untuk disampaikan kepada publik. Seperti contohnya gagasan pemerintah mengenai kebersihan lingkungan, yang ditunjukkan dengan kebiasaan membuang sampah secara tepat. Hal ini merupakan suatu gagasan yang tentu perlu disebarluaskan kepada masyarakat. Disadari bahwa sampah tidak hanya merusak kesehatan manusia tapi juga menimbulkan masalah ekologi.
8
Adapun pelaku atau pelaksana kampanye selalu berupa kelompok dan bukan individu, seperti contohnya pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan kalangan swasta lainnya. Artinya kampanye tidak dilakukan oleh pelaku tunggal, melainkan sebuah tim kerja (teamwork). Seperti yang disampaikan Zalmant dkk dalam Venus (2004: 54) bahwa terdapat dua kelompok tim kerja dalam praktik kampanye sosial yakni leader (pemimpin atau tokohtokoh) yang terdiri dari koordinator pelaksana, penyandang dana, petugas administrasi dan pelaksana teknis. Kelompok lainnya adalah pendukung (supporter) yang terdiri dari petugas lapangan, penyumbang, dan simpatisan. Implementasinya, kampanye merupakan aktifitas komunikasi yang strategik dan terencana, maka dikenal dengan istilah perencanaan komunikasi. Perencanaan ini sangat penting untuk dilakukan, sebab tanpa ada sebuah perencanaan sebuah kegiatan akan sia-sia tak berarah. Perencanaan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan suatu kegiatan, termasuk penemuan fakta di lapangan, perencanaan strategi dsb. Sehingga ketika eksekusi, dapat tercapai tujuan yakni pesan yang dibawa dalam aktifitas kampanye tersebut mengena pada audience dan menciptakan hasil yang maximal, yaitu mendapatkan feedback yang positif. Jika dikerucutkan, kegiatan kampanye sosial dalam penelitian ini merupakan aktifitas komunikasi untuk menyebarkan informasi melalui suatu kegiatan atau aksi yang bertujuan mendidik atau merubah pola pikir atau perilaku public. Menurut Guttman (1997) dalam Parrot dkk (2002: 635) dalam Persuasion Handbook, bahwa kampanye merupakan sebuah kegiatan sosial: “campaign are inherently sosial events, depending on the impact than human communication has on the behavior of other human, health campaigns are imminently sosial, as the meaning of health is sosially constructed. Identifying the sosial processes that contribute to the particular definition of health within a group, and striving to assess whether personal and sosial responsibility are compatible with sosial values.” Pada dasarnya jenis kampanye itu berbeda dan dengan interfensi yang berbeda pula, namun focus mereka adalah sama, yakni mencoba mempengaruhi
9
pola berpikir audiens, atau menawarkan gagasan tertentu untuk meraih tujuan khusus. Berdasarkan pernyataan Parrot dkk di atas, bahwa kampanye suatu yang tak terpisahkan dari kegiatan sosial atau yang berkaitan dengan public, bergantung pada impact yang akan dibentuk di masyarakat. Contohnya dalam kampanye kesehatan, hal ini sangat dekat dengan masyarakat. Kampanye sosial, diidentifikasi sebagai kegiatan yang mengandung atau mengarah pada interfensi yang bernilai sosial. Seperti kampanye yang dilakukan Parrot dkk, merupakan kampanye kesehatan dengan topik kampanye HIV AIDS. Berdasarkan konteksnya, perhatian para pelaku kampanye tersebut termasuk kategori kampanye sosial. Sebab pengetahuan mengenai kesehatan di tengah masyarakat merupakan hal vital yang dibutuhkan masyarakat. Sehingga perlu adanya perhatian dari kelompok tertentu pelaku kampanye, melalui suatu aktifitas komunikasi guna menyebarkan informasi yang bernilai sosial guna mengedukasi masyarakat terhadap pentingnya pengetahuan mengenai bahaya atau resiko sex bebas dan berpotensi menyebabkan penyakit HIV AIDS. Dengan demikian, jika ditarik satu benang merah, merujuk pada berbagai pengertian dan pendapat para ahli, bahwa kampanye khususnya kampanye sosial merupakan suatu kegiatan yang sengaja dibentuk, dengan perencanaan strategic dan manajemen yang terstruktur serta kegiatan yang terorganisir dalam durasi waktu tertentu dan bertajuk sosial.
B. Strategi Kampanye Komunikasi Publik Program komunikasi dilakukan tidak selalu muncul semata-mata disebabkan oleh factor-faktor komunikasi, maka sangat penting juga untuk dilakukan
penyelesaian
masalah
dengan
membenahi
factor-faktor
non
komunikasi. Di sisi lain juga perlu diusulkan program-program tindakan yang harus dilakukan guna menunjang suatu penyelesaian masalah. Mengadopsi seperti yang disampaikan Putra (1999: 53) dalam suatu kampanye kebersihan, pelaku kampanye tidak semata-mata mengusulkan dan menjalankan program komunikasi seperti memilih saluran, membuat pesan dan sebagainya, tetapi juga mengusulkan program tindakan yang harus diambil. Seperti contohnya dengan mengusulkan
10
tong sampah di tempat umum, menyediakan pengangkut sampah dari tempattempat umum tadi ke tempat pembuangan akhir dan sebagainya. Menurut Venus (2012:147) tujuan yang bisa dicapai dalam program kampanye adalah menyampaikan pemahaman baru, memperbaiki kesalahan, menciptakan
kesadaran,
mengembangkan
pengetahuan,
menghilangkan
prasangka, menganjurkan suatu kepercayaan, mengkomfirmasi persepsi, serta mengajak khalayak untuk melakukan tindakan tertentu. Pfau dan Parrot mengungkapkan terdapat tiga tahapan yang dilakukan dalam pengelolaan kampanye komunikasi, yakni a) perencanaan, b) pelaksanaan c) dan evaluasi. Tiga hal ini dilakukan secara berurutan (Pfau dan Dillard, 2004: 634). Dalam
pelaksanaan
kegiatan
perlu
adanya
perancangan
strategi
perencanaan komunikasi yang tentunya berpedoman pada elemen komunikasi. Sebab komunikasi merupakan elemen vital yang menjadi faktor keberhasilan dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Adapun elemen tersebut who says what, to whom through, what channels and what effects. Strategi yang dijalankan dalam perencanaan komunikasi harus diawali dengan langkah-langkah sebagai berikut (Cangara, 2013:108): a. Menetapkan komunikator, yakni dalam kajian komunikasi, komunikator menjadi sumber dan kendali semua aktifitas komunikasi. Adapun konteks komunikator disini, harus memahami bagaimana penyusunan pesan, pemilihan media yang tepat, dan strategi pendekatan khalayak target sasaran. Untuk itu seorang komunikator merupakan ujung tombak dari suatu program. Syarat yang harus dipenuhi seorang komunikator adalah a) tingkat kepercayaan orang lain terhadap dirinya (credible), b) daya tarik (attractive) dan c) kekuatan atau kekuasaan (power). b. Menetapkan target sasaran. Dalam studi komunikasi, masyarakat disebut sebagai khalayak (audience), sementara dalam dunia bisnis disebut dengan istilah pasar, dan dalam dunia politik masyarakat biasa disebut dengan publik. Memahami masyarakat terutama yang akan menjadi target sasaran dalam program komunikasi merupakan hal yang sangat penting, sebab
11
semua aktifitas komunikasi diarahkan pada mereka. Dari masyarakat inilah yang menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan program komunikasi. Seperti yang dikutip Putra (1999: 40) dalam (Jablin & Krone, 1987: 71) dalam general system theory, sebuah organisasi diibaratkan sebagai sebuah system, yakni satu satuan yang terdiri atas berbagai bagian yang saling berinteraksi dan saling bergantung satu sama lainnya dalam suatu usaha untuk mencapai tujuan. Sebuah system di samping memiliki bagian-bagian yang kemudian dikenal dengan subsistem, ia juga berada dan berinteraksi dengan system yang lebih besar, yang disebut sebagai supra system. c. Menyusun Pesan dan tujuan. Pesan sangat bergantung pada program yang akan dilakukan. Jika program tersebut dalam konteks sosial, maka pesan yang diusung juga bertemakan sosial, begitu juga dalam kegiatan kampanye politik, pesannyapun berunsur politik contohnya mencari dukungan pada seseorang kandidat politik. Kebanyakan pelaku kampanye, utamanya pemerintahan tentu sudah mengetahui bagaimana dengan publiknya, lebih tepatnya mereka dapat menyesuaikan pesan yang tepat untuk publiknya guna menghindari pesan yang yang bersifat menjebak (Garnett, 1992: 41). d. Memilih media dan saluran komunikasi. Dalam memilih media komunikasi yang harus digunakan maka harus mempertimbangkan serta menyesuaikan isi dan tujuan isi pesan yang akan disampaikan. Begitu banyak media komunikasi saat ini guna menginformasikan pesan kepada khalayak hingga sampai pada target sasaran, serta dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Pemilihan media ini dapat disesuaikan berdasarkan latarbelakang audience, ataupun tujuan kampanye agar pesan yang dikemas mengena kepada audience. e. Efek komunikasi. Semua program komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan yakni memengaruhi target sasaran. Efek komunikasi ini sangat penting dalam proses kegiatan komunikasi. Dengan adanya efek komunikasi ini dapat diketahui berhasil tidaknya kegiatan komunikasi yang dilakukan (Cangara, 2013: 139).
12
Selain indikator berdasarkan elemen komunikasi tersebut, menurut Newsom, et.al (1994:475-477) bahwa elemen yang dapat membuat kampanye berhasil juga berdasarkan intention atau tujuan kampanye. Yakni pertama, education. Sebuah kampanye yang bertujuan untuk mencerahkan publiknya, memberitahu sesuatu yang mereka belum tahu, memberikan mereka perspektif atau cara pandang lain atau baru pada sesuatu yang telah mereka ketahui. Kedua, engineering, yakni tujuan kampanye sebagai sarana untuk meyakinkan public agar melakukan apa yang menjadi tujuan kampanye. Ketiga, enforcement, yakni tujuan kampanye untuk mendorong individu atau kelompok melakukan apa (pesan) yang dikampanyekan. Keempat, entitlement-reinforcement. Publik diyakinkan akan seruanseruan kampanye. Upaya ini diperkuat dengan reinforcement yakni upaya memperkuat pesan dengan mengulang pesan secara terus menerus sehingga publik tidak lupa dan juga agar pesan tersebut dapat menjangkau anggota publik baru. Dengan memperkuat pesan ini public akan terus mengingat dan pesan ini akan melekat dalam benak mereka. Kelima, evaluation. Evaluasi adalah sebuah laporan kampanye tertulis yang berguna untuk mengetahui perubahan prilaku atau hasil yang dicapai dari aktivitas kampanye, kapan, serta pada publik mana perubahan tersebut terjadi.
C. Faktor-faktor Pendukung Keberhasilan Kampanye Sosial Kampanye merupakan kegiatan yang melibatkan berbagai sumber daya yang besar, tidak hanya materi namun juga sumber daya lainnya seperti pikiran, tenaga, waktu dan teknologi. Tentunya dari usaha tersebut pelaku kampanye berharap suatu keberhasilan yang hendak diraih. Keberhasilan dari kegiatan kampanye tentu tak luput dari hal yang menunjang serta hal yang menghambat. Seperti yang disampaikan Atkin dan Rice (1989: 14) peran media massa, peran komunikasi antarpribadi, karakteristik sumber media, evaluasi formatif, himbauan pesan, perilaku preventif, kesesuaian waktu, aksesibilitas dan kecocokan, merupakan faktor-faktor yang menunjang keberhasilan sebuah kampanye.
13
Selain faktor-faktor tersebut sebagaimana dikutip Windahl. et.al (2008) mengenai faktor-faktor yang mendukung keberhasilan suatu kampanye yaitu pertama penetapan tujuan yang realistis sesuai dengan situasi masalah dan sumber daya yang tersedia, umumnya sebagian besar keberhasilan kampanye dikarenakan tujuan yang realistis. Kedua adapun penyampaian pesan kampanye tidak hanya menggunakan media massa, namun perlu pemanfaatan saluran komunikasi lain, terutama saluran komunikasi antarpribadi, face to face. Serta ketiga dalam perencanaan kampanye perlunya dan harus mengetahui publik yang disasar secara memadai. Di sisi lain, berdasarkan analisis Hyman dan Sheatsley sebagaimana dikutip Kotler (1989) bahwa keberhasilan sebuah kampanye juga dapat terhambat oleh beberapa faktor. Pertama ketidaktahuan khalayak mengenai pesan kampanye yang disebabkan oleh ketidakseriusan khalayak memperhatikan pesan, sehingga tidak mampu memahami isi pesan kampanye. Kedua, ketidaktepatan pelaku kampanye dalam menentukan target sasaran. Ketiga, ketidakinginan khalayak untuk menerima informasi yang tidak sesuai dengan apa yang telah diyakini. Keempat, minimnya ketertarikan dan keterlibatan publik terhadap isu kampanye yang mengakibatkan kurangnya dukungan publik.
7. Konsep Penelitian Pada penelitian ini, peneliti mencoba menggambarkan secara sederhana strategi dan implementasi implementasi kampanye sosial yang dilakukan Dinas Cipkataru selaku motor serta pelaksana tugas pokok dan fungsi, yang akan dilihat dari sisi komunikasi dan koordinasi baik secara internal maupun eksternal manajemen. Untuk memudahkan peneliti dalam memahami alur pikir dalam penerapan teori-teori yang digunakan, maka perlu adanya sebuah konsep penelitian yang penting untuk dipaparkan. Dalam penelitian ini praktik kampanye sosial yang dimaksud adalah upaya terencana oleh pihak yang jelas dengan maksud mengubah perilaku anggota masyarakat melalui pengembangan wacana tentang sesuatu yang dianggap penting bagi masyarakat. Kampanye sosial dalam penelitian`ditinjau pada sisi
14
strategi Dinas Cipkataru (sebagai motor) dalam upaya membangun kesadaran dan merubah perilaku audiens (masyarakat Kota Salatiga) melalui sebuah kegiatan yang dinamakan sosialisasi pengelolaan sampah. Lebih spesifiknya target sasaran dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga. Selain sebagai penyumbang sampah terbesar, ibu rumah tangga juga menjadi salah faktor penentu terwujudnya Kota Salatiga yang hijau dan bersih. Sebab ibu rumah tangga dapat memulai transfer pengetahuannya melalui lingkup utama yaitu keluarga. Proses dan praktik kampanye dalam penelitian ini fokus pada periode 2013-2014, sebab pada tahun tersebut mulai berkembang dan terbentuknya kelompok-kelompok peduli sampah, sehingga menarik untuk ditinjau. Strategi kampanye pengelolaan sampah, dimaknai sebagai kegiatan edukatif, inovatif dan informatif. Strategi yang dimaksud disini adalah proses komunikasi yang terintegrasi oleh Dinas Cipkataru Kota Salatiga beserta mitra kerja (PKK Kota, Kantor Lingkungan Hidup, Paguyuban Pemberdayaan Lingkungan Berbasis 3R Kota Salatiga, Komunitas Relawan, dsb) dalam melakukan edukasi bagaimana mengelola sampah yang baik dan tepat kepada masyarakat Kota Salatiga. Meski topiknya pengelolaan sampah, namun tidak selalu berkutat pada sampah saja. Artinya pengelolaan sampah disini ialah mengelola lingkungan termasuk kebersihan dan penghijauan. Dalam kaitannya dengan kampanye sosial, komunikasi merupakan hal pokok dan penting, sehingga perlu adanya pengolahan yang baik. Komunikasi dalam penelitian ini diartikan sebagai “bagaimana praktik penyampaian pesan/informasi kampanye yang dilakukan oleh Dinas Cipkataru Kota Salatiga dalam membangun kesadaran masyarakat peduli lingkungan”. Yakni bagaimana pihak Dinas Cipkataru beserta stakeholders-nya melakukan proses perencanaan dan implementasi kegiatan kampanye pengelolaan sampah. Mengacu pada tahapan yang ditawarkan Pfau dan Dillard (2004: 634) yakni a) perencanaan, b) pelaksanaan c) dan evaluasi. Tiga hal ini dilakukan secara berurutan yakni sebagai berikut:
15
a. Perencanaan - Dalam tahap perencanaan lebih awalnya adalah permasalahan sudah diketahui secara pasti. Maka dilakukan pendefinisian masalah baik factor penyebab atau peluang. Permasalahan ini bisa diketahui berdasarkan penelitian, analisa dan penilaian terhadap persepsi dari actor-actor kunci dalam organisasi, unit organisasi yang relevan yang dapat memberikan opini atau penilaian. Permasalahan tersebut dapat juga ditemukan melalui hasil evaluasi kegiatan yang serupa dilakukan di periode atau tahun sebelumnya. Selain itu dianalisa juga berdasarkan visi, misi, sumber daya dan reputasi orgnaisasi. Kemudian analisa tersebut juga dapat diambil dari opini dari pihak-pihak terkait serta laporan di lapangan, seperti dari berita di media. - Setelah teridentifikasi
permasalahan kemudian
dilakukan
proses
perancangan perencanaan. Yakni meliputi a) perencanaan tujuan atau sasaran untuk menjawab atau menyelesaikan masalah b) penentuan target sasaran (public) untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. c) perencaan pesan, pesan ini yang akan membantu organisasi dalam mencapai tujuan. d) aksi atau tindakan dan komunikasi (strategi) yaitu berkaitan dengan apa dan bagaimana cara agar tujuan program dapat dicapai. e) perencanaan saluran komunikasi yang relevan, mudah dan dianggap memberi keuntungan lebih dan efektif. b. Pelaksanaan Dalam pelaksanaan tentu saja berdasarkan perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Yakni memenuhi prinsip-prinsip berikut. Pertama, kredibilitas komunikator dalam menyampaikan pesan. Kedua, konteks pesan yang disampaikan harus sesuai dengan fakta dilapangan. Ketiga, isi pesan yang disampaikan harus relevan dan segmented dengan situasi penerima. Keempat, pesan yang diberikan menggunakan bahasa dan symbol yang sederhana dan mudah diterima audiens. Kelima, kontinuitas dan konsistensi terkait pesan yang disampaikan. Keenam, saluran yang digunakan merupakan saluran yang relevan, mudah dan memberikan keuntungan lebih.
16
Ketujuh, kesanggupan khalayak yang mengeluarkan usaha minimal untuk menangkap pesan yang diberikan. c. Mengevaluasi program. Dalam tahap ini menggambarkan bagaimana Dinas Cipkataru mengevaluasi implementasi kampanye sosial yang dilakukan kepada publik, yakni melihat seberapa baik langkah yang telah dilakukan melalui perkembangan atau efek yang didapat dari perilaku atau pola pikir masyarakat. Meski perilaku dan pola pikir ini dianggap tidak bisa dinilai melalui prosentase dalam angka, namun jika terdapat perubahan yang positif pada masyarakat dengan mulai memilah, memanfaatkan kembali barangbarang bekas, atau sudah mampu mendaur ulang. Proses perkembangan ini dapat dilihat melalui proses. Dengan ini dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan kampanye tersebut. Adapun konsep penelitian dalam penelitian ini akan disederhanakan dalam tabel sebagai berikut:
17
Tabel 1.1. Operasional Konsep Konsep Kampanye Sosial
Makna Konsep Aktifitas komunikasi yang dilaksanakan oleh Dinas Cipkataru pada kegiatan Pengelolaan sampah yang bertujuan untuk menyebarkan informasi, mengedukasi, advokasi atau dukungan masyarakat agar peduli terhadap masalah sampah.
Dimensi Perencanaan
Indikator 1) Mengkaji mengenai kondisi dan mindset masyarakat dalam menyikapi lingkungan khususnya pada sampah 2) Implementasi pelaksanaan kebijakan 3) Identifikasi permasalahan yang menjadi faktor sosialisasi ini harus dilakukan 4) Perumusan kegiatan Dinas Cipkataru terkait isu lingkungan khususnya sampah 5) komunikasi yang efektif, metode edukasi, pemilihan pesan dan media / aksesbilitas (strategi dan taktik) Implementasi Realisasi unsur-unsur dan kampanye tujuan kampanye oleh (aksi dan Dinas Cipkataru: berkomunika 1) Pemilihan personil si) penanggungjawab dalam implementasi kampanye pengelolaan sampah; 2) mengkonstruksi dan mencocokkan pesan serta informasi kampanye 3) menyesuaikan materi atau pesan dengan segmentasi audience 4) menyeleksi penyampaian pesan, waktu, dan tempat; Monitoring & 1) Mencari respon dari Evaluasi penyelenggara & target sasaran kampanye
18
sebagai bentuk monitoring dan evaluasi sementara yang dilihat dari segi: pelaksanaan kampanye, isi pesan, media dan metode pendistribusian pesan, manfaat kampanye, dan efek yang diterima. 2) Pembuatan laporan berdasarkan tahap kemajuan terkait realisasi rencana kampanye dan temuan di lapangan. 8. Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian kualitiatif dipilih karena dianggap sesuai dengan kebutuhan penelitian dalam memahami serta menganalisis praktek kampanye sosial pengelolaan sampah kota Salatiga. Metode deskriptif dipilih peneliti dengan harapan mampu memberikan gambaran lengkap dan komprehensif dari seluruh narasumber serta pencatatan yang rijid dari berbagai fenomena yang ditemukan dilapangan penelitian dan hasilnya dapat dipaparkan melalui analisis yang mendalam. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Pendekatan ini diharapkan dapat menjelaskan temuan-temuan di lapangan lebih rinci, mendalam dan menyeluruh. Proses penelitian ini dilakukan: 1) peneliti terjun langsung (sebagai instrument penelitian) di lapangan dengan melakukan wawancara kepada beberapa narasumber, 2) peneliti melakukan pengamatan dan penelaahan dokumen, serta data lain yang compatible guna menguraikan praktik kampanye sosial pengelolaan sampah khususnya di pemerintah Kota Salatiga. A. Teknik Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data, penelitian ini memerlukan pemahaman secara menyeluruh mengenai praktik kampanye sosial pengelolaan sampah yang
19
dilakukan oleh Dinas Cipkataru. Oleh dengan itu, penelitian ini akan mengumpulkan data dan menganalisis praktik kampanye tersebut dari proses pendefinisian masalah, perencanaan, pemrograman hingga hasil yang dilihat berdasarkan timbal balik atau respon dari public kampanye ini yaitu masyarakat Kota Salatiga. Maka teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara dan analisis dokumentasi.
1. Teknik wawancara Teknik wawancara dilakukan dengan indepth interview atau wawancara mendalam kepada pihak-pihak yang terkait dengan kampanye sosial. Wawancara dilakukan berdasarkan interview guide atau instrumen wawancara yang disusun untuk memandu proses wawancara pada narasumber yang ditentukan secara purposif dengan informasi yang ingin didapat. Selain itu wawancara tersebut bersifat open ended question, sehingga data dapat berkembang seberjalannya wawancara tersebut masih berlangsung. Adapun narasumber yang ditentukan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Bapak Susanto selaku Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga, yakni untuk menggali informasi mengenai bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan. b. Bapak Pramusinta selaku Kepala Bidang Kebersihan sekaligus Ketua Pelaksana kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah Kota Salatiga, yakni untuk menggali informasi mengenai bagaimana perilaku masyarakat Kota Salatiga dan bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah khususnya Cipkataru dalam permasalahan yang menyangkut pengelolaan sampah Kota. c. Bapak Udiyanto selaku Kepala UPT TPA Kota Salatiga, yakni dengan maksud untuk menggali informasi bagaimana kondisi lapangan (Kota Salatiga) mengenai seperti mobilitas sampah masyarakat d. Endah, Pengelola Paguyuban Kelola Sampah Berkah Lestari dan sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah dalam hal membangun Kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Yakni untuk melihat
20
bagaimana perannya dalam membangun kesadaran warga dalam pengelolaan sampah. e. Siti Masrura, Ketua II Paguyuban Pemberdayaan Lingkungan Kota Salatiga Berbasis 3R, untuk mengetahui sejauh mana peran dan efektifitas upayanya membangun kesadaran warga dalam pengelolaan sampah. f. Pujo, Koordinator Komunitas Relawan Independen Kota Salatiga, untuk mengetahui perannya dalam penghijauan Kota Salatiga.
2. Dokumentasi. Adapun jenis data yang akan diolah berdasarkan dokumentasi yakni sebagai berikut: a. Data
primer
yang
dibutuhkan
adalah
transkrip
wawancara
berdasarkan hasil wawancara dari berbagai narasumber, dokumen terkait visi dan misi, struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi Dinas Cipkataru. Data ini akan ditampilkan dalam lampiran. b. Sedangkan data sekunder diperoleh antara lain dari teori-teori yang berkenaan dengan kampanye, pemikiran para ahli terkait dengan strategi perencanaan komunikasi dan evaluasi dalam praktik kampanye sosial. B. Teknik analisis data Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang dilakukan saat pengumpulan data berlangsung dan setelah usai pengumpulan data dan dalam periode tertentu. Ketika penelitian dan proses pengumpulan data di lapangan dilakukan, maka akan terkumpul berbagai macam data berupa catatan lapangan dan komentar atau percakapan peneliti dengan narasumber, foto, dokumen berupa laporan, arsip, biografi, artikel, dan sebagainya. Maka tugas peneliti ialah mengatur, mensortir, mengurutkan dan mengkategorikan data yang layak dan sesuai kebutuhan penelitian. Dengan itu peneliti dapat menarik suatu kesimpulan di akhir penulisan laporan penelitian. Tahapan analisis data tersebut sebagai berikut:
21
1.
Data Collection Atau pengumpulan data adalah berbagai data yang telah dikumpulkan
dilapangan baik itu hasil wawancara, dokumentasi dan materi audio visual yang terkkait dengan praktik kampanye sosial pengelolaan sampah Kota Salatiga periode 2013-2014. Dalam pengumpulan data, peneliti melakukan perbandinganperbandingan apakah data yang telah diperoleh dilapangan dapat memperkaya data bagi tujuan konseptualisasi, kategorisasi, ataukah teoritisasi. 2.
Data Reduction, Setelah sejumlah data yang dibutuhkan berhasil dikumpulkan, data
tersebut direduksi atau diolah yakni mengkategorikan kedalam satuan konsep tertentu atau tema tertentu. 3.
Penyajian data (Data Display) Penyajian data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif (Sugiono, 2009:249). Melanjutkan tahap sebelumnya yakni reduksi data, setelah dikategorisasikan peneliti melakukan penyajian data dengan menjabarkan semua temuan di lapangan, tentunya hal yang berkaitan dengan konteks penelitian praktik kampanye sosial pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Cipkataru. Dalam tahap ini penyajian dilakukan tetap merujuk pada model teori yang digunakan dalam penelitian ini. Sub-sub pembahasan yang ditulis berdasarkan indikator yang dipilih untuk dijadikan acuan. Kemudian penulisan teks dalam penyajian data cenderung naratif, yakni menceritakan secara sistematis sehingga terpancar ada tidaknya sinkronisasi, terlaksana tidaknya antara manajemen komunikasi yang dikakukan oleh Dinas Cipkataru dengan mengacu pada teori proses manajemen. 4.
Penarikan kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification) Tahap akhir dalam analisis data ini ialah pengambilan kesimpulan. Yakni
penarikan kesimpulan penelitian setelah melakukan penyajian data yang dikolaborasikan dengan model teori. Dalam kesimpulan ini akan tergambar praktik kampanye sosial pengelolaan yang dilakukan Dinas Cipkataru.
22
9. Limitasi Penelitian Penelitian ini mendeskripsikan strategi kampanye Dinas Cipkataru dalam upaya membangun kesadaran masyarakat peduli lingkungan periode 2013-2014. Penelitian ini menganalisis pada tiga tahap komponen analisis kampanye yaitu perencanaan, implementasi program dan evaluasi. Praktik kampanye ini mengacu pada kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Cipkataru selaku motor dalam kegiatan kampanye sosial pengelolaan sampah di Kota Salatiga untuk mengedukasi dan mempersuasi masyarakat untuk merubah pola pikir dan perilaku masyarakat terhadap sampah. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam menganalisis evaluasi kegiatan kampanye sosial pengelolaan sampah secara mendalam. Sebab: 1) kampanye pengelolaan sampah tersebut masih berjalan, 2) penelitian ini bukan merupakan penelitian evaluative, 3) analisis terhadap evaluasi dalam peneltian ini digunakan untuk memperoleh data pendukung. Sehingga pada tahap evaluasi peneliti tidak menganalisis secara mendalam namun mencoba menganalisis hasil monitoring dan evaluasi by process yang telah dilakukan oleh Dinas Cipkataru. 10. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini, peneliti akan paparkan kedalam empat bab yakni sebagai berikut: A. Pada bab I, peneliti menguraikan latar belakang permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini dilakukan. Kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, konsep penelitian, dan metodologi penelitian serta sistematika penulisan. B. Pada bab 2 peneliti mendeskripsikan profile objek penelitian yakni Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang berdasarkan sejarah perkembangan organisasi, tugas dan fungsi organisasi, struktur organisasi serta visi dan misi organisasi. C. Pada bab 3 peneliti mengulas secara terperinci dari hasil temuan di lapangan dan hasil analisis data pada penelitian strategi kampanye yang dilakukan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang periode 2013-2014. D. Pada bab 4 peneliti melakukan pengambilan kesimpulan akhir dari penelitian dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
23