BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Suatu instansi tidak akan berjalan normal apabila di dalamnya tidak ada tenaga yang menangani urusan administrasi institusi tersebut, oleh karena itu tenaga administrasi sangat diperlukan baik itu instansi negeri maupun swasta. Di dalam menangani administrasi diperlukan suatu keahlian karena kalau pengelola administrasi tidak mempunyai keahlian administrasi institusi itu akan berantakan dan tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Salah satu upaya agar tidak terjadi hal seperti itu maka diperlukan tenaga administrasi yang teramapil dan mengetahui apa yang menjadi tugasnya. Di instansi kami yaitu SDN Sawojajar 2 Malang mempunyai tenaga administrasi yang bekerja selama lebih dari 4 tahun dan telah menjalankan tugasnya dengan baik walaupun jauh daripada sempurna, namun kami berusaha untuk tertib dalam menjalankan tugas sebagai tenaga administrasi.
2. Rumusan Masalah 1. Mengetahui Pengertian dari Tata Usaha itu sendiri. 2. Memahami Tugas dan Fungsi Tata Usaha 3. Kendala - kendala dalam menjalankan tugas sehari-hari
3. Tujuan Tujuan dibuatnya karya tulis ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui sejauh mana perkembangan dunia saat ini 2. Menjalankan tugas tata usaha sesuai dengan disiplin ilmunya 3. Solusi dari permasalahan-permasalahan yang sering terjadi di lingkungan mereka
1
BAB II TATA USAHA dan PERMASALAHANNYA 1. Pengertian Apakah tata usaha sekolah itu? Besarkah peranannya dalam sekolah ? Dan apa saja fungsi dan tugas mereka disekolah ? Itulah mungkin pertanyaan-pertanyaan yang mungkin keluar bagi orang yang belum begitu kenal dengan tata usaha (TU) sekolah. Sebagai seorang TU, saya ingin mencoba mengangkat ‘dinamika kehidupan’ pola kerja tata usaha dari pantauan kesehariannya (karena saya seorang TU). Staff TU dalam menangani urusan administrai dibagi menjadi 4 bagian; school assistant, clerical assistant, finance assistant dan general assistant (sumber: Nansen School, Birm, UK, 2001). Mereka bukan ditunjuk oleh pemerintah (karena sekolah mempunyai wewenang dan
otonomi
sendiri).
Mereka
masuk
bekerja
disekolah
didasarkan
pada
professionalisme mereka. Sebelum bekerja disekolah mereka harus mendapatkan keterampilan (skill) dan pengetahuan yang cukup untuk kerja mereka. Oleh karena itu pengalaman dan sertifikat pendidikan (ijazah) sangat menentukan dalam kerja mereka. Dan mereka bekerja pada disiplin ilmu mereka masing-masing.
2. Tugas dan Fungsi Pokok Tata Usaha Sementara aktifitas semua staf TU di sekolah-sekolah di Indonesia tampaknya harus bisa bekerja di semua bidang yang ditugaskan oleh kepala sekolah. Mereka bertugas dalam berbagai bidang, baik bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru atau mereka bekerja sendiri. Tugas mereka meliputi, membantu proses belajar mengajar, urusan kesiswaan, kepegawaian, peralatan sekolah, urusan sarana dan prasarana sekolah, keuangan, bekerja di laboratorium, perpustakaan dan hubungan masyarakat (Sumber: hasil rapat Kepala Tata Usaha di Bogor: 1996). Staff TU tidak bekerja sesuai dengan disiplin ilmu mereka, mengapa? Karena banyak alasan untuk itu. Yang paling mendasar adalah, mereka hanya sebagian besar bahkan hampir semuanya lulusan dari SLTA atau sedikit yang dari Sekolah Kejuruan. Jarang diantara mereka mengikuti pendidikan lanjutan dan disekolahkan oleh pemerintah untuk menambah ke-profesionalisme-an mereka. Pertanyaanya adalah, dengan faktor-faktor pembatas seperti itu apakah kerja-kerja bidang administrasi di sekolah kita dapat berjalan dengan maksimal? Hal-hal seperti in memang layak menjadi sorotan bagi pemerhati masalah pendidikan dan ketenaga kerjaan. Sebab, selama ini yang disorot adalah guru dan permasalahannya, juga kepala sekolah dan pelajar, tapi untuk TU sekolah apakah kita semua sudah cukup memberikan perhatian atas apa yang telah berhasil mereka kerjakan ataupun apa yang belum mereka lakukan.
2
Sungguh suatu hal yang bijak kalau kita semua mau melihat sisi dalam dari sekolah yang bukan hanya untuk guru dan kepala sekolah, tapi juga TU yang selama ini berjuang ‘dibelakang meja’ untuk kepentingan sekolah. Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan terus dilakukan pemerintah. Menurut Fasli Jalal (2001:110) setidaknya ada empat aspek penting yang tengah menjadi program pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, yaitu aspek kurikulum, tenaga kependidikan, sarana pendidikan, dan kepemimpinan satuan pendidikan. Di samping itu, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah melalui menteri Pendidikan
Nasional
juga
telah
mencanangkan
"gerakan
peningkatan
mutu
pendidikan" pada tanggal 2 Mei 2002. Gerakan ini dimaksudkan untuk memacu percepatan peningkatan mutu pendidikan nasional yang tengah terpuruk. Namun tanpa bermaksud mengurangi penghargaan terhadap hasil yang telah diperoleh melalui upaya peningkatan mutu pendidikan tersebut, agaknya patut diakui bahwa upaya peningkatan
mutu
pendidikan
kita
belum
membuahkan
hasil
yang
terlalu
menggembirakan. Di tingkat sekolah, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan ternyata masih banyak menemukan kendala-kendala yang harus segera dicarikan jalan keluarnya. Di antara kendala tersebut yang sepertinya luput dari pantauan banyak orang ialah masalah mutu pegawai tata usaha (TU) sekolah yang belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan. Disadari atau tidak, mutu pegawai tata usaha sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu sebuah sekolah. Tapi patut disayangkan, upaya peningkatan mutu dan kinerja pegawai tata usaha sekolah kelihatannya kurang mendapat perhatian. Memang harus diakui bahwa kunci utama peningkatan mutu pendidikan di sebuah sekolah adalah guru. Tanpa didukung oleh mutu guru yang baik upaya peningkatan mutu pendidikan akan menjadi hampa, sekalipun didukung oleh komponen lainnya yang memadai. Karenanya tentu sangat beralasan bila pemerintah saat ini lebih memfokuskan peningkatan mutu guru sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Apalagi kondisi saat ini sangat menuntut perlunya keseriusan untuk meningkatkan mutu guru. Namun sekalipun prioritas utama sekarang ini tengah diberikan pada upaya peningkatan mutu guru, pemerintah tentu juga harus memberikan perhatian pada upaya peningkatan mutu dan kinerja pegawai tata usaha sekolah. Sebagai sebuah sistem, sekolah juga terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila ada satu komponen saja yang "error", maka sistem sekolah juga akan turut "error". Dalam realitasnya memang tidak jarang system sebuah sekolah menjadi "bermasalah" karena faktor mutu dan kinerja pegawai tata usaha yang (maaf) rendah. Walaupun hubungan antara mutu pendidikan sebuah sekolah dengan mutu dan kinerja pegawai tata usaha sekolah merupakan hubungan yang bersifat tidak langsung, namun harus diakui (sekalipun tidak dilengkapi dengan data hasil penelitian) bahwa 3
mutu dan kinerja pegawai tata usaha sekolah turut mempengaruhi mutu pendidikan sebuah sekolah. Karenanya, upaya peningkatan mutu pendidikan juga harus menyentuh peningkatan mutu dan kinerja kepala dan pegawai tata usaha sekolah agar mereka bisa memberikan kontribusi yang lebih besar bagi peningkatan mutu pendidikan di sebuah sekolah.
3. Permasalahan Pegawai Tata Usaha Ada beberapa indikator yang menunjukkan bahwa mutu dan kinerja pegawai tata usaha sekolah masih rendah, yaitu : pertama, masih banyak pegawai tata usaha sekolah yang tidak (belum?) mempunyai kemampuan, kecakapan atau keahlian yang memadai untuk mengerjakan tugas-tugas mereka dengan performa yang baik dan memuaskan. Bidang-bidang lain juga terlihat masih banyak kesemrautan kerja tata usaha sekolah seperti pengarsipan surat yang tidak tertata rapi, surat masuk dan keluar sering hilang, data-data sekolah banyak yang tidak lengkap dan tidak ada, dan kalaupun ada banyak yang tidak up to date. Bila melirik pula ke perpustakaan yang juga menjadi bagian tugas dari tata usaha, "wajah" pustaka juga belum banyak mencerminkan sebuah perpustakaan yang telah mendapat sentuhan dari tangan-tangan pegawai yang profesional. Padahal ini semua sebenarnya barulah pekerjaan yang bersifat "melaksanakan". Dan tentu bisa dibayangkan bila melaksanakan saja kurang beres, apalagi "merencanakan". Jangankan disuruh membuat proposal maupun laporan kegiatan, sedangkan membuat konsep sehelai surat yang tidak ada contohnyapun terkadang tidak bisa. Padahal di setiap kegiatan sekolah (yang ada SK Panitia dan tentu juga ada honornya) selalu yang menjadi sekretaris adalah kepala tata usaha. Kedua, masih rendahnya disiplin, loyalitas dan tanggung jawab pegawai tata usaha sekolah dalam menjalankan tugas-tugas mereka sebagai pegawai tata usaha sekolah. Ketaatan sebagian mereka barulah sekedar ketika ada kepala sekolah. Bila kepala sekolah tidak ada atau keluar karena suatu keperluan, maka para pegawaipun juga akan menghilang satu persatu. Dan yang lebih ironisnya lagi ternyata ada pegawai tata usaha yang "berani" datang ke sekolah hanya beberapa hari sebelum dan sesudah tanggal baru, sekedar untuk mengambil "sisa gaji'. Ketiga, masih belum tercerminnya pelayanan prima yang diberikan kepada siswa, orang tua, dan masyarakat. Banyak orang tua, siswa ataupun warga masyarakat yang berurusan kurang dilayani dengan penuh keramahan, penuh perhatian, cepat, tepat, mudah dan tidak berbelit-belit. Terkadang kala ternyata untuk mengurus surat pindah maupun surat keterangan saja harus "batele-tele". Dan yang lebih parahnya lagi kadang-kadang harus pakai "tanda terimakasih" pula. Keempat, masih belum nampaknya kecerdasan emosional, spritual, dan bahkan juga kecerdasan intelektual pegawai tata usaha sekolah dalam memecahkan berbaga permasalahan serta dalam berinteraksi di lingkungan sekolah. Masih banyak 4
pegawai tata usaha yang justru lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bergunjing ketimbang untuk menorehkan prestasi kerja yang lebih baik. Bahkan tidak jarang kebiasaan bergunjing ini menjadi "api" yang menyebabkan permusuhan di dalam komunitas lingkungan sekolah. Ini semua tentu semakin memperjelas betapa (sebagian besar/kecil?) pegawai tata usaha sekolah belum memperlihatkan mutu dan kinerja yang memuaskan. Di berbagai sekolah ternyata masih banyak "jabatan" yang seharusnya dipegang oleh pegawai tata usaha tetapi justru harus ditangani oleh guru. Contoh kasus paling banyak ditemukan ialah masih banyaknya guru yang menjadi bendahara atau pengelola keuangan sekolah seperti menjadi bendahara gaji/rutin, bendahara BOS, dan bendahara komite sekolah. Padahal posisi tersebut seharusnya dipegang oleh pegawai TU sekolah. Lalu mengapa jabatan yang seharusnya diberikan kepada pegawai tata usaha sekolah ini diberikan kepada guru? Dalam konteks manajemen sekolah tentu semua tugas tambahan yang diberikan kepada guru maupun pegawai tata usaha sekolah merupakan kebijakan kepala sekolah yang telah dipertimbangkan secara matang. Bila kepala sekolah justru lebih mempercayai guru untuk memegang sebuah jabatan yang seharusnya dipegang oleh pegawai tata usaha sekolah, maka tentu akan muncul pertanyaan, ada apa dengan pegawai tata usaha sekolah?
5
BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan (Pegawai Tata Usaha Yang Profesional) Masa depan sebuah sekolah sebagian besar ditentukan oleh orang-orang yang ada di sebuah lingkungan sekolah. Untuk meraih masa depan sekolah yang lebih baik, seyogyanya setiap personalia sekolah saling bersinergi, bekerjasama dan sama-sama bekerja dengan penuh keikhlasan untuk mewujudkan masa depan sekolah yang lebih baik, lebih mencerahkan dan lebih mencerdaskan kehidupan bangsa. Penempatan pegawai tata usaha sekolah ke depan seharusnya benar-benar mempertimbangkan mutu, kemampuan, kecakapan, atau keahlian yang memadai untuk melaksanakan tugas mereka di bidangnya masing-masing. Diharapkan ke depan pegawai tata usaha sekolah benar-benar tenaga profesional di bidangnya, seperti profesional di bidang manajemen perpustakaan, profesional di bidang manajemen keuangan sekolah, profesional di bidang kearsipan, profesional di bidang teknologi informatika komputer. Dan penempatan tenaga profesional di lingkungan tata usaha sekolah ini seyogyanya mengacu pada prinsip the righ man on the righ job. Ini berarti untuk menjadi pegawai TU sekolah yang profesional dan berkontribusi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan tidak cukup lagi hanya dengan mengandalkan ijazah SLTA. Tanpa bermaksud mengurangi penghargaan terhadap segmen ini, tentunya sangat tidak adil menempatkan pegawai TU sekolah yang rata-rata Cuma berijazah SLTA sementara mereka dituntut harus serba bisa dalam segala persoalan "tetek bengek" tata usaha sekolah. Padahal tugastugas TU sekolah semakin hari semakin kompleks dan semakin membutuhkan orangorang yang betul-betul terampil dan profesional. Dengan adanya penempatan tenaga profesional untuk menjadi pegawai tata usaha sekolah, diharapkan setiap komponen yang ada di sekolah akan mampu mengoptimalkan kinerja mereka masing-masing. Peran "ganda" yang selama ini banyak dimainkan guru diharapkan akan segera berakhir. Bila guru tidak ada lagi yang overlape, maka tentu guru akan lebih bisa mengoptimalkan kemampuannya untuk memacu peningkatan mutu pendidikan. Sekalipun di sisi lain harus diminta kerelaan guru yang memainkan peran ganda tersebut untuk melepas sebagian "lobang piti masuak" mereka. Di samping itu, dengan adanya tenaga profesional di lingkungan pegawai tata usaha sekolah diharapkan dapat semakin memacu peningkatan mutu manajamen sekolah. Apalagi dalam perspektif manajemen berbasis sekolah semakin menuntut tersedianya pegawai tata usaha sekolah yang benar benar mampu berkontribusi positif dalam peningkatan mutu sekolah. Belajar dari pengalaman yang ada, ternyata cukup banyak sekolah yang dikelola dengan manajemen "tukang sate" yang berakibat terjadinya penumpukan pekerjaan sekaligus tanggung jawab pada 6
seorang individu saja ( one man show ). Kesalahan ini tentu tidak bisa disebut murni kesalahan
kepala
sekolah
semata,
tetapi di dalamnya
juga
include
faktor
ketidakberdayaan kepala dan pegawai tata usaha sekolah untuk memainkan peran mereka masing-masing. Selain memiliki kemampuan, keahlian atau kecakapan yang memadai, yang tidak kalah pentingnya ialah pegawai TU sekolah di masa depan harus memiliki visi dan komitmen yang kuat untuk turut memajukan dunia pendidikan. Sekolah di samping menjadi "lahan penghidupan" juga harus dipandang sebagai lahan untuk beramal. Sehingga setiap pekerjaan tidak harus selalu diukur dengan materi yang akan diterima. Seyogyanya prinsip hidup "berbuat dan memberikan yang terbaik" menjadi budaya setiap individu di lingkungan sekolah. Ini juga berarti pegawai TU sekolah juga harus memiliki kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial di samping kompetensi profesional. Semoga !
2. Kritik dan Saran Saya menyadari masih banyak kesalahan penulisan maupun penyusunan kosakata dalam karya tulis ini. Saya berharap dari pembaca sudilah kiranya memberikan Kritik dan Saran yang membangun guna kesempurnaan karya tulis ini. Semoga dari penulisan karya tulis ini bisa bermanfaat bagi dunia pendidikan kita khususnya Pegawai Tata Usaha.
7
DAFTAR PUSTAKA
-
Albert Lepawsky, Administration The Art and Science of Organization and Management, New York: Alfred A. Knopf, 1960.
-
Anthony Tillet, Thomas Kempner & Gordon Wills (Eds.), Management Thinkers, Harmonworth, Pinguin Books Ltd, 1970.
-
Ansyar, Mohammad. 1989. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud
-
Arikunto, Suharsimi. 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
-
Hendri, Cep, S. Ag. 2007. Peningkatan Mutu Pegawai Tata Usaha Sekolah Dalam upaya menujang kualitas Pendidikan di Sekolah. SMK YASPI SYAMSUL ‘ULUM KOTA SUKABUMI
8