BAB I PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG HUMANISME DAN NASIONALISME
1.1 Latar Belakang Perjuangan kemerdekaan India menjadi sebuah proses panjang dari keinginan rakyat India untuk bisa lepas dari penjajahan Inggris. Pergerakan kemerdekaan yang dilakukan oleh rakyat India menjadi sangat penting dalam melaksanakan segala upaya menghilangkan kegiatan kolonialisasi di India. Berbagai cara yang dilakukan baik yang memakai cara-cara yang diplomatik atau secara frontal melakukan perlawanan atau non-cooperatif yang akhirnya berujung pada benturan fisik, merupakan pemandangan yang umum dalam poses merebut kemerdekaan, dengan satu tujuan memperjuangkan hak atas tanah kelahiran. Bahkan hal-hal seperti ini juga tidak hanya berada pada India saja, dibelahan negara manapun juga melakukan hal yang sama dalam proses mencapai kemerdekaan. Selalu ada dua pilihan ketika menginginkan kemerdekaan, yaitu diplomatik atau memakai jalur perang. Berbicara tentang India, memang tidak bisa dilepaskan dari sosok-sosok penting pendukung pergerakan kemerdekaan. Sosok penting yang dimaksud disini adalah orang-orang yang mampu untuk memobilisasi dan mengorganisir rakyat untuk bangkit melawan ketidakadilan yang ada. Di India sendiri memang banyak tokoh-tokoh
penting
yang
posisinya
sentral
dalam
mendukung
upaya
pemerdekaan India. Tapi melihat keberadaannya, mungkin hanya ada satu sosok yang dianggap penjadi pembeda dari yang lain. Sosok yang tampak sederhana dan terkesan tidak peduli dengan kondisi formal yang diciptakan masyarakat elit di India, padahal setiap yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip hidup yang diperoleh dari pengalaman hidup dan proses belajar yang panjang. Dialah Mohandas Karachmad Gandhi, yang oleh rakyat Inggris pada saat itu menjulukinya dengan ‘pengemis telanjang’ karena kesederhanaanya dan cara
Universitas Sumatera Utara
berpakaiannya yang dianggap tidak pantas oleh rakyat Inggris yang memang selalu menggunakan pakaian lengkap dan formil. Gandhi, atau dengan nama lengkap Mohandas Karachmad Gandhi, yang lahir di India tepatnya tahun 1869. Seseorang dengan perawakan kurus, yang kemana-mana pergi dengan hanya dilapisi selembar kain putih panjang yang membalut tubuhnya, dan berjalan tanpa menggunakan alas kaki, memang bisa dikatan sebagai sosok yang kontrofersial dalam perjalanan hidupnya. Tingkah laku perbuatan maupun pemikirannya, bisa dikatakan keluar dari pola pikir orang pada umumnya. Sifatnya yang lembut terbawa dalam pemikiran politiknya. Dia tidak pernah berfikir untuk membenci orang, atas apa yang dilakukanya, dia hanya membenci apa yang dilakukannya, karena manusia dan apa yang dilakukannya adalah dua hal yang berbeda. Sikap-sikap yang dipraktekkannya telah banyak menginspirasi banyak tokoh-tokoh dunia yang menginterpretasikan sikap dan ajarannya dalam berbagai cara seperti Martin Luther King, Jr. dan Nelson Mandela. Mahatma Gandhi dapat digolongkan sebagai orang biasa, beliau tidak mengangap dirinya cerdas seperti anak lainnya dalam pelajaran sekolah, walaupun ia bergelar sarjana Hukum dari University College London, yang ia peroleh dari niat dan kerja keras, serta keingintahuan. Bermodal gelar sarjana hukum, ia menjadi pengacara kemudian menjadi biro hukum India tepatnya di Durban Afrika Selatan. Keinginan membantu keluargalah yang sebenarnya menyorong Gandhi untuk bekerja di India disamping memang Gandhi adalah orang yang ingin tahu, mengetahui, dan keinginan untuk belajar menjadikannya manusia yang sangat ingin tahu akan segala hal. Faktor itu yang mendekatkannya dengan karyakarya milik Thoreau, Tolstoy, Perjanjian Baru dan naskah-naskah Kuno Hindu. Bermodal ketekunan belajar dan ingin tahu ditambah pengalaman hidup membawanya pada sebuah prinsip hidup yang kelak akan dikenal orang sebagai sebuah ajaran yang berpengaruh besar dalam perkembangan kehidupan manusia. Gandhi sering mengatakan kalau nilai-nilai ajarannya sangat sederhana, yang
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan kepercayaan Hindu tradisional yaitu kebenaran (satya), dan anti kekerasan (ahimsa). 1 Proses dan usaha perjuangan kemerdekaan india, ia menghendaki supaya rakyat yang mengikutinya memakai cara-cara pantang kekerasan dan penderitaan yang beradap. Perjuangan merebut kemerdekaan India bukan didasarkan pada kebencian terhadap Inggris. Gandi selalu menekankan harus membenci dosanya, tetapi bukan orang yang membuat dosa itu. Kehidupan Gandhi mungkin adalah proses perjuangan mencari kebenaran. Dari pendidikan awal sampai kuliah, hingga pada perjuangannya. Dimulai dari Sejarah panjang yang didapatnya di Afrika Selatan selama menjalankan tugas sebagai pengacara sampai pada perjuangannya di tanah kelahiranya di India memang
membawanya
kearah
realitas
perjuangan
kaum-kaum
yang
didiskriminasikan, dengan latar belakang masalah yang berbeda. Di Afrika dia menemukan perjuangan untuk keluar dari belenggu sikap rasial terhadap kaumnya, ataupun yang memiliki warna kulit yang sama dengannya. Di India dia menemukan sikap ketidak adilan yang diterima bangsanya dari pemerintah Inggris ditanah milik orang India. Afrika selatan menjadi persinggahan pertamanya dan paling mengesankan dalam pejalanan hidupnya, yang memberinya gambaran tentang bagaimana sikap dan perlakuan yang diterima kaumnya di Afrika. Pelabuhan di Natal adalah Durban yang juga dikenal sebagai pelabuhan Natal. Hari-hari yang dijalaninya tidak lepas dari persoalan tindakan diskriminasi yang dialami oleh orang-orang yang memiliki “warna kulit”. Perjalanan ke pretoria meninggalkan Durban menjadi satu kasus yang tersendiri bagi Gandhi. Disinilah tindakan diskriminasi pertama yang juga kelak menjadi pembuka atas kasus diskriminasi lainnya yang diperoleh oleh Gandhi yang dilakukan oleh petugas kereta, yang memaksanya untuk pindah tempat ke kereta barang karena salah satu penumpang merasa
1
Ahimsa adalah sebuah filosofi berpikir Gandhi yang diperoleh dari ajaran-ajaran agama Hindu, yang menekankan pada sebuah prinsip pantang kekerasan dalam mencari sebuah kebenaran.
Universitas Sumatera Utara
terganggu dengan penampilan fisiknya, yang berujung pada pengusiran dirinya dari kereta. 2 Satu tahun tinggal di Pretroria benar-benar merupakan pengalaman yang berharga bagi kehidupan Gandhi. Di sinilah Gandhi memperoleh banyak kesempatan untuk bekerja demi kepentingan umum dan mengukur kapasitasnya untuk itu. Di Pretoria jugalah dia merasakan semangat keagamaan untuk menjadi semangat hidup serta memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang praktik hukum. 3 Bertugas puluhan tahun di Afrika mengantarkan Gandhi pada perjuangan Satyagraha 4dengan konsisten. Perlakuan diskriminatif dan rasial dilawan Gandhi dengan sebagai cara berjuangnya, tidak pernah sekalipun Gandhi mengajak kawan-kawan yang senasib dengannya untuk memukul orang-orang yang bertindak tidak adil terhadap mereka, justru Gandhi cenderung memaafkan mereka, dan membawa perkara ke pengadilan jika memang dianggap melanggar hukum. Aksi-aksi diskriminatif yang disaksikan Gandhi adalah sebuah bentuk pembelajaran mengenal hidup yang diperoleh Gandhi. Semangat ahimsa dan satyagraha adalah dua hal yang dibawanya untuk melawan ketidak adilan. Dalam menjalankan perlawanannya Gandhi menjunjung tinggi semangat humanisme. 5 Dia tidak pernah sekalipun membenci siapapun yang menghujatnya atau memperlakukannya secara tidak adil, karena dia menyayangi sesamanya manusia dan menjunjung tinggi martabat manusia. Dia tidak pernah ingin menghukum manusia, tapi menghukum perbuatannya. Dari perjalanan dan pengalaman yang diperolehnya di Afrika, Gandhi pulang ke India. Perlakuan yang didapatkan di Afrika yang dia harapkan tidak terjadi di India, malah berjalan sebaliknya. Walaupun Gandhi sangat menjunjung 2
Mahatma Gandhi.2009. Semua Manusia Bersaudara. Jakarta:Yayasan Obor Jakarta.Hal.17. Ibid, hal. 20 4 Satyagraha Secara Harafiah berarti kesetiaan kepada kebenaran. Sebutan yang diciptakan oleh gandhi untuk siasat ketidakpatuhan dengan pantang kekerasan yang diselenggarakan oleh dan atas bimbingan Gandhi. 5 Wisarja, I Ketut.2005. Gandhi dan Masyarakat Tanpa Kekerasan. Surabaya: Paramita. Hal.75. 3
Universitas Sumatera Utara
tinggi pemerintahan kerajaan Ingris di India, tapi dia tetap tidak berterima kalau nasib sebangsanya berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Dia baru sadar atas perlakuan yang diberikan Inggris terhadap rakyat India. Kembalinya Gandhi ke India, dia memimpin perlawanan terhadap penjajah Inggris. Orangorang India menginginkan kemerdekaan penuh dengan Undang – Undang dan aturan sendiri bagi negara mereka. Sama halnya dengan apa yang dilakukannya di Afrika Selatan, Gandhi mengadvokasikan satyagraha, melancarkan aksi – aksi dan gerakan tanpa kekerasan melawan Pemerintah kolonial Inggris. Kemunculan Gandhi memberikan peranan yang sangat besar bagi perjuangan kemerdekaan India. Beliau muncul sebagai tokoh yang memperjuangkan hak bagi orang-orang India setelah kembali dari Afrika Selatan pada tahun 1914. Perang dunia yang sedang terjadi berimbas pada India. Keikutsertaan inggris dalam perang dunia pertama ikut melibatkan India yang merupakan koloni Inggris. Banyak rakyat india yang ikut dalam militer dalam menyokong Inggris. Gandhi adalah sosok yang memberi dukungan dengan gagasan tentang India yang akan memberi bantuan terhadap Inggris dalam masalah yang dihadapi. Tapi Gandhi sangat menolak dengan pernyataan baik dari kalangan rakyat India ataupun Inggris bahwa orang india yang ikut membantu Inggris tidak lebih dari budak-budak. Penolakan gandhi terhadap sikap dan penempatan orang-orang Inggris dengan istilah majikan ditolak keras oleh Gandhi. “saya menyadari perbedaan status antara seorang bangsa India dan seorang bangsa Inggris, tetapi kami tidak percaya bahwa kami diturunkan sedemikian jauh sebagai budak-budak. Saya merasakan itu tidak lebih dari kesalahan orng-orqng Inggris sebagai individu dan bukan kesalahan sistem negara Inggris dan hal ini mernurut pendapat saya dapat diubah melalui kasih sayang.” 6 Mobilisasi yang dilakukan Gandhi dalam mengadvokasi rakyat India dalam menentang ketidakadilan system, adalah dengan cara-cara yang manusiawi. Gandhi sangat menolak tindakan perang dalam menyelesaikan masalah. Gandhi
6
Mahatma Gandhi, Op.cid, hal.40
Universitas Sumatera Utara
lebih bersedia dipenjara atau bahkan harus mati sekalipun untuk menyelesaikan masalah, daripada harus memegang sepucuk senjata dan terlibat dalam perang. Peperangan adalah tindakan yang tidak bermoral, Gandhi tidak dapat menghukum orang yang menyerangnya dalam perang, apalagi dengan orang-orang yang tidak tahu tentang keadilan, tentang sebab-sebab kenapa mereka berperang. Memegang teguh prinsip ahimsa menjadikan Gandhi sebagai sosok yang sangat menentang perang. Prinsip inilah yang justru mengantarkan India pada kemerdekaannya di tahun 1947. Setelah perjuangan memerdekaan India, Gandhi justru dihadapkan pada keadaan yang dilematis. Perjuangan memerdekaan rakyat yang dikasihinya berujung pada konflik etnik bercampur konflik agama. Tahun 1947 India dan Pakistan harus dipisah menjadi dua negara yang berbeda, pemisahan ini justru menimbulkan kerusuhan yang berkepanjangan hingga saat ini. Awal perjuangan yang Gandhi bangun justru dapat menyatukan suara untuk merdeka dari kolonialisasi Inggris, ketika merdeka justru perpecahan yang diterima dan disaksikan Gandhi. Gandhi dengan tegas menentang pemisahan India menjadi dua negara, yang dengan tegas menyekat antara Hindu dan Islam. Gandhi menyerukan agar orang Hindu mencintai umat muslim, dan sebaliknya yang muslim menyayangi yang Hindu, dan agar keduanya dapat hidup dalam damai kemerdekaan dalam satu Negara merdeka yang lama diperjuangkan. Penolakan Gandhi dalam ancaman perang antara India dan Pakistan terkait perebutan wilayah, ditanggapi Gandhi dengan memilih bermeditasi dan berdoa sebagai upaya menghentikan perang. Ajaran ajaran yang dibawanya dan coba untuk disebarkannya ternyata berimplemantasi lain pasca kemerdekaan India. Pengalaman yang diterima didapat selama bertugas sebagai pencari keadilan, tidak membawanya membenci setiap orang yang melakukan keburukan atau ketidakadilan, dia tetap berpegang teguh pada prinsip bahwa manusia tidak salah, sifat manusialah yang pantas disalahkan, dan orang yang dianggap bersalah tidak pantas mendapatkan siksaan fisik yang sama dengan yang pernah
Universitas Sumatera Utara
mengalaminya, karena itu menjadikan manusia itu tidak jauh beda dengan orang yang melakukan sebuah kejahatan. Gandhi berpikir bahwa, setiap manusia adalah benda yang sakral. Catatan sejarah yang diukisnya, memposisikannya dalam sosok yang berbeda dengan yang lain. Sathyagraha selalu dipropagandakannya, untuk menyebarkan kasih sayang dalam menciptakan kedamaian. Konsistensi Gandhi dalam memegang teguh prinsip Ahimsa yang tidak pernah menggunakan kekerasan dalam melawan setiap ketidakadilan, diaplikasikan beliau dengan berdemonstrasi dengan damai, walaupun ia sering kali mendapat serangan, kekerasan secara fisik, dipenjara berulang kali, memilih untuk bermeditasi dan hidup dalam penderitaan diri sendiri daripada melihat perang saudara antara India dan Pakistan di tanah yang diperjuangkannya. Inilah pilihan dan cara Mahatma Gandhi dalam menunjukan prinsip kemanusiaannya. Sosok Gandhi yang berbeda menjadi pribadi yang akan mudah diingat banyak orang. Pembawaan sikap dan perilaku yang dibawanya dalam kehidupan sehari-hari berpegang pada sebuah tatanan prinsip yang teguh. Ajaran yang diajarkan diperoleh dari pengalaman hidupnya sendiri. Sikapnya yang menyayangi sesamanya manusia menjadikannya sosok yang sangat membenci perang, dan kecintaannya terhadapa kaum sebangsanya adalah membawa dirinya memberi perlawanan terhadap penjajahnya. dan dengan apa yang dimilikinya inilah Gandhi menjadi sosok penting dalam sejarah perdamaian dunia. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana pemikiran Mahatma Gandhi tentang Humanisme dan Nasiobalisme. Gandhi sebagai sosok yang memperjuangkan nasib rakyat yang banyak bergantung kepadanya memang membawa semangat perjuangan yang berbeda dalam perjuangan rakyat India dalam proses merebut kemerdekaanya. Disisi lain juga pemisahan India Pakistan juga meninggalkan kisah yang berbeda dalam perjuangan dan cita–cita yang diimpikannya, sebagai sosok yang mengidamkan perdamaian dengan mengedepankan ajaran dan sikap yang humanistik, justru
Universitas Sumatera Utara
harus dihadapkan dengan kondisi pemisahan dua wilayah yang awalnya adalah gerakan yang memiliki visi yang sama antara India dan Pakistan.
1.2. Perumusan Masalah Sifat dan sikap yang ditunjukan oleh Mahatma Gandi memang menjadi sebuah bahan kajian yang penting. Keberadaan ajarannya yang dianggap masih koheren dengan cita-cita perdamaian yang menjadi cita-cita yang harus diraih. Sifat Universal ajarannya memang memang menjadikan sosok gandi sebagai seorang tokoh yang sangat berpengaruh baik ketika dia masih menunjukan eksistensinya sebagai manusia yang hidup di dunia ataupun ketika dia sudah meninggal dan hanya meninggalkan ajarannya sebagai pesan terakhir untuk mewujudkan perdamaian. Kecintaanya pada perdamaian dan cinta kasih, menjadikannya sebagai sosok yang pemaaf, tidak pendendam dan lembut. Penempatan posisi manusia pada sosok yang sakral menjadikannya tidak pernah membenci sesamanya. Dia selalu beranggapan bahwa jiwa manusia adalah terpisah dari tubuh. Jadi raga tidak pernah berbuat salah jadi tidak harus dipersalahkan, yang harus dirubah adalah jiwa dari manusia itu. Disisi lain Gandhi harus dihadapkan dengan realitas, kehidupan bangsanya yang berada posisi yang selalu mendapat perlakuan diskirminatif oleh permerintahan Inggris. Posisi yang dilematis antara keinginan untuk membela dan prinsip ajarannya yang sangat menghargai manusia di uji. Apakah Gandhi harus ikut melawan orang-orang yang menyakiti bangsanya, dengan ikut membenci pemerintahan Inggris, atau tetap berpegang pada prinsip yang teguh. Pada tahap lain Gandhi juga harus dihadapkan dengan realita pemisahan yang harus disaksikannya, dimana India harus dibagi menjadi dua negara yaitu India dan Pakistan. Ajarannya yang anti kekerasan harus dihadapkan dengan perang saudara antara India dan Pakistan yang membawa unsur agama dalam konflik yang muncul.
Universitas Sumatera Utara
Atas uraian diatas, maka penulis merumuskan suatu rumusan masalah, dimana rumusan masalah secara substansi adalah untuk menyatakan secara tersurat apa yang harus dijawab, dan dengan mengacu pada latar belakang masalah perumusan masalahnya, yaitu : 1. Mengapa Mahatma Gandhi memilih atau menerapkan jalur Humanisme dalam perjuangan kemerdekaan India ? 2. Bagaimana Pemikiran Mahatma Gandhi tentang Humanisme dan Nasionalisme ? 3. Bagaimana pengaruh Gandhi dan pemikiran Humanisme Gandhi dalam Pemisahan India dan Pakistan ?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah
:
1. Untuk mengetahui kenapa Mahatma Gandhi memilih jalur Humanisme sebagai alat perjuangannya, di tengah-tengah perjuangan dengan senjata yang banyak dipilih oleh penggerak kemerdekaan di negara-negara kolonial. 2. untuk mengetahui tentang pemikiran-pemikiran Mahatma Gandhi, terkusus tentang Humanisme dan Nasionalisme. 3. Untuk mengetahui sejauhmana prinsip Humanisme Gandhi mempengaruhi sikap-sikap nasionalisme Gandhi dalam proses merebut kemerdekaan di India. 4. Untuk mengetahui apakah persoalan India dan Pakistan yang berujung pada pemisahan kedua daerah menjadi negara yang berbeda adalah kegagalan Gandhi dan pemikirannya atau karena faktor lain yang lebih dominan.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi ilmu pengetahuan dan karya ilmiah di Departemen Ilmu Politik khususnya dalam studi pemikiran global. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmiah dalam memperluas wawasan pemikiran civitas akademika dalam berbagai tingkatan pendidikan. 3. Dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat yang ingin tahu tentang Humanisme dan terutama bagi para pengambil kebijakan agar dapat menciptakan kebijakan yang berlandaskan kemanusiaan.
1.5. Kerangka Teori penulisan sebuah karya ilmiah tidak dapat dilepaskan dari teori-teori, yang secara fungsi akan sangat membantu penulis dalam menganalisa permasalahan yang akan diteliti. Teori akan menjadi pedoman dasar peneliti untuk menerangkan sebuah fenomen sosia. Sebelum memuli penelitian, penting kiranya penulis menyusun sebuah kerngka teori, sebagai landasan berfikir yang sistematis. 1.5.1 Teori Humanisme Istilah “humanisme” sendiri berasal dari kata Latin “humanitas” yang artinya pendidikan manusia, dan dalam bahasa Yunani disebut “paedia” yang diartikan sebagai pendidikan yang didukung oleh manusia-manusia yang hendak mendapatkan seni liberal
sebagai materi atau sarana utamanya. Pemahaman
Humanisme, menempatkan manusia pada posisi yang sangat penting. Humanisme adalah sebagai doktrin yang menekankan bahwa yang terpenting dalam alam semesta adalah faktor alam semesta itu sendiri. 7 Ajaran humanistik ini sendiri menganggap manusia sebagai subyek dan tentunya mempunyai obyek untuk 7
Munir,Miftahul.2005. Filsafat Humanisme Theistik Kahlil Gibran. Yogayakarta:Paradigma.Hal.1.
Universitas Sumatera Utara
dihadapi. Dari sini dapat diolah bahwa manusia adalah sebagai individu yang menjadi pusat dari segala sesuatu. Sikap individu manusia semakin menonjol karena manusia berada diatas masyarakat. Tetapi semua manusia mempunyai kedudukan yang sama. Pemikiran humanisme memunculkan ide tentang kebebasan individu manusia sendiri. Humanisme akan lebih mudah dipahami kalau ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi historis dan sisi-sisi aliran filsafat lainnya. Sisi historis, humanisme adalah suatu gerakan intelektual dan kesusastraan yang pertama kali muncul di Italia pada paruh kedua abad ke-14 masehi. Gerakan ini boleh dikatakan sebagai motor penggerak kebudayaan modern, khususnya kebudayaan eropa. 8 Pada abad ke-14 humanisme juga mengalami surut, pada saat sastra dan seni Romawi dan Yunani yang pra-Kristiani ditemukan kembali. Sedangkan puncak humanisme umumnya dianggap Erasmus dari Rotterdam pada abad ke-16. Gelombang kedua humanisme, sering disebut neo-humanisme berkembang di abad ke 18 ketika para seniman, filsuf dan kaum intelektual berpaling dari zaman klasik Roma dan Yunani. Cita-cita humanisme dilihat dalam gagasan Yunani kuno tentang pembentukan manusia yang selaras dengan badan dan jiwanya. 9 Pada perkembangan humanisme pada abad 18 atau periode perkembangan ini yang dimasukan kedalam masa pencerahan (aufklarung). Tokoh humanis yang muncul adalah J.J Rousseu. Tokoh ini mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia sebagai metode untuk mencoba keparipurnaan tujuan-tujuan pendidikan. Pada perkembangan selanjutnya, pada abad 20 terjadi perkembangan humanistik yang disebut humanisme kontemporer. Humanisme kontemporer merupakan reaksi protes atau gerakan protes terhadap dominasi kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia di era modern. Perkembangan lebih lanjut dari filsafat humanis
ini
adalah
berkenaan
dengan
peran
dan
kontribusi
filsafat
8
Zainal Abidin.2003. Filsafat Manusia, memahami Manusia melalui Filsafat. Bandung: PT Remaja Rosdokarya. Hal 25. 9 Munir, Miftahul. op.cit Hal.3
Universitas Sumatera Utara
eksistensialisme yang cukup memberikan kontribusi dalam filsafat pendidikan humanistik. Sisi yang kedua adalah Humanisme sering diartikan sebagai paham di dalam filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia sedemikian rupa sehingga manusia menempati posisi yang sangat sentral dan penting, baik dalam perenungan teoris-falsafati, maupun dalam praktis kehidupan sehari-hari. Pada pengertian ini manusia dipandang sebagai ukuran bagi setiap penilaian, dan referensi utama dari setiap kejadian di dalam alam semesta ini. Sebab salah satu asumsi yang melandasi perbedaan filsafat ini adalah bahwa manusia pada prinsipnya merupakan pusat dari realitas. Berbeda pada pandangan filsafat yang berkembang pada pertengahan, para humanis berpegang teguh pada pendirian, bahwa manusia pada hakikatnya bukan sebagai viator mundi (peziarah di muka bumi), melainkan sebagai vaber mundi (pekerja atau pencipta dunia). Oleh sebab itu sudah sepatutnyalah kalau segera ukuran penilaian dan referensi akhir dari semua kejadian manusia, dikembalikan lagi kepada manusia itu sendiri, bukan kepada kekuatan-kekuatan di luar manusia. 10 Humanisme sebagai suatu gerakan filsafat dan pergerakan kebudayaan berkembang sebagai suatu reaksi terhadap dehumanis yang telah terjadi berabadabad. Humanisme hendak menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia, serta menjadikan manusia sebagai ukuran dari segenap penilaian, kejadian, dan gejala diatas muka bumi. Bukan lagi dogma gereja yang harus dipandang sebagai ukuran bagi segenap kejadian dan penilain manusia, melaiankan manusia itu sendiri yang harus dijadikan tolak ukur dan referensi akhir dari semua. Otoritas yang berlebihan oleh agama di Eropa sebagai akibat langsung dari kekuasaan para pemimpin agama yang merasa menjadi satu-satunya yang berwenang dalam memberikan
intepretasi
terhadap
dogma-dogma
agama
yang
kemudian
diterjemahkan kedalam segenap bidang kehidupan di Eropa. Di dalam konteks reaksi ini, pelopor humanisme menjelaskan bahwa manusia dengan segenap
10
Zainal ,Abidin, op. cit, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
kebebasan memiliki potensi yang sangat besar dalam menjalankan kehidupan ini secara mandiri untuk mencapai keberhasilan hidup didunia. Dilain
pihak,
terminologi
humanisme
juga
mempunyai
perluasan
pemahaman seiring dengan rekam sejarah dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagaimana disebut oleh Frederick Edword dalam What is Humanism? yang membuat ringkasan mengenai pengertian-pengertian humanisme, sebagai berikut: 1. Humanisme Renaisans; sebagai semangat belajar yang mulai berkembang pada akhir abad Pertengahan, ditandai dengan bangkitnya kembali karya-karya klasik dan keyakinan yang diperbaharui atas kemampuan manusia untuk menentukan kebenaran dan kepalsuan bagi diri mereka sendiri. 2. Humanisme literer, yakni penyerahan kepada budaya humanitas atau literer. 3. Humanisme budaya, yakni budaya rasional dan empiris, khususnya yang berasal dari Romawi dan Yunani Kuno, dan berevolusi sepanjang sejarah Eropa. Sekarang ini menjadi bagian yang mendasar dari pendekatan Barat terhadap ilmu pengetahuan, teori politik, etika dan hukum. 4. Humanisme filsufis, yakni pengekspresian cara hidup yang dipusatkan pada kebutuhan dan minat manusia, yang meliputi humanisme Kristiani dan Humanisme modern. 5. Humanisme Kristiani, yakni filsafat yang menekankan pemenuhan diri dalam rangka prinsip-prinsip Kristiani. 6. Humanisme modern, yakni sebuah pemikiran filsafat yang menolak hal-hal supranatural. Pemikiran bersandar pada kemampuan akal dan ilmu pengetahuan, demokrasi dan kasih sayang manusia. Humanisme modern mempunyai sifat; sekuler dan religius. 7. Humanisme sekuler, adalah perkembangan lanjutan dari era pencerahan abad ke-18 dan abad ke-19, serta, 8. Humanisme Religius sebagai humanisme yang muncul dari budaya etis, utilitarianisme dan universalisme. 11
11
Dikutpi dari Jurnal Filsafat, Santoso2003 Lestiyono.Patologi Humanisme (Modern). Jilid 33. No 1, Hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1.1. Aliran Humanisme Humanisme sebagai sebuah filsafat telah berkembang dengan pesat dalam dunia sebagai sebuah solusi dan jawaban atas penindasan yang terjadi oleh manusia terhadap manusia lainnya, yang terjadi terus-menerus tanpa mengenal batasan waktu. Humanisme telah terbagi dalam dua aliran besar yang berkembang. Pertama adalah humanisme religius, yang mendasarkan ajarannya pada nilai-nilai agama. Penanaman moral yang sangat tinggi dengan pondasi nilainilai keagaamaan menjadi cirri utama dari aliran ini. Aliran ini adalah aliran yang sifatnya mengedepankan ide (aliran idiealisme). Dalam epistimologinya, paham ini menyatakan bahwa ide-ide adalah faktor dalam pengetahuan metafisik dan semua realitas adalah jiwa/roh, sedangkan doktrin etikanya; cita-citanya adalah obyek yang harus dicapai dalam tindakan.
12
Bisa dikatakan bahwa idealisme menurukan seluruh kenyataan atau realitas pada suatu bentuk yang disebut jiwa atau roh, serta memandang realitas roh. Pertama kali ia harus dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri manusia yang menghasilkan kebudayaan yang masuk dalam dirinya. 13 Bagi aliran religius mereka tetap mempercayai Tuhan sebagai sumber dari segala sumber yang ada, dan yang ada atau yang transedental itulah sebagai dasarnya. Seperti pendapat Kierkegaard, berpendapat bahwa manusia itu berdosa, dia ada, dia hidup, sebagai ketakukan batin. Maka dia belajar mengenal ampunan Tuhan di dalam apa yang menjadi kepercayaannya, dan semua itu bukanlah kebenaran umum yang dapat dipahami oleh manusia dengan jalan berpikir. 14 Kedua adalah aliran humanisme sekuler. Aliran ini sering dianggap dengan aliran yang ateis, karena memang secara fundamental perbedaan paling mencolok dari aliran ini adalah meniadakan unsure-unsur yang metafisik atau hal-hal yang irasional. Karena segala hal adalah terjadi karena sebuah proses ilmiah. 12
H. Muzairi.2002. Eksistensialieme Jean Paul Sarte, Sumur Tanpa Kebebasan Manusia. Yogyakarta: Pustaka Belajar.Hal. 18. 13 Ibid 14 Ibid, hal. 51
Universitas Sumatera Utara
Humanisme yang sekuler memang memporoskan diri pada manusia seutuhnya, bagaimana manusia menunjukan eksistensi dirinya, bagaimana ia berekspresi, dan berkarya untuk menjaga kelangsungan hidupnya, bertolak belakang dengan yang religius yang nilai-nilai agama menjadi acuan sementara manusia menjadi pelaksana
aturan-autran
yang
telah
diciptakan
agama
untuk
menjaga
keberlangsungan hidup dari manusia itu sendiri. Kata humanisme bisa jadi merupakan ungkapan yang bisa disebutsebagai ambivalen. Meskipun kata ini terkadang memiliki makna yang positif dalam segi pandang tertentu, namun pada dasarnya kata humanisme lebih berada pada posisi sikap seseorang yang melihat dirinya sebagai subyek yang berdiri sendiri dan terpisah, bukan saja dari legitimasi penguasa ataupunkekuasaan saja, tetapi bahkan juga terpisah dari Tuhan. 15 Aliran ini sifatnya adalah meterialistik dalam artian adalah kebendaan, yang menentang keberadaan Tuhan. Banyak tokoh-tokkoh yang berpandangan materialism yang muncul sudah sejak lama. Mulai dari pikiran Epikirus (341-210 S.M), yang menyatakan realitas pokok itu tersusun dari yang dinamakan dengan materi. Sebelum epirikus telah muncul Thales, Anaximandros (610-547 S.M) dengan paham appiron, Anaximenes (585-528 S.M) yang berkeyakinan bahwa segala pokok penciptaan dari hakikat alam adalah hawa, dan Demokretos (450360 S.M) dengan teori atomnya. Konsekuensi dari pandangan tersebut, jika diterapkan pada manusiaakan berarti, bahwa jiwa, raga, kemanuan dan kehendak manusia, serta hidup dan matinya, semuanya adalah proses kebendaan. Tiap persoalan, benda adalah hal yang paling primer bagi keyakinan aliran-aliran tersebut, yaitu segala sesuatu yang harus dikembalikan ke benda. Pikiran, gerak-gerik manusia, cinta, rasa keadialan, dan seluruh ungkapan manusia semauanya dipecahkan dalam prosesproses benda atau materi. 16 Hal ini juga dipertegas oleh Jean P. Sarte, yang 15
Suseno, Frans Magnis.2007.Humanisme religius vs Humanisme Sekuler, dalam Islam dan Humanisme, Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal .Yogyakarta:PustakaPelajar.Hal.208. 16 H, Muzairi,Op.cit. Hal 11.
Universitas Sumatera Utara
berpegang pada eksistensi manusia, bahwa manusia menghadapi dirinya sebagai suatu masalah, merencanakan diri sebagai suatu masalah, merencanaka dirinya dengan kebebasan yang dimutlakkan, menciptakan diri dengan kebebasan yang dimutlakkan, menciptakan diri sendiri dan nilai-nilainya, kemudian berfungsi sebagai Tuhan. 17 Terlepas dari paradoks antara religius yang idiealis dan sekuler yang materialis, keduanya adalah dua aliran yang sama-sama berfokus pada manusia sebagai obyek yang dikaji dalam penjabaran teorinya. Berpatok pada ini, maka dapat diolah bahwa manusia adalah sebagai individu yang menjadi pusat dari segala sesuatu.
1.5.1.2 Implementasi Humanisme Dasar humanisme yang meletakkan manusia pada posisi subjek atau objek penelitian memang melahirkan banyak penerapan humanisme. Ideologi populer seperti
Marxisme,
Sosialisme,
Eksistensialisme,
Stalinisme,
Komunis,
Liberalisme bahkan sampai pada agama yang perdebatannya apakah itu idilogi atau tidak, semua menggunakan label humanisme. Ragam humanisme ini disatukan dalam kepercayaan mereka mendasari beragamnya pengalaman manusia. Hal ini adalah mungkin pertama untuk melihat sifat alami manusia yang universal, kedua untuk menemukan dalam bahasa umum rasionalitas. Hal ini berarti humanisme dapat diimplemantasikan dalam pada berbagai aliran filsafat. Humanisme sebagai sebuah idiologi memang muncul sebagai sebuah jawaban atas pembelengguan yang terjadi pada masa renaisans. Doktrin yang berkembang pada masa renaisans yang memberikan keleluasaan pada manusia untuk bereksperimen, lepas dari doktrin dan pengaruh gereja memungkinkan berkembangnya humanisme yang dikedepankan, yaitu bertumbuh dengan panca indra dan berjiwa dengan akal budinya, manusia kemudian mampu menemukan ilmu pengetahuan yang sifatnya empiris dan rasional.
17
Ibid, hal.52
Universitas Sumatera Utara
Kemunculan humanisme sebagai gerakan pemikiran bersumberkan pada keinginan manusia untuk mengembalikan fitrah dasar manusia, sebagai mahluk otonom dengan kemampuan rasionalitasnya dan kemerdekaan berpikirnya, humanisme juga lahir sebagai sebuah semangat perlawanan terhadap setiap kekuatan yang memasung kemampuan dasar alami manusia. Humanism kemudian pada dasarnya terlahir dari keinginan untuk memanusiakan manusia sebagai manusia sebagai subjek dengan kesadarannya, bukan sebagai objek tanpa kesadaran.
18
Pemahaman atas manusia sebagain individu yang berhak untuk menentukan nasibnya sendiri, untuk membuat sejarahnya sendiri adalah sikap humanistis yang menjadi roh bagi gerakan pemikiran filsafat lainnya. Hal ini berarti dari humanisme lahir sejumlah pemikiran yang menjadi simbol bagi gerakan kefilsafatan modern. Dalam konteks ini berarti humanisme telah berimplikasi positif dalam bagi tumbuh kembangnya filsafat modern yang memberikan perubahan secara revolusioner bagi wajah peradaban manusia. Implikasi positif itu tentu saja terletak pada aspek humanisasi atas diri manusia untuk secara sadar menemukan menemukan potensi kemanusiaannya. 19
1.5.1.3 Teori Tahap Eksistensi Manusia Teori yang dikemukakannya, Krierkagaard banyak menekankan tentang kebebasan dan tanggung jawab dalam banyak tulisannya. Masalah kebebasan dan tanggung jawab adalah hal yang fundamental dan
krusial. Kebebasan dan
perjuangan menjadi sesuatu yang selalu yang diperjuangkan oleh setiap individu manusia. Menurut pendapatnya yang dibutuhkan dalam hidup ini adalah , passion, antusiasme, gairah, semangat, dan keyakinan yang dilandasi oleh kehendak bebas dan afeksi (emosi). 20
18
Dikutpi dari Jurnal Filsafat, Santoso, Lestiyono. Patologi Humanisme (Modern), 2003, Jilid 33, hal. 34 ibid. Hal 37. 20 Zainal Abidin, op. cit. Hal 134. 19
Universitas Sumatera Utara
Tahap eksistensi manusia yang dikemukakan oleh Kierkagaard adalah bentuk pembuktiannya tentang apa yang diyakininya tentang kebebasan dan tanggung jawab. Tahap eksistensi manusia dibagi dalam tiga tahapan, yaitu : 1. Tahap Estetis Tahap estetis adalah tahap dimana orientasi hidup manusia sepenuhnya diarahkan untuk mendapatkan kesenangan. Pada tahap ini manusia dikuasai oleh naluri-naluri seksual, dan prinsip-prinsip yang hedonistik, dan biasanya bertindak menurut suasana hati. 2. Tahap Etis Hidup etis berarti mengubah pola hidup yang awalnya estetis menjadi etis. Individu mulai menerima kebajikan-kebajikan moral dan memilih untuk mengikatkan diri kepadanya. Prinsip kesenangan dan naluri seksual sudah diproyeksikan untuk tugas-tugas kemanusiaan. Manusia etis tidak hidup untuk kepentingan pribadinya, tetapi lebih kepada kepentingan umum. Manusia etis juga mampu menolak tirani atau kuasa dari luar, baik itu yang bersikap represif atau nonrepresif selama tirani atau kuasa itu tidak sejalan dengan apa yang diyakininya. 3. Tahap Religius Tahapan terakhir dalam tiga tahapan eksistensi manusia adalah menjadi tahapan yang lebih sulit. Pada tahapan estetis ke tahapan etis kita mempertimbangkan kita akan mempertimbangkan segala konsekuensi yang mungkin akan kita hadapi, sedangkan lompatan etis ke religius nyaris tanpa pertimbangan-pertimbangan rasional. Pada tahapan ini yang diperlukan justru keyakinan subjektifitas yang berdasarkan pada iman.
21
21
Ibid, hal. 134-136
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Teori Nasionalisme Defenisi nasionalisme telah banyak dikemukakan dengan berbagai pemahaman yang sangat diferensiatif. Ada kecenderungan setiap defenisi dapat saling mendukung ataupun ada yang saling tumpang tindih antara satu dengan yang lainnya. Tapi semua bermuara pada satu tema utama yaitu tentang negara. Nasionalime adalah suatu idiologi yang meletakkan bangsa dipusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keadaanya. Benedict Anderson sendiri mendefiniskan bangsa sebagai Imagined Community dalam pengertian bahwa bangsa adalah komuniti yang dibayangkan oleh kolektifnya. Bangsa dibayangkan sebagai sesuatu yang memiliki batas-batas dan berkedaulatan. Lanjutnya, kata ‘isme’ dalam nasionalisme jangan dikacaukan dengan pengertian isme sebagai ideologis. “Isme” di sini lebih tepat sebagai suatu analogi yang berkaitan dengan elemen kultural seperti kekerabatan atau agama, sebab nasionalisme sendiri lebih merupakan ‘nasib’ daripada suatu ‘pilihan’ yang diterima oleh warga suatu kedaulatan. Studi nasionalisme mungkin sebenarnya lebih tepat nationality bagi Anderson memungkinkan kita untuk mengerti mengapa
melakukan
pengorbanan,
menahan
penderitaan,
bahkan
rela
mengorbankan nyawa sendiri termasuk juga melakukan pertumpahan darah dan mengesahkan pembunuhan-pembunuhan atas nama identitas kebangsaannya. 22 Secara spesifik istilah imagined (dibayangkan) ini penting, menurut Anderson, mengingat bahwa anggota-anggota dari bangsa ini kebanyakan belum pernah bertemu satu sama lain, tetapi pada saat yang sama dibenak mereka hidup suatu bayangan bahwa mereka berada dalam suatu komuniter tertentu. Karena hidup dalam bayangan (dalam arti posisitif) manusia yang juga hidup dan berdinamikna, nasionalisme disini dimengerti sebagai sesuatu yang hidup, yang terus secara dinamis mengalami proses pasang surut, naik turun. Pandangan yang demikian ini mengandai bahwa nasionalisme merupakan sesuatu yang hidup, yang
22 Tulisan dari A. Reid (1985) yang me-rifiew buku dari Benedict Anderson yang berjudul Imagined Communities. Reflections on the Origin and Spread of Nationalism, hal 497-499
Universitas Sumatera Utara
secara dinamis berkembang serta mencari bentuk-bentuk baru sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. 23 Perkembangan studi tentang nasionalisme telah berkembang dengan pengertian yang secara general dapat kita mengerti sekarang ini. Di antara penggunaan-penggunaan itu, yang paling penting adalah : 1. Suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa – bangsa. 2. Suatu sentimen atau kesadaran memiliki bangsa yang bersangkutan. 3. Suatu bahasa dan simbolisme bangsa. 4. Suatu gerakan sosial dan politik demi bangsa bersangkutan. 5. Suatu doktrin dan/atau idiologi bangsa, baik yang umum maupun yang khusus. 24 Pendefenisian istilah nasionalisme telah melalui proses panjang yang dalam setiap perumusannya selalu parsial dan mengacu pada kondisi sosial politik yang dicakupnya. Nasionalisme selalu berupaya menempatkan negara sebagai pusat dari pembahasaannya ataupun dalam tahap lebih lanjut mempertinggi derajat bangsanya. Sasaran umum ini ada tiga : otonomi nasional, kesatuan nasional, dan identitas nasional. Melihat sudut pandang para nasionalis, suatu bangsa tidak bisa melangsungkan hidupnya kalau ketiga sasaran ini dalam derajat yang memadai, yang kemudian dari sini muncullah defenisi kerja nasionalisme suatu gerakan idiologis untuk mencapai, mempertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu “bangsa” yang aktual atau “bangsa” yang potensial. Bergerak dari pembahasan nasionalisme, unsur yang tidak bisa dilepaskan dari penetapan ide-ide nasionalisme adalah tentang etnik dan bangsa. Terdapat perbedaan yang mendasar dan cenderung tumpang tindih antara bangsa dan komunitas etnik ataupun tidak dapat dipisahkan dan cenderung saling melengkapi. Bangsa bukanlah komunitas etnik yang, karena biasanya komunitas etnik, karena
23
Dikutip dari jurnal Iman, Ilmu dan Budaya. Baskara Wardaya. 2002, Nasionalisme Universal : Menjawab Ajakan Pasca Nasionalisnya Romo Mangun, vol 3. 24 Anthony Smith.2002. Nasionalisme, Teori, idiologi, sejarah.Jakarta :Erlangga. Hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
biasanya komunitas etnik tidak mempunyai rujukan politik, dan dalam banyak hal juga kekurangan budaya public, bahkan kekurangan dimensi territorial, karena komunitas etnik belum tentu memerlukan kepemilikan fisik di dalam suatu wilayah historisnya. Pada praktek, perumusannya, dan pendefenisian, etnik dan bangsa tidak memiliki sekat yang kuat. Seperti konsepsi yang diajukan David Miller tentang bangsa, ada kecenderungan saling mendukung walaupun memang kedua topik ini bisa dipisahkan. Defenisinya tentang bangsa adalah sebagai komunitas yang (1)terbentuk dari keyakinan bersama dan komitmen yang saling menguntungkan, (2)mempunyai latar belakang sejarah, (3)berkarakter aktif, (4)berhubungan dengan suatu wilayah tertentu, dan (5)dibedakan dari komunitas lain melalui budaya publik yang khas. Anthony D. Smith juga memberikan penjabaran tentang bagaimana mendefenisikan konsep bangsa sebagai suatu komunitas manusia yang memiliki nama, yang menguasai suatu tanah air serta memiliki mitos-mitos dan sejarah bersama, budaya publik bersama, perekonomian tunggal. Sementara ituk konsep entnik dapat didefenisikan sebagai suatu komunitas manusia yang memiliki nama, yang berkaitan dengan satu tanah air, memiliki mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa unsure budaya bersama, dan solidaritas tertentu, paling tidak diantara elit-elitnya. 25 Perbedaan pendefenisian yang terjadi antara entik dan bangsa pada tahapan lebih lanjut adalah pada substansinya adalah mendukung sebuah konsepsi nasionalisme yang lebih konkrit dan jelas. Argumentasi yang coba membatasi kedua hal ini memang tidak lantas membentuk konsepsi-konsepsi nasionalisme yang berbeda. Bangsa dan etnik adalah bagian penting yang dalam perumusan ciri khas dari sebuah nasionalisme dari sebuah kondisi sosial yang terjadi, tidak bisa dihilangkan ataupun dilupakan dalam menemukan konsepsi nasionalisme yang coba diformulasikan.
25
Ibid, hal. 15
Universitas Sumatera Utara
Antonhy Smith dalam perkembangan konsep nasionalisme memang menjadi salah satu tokoh yang teorinya banyak menjadi acuan. Menurut Smith, proposisipropisisi dasar nasionalisme adalah sebagai berikut: •
Dunia ini dibagi menjadi bangsa-bangsa yang masing-masing memiliki karakter, sejarah, dan takdir sendiri-sendiri
•
Bangsa adalah satu-satunya sumber kekuasaan politik
•
Kesetiaan kepada bangsa adalah prioritas utama
•
Agar menjadi bebas, individu harus menjadi bagian dari suatu bangsa
•
Setiap bangsa menuntut ekspresi diri dan otonomi
•
Pedamaian dan keadilan global menuntut adanya dunia yang terdiri atas bangsa-bangsa yang otonom Dilain sisi, menurut smith pergerakan menuju sebuah ide nasionalisme,
perlu didasari atas tiga aspek yang penting seperti yang diungkap oleh Anthony D. Smith, yaitu : 1. Kebahuruan Idiologis Pada aspek ini semua gerakan harus berbasi idiologi, sehingga bangsabangsa yang tercipta berbasis idiologi pula. Ini diperlukan dalam penyeragaman nilai-nilai yang ditanamkan, sehingga ada acuan untuk dinilai dan menilai sesuai dengan doktrin nasionalisme tersebut. 2. Pentingnya basis Etnik Ikatan etnik menjadi sangat penting. Penggunaan ikatan dan sentimen etnik menjadi pendukung sebuah konsep nasionalisme. Karena memang menolak etnisitas dalam menggalang upaya menciptakan sebuah sikap yang nasionalis, akan menjadi sebuah tindakan yang sia-sia. 3.Dunia dalam (inner world) dari entik dan bangsa Aspek ini menekankan akan pentingnya penemuan dan penggunaan kembali kenangan, symbol, mitos, nilai dan tradisi kolekstif rakyat. Upaya menganalisis unsur-unsur etno-simbolik ditujukan untuk membangun
Universitas Sumatera Utara
sebuah
mental
yang
kuat,
membangun
sikap
yang
mampu
memperhitungkan perkembangan masa depan ke era yang lebih maju. 26
1.6. Metodologi Penelitian Menyelesaikan sebuah tulisan ilmiah adalah proses dengan mengedepankan sebuah tahapan-tahapan yang sistematis dan cara apa yang dipergunakan untuk memproses dan mempermudah penulisan dalam melakukan penelitian dengan. Cara-cara ini dikelompokkan dalam sebuah metodologi, yang tujuaanya adalah untuk mencari titik pemecahan dari masalah yang akan diteliti.
1.6.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Deskriptif Analitif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi sesuatu fenomena atau kenyataan sosial dengan menggunakan analisa tertentu. Penelitian ini juga digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah yang diteliti dengan menggunakan analisa mendalam terhadap objek yang akan diteliti. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan/melukis keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain), pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya. 27
1.6.2
Teknik pengumpulan data Dalam menyusun sebuah penelitian akan menjadi penting memilih sebuah
teknik pengumpulan data yang tepat, yang akan sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Teknik pengumpulan data akan memungkinkan dicapainya pemecahan masalah secara valid dan reliabel, yang pada gilirannya akan memungkinkannya dirumuskannya generalisasi yang objektif. 28 26 27 28
Ibid, hal 146-147 Hadari, Nawawi.2003.Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers.hal.63. Ibid, Hal.94.
Universitas Sumatera Utara
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam melakukan penelitian ini adalah dengan melakukan pengumpulan data kepustakaan (library search). Bahan-bahan yang diambil sebagai data-data untuk penulisan tulisan ilmiah berasal dari tulisan-tulisan, maupun artikel yang terdapat dalam bukubuku, jurnal, makalah, media cetak, internet dan sejenisnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
1.6.3
Teknik analisis data Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. 1.7. Sistematika Penulisan BAB I :PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II
:BIOGRAFI MAHATMA GANDHI, SEJARAH PERJUANGAN DALAM KEMERDEKAAN INDIA, dan KONFLIK INDIA DAN PAKISTAN Pada Bab ini penulis akan menjabarkan tentang biografi Mahatma Gandhi sebagai objek yang diteliti, mulai dari perjalanan hidup dari dia lahir, memperoleh pendidikan, pengalaman hidup dan sejarah perjuangan yang melibatkan Gandhi dalam mendukung atau mempelopori sebuah gerakan kemerdekaan di India, hingga pada pemisahan India dan Pakistan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
: ANALISIS PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG HUMANISME DAN NASIONALISME Pada Bab ini penulis akan menganalisis pemikiran Mahatma Gandhi tentang Humanisme dan Nasionalisme dengan mengacu pada lieteratur
dan
referensi
yang
telah
dikumpulkan,
dengan
berlandaskan teori-teori yang ada.
BAB IV
:PENUTUP Bab IV atau bab terakhir berisi kesimpulan dan saran dari keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.
Universitas Sumatera Utara