BAB I KONSEP DASAR EVALUASI PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan Dalam setiap kegiatan sehari – hari baik dalam bidang teknologi, sosial, ekonomi maupun pendidikan pada dasarnya tidak lepas dari sebuah kegiatan yang dinamakan evaluasi. Evaluasi pembelajaran, evaluasi kinerja, evaluasi program dan banyak lagi yang lainnya. Evaluasi pada dasarnya bukanlah sebuah “penghakiman” namun lebih kepada upaya perbaikan atau pembenahan dari sebuah kondisi menuju ke arah kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Kegiatan evaluasi pada dasarnya sangatlah terkait dengan kegiatan – kegiatan lain yang mendukungnya seperti adanya pengukuran, dan penilaian. Dalam dunia pendidikan terdapat sedikit kekeliruan yang sering dibuat oleh para pendidik tentang sebuah evaluasi pembelajaran. Kekeliruan tersebut adalah manakala penilaian hasil belajar disebut evaluasi hasil belajar, padahal keduanya adalah sesuatu yang berbeda, namun saling terkait sebagai sebuah proses dan hasil akhir. Penilaian hasil belajar merupakan suatu proses pengumpulan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari pengukuran untuk menjelaskan atau menganalisis unjuk kerja siswa dalam mengerjakan tugas – tugas yang diberikan oleh guru. Sedangkan evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengukur tingkat ketercapaian yang melibatkan seluruh komponen penentu keberhasilan pembelajaran dimana komponen tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu oleh guru. Setelah melaksanakan perkuliahan ini anda diharapkan dapat : 1. Menjelaskan pengertian pengukuran, penilaian dan evaluasi. 2. Menjelaskan kedudukan pengukuran, penilaian dan evaluasi 3. Menjelaskan perbedaan penilaian, pengukuran dan evaluasi 4. Menjelaskan tujuan dan fungsi evaluasi pembelajaran 5. Menjelaskan jenis evaluasi pembelajaran 6. Menjelaskan prinsip evaluasi pembelajaran 7. Menjelaskan kegunaan evaluasi pembelajaran
1
2 B. Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi 1. Pengukuran Sebelum kita membahas konsep pengukuran, ada baiknya kita simak narasi berikut: “suatu hari siswa di tugaskan membawa buah apel oleh gurunya, karena memang hari itu ada mata pelajaran matematika tentang pecahan. Siswa pun membawa berbagai jenis bentuk apel ada yang diameter 5 cm, 7 cm atau bahkan 10 cm. Ketika diminta untuk mengeluarkan apel tersebut oleh guru, maka spontan masing-masing anak akan memberikan komentar, “wah.. apelmu besar sekali... diameternya 10 cm” ada pula yang memberikan komentar “...Kok apel kamu kecil ya..? hanya berdiameter 5 cm” di lain pihak ada yang berkomentar “... iih apelnya bagus... warnanya hijau semua, segar sekali kelihatannya” atau “... ini apel apa?... terlihat agak kehitam-hitaman jadi terlihat seperti busuk dan kurang bagus...” Disadari atau tidak rentetan narasi, dialog dan komentar di atas merupakan sebuah kegiatan yang ada kaitannya dengan materi yang kita bahas, yaitu pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Mari kita bahas lebih jauh, diameter 5 cm, 7 cm dan 10 cm adalah kegiatan pengukuran, mengapa demikian? Karena diameter apel dibandingkan oleh sebuah ukuran satuan yang baku yaitu panjang dengan satuan centimeter (cm). Adapun hasil yang diperoleh adalah nilai yang berupa angka yaitu 5 cm, 7 cm dan 10 cm. Kegiatan atau proses tersebut di atas adalah sebuah proses pengukuran, hal ini dikarenakan ada 2 ciri khas dari pengukuran, yaitu: 1. Adanya kegiatan membandingkan dengan ukuran tertentu (dapat berupa ukuran baku atau standar). 2. Adanya hasil kuantitatif (angka) yang diperoleh dari proses tersebut. Semua orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan tidak akan lepas dari sebuah proses yang bernama pengukuran. Hal ini disebabkan karena segala proses yang dilalui dalam dunia pendidikan harus terencana dan terukur dengan baik, ketika di awal maupun di akhir. Oleh karena itu, pengukuran merupakan suatu proses yang tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan. Pengukuran dalam bahasa Inggris adalah measurement dan istilah dalam bahasa Inggris ini sering juga digunakan dalam pendidikan. Djaali (2004) mengatakan bahwa pengukuran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau obyek ukur.
3 Sedangkan
Arikunto
(2006)
mengatakan,
mengukur
adalah
membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif. Pendapat ini senada dengan Suryanto (2009) yang menyatakan bahwa pengukuran adalah suatu upaya penentuan angka untuk menggambarkan karakteristik suatu obyek. Untuk menghasilkan angka (yang merupakan hasil pengukuran), maka di perlukan alat ukur. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mengukur atau pengukuran adalah sebuah kegiatan/proses membandingkan suatu benda atau keadaan dengan suatu ukuran tertentu yang hasilnya bersifat kuantitatif (angka). Tentunya sebelum kita menentukan proses pengukuran akan suatu obyek, terlebih dahulu ditentukan alat ukurnya yang sesuai. 2. Penilaian Kembali pada wacana/dialog terdahulu, pada kegiatan selanjutnya, siswa memberikan komentar kembali tentang kondisi apel masing-masing temannya. Ada yang terlihat bagus (hijau segar) dan ada yang terlihat kurang bagus seperti busuk (kehitam-hitaman). Dari hal tersebut terlihat adanya perbandingan dari segi penampakan dari sebuah apel dan direspon secara kualitatif atau maknawi. Kegiatan atau proses tersebut di atas adalah sebuah proses penilaian, hal ini dikarenakan ada 2 ciri khas dari penilaian, yaitu: 1. Adanya kegiatan membandingkan kondisi secara kualitatif/maknawi (katakata) dan tidak ada ukuran baku. 2. Adanya hasil keputusan yang bersifat kualitatif/maknawi (kata-kata) yang diperoleh dari proses tersebut. Pada kegiatan yang bersifat pengukuran, terlihat ada 3 jenis ukuran apel, yaitu diameter 5 cm, 7 cm dan 10 cm. Sehingga menimbulkan kecenderungan di dalam diri tiap–tiap siswa untuk menetapkan nilai diameter 7 cm sebagai kriteria standar karena posisinya yang di tengah–tengah. Oleh karena itu muncullah respon terhadap ukuran-ukuran yang berada di bawah dan di atas standar yang tidak sengaja ditetapkan tersebut, yaitu besar, kecil atau pun biasa-biasa saja. Walaupun terkadang terjadi kesalahan pemahaman tentang penilaian dan evaluasi, namun keduanya merupakan sebuah proses yang sangat sering menjadi pembahasan bahkan diskusi yang tiada habisnya. Penilaian dan evaluasi merupakan dua hal yang sangat berbeda. Namun demikian, ada keterkaitan yang saling melengkapi serta berurutan dari dua proses atau kegiatan tersebut. Umumnya evaluasi dilakukan setelah penilaian, bahkan pada
4 kondisi yang berbeda penilaian menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah kegiatan evaluasi yang menyeluruh. Setiap guru pasti pernah memberikan penilaian, dan di setiap penilaian umumnya diawali dengan sebuah kegiatan pengukuran dengan instrumen tes maupun skala sikap (non-tes). Menurut Suryanto (2009), asesmen (penilaian) merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar dan perkembangan belajar siswa. Sedangkan Djaali (2004) menjelaskan bahwa penilaian merupakan suatu tindakan atau proses menentukan nilai (makna) suatu obyek. Penilaian adalah suatu keputusan tentang nilai (pemaknaan). Penilaian dapat dilakukan berdasarkan hasil pengukuran atau pula dipengaruhi oleh hasil pengukuran. Senada dengan pendapat-pendapat di atas, Arikunto (2005) menjelaskan bahwa penilaian atau menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk dan penilaian bersifat kualitatif. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menilai atau penilaian adalah sebuah kegiatan/proses pemaknaan terhadap suatu obyek dengan mengacu pada ukuran tertentu (proses pengukuran) yang hasilnya bersifat kualitatif atau pemberian arti (kata-kata atau maknawi). 3. Evaluasi Dalam dunia pendidikan sering kita jumpai suatu keputusan yang begitu kontoversial. Hal tersebut mungkin tidak akan terjadi, ketika acuan serta ukuranukuran dalam pengambilan keputusannya jelas dan gamblang sehingga dapat dimengerti semua pihak. Oleh karena itu, disinilah pentingnya sebuah evaluasi. Evaluasi merupakan sebuah tahapan yang dibarengi dengan pengambilan keputusan, sehingga wajar kiranya jika evaluasi sering dijadikan suatu hal yang menakutkan bagi sebagian guru maupun siswa. Evaluasi merupakan tahapan akhir dari serangkaian proses yang diawali oleh tahapan pembelajaran, metode, media bahkan sampai kurikulum yang digunakan juga dapat dievaluasi. Namun demikian, evaluasi yang dibahas pada bagian ini kita batasi saja kepada evaluasi pembelajaran. Evaluasi menurut Suryanto (2009) merupakan penilaian keseluruhan program pendidikan mulai perencanaan hingga pelaksanaan dan keberhasilan suatu pembelajaran yang pada dasarnya memuat seluruh informasi yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
5 Djaali (2004) menyatakan evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi. Pendapat di atas, sesuai dengan pendapat Grolund (1985) yang mengatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sejauh mana tujuan atau program telah tercapai. Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran atau biasa disebut evaluasi hasil belajar adalah sebuah kegiatan/proses pengambilan keputusan terhadap sesuatu tujuan pembelajaran yang mengacu kepada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini dapat berupa Kriteria Ketuntasan Minimal atau KKM). Dalam mendefinisikan konsep evaluasi secara umum, para ahli memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Sebagai sebuah konsep, Mardapi (2004) mengatakan evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja atau produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Senada dengan pendapat di atas, Stuffelbeam dan Shinkfield (2007), mengatakan bahwa Evaluation is the systematic assessment of the worth or merit of an object (Evaluasi adalah penilaian yang sistematis dari nilai atau manfaat dari suatu objek). Menurut Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep evaluasi merupakan sebuah rangkaian kegiatan (proses) yang sistematis dalam mengumpulkan segala informasi tentang sebuah objek (program, proyek atau pembelajaran) untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan sebagai upaya perbaikan dari objek tersebut dengan menggunakan kriteria tertentu. Dalam kaitannya dengan sebuah objek atau program pembelajaran, perlu kiranya dilakukan sebuah evaluasi yang biasa disebut dengan evaluasi pembelajaran. Seluruh kegiatan pembelajaran perlu dievaluasi. Hal tersebut dikarenakan evaluasi dapat memberi informasi tentang tingkat keberhasilan program pembelajaran, memberikan motivasi bagi siswa agar lebih giat belajar, dan juga memberikan informasi tentang capaian hasil belajar siswa secara keseluruhan dalam pembelajaran. Evaluasi pembelajaran memerlukan berbagai tahapan atau sistematis yang saling berurutan dan terkait, yaitu, pengukuran, penilaian dan evaluasi.
6 Hendaknya dapat dibedakan antara evaluasi sebagai tahapan kegiatan dan evaluasi sebagai sebuah konsep menyeluruh dalam sebuah pembelajaran. Evaluasi dalam tataran konsep yang dimaksud adalah evaluasi pembelajaran yang
bersifat
menyeluruh
sedangkan
evaluasi
dalam
tataran
tahapan
merupakan kelanjutan dari tahapan sebelumnya yaitu pengukuran dan penilaian.
4. Kedudukan Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi dalam Pembelajaran Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan pengukuran, penilaian dan evaluasi yang baik maka kualitas pembelajaran diharapkan akan meningkat. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut. Untuk lebih mudah dalam memahami pengukuran, penilaian dan evaluasi mari kita perhatikan contoh kasus berikut: Contoh kasus : dalam sebuah Tes Formatif matematika dengan materi bilangan bulat, guru telah menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75. Soal yang disusun sebanyak 20 soal berbentuk pilihan ganda dan hasil tes dapat dirangkum sebagai berikut: Tabel 1. Ilustrasi tentang pengukuran, penilaian dan evaluasi Jawaban
NAMA
KK
SISWA
M
Salah
Benar
uran
1
Adam
75
3
17
17
85 (sangat baik)
2
Eva
75
8
12
12
60 (baik)
3
Satrio
75
2
18
18
80 (sangat baik)
lulus/tuntas
Pengayaan
4
Della
75
3
17
15
75 (baik)
lulus/tuntas
Pengayaan
5
Syahra
75
7
13
13
65 (baik)
6
Bayu
75
1
19
19
95 (sangat baik)
lulus/tuntas
Pengayaan
7
Intan
75
0
20
20
100 (sangat baik)
lulus/tuntas
Pengayaan
8
Yanti
75
14
4
4
20 (kurang)
9
Dara
75
2
18
18
90 (sangat baik)
NO
Penguk
Penilaian*
Evaluasi
KET
lulus/tuntas
Pengayaan
tidak lulus/ tidak tuntas
tidak lulus/ tidak tuntas
tidak lulus/ tidak tuntas lulus/tuntas
Remedial
Remedial
Remedial Pengayaan
* Kategori : Di bawah 55
= kurang
Antara
= baik
Di atas
56 - 79 80
= sangat baik
Berdasarkan hasil di atas terlihat terdapat kolom jawab siswa yang benar dan salah. Kemudian terdapat kolom pengukuran yang berisi angka-angka
7 dimana angka tersebut sama persis dengan angka yang terdapat dalam kolom jawaban benar. Artinya, sebuah pengukuran dapat berupa skor yang di dapat ketika tes berlangsung. Misal, Yanti menjawab salah sebanyak 14 dan benar 4, maka skor pengukuran yang didapat yanti adalah 4. Lain halnya dengan Intan yang menjawab semua soal dengan benar, maka Intan mendapatkan skor pengukuran 20. Berikutnya coba anda lihat kolom Penilaian, yang berisikan nilai dengan kategori yang di dalam kurung. Nilai yang diperoleh dari masing-masing siswa merupakan pengolahan dari skor pengukuran yang didapat. Karena soal tes 20 maka rumus penilaiannya berbentuk,
. Dalam tahapan
penilaian ini, umumnya dibarengi dengan kategori penilaian atau pemaknaan atau pemberian arti dari angka-angka yang didapat tersebut. Tanpa adanya pemberian arti, tahapan penilaian akan mengalami kekosongan makna. Seperi nilai 65 yang didapatkan Syahra berarti nilai tersebut “baik”, begitupun Satrio yang mendapatkan nilai 80 berarti “sangat baik” dan nilai 20 yang berarti “kurang” didapatkan Yanti. Pada kolom evaluasi dapat dilihat bahwa di sana sudah terjadi sebuah keputusan. Keputusan yang diambil dalam kolom ini berdasarkan pada nilai KKM yang telah ditetapkan sebelumnya oleh guru, yaitu 75. Seperti halnya definisi tahapan evaluasi yang mengisyaratkan bahwa sebuah keputusan yang diambil pada tahapan ini harus didasarkan pada sebuah kriteria. Perlu dipahami bahwa kriteria yang dimaksud dalam pembelajaran di Sekolah adalah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Oleh karena itu, bisa anda lihat ada hal yang menarik ketika Syahra yang mendapatkan nilai 65 yang merupakan kategori baik akan tetapi setelah dilakukan sebuah evaluasi (dibandingkan dengan nilai KKM) justru Syahra mendapat keputusan tidak lulus atau tidak tuntas. Lain halnya dengan Della yang mendapatkan nilai 75 dengan kategori baik. Namun karena nilainya sama dengan nilai KKM, maka Della dinyatakan lulus atau tuntas. Seperti halnya definisi evaluasi pembelajaran di Sekolah yang telah dibahas di atas memberikan isyarat bahwa sebuah kegiatan evaluasi merupakan sebuah proses dalam rangka melakukan upaya perbaikan pembelajaran di Sekolah, maka dalam upaya perbaikan pembelajaran, evaluasi sebagai sebuah konsep dilanjutkan dengan pelaksanaan remedial bagi yang tidak lulus/ tidak tuntas dan pengayaan bagi yang telah lulus/ tuntas.
8 Umumnya, pelaksanaan remedial dilaksanakan pada jam pelajaran cadangan yang telah diprogramkan pada program tahunan dan program semester. Pelaksanaan program remedial didahului dengan penyusunan rencana pembelajaran remedial. Jika siswa yang diremedial jumlahnya melebihi 10% dari jumlah siswa di kelas, hendaknya guru melakukan tindakan kelas (atau penelitian tindakan kelas) dengan menyusun rencana perbaikan pembelajaran. Program pengayaan merupakan sebuah program yang dilaksanakan ketika sejumlah siswa telah menuntaskan program pembelajaran yang dilaksanakan guru. Program ini dimaksudkan agar siswa lebih memperdalam standar kompetensi, kompetensi dasar serta tujuan pembelajaran yang telah dicapainya. Dengan demikian, jelaslah bahwa evaluasi program pembelajaran memberikan keputusan 3 orang anak dinyatakan tidak lulus atau tidak tuntas. Sedangkan evaluasi pembelajaran memberikan keputusan bahwa untuk dilakukannya
kegiatan
remedial
sebagai
upaya
perbaikan
program
pembelajaran.
Evaluasi Penilaian Pengukuran Tes& Non-tes
Gambar 1.1 Kedudukan Evaluasi-Penilaian-PengukurandanInstrumen
C. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran 1. Tujuan Evaluasi Pembelajaran Tujuan evaluasi merupakan target yang akan dicapai setelah proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan berbagai metode, teknik dan alat evaluasi yang didasarkan pada kriteria tertentu. Adapun secara umum tujuan evaluasi pembelajaran meliputi:
9 a. Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. b. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan. c. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya. d. Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa. Menurut Anas (1995), tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu: a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu. Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah: a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau
rangsangan
pada
diri
peserta
didik
untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan prestasinya masing-masing. b. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga
dapat
dicari
dan
ditemukan
jalan
keluar
atau
cara-cara
perbaikannya Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan evaluasi pembelajaran
adalah
untuk
mengetahui
tingkat
keberhasilan
proses
pembelajaran yang dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban secara profesional pendidik kepada segenap pemangku kepentingan.
10 2. Fungsi Evaluasi pembelajaran Evaluasi pembelajaran memiliki fungsi sebagai kontrol dan pengambil keputusan dari
keberlangsungan
kegiatan
pembelajaran.
Adapun
fungsi
evaluasi
pembelajaran secara keseluruhan terbagi atas 3, yaitu : a. Sebagai alat ukur prestasi peserta didik. Bagi peserta didik, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi yang telah dipelajari. Oleh karena itu, evaluasi dapat berfungsi juga untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah siswa capai. Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh pendidik tetapi juga oleh peserta didik untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri. b. Motivator dalam pembelajaran. Bagi peserta didik dengan adanya evaluasi akan mendorong peserta didik untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa memotivasi diri. Oleh karena itu, untuk meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar perlu adanya evaluasi hasil belajar atau evaluasi pembelajaran. c. Peningkatan kualitas pembelajaran. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dibutuhkan sistem evaluasi yang tepat, karena peserta didik memiliki berbagai kemampuan yang berbedabeda, maka sistem evaluasi yang digunakan harus terintegrasi dan mampu mengukur semua kemampuan yang ada pada peserta didik. Evaluasi pendidikan (pembelajaran) tidak hanya digunakan untuk mengukur ranah kognitif peserta didik, tetapi juga harus menilai ranah afektif dan psikomotoriknya. D. Prinsip – Prinsip Evaluasi Prinsip penilaian dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 20 tahun 2007 ditegaskan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
11 2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. 3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. 5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan. 6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. 7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. 8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. 9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Arifin (2009) mengatakan bahwa untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, Anda harus memperhatikan prinsip-prinsip umum evaluasi sebagai berikut : 1. Kontinuitas Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental, karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab itu, Anda harus melakukan evaluasi secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya, sehingga dapat
diperoleh
gambaran yang
jelas dan berarti tentang
perkembangan peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak dapat dilihat dari dimensi produk saja tetapi juga dimensi proses bahkan dari dimensi input. 2. Komprehensif Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, Anda harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif maupun psikomotor. Begitu juga dengan objek-objek evaluasi yang lain.
12 3. Adil dan objektif Dalam melaksanakan evaluasi, Anda harus berlaku adil tanpa pilih kasih. Semua peserta didik harus diperlakukan sama tanpa “pandang bulu”. Anda juga hendaknya bertindak
secara objektif, apa adanya sesuai dengan
kemampuan peserta didik. Sikap like and dislike, perasaan, keinginan, dan prasangka yang bersifat negatif harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa. 4. Kooperatif Dalam kegiatan evaluasi, Anda hendaknya bekerjasama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak tersebut merasa dihargai. 5. Praktis Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik bagi Anda sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut.
Untuk
itu,
Anda
harus
memperhatikan
bahasa
dan
petunjuk
mengerjakan soal.
E. Jenis Evaluasi Pembelajaran Berdasarkan evaluasi pembelajaran di kelas Jenis evaluasi dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1. Evaluasi diagnostik Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang bertujuan untuk melihat kelemahan-kelemahan
siswa
serta
faktor
penyababnya.
Penilaian
ini
dilaksanakan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial (remedial teaching), dan menemukan kasus-kasus. Soal-soal tentunya disusun agar dapat ditemukan jenis kesulitan belajar yang dihadapi oleh para peserta didik. Evaluasi diagnostik umumnya memang ditujukan secara individual peserta didik yang mengalami kesulitan belajar bukan pencapaian kompetensi peserta didik secara umum. Evaluasi diagnostik ini dapat dilakukan di awal, di tengah maupun diakhir pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Ditempatkan di awal, manakala seorang pendidikan ingin mengetahui apakah peserta didik sudah memiliki “modal”
13 pengetahuan yang cukup untuk pembelajaran pada materi tertentu? Apakah peserta didik memiliki kelemahan-kelemahan pada penguasaan materi tertentu? Penempatan evaluasi diagnostik dapat berada di tengah dan di belakang, manakala pendidik ingin mendiagnosa sejauh mana pemahaman dan kesulitan belajar yang dirasakan oleh peserta didik pada pembelajaran yang tengah berlangsung atau pembelajaran yang baru saja selesai dilaksanakan. Keputusan dari evaluasi diagnostik mensyaratkan adanya perbaikan dalam proses pembelajaran yang dapat mengatasi kesulitan belajar peserta didik. Namun demikian, apabila pembelajaran telah selesai maka dapat pula dilakukan pembelajaran remedial dengan program pembelajaran remedial yang terstruktur dan menjawab kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta didik. 2. Evaluasi Formatif Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan demikian, evaluasi formatif berorientasi kepada perbaikan proses belajar-mengajar.
Dengan
evaluasi
formatif
diharapkan
pendidik
dapat
memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaannya. Evaluasi formatif juga bermanfaat bagi peserta didik sebagai umpan balik untuk mengetahui kompetensi yang benar-benar dikuasai atau belum, meningkatkan motivasi belajar serta sebagai bahan instropeksi diri dalam gaya belajar. Perbedaan mendasar dari evaluasi formatif dengan evaluasi diagnostik terletak pada sifatnya yang menyentuh kelas dan lebih bersifat umum bukan individual. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengetahui sejauhmana proses pembelajaran di kelas dapat diterima dan meningkatkan kompetensi peserta didik bukan pada kesulitan belajar peserta didik secara individual. Contoh dari evaluasi formatif ini dapat berupa ujian tengah semester, ulangan kompetensi dasar maupun kuis mingguan. Nanun demikian, yang terpenting dari evaluasi formatif ini adalah perbaikan proses pembelajarannya bukan pada penilaiannya, karena hasil akhir selayaknya tetap melibatkan dan memberikan porsi yang lebih besar kepada evaluasi yang menyangkut kompetensi secara keseluruhan (sumatif).
3. Evaluasi Sumatif Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan-tujuan kurikuler
14 (standar kompetensi, program semester, program tahunan) dikuasai oleh para siswa. Keputusan dari evaluasi sumatif selayaknya merupakan penentuan kelulusan pada satu program kurikuler tertentu terhadap sebuah kriteria yang telah ditetapkan. Jika sebuah program kurikulum berbasis pada kompetensi, maka Penilaian Acuan Patokan-lah yang tepat sebagai dasar penentuan kriteria kelulusan atau ketuntasan. Sedangkan berdasarkan sebuah program pembelajaran evaluasi dapat dibagi menjadi 5 jenis, yaitu : 1. Evaluasi Perencanaan dan Pengembangan. Hasil
evaluasi
ini
sangat diperlukan
untuk
mendisain
program
pembelajaran. Sasaran utamanya adalah memberikan bantuan tahap awal dalam penyusunan program pembelajaran. Persoalan yang disoroti menyangkut tentang kelayakan, sarana prasarana dan kebutuhan program. Hasil evaluasi ini dapat
meramalkan
kemungkinan
implementasi
keberhasilan program pembelajaran. Pelaksanaan
program
dan
tercapainya
evaluasi dilakukan sebelum
program sebenarnya disusun dan dikembangkan. 2. Evaluasi Monitoring. Evaluasi monitoring, yaitu untuk memeriksa apakah program pembelajaran mencapai sasaran secara efektif dan apakah program pembelajaran terlaksana sebagaimana mestinya. Sebagai bahan evaluasi monitoring dalam pembelajaran, program tahunan, semester, silabus dan RPP dapat pula dijadikan acuan. Hasil evaluasi ini sangat baik untuk mengetahui kemungkinan pemborosan sumbersumber dan waktu
pelaksanaan pembelajaran, sehingga dapat dihindari
kemungkinan-kemungkingan tersebut. 3. Evaluasi Dampak Evaluasi dampak, yaitu untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh suatu program pembelajaran. Dampak ini dapat diukur berdasarkan kriteria keberhasilan sebagai indikator ketercapaian tujuan program pembelajaran. Sebagai panduan evaluasi dapat dilakukan observasi, wawancara dan pengecekan silang antara hasil yang ada dengan data lapangan. 4. Evaluasi Efisiensi-Ekonomis. Evaluasi efisiensi-ekonomis, yaitu untuk menilai tingkat efisiensi program pembelajaran. Untuk itu, diperlukan perbandingan antara jumlah biaya, tenaga dan waktu yang diperlukan dalam program pembelajaran dengan program lainnya yang memiliki tujuan yang sama.
15 5. Evaluasi Program Komprehensif. Evaluasi Program komprehensif, yaitu untuk menilai program pembelajaran secara menyeluruh, seperti pelaksanaan program, dampak program, tingkat keefektifan dan efisiensi. Evaluasi program komprehensif umumnya melibatkan model evaluasi program tertentu sesuai dengan perspektif dan kebutuhan yang akan dievaluasi. F. Kajian Taksonomi Sebelum dibahas tentang kajian taksonomi ini, ada baiknya dibahas tentang tujuan pendidikan secara umum. Tujuan pendidikan didasarkan pada tiga tingkatan, yaitu 1. Tujuan pendidikan umum Tujuan ini didasarkan pada perlu atau tidaknya suatu program pembelajaran diadakan. Umumnya sekrang tujuan ini ada pada tujuan pendidikan di sekolah pada tingkatannya masing – masing. 2. Tujuan yang didasarkan pada tingkah laku Tujuan ini didasarkan pada pentingnya perubahan tingkah laku seseorang setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Perilaku yang dikenal secara umum terbagi atas 3, yaitu : kognitif, afekti dan psikomotor, posisi taksonomi ada pada tingkatan ini. 3. Tujuan operasional Tujuan ini pada dasarnya muncul karena tujuan yang berfokus pada tingkah laku dipandang terlalu bersifat mental dan kurang cukup kongkrit untuk diamati. Atas dasar inilah, maka munculah tujuan operasional yang didasarkan pada pengamatan secara kongkrit dan terukur. Taksonomi pada dasarnya merupakan suatu jenjang yang didasarkan pada tingkat kesulitan tertentu, umumnya dimulai pada tingkat kesulitan paling rendah menuju paling tinggi. Mengingat suatu konsep pastinya lebihi mudah dibandingkan dengan memahami, melaksanakan ataupun menganalisa konsep tersebut. Oleh karena itu, taksonomi dalam istilah sederhananya dapat pula disebut level belajar dari seseorang. Dalam ilmu pendidikan banyak dipelajari tentang taksonomi, dari sekian banyak diambil beberapa yang sudah populer untuk dibahas, yaitu, Bloom dan krathwohl, gagne serta De Block. 1. Bloom dan Krathwohl Bloom dan krathwohl mengukapkan bahwa taksonomi yang dikembangkan pada dasarnya mengacu pada 4 prinsip, yaitu :
16 a. Prinsip Metodologis. Artinya, perbedaan-perbedaan yang besar merefleksikan kepada guru dalam mengajar. b. Prinsip Psikologis.
Artinya,
Taksonomi hendaknya konsisten dengan
fenomena kejiawaan yang ada sekarang. c. Prinsip Logis. Artinya, Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten. d. Prinsip Tujuan. Artinya, tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan nilainilai. Tiap-tiap tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan corak yang netral atau dengan kata lain tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan keilmuan secara jujur dan konsekuen. Bloom dan Kratwohl terkenal dengan taksonominya yang membagi atas 3 ranah tujuan pendidikan yang bersifat tingkah laku, yaitu: ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Pada dasarnya ranah – ranah yang dikembangkan merupakan satu kesatuan tingkah laku secara utuh dan bukannya terpisah-pisah seperti yang dipahami sebagian orang saat ini. Afektif dan psikomotor pada dasarnya merupakan ranah yang perkembangannya sangat tergantung pada ranah kognitif, jadi tingkatan belajar memang selalu diawali oleh kognitif yang baik kemudian bermuara pada perilaku (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Tanpa memiliki kognitif yang baik, sepertinya mustahil terbentuk afektif dan psikomotor yang baik. Seperti yang telah dikemukakan di atas taksonomi merupakan tingkatan atau level belajar seseorang. Dengan demikian, seseorang ahli dalam perkayuan, pastilah memahami jenis kayu terbaik untuk daun pintu, kusen jendela maupun kuda – kuda. Ahli tersebut pun tahu persis karakteristik kayu mana saja yang harus disambung dengan pasak, dipaku atau di baut dengan menggunakan bor. Kemampuan dalam jenis dan peruntukan serta karakteristik merupakan kognitif dari seorang ahli perkayuan. Sedangkan afektifnya terlihat ketika ketelitian dalam memperlakukan kayu dengan dengan metode yang sesuai dalam menyambung, hal ini tidak lepas dari pengetahuannya atas karakteristik kayu mana yang harus dipasak dalam menyambung, dipaku atau di bor. Begitupun psikomotornya dalam hal keterampilan menyambung kayu, menggunakan pasak, paku dan bor. Sehingga ranah kognitif, afektif dan psikomotor saling terkait erat menjadi sebuah tingkah laku yang utuh.
17 Namun jika sudut pandangnya bergeser menjadi mata pelajaran, tentu akan sulit menilai seperti halnya menilai ahli perkayuan tersebut. Hal ini disebabkan tidak semua mata pelajaran memiliki perilaku yang nampak dan mudah untuk diukur. Sepertinya halnya pada mata pelajaran matematika, tentu akan sulit mengukur ranah afektif dan psikomotor karena matematika adalah ilmu dasar atau ilmu alat dalam belajar, bukan keahlian spesifik yang dapat dioperasionalisasikan dengan mudah,. Penilaian afektif atau psikomotor dalam matematika bukanlah penilaian langsung, melainkan hikmah yang dapat diambil dari keteraturan, disiplin dan ketaatan dalam aturan operasinya, karena dalam pelajaran matematika tidak ada materi disiplin dalam penjumlahan atau ketaatan dalam perkalian. 2. Gagne Jika taksonomi Bloom lebih terlihat sangat evaluatif dalam tingkah laku atau dapat dikatakan tingkah laku (belajar) adalah produk, maka Gagne lebih kepada tingkah laku (belajar) sebagai proses. Dalam bukunya The Condition of learning (1965) Gagne menyebutkan adanya 8 kategori tentang hirarki tingkah laku, yaitu : a. Signal learning b. Stimulus – response learning c. Chaining d. Verbal Association e. Discrimination Learning f. Rule Learning g. Problem Solving 3. De Block Jika Gagne menitik beratnkan taksonominya kepada tingkah laku (belajar) sebagai suatu proses, lain halnya dengan De Block yang mengemukakan modelnya yang didasarkan pada tujuan – tujuan mengajar melaui 3 arah mengajar, yaitu : a. From partial to more integral learning b. From limited to fundamental learning c. From Special to general learning
18 G. Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran Kejuruan Evaluasi adalah sebuah kegiatan/proses pengambilan keputusan terhadap sesuatu program atau tujuan pembelajaran yang mengacu kepada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini dapat berupa Kriteria Ketuntasan Minimal atau KKM). Untuk meningkatkan mutu pembelajaran dibutuhkan sistem evaluasi yang tepat, karena peserta didik memiliki berbagai kemampuan yang berbeda-beda maka sistem evaluasi yang digunakan harus terintegrasi dan mampu mengukur semua kemampuan yang ada pada peserta didik. Evaluasi pendidikan tidak hanya digunakan untuk mengukur ranah kognitif peserta didik saja. Adapun ranah yang diukur dengan menggunakan nontes ini adalah kognitif, psikomotorik, perseptual, komunikasi nondiskursip, dan ranah afektif. Pertanyaan pokok sebelum melakukan evaluasi ialah apa yang harus dinilai itu. Terhadap pertanyaan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar-mengajar, yakni tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian. Sudjana mengatakan tujuan evaluasi pembelajaran sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Rumusan tujuan pendidikan dalam Sistem Pendidikan
Nasional,
baik
tujuan
kurikuler
maupun
tujuan
instruksional,
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benjamin Bloom (revisi krathwol dan andersen) (2010:99-129) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 1. Ranah Kognitif Ranah kognitif adalah satu domain yang berkaitan dengan kemampuan intelektual, tingkatan kognitif ini ada 6, yaitu a. Mengingat Istilah pengetahuan merupakan terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan hafalan atau diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, atau nama-nama kota. Jika tujuan
19 pembelajarannya
adalah
menumbuhkan
kemampuan
meretensi
materi
pelajaran sama seperti materi yang diajarkan, kategori proses kognitif yang tepat adalah mengingat. Proses mengingat adalah proses pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Pengetahuan yang dibutuhkan ini bisa jadi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural atau metakognitif. b. Memahami Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori, tingkat pertama (terendah) adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya memahami fungsi beton bertulang dan peran dari unsur-unsur pembentuknya.
Tingkat
kedua
adalah
pemahaman
penafsiran,
yakni
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya. Tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Membuat contoh item pemahaman tidaklah mudah. Sebagian item pemahaman dapat disajikan dalam gambar, denah, diagram, atau grafik. Seperti telang dkemukakan di atas, jika tujuan utama pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan retensi, fokusnya adalah mengingat. Namun, demikian bila tujuan pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan transfer, fokusnya adalah lima proses kognitif lainya (memahami sampai mencipta). Proses kognitif yang berpijak pada kemampuan transfer dan ditekankan di sekolah – sekolah kejuruan adalah memahami. Siswa dikatakan memahami apabila mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesan – pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan maupun grafis, yang disampaikan melalui pembelajaran, buku atau layar komputer. Seperti, memahami bentuk – bentuk perletakan sendi, roll dan jepit pada mata pelajaran mekanika teknik. c. Mengaplikasikan Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkrit atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi
ke
dalam
situasi
baru
disebut
aplikasi.
Proses
kognitif
mengaplkasikan melibatkan penggunaan prosedur – prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah (dapat berbentuk problem solving) Mengaplikasikan erat kaitannya dengan pengetahuan prosedural. Soal latihan adalah tugas yang prosedur penyelesaianya telah
20 diketahui siswa, sehingga siswa harus menggunakan secara rutin. Kategori mengaplikasikan terdiri dari dua proses kognitif, yaitu mengeksekusi (ketika tugas hanya soal latihan) dan mengimplementasikan (ketika tugas merupakan permasalahan kongkrit) d. Analisis (analysis). Analisis diartikan kemampuan menjabarkan atau menguraikan suatu konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci, memilah-milih, merinci, mengaitkan hasil rinciannya. Contoh: Mahasiswa dapat menentukan penggunaan kualitas besi yang akan digunakan pada suatu mesin sederhana. Sintesis dapat pula diartikan kemampuan menyatukan bagian-bagian secara terintegrasi menjadi suatu bentuk tertentu yang semula belum ada. Contoh: Mahasiswa dapat menyusun rencana atau model kendaraan ringan yang dapat dirakit secara individual maupun kelompok. Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi jadi bagian – bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antar bagian dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori proses menganalisis ini meliputi proses –proses kognitif membedakan, mengorganisasi dan mengatribusikan. e. Evaluasi (evaluation) Evaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria – kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi. Kategori evaluasi mencakup prosesproses kognitif memeriksa (keputusan-keputusan yang diambil berdaasarkan kriteria internal dan mengkritik (keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal) Evaluasi diartikan kemampuan membuat penilaian ataujudgment tentang nilai (value) untuk maksud tertentu. Contoh: Siswa dapat memperbaiki kuat tekan beton yang secara fisik tampak kurang baik dan kurang efisien pada mata pelajaran beton bertulang.
f.
Mencipta Mencipta
melibatkan
proses
menyusun
elemen-elemen
jadi
sebuah
keseluruhan yang koheren atau fungsional. Tujuan-tujuan yang diklasifikasikan dalam mencipta meminta siswa membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Proses-proses kognitif yang terlibat dalam mencipta umumnya sejalan dengan pengalaman-pengalaman belajar sebelumnya. Meskipun mengharuskan cara berpikir kreatif,mencipta bukanlah ekspresi
21 kreatif yang bebas sama sekali dan tak dihambat oleh tuntutan-tuntutan tugas atau situasi belajar.
Ranah kognitif pada dasarnya tidak berhenti sampai pada tahapan proses kognitif saja. Namun demikian berkembang pada dimensi pengetahuan yang kini sudah mulai kompleks. Dimensi pengetahuan terbagi atas 4, yaitu dimensi faktual, konseptual, prosedural dan meta kognitif. a. Pengetahuan Faktual merupakan suatu hasil pengamatan yang objektif dan dapat dilakukan verifikasi oleh siapapun. Pengetahuan faktual membahas tentang
pengetahuan
terminologi
(kosa
kata,
simbol-simbol
dll),
pengetahuan tentang menerjemahkan, rincian –rincian spesifik serta elemen – elemen dasar. (simbol air H 2 O yang terdiri dari 1 H dan 2 O) b. Pengetahuan konseptual adalah Rancangan atau ide atau pengertian yang diabstrakan dari suatu peristiwa kongkrit atau dapat juga sebagai keterkaitan di antara pengetahuan – pengetahuan dasar yang saling terhubung dalam suatu kesuatuan sistem atau rancangan. Pengetahuan konseptual membahas tentang pengelompokan, prinsip-prinsip dan generalisasi serta pengetahuan tentang terori, model dan struktur keilmuan.
22
c. Pengetahuan prosedural adalah adalah serangkaian tata cara atau tindakan sistematis untuk menjalankan suatu proses dalam rangka menghasilkan sebuah produk (barang/jasa). Pengetahuan prosedual membahas tentang pengetahuan dalam keterampilan-keterampilan khusus seperti algoritma, pengetahuan dalam keterampilan teknis dan metode (seperti pembuatan beton bertulang) serta pengetahuan tentang syarat – syarat atau kriteria kapan digunakannya suatu prosedur dengan tepat (kapan melakukan penyambungan kayu dengan pasak, paku atau di bor) d. Pengetahuan meta kognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum
serta kesadaran
dan
pengetahuan
tentang kognisi
sendiri.
Pengetahuan meta kognisi membahas tentang pengetahuan tentang strategi (memperbarahui pendekatan pembelajaran pada siswa yang berbeda kondisi), pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk kontekstual sesuai dan pengetahuan kondisional (melakuan tes yang berbeda jenisnya tergantung pada kondisi siswa maupun keadaan), dan pengetahuan diri (melakukan auto kritik dari karya sendiri) Tabel 1.2 Taksonomi Bloom Ranah Kognitif Dimensi
Dimensi proses kognitif
pengetahuan Mengingat
Mengerti/
Mengaplikasikan
Menganalisa
Mengevaluasi
Mencipta
Memahami
Faktual Konseptual Prosedural Meta kognitif
2. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interest, apresiasi atau penghargaan dan penyesuaian perasaan sosial. Tingkatan afektif ini ada 5, yaitu:
23
a. Kemauan menerima, berarti keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu seperti keinginan membaca buku, mendengar music, atau bergaul dengan orang yang mempunyai ras berbeda. b. Kemauan menanggapi, berarti kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif kegiatan tertentu seperti menyelesaikan tugas terstruktur, menaati peraturan, mengikuti diskusi, menyelesaikan tugas dilaboratorium atau menolong orang lain. c. Menilai, berarti kemauan menerima sistem nilai tertentu pada individu seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi atau penghargaan terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan untuk melakukan suatu kehidupan sosial. d. mengelola, berarti penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi, seperti menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung jawab terhadap hal yang telah dilakukan, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri. e. Menghayati, berarti individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya, seperti bersikap objektif terhadap segala hal.
3. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor berkaitan dengan ketrampilan atau skill yang bersikap manual atau motorik.Taksonomi Dave’s terdiri dari lima kategori dari yang tingkat
24
pemulai ke yang paling piawai. Penjelasan singkat dan kata kuci dari kelima kategori tersbut adalah sebagai berikut. a. Imitasi/Peniruan – meniru gerakan yang dilakukan oleh orang lain. Contoh: peserta didik meniru gerakan menendang bola gurunya. b. Manipulasi – melakukan gerakan berbeda dengan yang diajarkan. Contoh: peserta didik melakukan gerakan menendang bola dengan gaya sendiri, tidak lagi persis yang dicontohkan. c. Presisi/ Ketepatan – melakukan gerakan yang tepa atau akurat. Contoh: peserta didik menendang bola lebih terarah dan tepat sasaran. d. Artikulasi – memberikan sentuhan seni dengan menggabungkan beberapa hal yang hasilnya sebuah harmoni. Contoh: peserta didik menendang bola indah dengan gerakan melengkung (gerakan pisang). e. Naturalisasi /pengalamiahan– gerakan yang berkualitas menjadi bagian dari dirinya yang ketika dilakukan terjadi secara reflek. Contoh: peserta didik nampak sudah biasa menendang bola secara terarah, akurat dan indah sepeti layaknya seorang pesepak bola bertarap professional. Adapun kata kerja operasional yang dapat digunakan pada domain ini dapat disajikan sebagai berikut : Tabel 1.4 Kata kerja Operasional Ranah Psikomotor Peniruan
Manipulasi
Ketepatan
Artikulasi
Pengalamiahan
Mengaktifkan
Mengoreksi
Mengalihkan
Mengalihkan
Meneyesuaikan
Mendemonstrasikan
Menggantikan
Mempertajam
Menggabungkan
Merancang
Memutar
Membentuk
Meramal
Memilah
Mengirim
Memadankan
Mengatur
Melatih
Sama dengan memanipulasi tapi dengan control yang lebih baik dan kesalahan yang lebih sedikit
Memindahkan
Menggunakan
Mengumpulkan
Memperbaiki
Mendorong
Memulai
Menimbang
Mengidentifikasikan
Menarik
Menyetir
Memperkecil
Mengisi
Memproduksi
Menjeniskan
Membangun
Menempatkan
Mencampur
Menempel
Mengubah
Membuat
Mengoperasikan
Mensekta
Memposisikan
Memanipulasi
Mengemas
Melonggarkan
25
Peniruan
Manipulasi
Mengkonstruksi
Ketepatan
Artikulasi
Pengalamiahan
Mencampur
Membungkus
Menimbang
Mengubah
Melapisi
Memeriksa skala
Merakit
Membetulkan
Mengebor
Mendemonstrasikan Mengalami
Mengikuti
Menggurinda
Manampilkan Menjahit
Mengampelas
Menjalankan Menajamkan
Menggergaji
Membangun Mengarang