BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Manusia memiliki fase di mana sistem reproduksi yang ia miliki akan aktif dan siap digunakan untuk melanjutkan generasi. Fase ketika alat reproduksi primer dan sekunder mulai aktif disebut dengan pubertas. Pubertas merupakan masa di mana hormon-hormon reproduksi mulai meningkat produksinya menyebabkan alat reproduksi mulai aktif. Antara laki-laki dan perempuan, pubertas memiliki ciri-cirinya sendiri. Setelah melewati masa ini, pria dan wanita telah siap melaksankan tugasnya untuk bereproduksi. Namun, tidak semua proses perkembangan tersebut dapat berjalan lancar, kelainan dan penyakit dapat mengganggu proses. Baik kelainan bawaan ataupun kelainan yang didapat. Kelainan bawaan bila masih bisa diperbaiki harus segera diperbaiki karena bila dibiarkan berlarut-larut maka akan membuat masalah yang lebih besar di kemudian hari. Selain kelainan alat kelaminnya, pikiran juga berpengaruh terhadap produksi hormon di bagian Hypothalamus dan Hypophysis, ia dapat menghambat ataupun mempercepat produksinya. Oleh karena itu, kelainan ataupun stress dapat mempengaruhi fungsi dari alat reproduksi. Hal ini harus segera diperbaiki agar tidak mempengaruhi sistem reproduksi itu sendiri dan kehidupan yang lebih baik akan bisa tercapai.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Alat Kelamin Wanita Uterus terletak di tengah-tengah panggul dan secara struktur di bagi menjadi badan atau korpus, dan serviks. Lapisan dalam, endometrium terdiri dari permukaan epitelium, kelenjar, dan jaringan ikat (strom). Endometrium di luruhkan selama menstruasi, pada bagian terbawah dari korpus terdapat os internal dari serviks. Os eksternal terletak pada ujung bawah dari serviks. Dengan demikian, kanalis servikalis merupakan penghubung antara rongga korpus uteri, melalui os interna dan os eksternal dengan vagina.
Gambar 1, Genitalia Interna Wanita (Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11)
Tuba fallopii penghubung ovarium dengan uterus dan bermuara ke dalam rongga uterus, sehingga terjadi hubungan yang langsung dari rongga peritoneal dengan rongga uterus.
2
Gambar 2 : tuba folopi (Artur C. Guyton dan Jhon E. Hall. 2006. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Pernerbit buku kedokteran EGC).
Gambar 2, Struktur internal organ reproduksi wanita (Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11)
Ovarium Ovarium perempuan dewasa, ovarium berkembang dan melepaskan sel telur (oogenesis) dan menghasilkan hormone-hormon steroid : estrogen-estron (E1), estradiol (E2) dan estriol (E3)- dan progesterone. Sejumlah kecil estrogen dan androgen juga di sekresikan oleh korteks adrenal. Endrogen di ubah menjadi estrogen perifer pada jaringan lemak. Ekstradiol adalah estrogen yang paling kuat dan di sekresi dalam jumlah banyak oleh ovarium. Uterus terletak di tengah-tengah panggul dan secara struktur di bagi menjadi badan atau korpus, dcan serviks. Lapisan dalam, endometrium, terdiri dari permukaan epithelium, kelenjar, dan jaringan ikat (stroma). Endometrium di lepaskan selama menstruasi. Pada bagian terbawah dari korpus terdapat os internal dan serviks. Os eksternal terletak pada ujung bawah dari serviks. Dengan demikian, kanalis servikalis merupakan penghubung antara rongga korpus uteri, melalui os internal dan os eksternal. Vagina Vagina di mulai dari serviks uteri sampai ke introitus pada vestibulum yang merupakan batas antara genitalia interna dan eksterna. Dengan demikian ada hubungan langsung antara bagian luar tubuh dengan rongga peritoneal melalui struktur sistem reproduksi. Organ-organ pevis interna dapat di palpasi melalui dinding tipis vagina bagian atas, dan akses pembedahan ke rongga peritoneal dapat di capai melalui dinding vagina di belakang serviks. 3
Monts pubis Meliputi permukaan anterior terdiri dari simfisis pubis dan berlanjut ke bawah dan menyatu dengan labia mayora. Disebelah medial dari labia mayora terdapat labia minaora. Labia minora menyatu dan bergabung di inferior membentuk fourchette dan disuperior membentuk prepusium dari klitoris. klitoris adalah jaringan erektil yang kecil terletak di atas labia minora. Labia Mayora (bibir mayor), Dua lapisan kulit longitudinal yang merentang kebawah dari mons pubis dan menyatu pada sisi posterior perineum. Labium Minora (bibir minora) Lipatan kulit dalam labia mayora tetapi mengandung kelenjar sebasea dan beberapa kelenjar keringatan. Pertemuan lipatan-lipatan labium minora dibawah klitoris disebut Prepusium dan area lipatan dibawah klitoris disebut Frenulus Klitoris Terdiri dari 2 krura (akar) satu batang dan satu glans klitoris bundar yang banyak mengandung ujung saraf dan sangat sensitive. Batang klitoris mengandung dua korpora kavernosum yang tersusun dari jaringan erektil. Saat mengembung dengan darah selama eksitasi seksual, bagian ini bertanggung jawab dengan ereksi klitoris. Vestibula Adalah area yang dikelilingi oleh Labia minora yang menutupi mulut uretra, mulut vagina, dan ductus kelenjar bartholini. Orifisum uretra Adalah jalur keluar urine dari kandung kemih, tepi lateralnya mengandung ductus untuk kelenjar parauretra (skene). Mulut Vagina Terletak bawah orifisium uretra hymen (selaput darah) adalah suatu membrane yang ukurannya bervariasi, melingkari mulut vagina. Perineum Yaitu kulit antara pertemuan dua lipatan labia mayora dan anus yang merupakan area berbentuk seperti intan yang terbentang disisi anterior sampai ke koksiks disisi posterior dan ketuberositas iskial disisi lateral. (Setiabudi, 2007)
4
2. Anatomi Alat Kelamin Pria Struktur reproduksi laki-laki terdiri dari penis; testis (jamak, testes) dalam kantong skrotum; sistem duktus yang terdiri dari epididimis (jamak, Epididimis) vasdeferens (jamak, cas deferens), duktus ejakulatorius, dan uretra; dan glandula asesoria yang terdiri dari vasikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretralis. Testes bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari lobulus seminiferus, sel-sel sertoli, dan sel-sel leyding. Produksi sperma, atau spermatogenesis, terjadi
Gambar 3, Alat kelamin pria (Essentials of Anatomy and Physiology, 5th Edition)
pada tubulus semineferus. Sel-sel leyding mensekresi testosteron. Pada bagian posterior tiap-tiap testis, terdapat duktus menlingkar yang di sebut epididimis. Bagian kepalanya berhubungan dengan duktus seminiferus (duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus melanjut ke vas deferens. Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus vasikula seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius selanjutnya 5
bergabung dengan uretra, yang merupakan saluran keluar bersama, baik untuk sperma maupun kemih. Kelenjar asesoria juga mempunyai hubungan dengan sistem duktus. Prostat mengelilingi leher kandung kemih dan uretra bagian atas. Saluran-saluran kelenjar bermuara pada uretra. Kelenjar bulbouretralis ( (kelenjar cowper) terletak dekat meatus ureter. Penis terdiri dari 3 massa jaringan erektil berbentuk silinder memanjang yang memberi bentuk penis. Lapisan dalamnya adalah korpus spongiosum yang membungkus uretra, dan dua massa paralel di bagian luarnya, yaitu korpus kavernosum. Ujung distal penis, di kenal sebagai glans, di tutupi oleh prepusium (kulup). Prepusium dapat dilepas dengan pembedahan (sirkumsisi, sunat). (Sylvia dan Lorraine, 2006).
3. Embriologi Sistem Reproduksi Diferensiasi jenis kelamin adalah suatu proses rumit yang melibatkan banyak gen, termasuk sebagian yang bersifat autosom. Kunci untuk dimorfisme seksual adalah kromosom Y yang mengandung gen penentu testis yang dinamai gen SRY (seks-determining region on Y) di lengan pendeknya (YP11). Protein produk dari gen ini adalah suatu factor transkripsi yang memicu jenjang gen-gen di hilir yang menentukan nasib organ seksual rudimenter. Protein SRY adalah testis-determining factor, dibawah pengaruhnya terjadi perkembangan dia arah pria, jika tidak ada, yang berkembang adalah jenis kelamin wanita.
GONAD Meskipun jenis kelamin mudigah ditentukan secara genetis pada saat pembuahan, gonad belum memperoleh karakteristik morfologis pria atau wanita sampai minggu ke 7 perkembangan. Gonad mula-mula tampak sebagai sepasang bubungan longitudinal, genital atau gonadal ridge. Keduanya terbentuk oleh proliferasi epitel dan pemadatan mesenkim di bawahnya. Sel germinativum belum muncul di genital ridge sampai minggu ke enam perkembangan.
6
Sel
germinativum
primordial
mula-mula
muncul
pada
tahap
awal
perkembangan diantara sel-sel endoderm di dinding yolk sack dekat alantois. Sel-sel
Gambar 4, A. Hubungan genital ridge dan mesonefros memperlihatkan lokasi duktus mesonefrikus. B. Potongan melintang melalui mesonefros dan genital ridge setinggi garis di A. (Sumber: Sadler, T.W. 2012. Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
ini bermigrasi dengan gerakan amuboid di sepanjang mesenterium dorsal usus belakang, sampai di gonad primitif pada awal minggu ke 5 dan menginfasi genital ritge pada minggu ke 6. Jika sel-sel ini gagal mencapai bubungan genital ini, gonad tidak akan terbentuk. Karena itu, sel germinativum primordial memiliki pengaruh induktif pada perkembangan gonad menjadi ovarium atat testis. Sesaat sebelum dan setibanya sel-sel germinativum primordial, epitel genital ritge berproliferasi, dan sel-sel epitel menembus mesenkim di bawahnya. Di sini sel-sel tersebut membentuk sejumlah korda berbentuk ireguler, korda seks primitive. Pada mudigah pria dan wanita, korda ini berhubungan dengan epitel permukaan, dan gonad pria dan wanita mustahil dibedakan. Karena itu, gonad ini dikenal sebagai
7
gonad indiferen.
Gambar 5, A. Mudigah 3 minggu yang memperlihatkan sel germinativum primordial di dinding yolk sac dekat dengan perlekatan alantois. B. Jalur migrasi sel germinativum primordial di sepanjang dinding usus belakang dan mesentrium dorsal menuju genital ridge.
Gambar 6, Potongan melintang melalui regio lumbal pada mudigah 6 minggu yang memperlihatkan gonad indiferen dengan korda seks primitif. Sebagia sel germinativum primordial dikelilingi oleh sel korda seks primitif. (Langman's Medical Embriologi, 12th Edition)
8
Gambar 7, A. Potongan melintang melalui testis pada minggu ke delapan. B. Testis dan duktus genitalis pada bulan keempat. (Langman's Medical Embriologi, 12th Edition)
Gambar 8, Pengaruh sel germinativum primordial pada gonad indifren (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
TESTIS Jika mudigah secara genetic adalah pria, sel germinativum primordial membawa kompleks kromosom seks XY. Dibawah pengaruh gen SRYdi kromosom Y, yang mengode testis determining factor korda seks primitive terus berproliferasi dan menembus dalam ke medulla untuk membentuk testis atau korda medularis. Ke arah hilus kelenjar, korda terurai menjadi jalinan untai-untai halus sel yang kemudian membentuk tubulus rete testis. Pada perkembangan lebih lanjut, terbentuk suatu
9
lapisan jaringan ikat fibrosa padat, tunika albuginea yang memisah korda testis dari epitel permukaan. Pada bulan ke 4, korda testis menjadi berbentuk tapal kuda, dan ujungujungnya bersambungan dengan ujung-ujung rete testis. Korda testis sekarang terdiri dari sel germinativum primitive dan sel sustentakular sertoli yang berasalo dari epitel permukaan kelenjar. Sel interstisial leidig yang berasal dari mesenkim asli gonadal redge, terletak antara korda-korda testis. Sel-sel ini mulai berkembang segera setelah dimulainya diferendsiasi korda-korda ini. Pada minggu ke 8 kehamilan, sel leidig mulai menghasilkan testosterone, dan testis mampu mempengaruhi diferensiasi seksuall duktus genitalis dan genetalia eksterna. Korda testis tetap solid sampai pubertas, saat korda ini memperoleh sebuah lumen sehingga membentuk tubulus seminiferus. Jika telah megalami rekanalisasi, tubulus seminiferus menyatu dengan tubulus retetestis yang selanjutnya akan masuk ke duktuli eferentis. Duktulis eferentis ini adalah bagian dari tubulus-tubulus ekskretorik system mesonefros yang tersisa. Saluran-saluran ini menghubungkan retetestis dan duktus mesonefrikus atau volffii yang menjadi duktus deferens.
OVARIUM Pada mudigah wanita dengan komplemen kromosom XX tanpa kromosom Y, korda seks primitive berdisosiasi menjadi kelompok-kelompok sel irregular. Kelompok-kelompok ini, yang mengandung sel-sel germinativum primitive, menempati bagian medulla ovarium. Dan kemudian sel-sel ini lenyap dan digantikan oleh stroma vascular yang membentuk medulla ovarium. Epitel permukaan gonad wanita, tidak seperti pada pria, terus berproliferasi. Pada minggu ke 7, epitel ini membentuk generasi ke 2 korda, korda kortikalis yang menembus mesenkim dibawahnya tetapi tetap berdekatan dengan permukaan. Pada bulan ke 4, korda-korda ini terpisah menjadi kelompok-kelompok sel tersendiri dengan
masing-masing
mengelilingi
sel
tersendiri
dengan
masing-masing
mengelilingi 1 atau lebih sel germinativum primitive. Sel-sel germinativum kemudian berkembang menjadi oogonia, dan sel epitel di sekitarnya, turunan dari epitel permukaan, membentuk sel folikular.
10
Gambar 9, A. Potongan melintang ovarium pada minggu ketujuh, yang memperlihatkan degenerasi korda seks primitif. B. Duktus genitalis dan ovarium pada bulan kelima. (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
Karena itu dapat dikatakan bahwa jenis kelamin genetic mudigah ditentukan pada saat pembuahan, bergantung pada apakah spermatosit membawa kromosom X atau Y. pada mudigah dengan konfigurasi kromosom seks XX, korda medularis gonad mengalami regresi, dan terbentuk generasi kedua korda kortikalis. Pada mudigah dengan kompleks kromosom XY, korda medularis berkembang menjadi korda testis, dan tidak terbentuk korda kortikalis sekunder.
DUKTUS GENITALIS
Stadium Indiferen Pada awalnya, mudigah pria dan wanita memiliki dua pasang duktus genitalis : duktus mesonefrikus (wolffii) dan duktus paramesonefrikus (muller). Duktus paramesonefrikus berasal dari infaginasi longitudinal epitel di permukaan anterolateral urogenital ridge. Di bagian cranial, duktus membuka ke rongga abdomen melalui suatu struktur berbentuk terowongan. Di kaudal, duktus mula-mula berjalaqn lateral dari duktus mesonefrikus kemudian menyilangnya di sebelah ventral untuk tumbuh kea rah kaudomedial. Di garis tengah, duktus ini berkontak dengan duktus paramesonefrikus dari sisi berlawanan. Kedua duktus ini awalnya dipisahkan oleh sebuah septum tetapi kemudian keduanya menyatu untuk membentuk kanalis uteri. Ujung kaudal duktus gabungan ini menonjol ke dlaam dinding posterior sinus urogenitalis, tempat bagian tersebut menimbulkan penebalan kecil, tubuerkel paramesonefros atau muller. Duktus mesonefrikus membuka ke dalam sinus urogenitalis di kedua sisi tuberkel muller. 11
Regulasi Molekular Perkembangan Duktus Genitalis SRY adalah suatu factor transkripsi dan gen utama untuk pembentukan testis. Factor ini tampaknyabekerja sama dengan gen otosom SOX9, suatu regulator yang juga dapat menginduksi diferensiasi testis. SOX9 diketahui berikatan dengan promoter gen untuk hormone antimuller (AMH ; juga disebut mullerian inhibiting
Gambar 10, Duktus genitalis pada minggu ke-enam pada pria (A) dan pada wanita (B). (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
substance, atau MIS) dan mungkin mengatur ekspresi gen ini. Pada awalnya SRY dan/ SOX9 yang bekerja sebagai suatu factor kemotaksis yang menyebabkan tubulus dan duktus mesonefrikus menembus gonadal ridge. Tanpa penetrasi oleh tubuletubulus ini, diferensiasi testis terhenti. Kemudian, SRY secara langsung atau tidak langsung (melalui SOX9) meningkatkan produksi factor steroidogenesis 1 (SF1) yang merangsang diferensiasi sel Sertoli dan Leydig meningkatkan konsentrasi AMH sehingga duktus paramesonetrikus (muller) mengalami regeresi. Di sel Leidig, SF1 meningkatkan ekspresi gen-gen untuk enzim-enzim yang menyintesis testosterone. Testosterone masuk ke sel jaringan sasaran tempat hormonini tetap utuh atau diubah menjadi dihidrotestosteron oleh enzim 5ᾳ-reduktase. Testosterone dan dihidrotestosteron berikatan dengan suatu reseptor intrasel spesifik berafinitas kuat dan kompleks hormone-reseptor ini diangkut ke nucleus tempat kompleks ini
12
berikatan dengan DNA dan mengatur transkripsi gen-gen spesifik jaringan serta produk proteinnya. Kompleks reseptor testosterone mementarai virilisasi duktus
Gambar 11, Skema yang memperlihatkan gen-gen yang berperan dalam diferensiasi testis dan ovarium. (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
mesonefrikus
untuk membentuk duktus deferens, vesikula seminalis, duktulus
eferens,
epididimis.
dan
Kompleks
reseptor
dihidrotestosteron
memodulasi
diferensiasi genitalia eksternanpria. WNT4 adalah gen penentu ovarium. Gen ini meningkatkan DAX1, suatu anggota family reseptor hormone nucleus yang menghambat fungsi SOX9. Selain itu WNT4 mengatur ekspresi gen-gen lain yang berperan dalam diferensiasi ovarium, tetapi gen-gen sasaranmungkin adalah gen TAFII105 yang produk proteinnya adalah subunit untuk protein pengikat TATA untuk RNA polymerase di sel folikular ovarium. Mencit betina yang tidak membentuk subunit ini tidak membentuk ovarium. Estrogen juga berperan dalam diferensiasi seksual dan di bawah pengaruh duktus paramesonefrikus (muller) terangsang untuk membentuk tuba uterine, uteri, serviks uteri, dan vagina bagian atas. Selain itu, estrogen bekerja pada genitalia eksterna pada stadium indiferen untuk membentuk labia mayora, labia minora, klitoris, dan vagina bagian bawah.
Duktus Genitalis pada Pria Seiring dengan regresi mesonefros, beberapa saluran ekskresi, tubulus epigenitalis, membentuk kontak dengan korda rete testis dan akhirnya membentuk 13
duktulus eferens testis. Tubulus ekskretorik di sepanjang kutub kaudal testis, tubulus paragenitalis, tidak bergabung dengan korda rete testis. Sisa dari saluran ini secara keseluruhan dikenal sebagai paradidimis.
Gambar 12, Pengaruh kelenjar seks pada diferensiasi jenis kelamin lebih lanjut. (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
Kecuali di bagian paling kranialnya, apendiks epididimis, duktus mesonefrikus menetap dan membentuk saluran-saluran genital utama. Tepat di bawah muara duktulus eferens, duktus mesonefrikus memanjang dan menjadi sangat berkelokkelok, membentuk (duktus) epididimis. Dari ekor epididimis ke tonjolan tunas vesikula seminalis, duktus mesonefrikus memperoleh lapisan otot tebal dan membentuk duktus deferens. Region duktus setelah vesikula seminalis adalah duktus ejakulatorius. Duktus paramesonefrikus pada pria mengalami degenerasi kecuali sebagian kecil di ujung kranialnya, apendiks testis.
Duktus Genitalis pada Wanita Duktus paramesonefrikus berkembang menjadi saluran-saluran genital utama pada awalnya, di masing-masing saluran dapat dikenal tiga bagian : (a) bagian vertical cranial yang membuka ke rongga abdomen, (b) bagian horizontal yang menyilang
14
duktus mesonefrikus, dan (c) bagian vertical kaudal yang menyatu dengan mitranya dari sisi berlawanan. Dengan turunnya ovarium, dua bagian pertama tersebut berkembang menjadi tuba uterine dan bagian kaudal menyatu membentuk kanalis uteri.
15
Ketika bagian kedua dari duktus paramesonefrikus bergerak ke arah medio kaudal, urogenital ridge secara perlahan bergeser sehingga terletak dalam bidang transversal. Setelah saluran-saluran menyatu di garis tengah, terbentuk suatu lipatan
Gambar 13, A. Duktus genitalis pria pada bulan keempat. Segmen-segmen kranial dan kaudal sistem mesonefros mengalami regresi. B. Duktus genitalis setelah turunnya testis. (Langman's Medical Embriology, 12th Ediion).
Gambar 14, A,B. Duktus paramesonefritikus saling mendekat di garis tengah lalu menyatu. C. Terbentuk lipatan transversal, ligamentum latum uteri, di panggul (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
16
panggul transfersal nyang lebar. Lipatan ini yang berjalan dari sisi lateral duktus paramesonefrikus yang telah menyatu kea rah dinding panggul adalah ligamentum latum uteri. Tuba uteri terletak di batas atasnya, dan ovarium terletak di permukaan
Gambar 15, Pembetukan uterus dan vagina, A. 9 minggu, lenyapnya septum uterus. B. Akhir bulan ketiga. C. Bayi baru lahir. Forniks dan bagian atas vagina terbentuk. (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
posteriornya. Uterus dan ligamentum latum membagi rongga panggul menjadi kantong uterorektum dan kantong uterovesika. Duktus paramesonefrikus yang menyatu membentuk korpus dan serviks uteri. Keduanya dilapisi oleh satu lapisan mesenkim yang membentuk selubung otot bagi uretra miometrium, dan selaput perimetrium.
VAGINA Segera setelah ujung solid duktus paramesonefrikus mencapai sinus urogenitalis, tumbuh dua evaginasi solid dan bagian panggul sinus. Evaginasi ini, bulbus sinovaginalis, berproliferasi dan membentuk lempeng vagina yang solid. Proliferasi terus berlanjut di ujung cranial lempeng, memperbesar jarak antara uterus dan sinus urogenitalis. Pada bulan kelima, pertumbuhan keluar vagina ini telah
17 Gambar 16, Pembentukan uterus dan vagina, A. Sembilan minggu. B. Akhir bulan ketiga. C. Bayi baru lahir. (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
mengalami kanalisasi seluruhnya. Ekspansi vagina menyerupai sayap mengelilingi ujung uterus, yang disebut forniks vaginae, berasal dari paramesonefros. Karena itu, vagina memiliki asal ganda, dengan bagian atas berasal dari kanalis ueri bagian bawah berasal dari sinus uronegitalis. Lumen vagina tetap terpisah dari lumen sinus urogenitalis oleh suatu lempeng jaringan tipis, hymen (selaput dara), yang terdiri dari lapisan epitel sinus dan lapisan tipis sel vagina. Selaput ini biasanya membentuk suatu lubang kecil sewaktu masa perinatal. Sisa-sisa tubulus eksektorik cranial dan kaudal mungkin tetap dipertahankan pada wanita. Sisa-sisa ini terletak di mesovariuym, tempat saluran-saluran ini masingmasing membentuk epooforon dan parooforon. Duktus mesonefrikus lenyap kecuali sedikit di bagian cranial yang ditemukan di epooforon dan kadang-kadang sebagian kecil ditemukan di dinding uterus atau vagina. Pada kehidupan selanjutnya, struktur
Gambar 17, Kelainan-kelainan utama uterus dan vagina, yang disebabkan oleh menetapnya septum uterus atau obliterasi lumen kanalis uteri. (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
ini mungkin membentuk kista Gartner.
Perkembangan Duktus Mulleri
18
Diferensiasi seksual terjadi pada awal kehidupan janin. Sampai dengan usia janin 6 minggu, system genitalia perempuan dan laki-laki identic tanpa perbedaan. Terdapat dua pasang duktus genitalia, yaitu duktus mesonefrik ( wolffian ) dan paramesonefrik ( mullerian ). Duktus mulleri berasal dari invaginasi soelomik dari mesonefros, yang pembentukannya diperkirakan dipicu oleh duktus mesonefrik. Pada embrio perempuan, oleh karena tidak terbentuknya testis, testosterone dan mullerianinhibiting substance, duktus wolffii mulai melakukan degenerasi dan membuat pematangan duktus Mulleri. Duktus mulleri berkembang kea rah ekor dan tertutup pada daerah peritoneal fold yang kemudian akan berkembang menjadi ligamentum latumdari uterus, di mana ovarium ( mesovarium ), tuba fallopii ( mesosalping ), dan uterus ( mesometrium ) melekat. Duktus mulleri saling berhubungan dan mulai menyatu. Pada kehamilan 9 minggu, septum yang memisahkan bagian menyatu mulai diserap, membentuk suatu saluran dengan lumen tunggal yang disebut dengan kanalis uterovaginalis. Saluran ini yang di kemudian hari akan membentuk uterus dan bagian atas dari vagina, dimana bagian kranial dari duktus mulleri yang tidak menyatu membentuk tuba fallopii. Bagian bawah vagina dibentuk oleh tuberositas sinovaginal dari sinus urogenitalis. Kanalis uterovaginal kemudian memanjang dan menyatu dengan sinus urogenitalis untuk membentuk seluruh traktus reproduksi perempuan. Kelainan duktus mulleri terjadi karena kegagalan elongasi lengkap kedua duktus, fusi, kanalisasi dan resorbsi sekat duktus mulleri, yang dapat terjadi pada setiap tingkat proses perkembangan. Etiologic kelainan ini sampai sekarang masih belum diketahui.
Klasifikasi Dalam upaya untuk membedakan kelainan yang terjadi pada duktus mulleri, Buttram dan Gibbons pada tahun 1979 menggolongkan kelainan sesuai dengan morfologi klinik. Pembagian ini kemudian dimodifikasi oleh American fertility society (pada saat ini dikenal sebagai American Fociety for Reproductive Medicine ) yang pada saat ini diterima sebagai pembagian kelainan duktus mulleri yang paling banyak dianut. Gambar 14 di atas memberikan gambaran dari kelas berikut : Kelas I
: Agenesis atau hypoplasia duktus mulleri
Kelas II
: Uterus Unikornis ( Uterus Unicornuatus )
Kelas III
: Uterus dedilfis ( Uterus Unicomuatus )
19
Kelas IV
: Uterus Bikornis ( Uterus Bicornuate )
Kelas V
: Uterus Septum ( Uterus Septate )
Kelas VI
: Uterus Arkuatus ( Uterus Arcuatus )
(Sarwono, 2009)
GENITALIA EKSTERNA Stadium Indiferen Pada minggu ketika perkembangan, sel-sel mesenkim yang berasal dari region garis primitive (primitive streak) bermigrasi mengelilingi membrane kloakalis untuk membentuk sepasang lipatan kloaka yang sedikit meninggi. Di sebelah cranial membrane kloakalis, kedua lipatan menyatu untuk membentuk tuberkulum genital. Di sebelah kaudal, lipatan dibagi menjadi lipatan uretra di sebelah anterior dan lipatan anus si posterior. Sementara itu, pasangan elevasi lain, penebalan genital (genital swellings), mulai tampak di kedua sisi lipatan uretra. Penebalan ini kemudian membentuk penebalan skrotumpada pria dan labia mayora pada wanita. Namun pada akhir minggu keenam, kedua jenis kelamin mustahil dibedakan.
Genitalia Eksterna pada Pria Perkembangan genitalia ekterna pada pria berda di bawah pengaruh berbagai androgen yang disekresikan oleh testis janin dan ditandai oleh pemanjangan cepat tuberkulum genital yang sekarang disebut phallus (penis). Selama pemanjangan ini, phallus menarik lipatan uretra ke arah depan sehingga lipatan-lipatan tersebut membentuk dinding-dinding lateral dari alur uretra (urethral groove). Alur ini berjalan di sepanjang aspek kaudal phallus yang telah memanjang tetapi tidak mencapai bagian paling distal, glans. Lapisan epitel alur yang berasal dari endoderm, membentuk lempeng uretra. Pada akhir bulan ketiga, kedua lipatan uretra menutupi lempeng uretra, membentuk uretra penis. Saluran ini tidak memanjang hingga ke ujung phallus. Bagian paling distal uretra terbentuk selama bulan keempat, saat sel-sel ectoderm dari ujung glans penis menembus kea rah dalam dan membentuk suatu korda epitel pendek. Korda ini kemudian meperoleh lumen sehingga terbentuklah Ostium uretrae eksternum.
20
Penebalan genital yang pada pria dikenal sebagai penebalan skrotum, timbul di region inguinal. Pada perkembangan selanjutnya, kedua penebalan ini bergerak kea rah kaudal, dan masing-masing penebalan kemudian membentuk separuh skrotum. Keduanya dipisahkan oleh septum skrotum.
21
Gambar 18, Stadium indiferen genetalia eksterna. A. Sekitar 4 minggu. B. Sekitar 6 minggu. C. Foto in utero mudigah 56 hari yang memperlihatkan pertumbuhanberkelanjutan tuberkulum genetale dan memanjangnya lipatan utera yang belum mulai menyatu. Penebalan genetal masih belum jelas terlihat. (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
Gambar 19, A. Foto in utero genetalia pada janin laki-laki 12 minggu. Perhatikan bahwa lipatan utera sedang menyatu dan bahwa penebalan skrotum membesar untuk menyatu di garis tengah. B. Genetalia pada janin perempuan 11 minggu. Perhatikan bahwa lipatan uretra yang akan menjadi labia minora, tidak menyatu dan bahwa kedua penebalan kedua genital yang membentuk labia mayora, terpisah jauh. (Langman's Medical Embriology, 12th Edition)
22
Kemih terpanjang ke dunia luar. Dalam keadaan normal, dinding abdomen di depan kandung kemih di bentuk oleh mesoderm garis primitive yang berimigrasi mengelilingi membrane kloakalis. Jika migrasi ini terjadi, rupture membrane kloakalis akan meluas kea rah kranial, menimbulkan ekstrofi kandung kemih. Mikropenis terjadi jika stimulasi androgen tidak cukup untuk pertumbuhan genitalia eksterna. Mikropenis biasanya disebabkan oleh hipogonadisme primer atau disfumgsi hipotalamus atau hipofisis. Berdasarkan definisi, penis berada pada 2,5 simpang baku dibawah rerata panjang yang diukur sepanjang permukaan dorsal dari pubis ke ujung dengan penis deregangkan maksimal. Penis bifida atau penis ganda dapat terjadi jika tuberkulum genital terbelah.
Genitalia eksterna pada wanita Estrogen meransang perkembangan genitalia eksterna wanita. Tuberkulum genital hanya sedikit memanjang dan membentuk kilotoris. Lipatan uretra tidak menyatu seperti pada pria, tetapi berkembang menjadi labia minora. Penebalan genital membesar dan membentuk labia mayora. Alur urogenital terbuka dan membentuk vestibulum. Meskipun tuberkulum genital tidak banyak memanjang pada wanita, selama tahap-tahap awal perkembangan tuberkulum ini lebih besar daripada pada pria. Pada kenyataannya, menggunakan tuberkulum sebagai kriteria (sesuai pantauan ultrsonografi) selama usia kehamilan tiga dan empat bulan dapat menyebabkan kesalahan identifikasi jenis kelamin.
Cacat dalam diferensiasi jenis kelamin Sindrom klinefelter, dengan kariotipe 47, XXY (atau varian lain, missal XXXY), merupakan kelainan mayor tersering pada diferensiasi jenis kelamin, terjadi dengan frekuensi 1/500 pria. Pasien memperlihat tanda-tanda infertilitas, ginestomasia, gangguan pematangan seksual dengan derajat bervariasi, dan pada sebagian kasus, androgenisasi dibawah normal. Nondisjunction homolog XX merupakan factor penyebab tersering. Pada disgenesis gonad, oosit tidak terbentuk dan ovarium tampak sebagai gonad garis (streak gonad). Individu secara fenotipe adalah wanita tetapi mungkin memiliki bebagai komplemen kromosom, termasuk XY, disgenesis gonad wanita XY (sindrom swyer) terjadi akibat mutasi titik atau delesi di gen SRY. Individu yang bersangkutan tampak seperti wanita normal tetapi tidak mengalami haid serta tidak memperlihatkan karakteristik seks sekunder pada saat pubertas. Pasien dengan sindrom turner juga mengalami disgenesis gonad. Mereka 23
memiliki kariotipe 45,X dan tubuh pendek, palatum melengkung tinggi leher bersayap, dada seperti perisai, anomaly jantung dan ginjal, dan puting payudara masuk kedalam. Tidak adanya oosit pada kasus 45,X disebabkan oleh meningkatnya kerusakan oosit dan bukan karena kelainan sel germinativum. Karena perkembangan seksual pada pria dan wanita berawal secara identic, tidak mengherankan bahwa dapat terjadi kelainan dalam diferensiasi dan penetuan jenis kelamin. Pada sebagian kasus, kelainan-kelainan ini terjadi pada individu dengan ciri kedua jenis kelamin yang dikenal sebagai hermafrodit. Hermafrodit sejati memiliki baik jaringan testis maupun ovarium, biasanya bergabung sebagai ovotestes. Pada 70% kasus, kariotipenya adalah 46,XX, dan biasanya terbentuk uterus. Genitalia eksterna tidak jelas atau lebih kearah wanita, dan sebagian besar pasien ini dibesarkan sebagai wanita. Pada pseudohermafrodit, jenis kelamin genotype ditutupi oleh penampakan fenotipe yang sangat mirip dengan jenis kelamin lawannya. Jika memiliki testis, pasien pseudohemafrodit tersebut disebut pseudohermafrodit pria, jika yang adalah ovarium, pasien tersebut disebut pseudohermafrodit wanita. Pseudohermafrodittisme wanita paling sering disebabkan oleh hyperplasia adrenal kengenital (sindrom andrenogenital). Kelainan biokimia pada kelenjar adrenal menyebabkan berkurangnya produksi hormone steroid dan meningkatnya hormone adrenokortikotropik (ACTH). Pada sebagian besar kasus, 21-hidroksilasi terlambat, sedemikian sehingga 17hidroksikrogeteron (17-OHP) tidak diubah mnejadi 11-deoksikortisol. Kadar ACTH meningkat serbagai respon terhadap gangguan produksi kortisol yang menyababkan semakin tingginya kadar 17- OHP. Selanjutnya, terjadi pembentukan androgen berlebihan. Pasien memiliki komplemen kromsom 46,XX, nucleus positif kromatin, dan ovarium, tetapi pembentukan
berlebihan
androgen
menyebabkan
maskulinisasi
genitalia
ekterna.
Maskulinisasi ini dapat bervariasi dari hanya pembesran glitoris hingga pembentukan genitalia hampi seperti pria. Sering terjadi hipertropi glitoris dan penyatuan sebagian labia mayora sehingga terlihat gambaran seperti skrotum dan sinus urogenitalis kecil yg menetap. Pseudohermafrodit pria memiliki komplemen kromosom 46,XY, dan sel-sel umumnya negative-kromotin. Berkurangnya produksi hormone androgenic dan MIS merupakan penyebab keadaan ini. Karakteristik jenis kelamin eksterna dan interna sangat bervariasi, bertgantung pada derajat perkembangan genitalia eksterna dan adanya turunan paramesonofros. 24
Sindrom insensitifitas androgen (dahulu disebut veminisasi testis) terjadi pada pasien yang memiliki komplemen kromsom 46,XY tetapi memiliki penampakan luar wanita. Penyakit ini terjadi akibat tidak adanya reseptor androgen atau kegagalan jaringan untuk merespon terhadap komplek dehidrotestosteron-reseptor. Karena itu, androgen yang dihasilkan oleh testis tidak efektif untuk memicu deferensiasi genitalia pria. Karena pasien ini memilki testis dan terdapat MIS, system paramesonepros tertekan, dan tuba uterine dan uterus tidak terbentuk. Vagina pendek dan buntu. Testis sering ditemukan didaerah inguinal atau di labia, tetapi tidak terjadi spermatogenesis . selain itu, terjadi peningkatan resiko pembentukan tumor di struktur ini, dan 33% pasien ini mengalami keganasan selama usia 50an. Sindrom ini adalah suatu penyakit resesif terkait-X yg terjadi pada 1 atau 20.000 kelahiran hidup
Penurunan testis Menjelang akhir bulan kedua, mesentrium urogenital melekatkan testis dan mesonefros ke dinding abdomen posterior. Dengan berdegenerasinya mesonefros, perlekatan tersebut berfungsi sebagai mesentrium bagi gonad. Di arah kaudal, mesentrium tersebut menjadi ligamentum dan dikenal sebagai ligamentum genitale kaudal. Dari kutub kaudal testis juga terbentuk pemadatan mesenkim yang kaya matriks ekstrasel, gubernaculum. Sebelum testis turun, pita mesenkim ini berakhir diregio inguinal antara muskulus oblikus abdominis yang sedang berdiferensiasi. Kemudian, sewaktu testis mulai turun kearah cincin inguinal, terbentuk bagian ekstra abdomen dari gubernaculum yg tumbuh dari regio inguinal kearah penebalan skrotum. Ketika testis melalui kanalis inguinalis, bagian ekstra abdomen ini bersentuhan dengan dasar skrotum (gubernaculum juga terbentuk pada wanita tetapi pada keadaan normal struktur ini tetap rudimenter). Faktor-faktor yang mengendalikan turunnya testis belum sepenuhnya diketahui. Namun, tampaknya bahwa pertumbuhan keluar bagian ekstra abdomen dari gubernaculum menimbulkan migrasi intra abdomen, bahwa peningkatan tekanan intra abdomen akibat pertumbuhan organ menyebabkan testis bergerak melalui kanalis inguinalis, dan bahwa regresi bagian eklstra abdomen dari gubernaculum menuntaskan pergerakan testis kedalam skrotum. Pada keadaan normal, testis mencapai daerah inguinal pada usia kehamilan sekitar 12 minggu, bermigrasi melalui kanalis inguinalis pada 28 minggu, dan mencapai skrotum pada 33 minggu. Proses ini dipengaruhi pleh hormone, termasuk androgen dan MIS. Selama 25
penurunan tersebut, aliran darah ke testis dari aorta dipertahankan, dan pembuluh darah testis berjalan dari posisi awalnya di daerah lumbal ke testis di skrotum. Peritoneum rongga abdomen, tanpa dipengaruhi oleh penurunan testis, membentuk suatu evaginasi dikedua sisi garis tengah kedalam dinding abdomen ventral. Evaginasi, prosesus vaginalis, mengikuti perjalanan gubernaculum testis kedalam penebalan skrotum. Karna itu prosesus vaginalis, disertai oleh lapisan otot dan fasia dinding tubuh, membentuk evaginasi kedalam penebalan skrotum, membentuk kanalis inguinalis. Testis turun melalui cincin inguinal dan melewati tepi ospubis dan terdapat di skrotum saat lahir. Testis kemudian ditutupi oleh lipatan refleksi prosesus vaginalis. Lapisan peritoneum yang menutupi testis adalah lapisan fiseral tunika vaginalis, sisa dari kantong peritoneum
membentuk
lapisan
parietal
tunika
vaginalis.
Saluran
sempit
yang
menghubungkan lumen prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum mengalami obliterasi saat lahir atau segera sesudahnya. Selain ditutupi oleh lapisan peritoneum yang berasal dari prosesus vaginalis, testis juga diselubungi oleh lapisan-lapisan yang berasal dari dinding abdomen anterior yang dilewatinya. Karna itu, fasia transversalis membentuk fasia spermatika interna, muskuus internus abdominis menghasilkan fasia kremasterika dan muskulus kremaster, dan muskulus oblikus esternus abdominis membentuk fasia spermatika eksterna. Muskuluum transversus abdominis tidak ikut membentuk alapisan, karena otot ini melengkung di region ini dan tidak menutupi jalur migrasi.
Penurunan Ovarium Turunnya gonad pada wanita berlangsung jauh lebih sedikit dan ovarium akhirnya berada tepat dibawah batas pelfis minor. Ligamentum genital genital kranial yang membentuk ligamentum suspensorium ovari, sedangkan ligamentum genital kaudal membentuk ligamentum ovari proprium dan ligamentum rotundum uteri. Ligamentum rotundum ini membentang hingga ke labia mayora. (Sadler, 2006)
4. Amenore Amenorea dapat timbul akibat Amenore primer adalah tidak terjadinya menarke sampai usia 17 tahun, dengan atau tampa perkembangan seksual sekunder; sedangkan aminorae skunder berarti tidak terjadi menstruasi selama tiga bulan atau lebih pada orang
26
yang telah mengalami siklus menstruasi. Aminorae bersifat fisiologik pada perempuan usia pubertas, hamil, pascameno pause; di luar itu amenorae menunjukan adanya disfungsi atau adanya abdormalitas dari system reproduksi. Amenorae merupakan gejala dan buakan suatu penyakit. Bersfat fisiologik, endokirnologik, organic, atau akibat gangguan perkembangan. Remaja putri belum memperlihatkan awitan pubertas samapiusia 13 tahun atau yang tidak mengalami menstruasi sampai 5 tahun awitan pubertas harus di selidiki dengan seksam. Perempuan dewasa yang belum mengalami amenorae selama tiga bulan juga harus di selidiki penyebabnya. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, dengan perhatian khasus pada pengaruh pada perubahaanya keadaan hormonal, merupakan langkah awal yang penting untuk penilaian klinis. Diet dan kebiasaan latihan, adanya gangguan fisiologik, gaya hidup, stres, lingkungan, riwayat kelainan genetik dalam kelarga, kelainan pertumbuhan dan perkembangan, dan tanda-tanda kelebihan androgen merupakan keterangan yag penting. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi genital dan palpasi organ-organ pelpis dan penilaian ukuran-ukuran tubuh, sikap tubuh, ada atau tidak adanya rambut tubuh serta distribusinya, perkembangan dan sekresi payudara. Lebar jangkuan lengkap (jika kedua lengan direntangkan) kira-kia sama dengan tinggi badan; namun pada hipogonadisme, jangkuan lengan lebih panjang 2 inci daripada tinggi badan. Perkembangan payudara dan rambut pubis di nilai berdasarkan skala perkembangan tennar. Pemeriksan panggul palpasi organ-organ internal biasnaya dapat menyingkirkan anomaly dari serivat duktus mulleri, seperti disegnesis gonad, sindrom insenstiitas androgen, sindrom tunner, aau septum vaginalis. Masalah- masalah dengan perkembangan yang di harapkan ternyata tidak terjadi.
Penilaian Laboratorium pada Amenorae Langkah pertama adalah menentukan apakah gangguan hormonal disebabkan oleh kelainan pada hipotalamus-hipofisis atau kelainan gonad. Penentuan ini di sebut dengan mengukur FSH serum. Jika FSH serum tetap menngkat pda pemeriksan ulang, kemungkinan besar permpuan itu mengalami kelainan ovarium primer. Jika FSH serum tetap normal atau rendah, kemungkinan besar masalahnya terletak pada hipotalamus atau kelnjar hifopisi. Pada kasus ini, penilaian fungsi tiroid atau adrenal dapat menentukan apakah pasien mengalami 27
defisiensi gonadotropin saja atau panhipopituitarisme. Jika terdapat galakotore, maka kadar prolactin serum harus di periksa. Pemeriksaan radiogram fosa hifopisis dan CT scan aksial dari kelnjar hifoposis dapat menentukan apakah pasien mempunyai tumor hipofisis dengan tau tanpa penekanan supraselar. Pada pasien-pasien amenore dengan hirsutisme, harus dilakukan pengukuran 17ketostroid dan testeron serum dan dehidroepiandrosteron (DHEA). Kadarnya biasanya meningkat pada pasien dengan kelebihan sekresi androgen. Pemeriksaan yang lebih spesofik untuk menetukan sumber sekresi androgen berlebihan adalah pemeriksan panggul, laparoskopi, scintiscan adrenal, CT scan abdomen. Katertisasi selektif dan contoh darah vena adrenal dan gonad dapat membantu melokalisai sumber hiperskresi androgen. Keadaankeadaan yang berkaitan dengan kelebihan androgen.
Penanganan Pasien Amenore Penanganan amenore sering didasarkan pada kelainan patologik. Perempuan dengan ademohipofisis yang menyekresi prolactin harus di tangani dengan reseksi transsfenoidal tumor hipofisis atau super sekresi rolaktin dengan bromokriptin .permpuan dengan sekresi androgen berebihan harus mendapatkan terapi supresif dengan kartikostroid atau kotrasepsi oral. Kedua preparat ii menekan sekresi androgen berlebihan, mingkin dengan menghambat pelepasan gonadotropin. Perempuan dengan defisiensi hipotalamus-hipofisis atau ovarium harus mendapatkan terapipenggantian dengan estrogen dan progesteron yang di berikan secra klasik. Pengobatan kombinasi estrogen dan progesteron membantu katateristik seksual sekunder dan memecah atrofi vagina dan payudara serta osteopenia. Terapi dapat diteruskan samapai saat pearkiraan terjadinya menopause pada usia 45-52 tahun. Perempuan dengan gangguan gonad perimer akan tetap infertile. Tetapi, ovulasi dapat di indukasi dan fertilatis dapat di pulihkan pada beberapa pearmpuan yang hanya mengalami difisiensi gonadotropin, penyakit ovarium polokstik (PCOD) atau penurunan berat badan berlebihan, jika berat badan semula dapat di capai. Ovulasi dan fertilitas dapat di capai dengan pemeriksan klomofen sitrat, suatu senyawa nonsteroid yang mencapai hasiat estrogennik maupun antiesstrogenik bergantung pada tempat bekerjanya.pada permpuanpermpuan yang responsif, ovulasi dapat terjadi dalam 4-8 hari dan menstruasi 14-21 hari 28
setelah klomifen dihentikan. Beberapa rangkaian pengobatan mungkin diperlukan sebelum terjadi ovulasi dan fertilitas atau siklus menstruasi untuk tercpai respon terapi yang positif. Pada permpuan dengan hipopituitarisme atau tumor hipofisis, fertilitas dapat di pulihkan dengan pemberian FSH mausian dengan human chorionic ganodotropin (hCG), yang bekerja seperti LH. Tetapi ini mahal dan membutuhkan pengawasan yang ketat untuk dosis dan respons estroidal untuk menghindari kehailan atau terjadnya kista ovarium. (Sylvia dan Lorraine, 2006)
Penyebab Amenore Stadium perkembangan AMENORE PRIMER Tidak ada atau terhentinya perkembangan seksual sekunder Perkembangan Seksual sekunder yang abnormal
Patologi Disfungsi hipotalamus Disfungsi hipofisis Kegagalan ovarium atau disgenesis Disfungsi hipotalamus Disfungsi hipofisis Perkembangan sisitem Mulleri yang tidak lengkap
Perkembangan seksual sekunder yang abnormal
Disfungsi hipotalamus Disfungsi hipofisis Kegagalan ovarium atau disgenesis Produksi hormon seks yang tidak fisiologik Ketidakpekaan androgen
AMENORE SEKUNDER Pascamenarke
Disfungsi endometrium Disfungsi ovarium Disfungsi Hipotalamus Disfungsi hipofisis
Tabel 1, Penyebab Amenore. (PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 2006)
29
BAB III PEMBAHASAN
1. Skenario Gadis yang Gelisah
Gadis, 16 tahun seorang pelajar SMA merasa gelisah karena belum pernah mendapat haid, padahal teman-teman wanitanya yang lain sudah mengalami haid sejak SMP. Gadis tumbuh seperti remaja wanita pada umumnya, tanpa ada perbedaan fisik. Akan tetapi dia belum pernah mendapat haid sama sekali. Dirinya menjadi semakin khawatir saat melihat berita di televisi yang mengabarkan seorang anak yang tumbuh sebagai anak laki-laki, namun suatu hari diketahui ternyata berjenis kelamin wanita, karena menderita suatu kelainan bawaan pseudohermafrodit wanita dan genitalia ambigua. Akhirnya Gadis memeriksakan diri ke dokter kandungan dan setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan USG abdomen diketahui bahwa Gadis mengalami hymen imperforata dan uterus bikornus, dan dokterpun merencanakan untuk melakukan penanganan lebih lanjut. Bagaimana Anda menjelaskan keadaan yang dialami Gadis?
2. Pertanyaan a. Terminologi a.1. Hymen Imperforata a.2. Uterus Bikornus a.3. Pseudohermafrodite a.4. Genitalia Ambigua
b. Permasalahan b.1. Apa hubungan tidak haid dengan Gadis yang mengalami Hymen Imperforata dan Uterus Bikornus? 30
b.2. Bagaimana penatalaksanaan masalah Gadis? b.3. Apa saja komplikasi Hymen Imperforata? b.4. Jelaskan tentang Pseudohermafrodite b.5. Jelaskan tentang Genitalia Ambigua
3. Pembahasan a. Terminologi a.1. Hymen Imperforata : Bentuk gabung yang menunjukan hubungan dengan membran atau struktur membran yang tidak terbuka atau tertutup secara abnormal. (Dorland. 2007) a.2. Uterus Bikornus : Uterus yang mempunyai 2 cornu atau cornua (Dorland. 2007) a.3. Pseudohermafrodit : : Individu dengan Pseudohermaproditism,
keadaan
dengan seseorang yang secara gentik dan gonadal merupakan satu jenis kelamin tetapi mempunyai ciri kelamin sekunder yang siknifikan sebagai jenis kelamin yang berlawanan, sering dengan genitalia eksterna yang meragukan. (Dorland. 2007) a.4. Ambigous Genitalia : Organ genital dengan gabungan ciri khas pria dan wanita, seperti terlihat pada hermafroditisme dan beberapa tipe Pseudohermaproditisme (Dorland. 2007)
b. Permasalahan b.1. Apa hubungan tidak haid dengan Gadis yang mengalami Hymen Imperforata dan Uterus Bikornus? & b.2. Bagaimana penatalaksanaan masalah Gadis?
.
Hymen imperforatus Hymen imperforatus ialah selaput dara yang tidak menunjukkan lubang (hiatus himenalis) sama sekali, suatu kelainan yang ringan dan yang cukup sering dijumpai. Kemungkinan besar kelainan ini tidak dikenal sebelum menarche. Sesudah itu molimina menstrualia dialami tiap bulan, tetapi darah haid tidak keluar. Darah itu terkumpul didalam vagina dan menyebabkan hymen tampak 31
kebiru-biruan dan menonjol
keluar. Bila keadaan ini yang dinamakan
hematokolpos dibiarkan, maka uterus akan terisi juga dengan darah haid dan akan membesar (hematometra),selanjutnya akan timbul pula pengisian tuba kiri dan kanan (hematosalpinks) yang dapat diraba dari luar sebagai tumor kistik dikanan dan kiri atas simfisis. Diagnosis
tidak
sukar,
dan
pengobatannya
ialah
mengadakan
himenektomi,dengan perlindungan antibiotika, darah tua kental kehitam-hitaman keluar.sebaiknya sesudah tindakan penderita dibaringkan dalam letak fowler. Selama 2-3 hari darah tua kental tetap akan mengalir disertai dengan pengecilan tumor-tumor tadi. Sesekali sering pada atresia himenalis ditemukan pada neonatusatau gadis kecil vagina terisi oleh suatu cairan lendir (hidrokolpos). Apabila timbul tekanantekanan dan disertai dengan radang skunder,hendaknya hymen dibuka dan dipasang drain. Selayaknya diberi pula antibiotika. Bila atresia himenalis ditemukan pada gadis kecil tanpa menimbulkan gejalagejala, maka keadaan diawasi saja sampai anak lebih besar dan situasi anatomi menjadi lebih jelas. Dengan demikian dapat diketahui apakah benar ada atresia himenalis atau apakah vagina sama sekali tidak terbentuk (aplasia vaginae). (Sarwono. 2009)
Gangguan dalam mengadakan fusi Kegagalan untuk bersatu seluruhnya atau sebagian dari duktus Mulleri merupakan kelompok kelainan yang paling sering dijumpai. Dapat dijumpai kelainan-kelainan sebagai berikut: Uterus terdiri atas 2 bagian yang simetris 1). Terdapat satu uterus, akan tetapi di dalamnya terdapat dua ruangan yang dipisahkan oleh suatu sekat. Sekat itu memisah kavum uteri seluruhnya ( uterus septus ) atau hanya sebagian ( uterus subseptus) 2). Dari luar tampak due hemiuterus, masing-masing mempunyai kavumuteri sendiri, atau 1 kavum uteri dibagi dalam 2 bagian a. Uterus bikornis bikollis (uterus didelpyes). Dua baigian terpisah sama sekali, dan tidak jarang ditemukan bersamaan dua vagina tau satu vagina dengan sekat. b. Uterus bikornis unikollis 32
Uterus mempunyai satu serviks, akan tetapi terdapat 2 tanduk, masingmasing dengan 1 kavum uteri dan 1 tuba dan 1 ovarium. c. Uterus arkuatus Pada fundus uteri tampak cekungan, yang ke dalam diteruskan menjadi subseptum.
Uterus terdiri atas 2 bagian yang tidak simetris Satu duktus Mulleri berkembang normal, akan tetapi yang lain mengalami kelambatan dalam pertumbuhan nya . dalam hal ini hemiuterus tumbuh normal, sedang yang lain rudimenter. Tanduk rudimenter umumnya tidak berhubungan dengan kavum uteri dari tanduk yang normal, dan endometriumnya tidak berfungsi. Jika endometrium dari tanduk rudimenter berfungsi dan ada hubungan antara kedua kavum, maka darah haid dari tanduk rudementer dapatkeluar melalui tanduk yang normal, jika endometrium berfungsi dan tidak ada komunikasi, maka haid berkumpul dalam tanduk rudimenter dan terjadi satu tumor. Pada tanduk rudimenter, walaupun jarang, ada kemungkinan nidasi ovumyang telah di buahi. Keadaan ini dapat sekonyong-konyong menimbulkan gejala akut seperti kehamilan ektopik terganggu. 25% dari wanita dengan kelainan uterus kembar itu tidak mengalami kesukaran-kesukaran, dapat hamil biasa dan bersalin biasa pula. Akan tetapi ada kemungkinan
terjadi
dismenorea,
menoragia,
metroragia,
jika
terdapat
hematometra dan hematosalpinks di tanduk rudimenter, malah pada kehamilan perlu dilakukan operasi darurat. Pada kehamilan hemiuterus yang normal, ada kemungkinan terjadinya abortus, partus prematurus, kelainan partus dengan malposisi janin, distosia, dan perdarahan postpartum. Anamnesis yang cermat mengenai kelainan haid, gangguan kehamilan dan partus, disertai pemeriksaan ginekologik yang teliti dapat menimbulkan kecurigaan ke arah gangguan fusi dari dua bagian dari uterus. Dengan hesterosalpingografi dapat ditemukan beberapa kelainan seperti uterus bikornis unikollis, uterus septus dan sebagainya. Begitu pula laparoskopi berguna untuk menegakkan diagnosis. Adalah suatu keharusan untuk membuat pielogram intravena guna mengetahui, apakah disamping kelainan pada alat genital tidak ada pula kelainan pada traktus urinarius.
33
Tindakan pembedahan pada gangguan fusi dari uterus hanya dilakukan apabila ada indikasi ( abortus berulang, infertilitas, gangguan partus, gajala-gejala seperti kehamilan ektopik yang teganggu dan sebagai nya ). Pada uterus arkuatus yang keras atau uterus bikornis unikollis operasi rekonstruksi menurut Strassman sering kali berguna. (Sarwono. 2009)
b.3.
Apa
saja
komplikasi
Hymen
Imperforata?
.. Komplikasi Hymen Imperforata : a. Hematokolpos
: Timbunan darah pada vagina
b. Hematometra
: Timbunan darah pada cavum uteri
c. Hematosalpinx
: Timbunan darah pada tuba
d. Timbunan darah sampai cavum peritonii e. Terjadi perlekatan dan menimbulkan infertilitas f. Infeksi (Manuaba, 1995)
b.4.
Jelaskan
tentang
Pseudohermafrodit.
. Pada pseudohermafrodit, jenis kelamin genotype ditutupi oleh penampakan fenotipe yang sangat mirip dengan jenis kelamin lawannya. Jika memiliki testis, pasien pseudohemafrodit tersebut disebut pseudohermafrodit pria, jika yang adalah
Gambar 20, Pseudohermafrodit (Langman's Medical Embriologi, 2012)
pasien
tersebut
disebut
pseudohermafrodit
wanita.
.
34
ovarium,
Pseudohermafrodittisme wanita paling sering disebabkan oleh hyperplasia adrenal kengenital (sindrom andrenogenital). Kelainan biokimia pada kelenjar adrenal menyebabkan berkurangnya produksi hormone steroid dan meningkatnya hormone adrenokortikotropik (ACTH). Pada sebagian besar kasus, 21-hidroksilasi terlambat, sedemikian sehingga 17-hidroksikrogeteron (17-OHP) tidak diubah mnejadi 11-deoksikortisol. Kadar ACTH meningkat serbagai respon terhadap gangguan produksi kortisol yang menyababkan semakin tingginya kadar 17- OHP. Selanjutnya, terjadi pembentukan androgen berlebihan. Pasien memiliki komplemen kromsom 46,XX, nucleus positif kromatin, dan ovarium, tetapi pembentukan berlebihan androgen menyebabkan maskulinisasi genitalia ekterna. Maskulinisasi ini dapat bervariasi dari hanya pembesran glitoris hingga pembentukan genitalia hampi seperti pria. Sering terjadi hipertropi glitoris dan penyatuan sebagian labia mayora sehingga terlihat gambaran seperti skrotum dan sinus
urogenitalis
kecil
yang
menetap.
. Pseudohermafrodit pria memiliki komplemen kromosom 46,XY, dan sel-sel umumnya negative-kromotin. Berkurangnya produksi hormone androgenic dan MIS merupakan penyebab keadaan ini. Karakteristik jenis kelamin eksterna dan interna sangat bervariasi, bertgantung pada derajat perkembangan genitalia eksterna dan adanya turunan paramesonofros. (Sadler, 2006)
b.5. Jelaskan tentang Genitalia Ambigua Genitalia ambigua adalah kelainan bentuk genitalia eksterna/fenotip yang tidak jelas laki atau perempuan.
PATOFISIOLOGI Segala hal yang dapat mengganggu proses perkembangan/differensiasi seksual intrauterin pada setiap level perkembangannya akan berpotensi menghasilkan genitalia ambigua dengan derajat yang bermacam-macam meliputi : 1.
Female pseudohermaphroditism (Virilised female)
2.
Male pseudohermaphroditism (Undervirilised male)
3.
Disgenesis gonad
4.
Embriopati congenital.
(Madhusmita, 2008) 35
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan Wanita memiliki alat reproduksi yang unik dengan fungsinya tersendiri. Ia juga memiliki kelainan dan juga gangguan lainnya yang bisa berasal dari faktor gen atau bawaan dan juga bisa didapat. Kelainan bawaan terjadi akibat kesalahan pada fase embriologi dan terletak pada masalah kromosom. Biasanya kelainankelainan ini mulai terlihat ketika akan mendekati pubertas. Kelainan tersebut sebaiknya segera diperbaiki supaya tidak menjadi masalah di masa yang akan datang.
36
DAFTAR PUSTAKA
Arthur C. Guyton dan John E. Hall. 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC Madhusmita M, Lee MM. 2008. Intersex Disorder. Dalam: Moshang T, ed. Pediatric Endocrinologi. New York: Elsevier Mosby (hlm. 103) Manuaba, IBG. 1995. Penuntun Diskusi Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC (hlm. 71) Sadler, T.W. 2006. EMBRIOLOGI KEDOKTERAN LANGMAN. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC (hlm. 281-301, 297) Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta: PT. BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO (hlm. 753-755) Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta: PT. BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO (hlm. 183-184, 187-188) Setiabudi. 2007. Anatomi Fisiologi Manusia, Jakarta: Graha Ilmu (hlm. 100-106) Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2006. PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC (hlm. 1311-1312, 12841287) W.A Neuman, Dorland. 2007. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC (hlm. 1031, 2348, 1795, 901)
37