BAB I ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN 1.1.
Dasar dan Sumber Penelitian Dalam bagian ini akan dibicarakan dasar-dasar pengetahuan yang
menjadi
ujung
tombak
berpikir
ilmiah.
Dasar-dasar
pengetahuan itu ialah sebagai berikut : 1.1.1. Penalaran Yang dimaksud dengan penalaran ialah Kegiatan berpikir menurut pola tertentu, menurut logika tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan penegtahuan. Berpikir logis mempunyai konotasi jamak, bersifat analitis. Aliran yang menggunakan penalaran
sebagai
sumber
kebenaran
ini
disebut
aliran
rasionalisme dan yang menganggap fakta dapat tertangkap melalui
pengalaman
sebagai
kebenaran
disebut
aliran
empirisme. 1.1.2. Logika (Cara Penarikan Kesimpulan) Ciri kedua ialah logika atau cara penarikan kesimpulan. Yang dimaksud
dengan
logika
sebagaimana
didefinisikan
oleh
William S.S ialah “pengkajian untuk berpikir secara sahih (valid). Logika ada dua macam yaitu logika induktif dan deduktif. Contoh menggunakan logika ini ialah model berpikir dengan silogisma, seperti contoh dibawah ini : Silogisma
Premis mayor
: semua manusia akhirnya mati
Premis minor
: Amir manusia
Kesimpulan
: Amir akhirnya akan mati
1.2.
Kriteria Kebenaran dan Kerangka Ilmiah Sumber pengetahuan dalam
dunia ini berawal dari sikap
manusia yang meragukan setiap gejala yang ada di alam semesta ini. Manusia tidak mau menerima saja hal-hal yang ada termasuk nasib dirinya sendiri. Rene Descarte pernah berkata “DE OMNIBUS DUBITANDUM” yang mempunyai arti bahwa segala sesuatu harus diragukan. Persoalan mengenai kriteria untuk menetapkan kebenaran itu sulit dipercaya. Dari berbagai
aliran
maka
muncullah
pula
berbagai
kriteria
kebenaran. Salah
satu
kriteria
kebenaran
adalah
adanya
konsistensi
dengan pernyataan terdahulu yang dianggap benar. Sebagai contoh ialah kasus penjumlahan angka-angka dibawah ini 3 + 5 = 8 4 + 4 = 8 6 + 2 = 8 Semua orang akan menganggap benar bahwa 3 + 5 = 8, maka pernyataan berikutnya bahwa 4 + 4 = 8 juga benar, karena konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Beberapa kriteria kebenaran diantaranya ialah : 1.2.1. Teori Koherensi (Konsisten) Yang dimaksud dengan teori koherensi ialah bahwa suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya ialah matematika yang bentuk penyusunannya, pembuktiannya berdasarkan teori koheren.
2
1.2.2.Teori Korespondensi (Pernyataan sesuai kenyataan) Teori korespondensi dipelopori oleh Bertrand Russel. Dalam teori ini suatu pernyataan dianggap benar apabila materi pengetahuan yang dikandung berkorespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Contohnya ialah apabila ada seorang yang mengatakan bahwa ibukota Inggris adalah London,
maka pernyataan itu benar. Sedang
mengatakan
bahwa
ibukota
Inggris
adalah
apabila dia
Jakarta,
maka
pernyataan itu salah; karena secara kenyataan ibukota Inggris adalah London bukan Jakarta. 1.2.3. Teori Pragmatis (Kegunaan di lapangan) Tokoh utama dalam teori ini ialah Charles S Pierce. Teori pragmatis
mengatakan
bahwa
kebenaran suatu pernyataan
diukur dengan criteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional
dalam kehidupan
praktis. Kriteria
kebenaran
didasarkan atas kegunaan teori tersebut. Disamping itu aliran ini percaya bahwa suatu teori tidak akan abadi, dalam jangka waktu tertentu itu dapat diubah dengan mengadakan revisi.
1.3.
Pendekatan Ilmiah dan Non Ilmiah
1.3.1. Manusia Mencari Kebenaran Manusia mencari kebenaran dengan menggunakan akal sehat (common sense) dan dengan ilmu pengetahuan. Letak perbedaan yang mendasar antara keduanya ialah berkisar pada kata “sistematik” dan “terkendali”. Ada lima hal pokok yang membedakan antara ilmu dan akal sehat. Yang pertama, ilmu pengetahuan dikembangkan melalui struktur-stuktur teori, dan
3
diuji
konsistensi
internalnya.
Dalam
mengembangkan
strukturnya, hal itu dilakukan dengan tes ataupun pengujian secara empiris/faktual. Sedang penggunaan akal sehat biasanya tidak.
Yang
kedua,
dalam
ilmu
pengetahuan,
teori
dan
hipotesis selalu diuji secara empiris/faktual. Halnya dengan orang yang bukan ilmuwan dengan cara “selektif”. Yang ketiga,
adanya
penelitian
pengertian
ilmiah
bermacam-macam.
kendali
(kontrol)
dapat
mempunyai
Yang
keempat,
yang
dalam
pengertian
yang
ilmu
pengetahuan
menekankan adanya hubungan antara fenomena secara sadar dan sistematis. Pola penghubungnya tidak dilakukan secara asal-asalan.
Yang
kelima,
perbedaan
terletak
pada
cara
memberi penjelasan yang berlainan dalam mengamati suatu fenomena. Dalam menerangkan hubungan antar fenomena, ilmuwan
melakukan
dengan
hati-hati
dan
menghindari
penafsiran yang bersifat metafisis. Proposisi yang dihasilkan selalu terbuka untuk pengamatan dan pengujian secara ilmiah. 1.3.2 . Terjadinya Proses Sekularisasi Alam Pada mulanya manusia menganggap alam suatu yang sakral, sehingga antara subyek dan obyek tidak ada batasan. Dalam perkembangannya sebagaimana telah disinggung diatas terjadi pergeseran konsep hukum (alam). Hukum didefinisikan sebagai kaitan-kaitan yang tetap dan harus ada diantara gejala-gejala. Kaitan-kaitan
yang
teratur
didalam
alam
sejak
dulu
diinterpretasikan ke dalam hukum-hukum normative. Disini pengertian tersebut dikaitkan dengan Tuhan atau para dewa sebagai pencipta hukum yang harus ditaati. Menuju abad ke16 manusia mulai meninggalkan pengertian hukum normative
4
tersebut. Sebagai gantinya muncullah pengertian hukum sesuai dengan hukum alam. Pengertian tersebut berimplikasi bahwa terdapat
tatanan
di
alam
dan
tatanan
tersebut
dapat
disimpulkan melalui penelitian empiris. Para ilmuwan saat itu berpendapat
bahwa
Tuhan
secara berangsur-angsur
sebagai
memperoleh
pencipta sifat
hukum
alam
abstrak
dan
impersonal. Alam telah kehilangan kesakralannya sebagai ganti muncullah
gambaran
dunia
yang
sesuai
dengan
ilmu
pengetahuan alam bagi manusia modern dengan kemampuan ilmiah manusia mulai membuka rahasia-rahasia alam. Ilmu pengetahuan dan teknologi, yang merupakan bagian dari pengetahuan manusia pada masa lalu berkembang karena adanya filsafat. Dengan lahimya ilmu pengetahuan (termasuk teknologi) modem, filsafat masih tetap diperlukan untuk meningkatkan pemahaman manusia akan alam semesta dengan segala isinya, sehingga mendorong keingintahuan manusia untuk terus menerus mencoba
menyingkap
rahasia
alam
semesta.
Usaha-usaha
menyingkap keingintahuan manusia ini mendorong manusia untuk secara sistematis dan terarah melakukan kegiatan penelitian ilmiah. Kebenaran yang diperoleh melalui penelitian disebut kebenaran ilmiah. Penemuan Kebenaran tanpa melalui penelitian disebut kebenaran Non Ilmiah, kebenaran ini diperoleh : o Secara Kebetulan o Secara Akal Sehat o Secara Intuitif o Secara Trial & Error o Secara Spekulasi
5
o Melalui Wahyu o Karena Kewibawaan
1.3.3. Berbagai Cara Mencari Kebenaran Dalam sejarah manusia, usaha-usaha untuk mencari kebenaran telah dilakukan dengan berbagai cara seperti : 1.3.3.1 Secara kebetulan Ada cerita yang kebenarannya sukar dilacak mengenai kasus penemuan obat malaria yang terjadi secara kebetulan. Ketika seorang
Indian yang
sakit dan minum air dikolam dan
akhirnya mendapatkan kesembuhan. Dan itu terjadi berulang kali pada beberapa orang. Akhirnya diketahui bahwa disekitar kolam tersebut tumbuh sejenis pohon yang kulitnya bisa dijadikan sebagai obat malaria yang kemudian berjatuhan di kolam tersebut. Penemuan pohon yang kelak dikemudian hari dikenal sebagai pohon kina tersebut adalah terjadi secara kebetulan saja. 1.3.3.2. Trial And Error Cara
lain
untuk
mendapatkan
kebenaran
ialah
dengan
menggunakan metode “trial and error” yang artinya coba-coba. Metode ini bersifat untung-untungan. Salah satu contoh ialah model percobaan “problem box” oleh Thorndike. Percobaan tersebut adalah seperti berikut: seekor kucing yang kelaparan dimasukkan
kedalam “problem box”—suatu ruangan yang
hanya dapat dibuka apabila kucing berhasil menarik ujung tali dengan
membuka
pintu.
Karena
rasa
lapar
dan
melihat
makanan di luar maka kucing berusaha keluar dari kotak
6
tersebut dengan berbagai cara. Akhirnya dengan tidak sengaja si kucing berhasil menyentuh simpul tali yang membuat pintu jadi
terbuka
dan
dia
berhasil
keluar.
Percobaan tersebut
mendasarkan pada hal yang belum pasti yaitu kemampuan kucing tersebut untuk membuka pintu kotak masalah. 1.3.3.3 Melalui Otoritas Kebenaran
bisa
didapat
memegang
kekuasaan,
pemerintah
yang
melalui
seperti
setiap
otoritas
seorang
keputusan
seseorang
raja
dan
atau
yang pejabat
kebijaksanaannya
dianggap benar oleh bawahannya. Dalam filsafat Jawa dikenal dengan istilah „Sabda pendita ratu” artinya ucapan raja atau pendeta selalu benar dan tidak boleh dibantah lagi. 1.3.3.4. Berpikir Kritis/Berdasarkan Pengalaman Metode lain ialah berpikir kritis dan berdasarkan pengalaman. Contoh dari metode ini ialah berpikir secara deduktif dan induktif. Secara deduktif artinya berpikir dari yang umum ke khusus; sedang induktif dari yang khusus ke yang umum. Metode deduktif sudah dipakai selama ratusan tahun semenjak jamannya Aristoteles. 1.3.3.5. Melalui Penyelidikan Ilmiah Menurut Francis Bacon Kebenaran baru bisa didapat dengan menggunakan penyelidikan ilmiah, berpikir kritis dan induktif. Catatan : Selanjutnya Bacon merumuskan ilmu adalah kekuasaan. Dalam rangka melaksanakan kekuasaan, manusia selanjutnya terlebih dahulu harus memperoleh pengetahuan mengenai alam dengan cara menghubungkan metoda yang khas, sebab pengamatan
7
dengan indera saja, akan menghasilkan hal yang tidak dapat dipercaya.
Pengamatan
menurut
Bacon,
dicampuri
dengan
gambaran-gambaran palsu (idola): Gambaran-gambaran palsu (idola) harus dihilangkan, dan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta secara telilti, maka didapat pengetahuan tentang alam yang dapat dipercaya. Sekalipun demikian pengamatan harus dilakukan secara sistematis, artinya dilakukan dalam keadaan
yang
dapat
dikendalikan
dan
diuji
secara
eksperimantal sehingga tersusunlah dalil-dalil umum. Metode berpikir induktif yang dicetuskan oleh F. Bacon selanjutnya dilengkapi teoritis
dengan
dalam
pengertian
melakukan
pentingnya
pengamatan
menggabungkan
peranan
tumbuhnya
pengetahuan
ilmu
adanya
matematika modern
serta
semakin yang
asumsi dengan memacu
menghasilkan
penemuan-penemuan baru, seperti pada tahun 1609 Galileo menemukan hukum-hukum tentang planet, tahun 1618 Snelius menemukan
pemecahan
cahaya
dan
penemuan-penemuan
penting lainnya oleh Boyle dengan hukum gasnya, Hygens dengan teori gelombang cahaya, Harvey dengan penemuan peredaran darah, Leuwenhock menemukan spermatozoide, dan lain-lain.
1.4.
Pengertian Penelitian Ada beberapa definisi penelitian menurut para ahli, diantaranya : o Penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah , dan pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta. (David H. Penny)
8
o Penelitian adalah penyelidikan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati serta sistematis (J. Suprapto, MA) o Penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan (Sutrisno Hadi, MA) o Resarch is a careful study to discover correct information (Drs. Sapri I. Asyari) Kata penelitian atau riset dipergunakan dalam pembicaraan seharihari untuk melingkup spektrum arti yang luas, yang dapat membuat bingung mahasiswa, terutama mahasiswa pascasarjana yang harus mempelajari arti kata tersebut dengan tanda-tanda atau petunjuk yang jelas untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Dapat saja, sesuatu yang dulunya dikenali sebagai penelitian ternyata bukan, dan beberapa konsep yang salah tentunya harus dibuang dan diganti konsep yang benar. Pada dasarnya, manusia selalu ingin tahu dan ini mendorong manusia untuk bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan itu. Salah
satu
cara
untuk
mencari
jawaban
adalah
dengan
mengadakan penelitian. Cara lain yang lebih mudah, tentunya, adalah dengan bertanya pada seseorang atau “bertanya” pada buku—tapi kita tidak selalu dapat mendapat jawaban, atau kita mungkin mendapatkan jawaban tapi tidak meyakinkan. Pengertian pengumpulan
penelitian data
atau
sering
dicampuradukkan
informasi,
studi
pustaka,
dengan kajian
dokumentasi, penulisan makalah, perubahan kecil pada suatu produk, dan sebagainya. Kata penelitian atau riset sering
9
dikonotasikan dengan bekerja secara eksklusif menyendiri di laboratorium, perpustakaan, dan lepas dari kehidupan sehari-hari. Menjadi tujuan bab ini untuk menjelaskan pengertian penelitian dan membedakannya dengan hal-hal yang bukan penelitian. Pengertian penelitian yang disarankan oleh Leedy (1997: 3) sebagai berikut: Penelitian (riset) adalah proses yang sistematis meliputi pengumpulan
dan
analisis
informasi
(data) dalam rangka
meningkatkan pengertian kita tentang fenomena yang kita minati atau menjadi perhatian kita. Mirip dengan pengertian di atas, Dane (1990: 4) menyarankan definisi sebagai berikut: Penelitian merupakan proses kritis untuk mengajukan
pertanyaan
dan
berupaya
untuk
menjawab
pertanyaan tentang fakta dunia. Seperti disebutkan di atas, mungkin di masa lalu, kita mendapatkan banyak konsep (pengertian) tentang penelitian, yang sebagian daripadanya merupakan konsep yang salah. Untuk memperjelas hal tersebut, di bawah ini dikaji pengertian yang “salah” tentang penelitian (menurut kita—kaum akademisi). Secara umum, berdasara konsep-konsep yang “salah” tentang penelitian, maka perlu digarisbawahi empat pengertian sebagai berikut: 1. Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data) 2. Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain 3. Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari informasi 4. Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian.
10
Lebih lanjut kesalahan pengertian tersebut dijelaskan di bawah ini. 1. Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data) Pernah suatu ketika, seorang mahasiswa mengajukan usul (proposal) penelitian untuk “meneliti” sudut kemiringan sebuah menara pemancar TV di kotanya. Ia mengusulkan untuk menggunakan peralatan canggih dari bidang keteknikan untuk mengukur kemiringan menara tersebut. Meskipun peralatannya canggih, tetapi yang ia lakukan sebenarnya hanyalah suatu survei (pengumpulan data/informasi) saja, yaitu mengukur kemiringan menara tersebut, dan survei itu bukan penelitian (tapi bagian dari suatu penelitian). Para siswa suatu SD kelas 4 diajak gurunya untuk melakukan “penelitian” di perpustakaan. Salah seorang siswa mempelajari tentang Columbus dari beberapa buku. Sewaktu pulang ke rumah, ia melapor kepada ibunya bahwa ia baru saja melakukan penelitian tentang Columbus. Sebenarnya, yang ia lakukan hanya sekedar mengumpulkan informasi, bukan penelitian. Mungkin gurunya bermaksud untuk mengajarkan keahlian mencari informasi dari pustaka (reference skills). 2. Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain Seorang mahasiswa telah menyelesaikan sebuah makalah tugas “penelitian” tentang teknik -teknik pembangunan bangunan tinggi di Jakarta. Ia telah berhasil mengumpulkan banyak artikel dari suatu majalah konstruksi bangunan dan secara sistematis melaporkannya dalam makalahnya, dengan disertai teknik acuan yang benar. Ia mengira telah melakukan suatu penelitian dan menyusun makalah penelitian. Sebenarnya, yang
11
ia lakukan hanyalah: mengumpulkan informasi/data, merakit kutipan-kutipan pustaka dengan teknik pengacuan yang benar. Untuk disebut sebagai penelitian, yang dikerjakannya kurang satu hal, yaitu: interpretasi data. Hal ini dapat dilakukan dengan cara antara lain menambahkan misalnya: “Fakta yang terkumpul menunjukkan indikasi bahwa faktor x dan y sangat mempengaruhi cara pembangunan bangunan tinggi di Jakarta”. Dengan
demikian,
ia
bukan
hanya
memindahkan
informasi/data/fakta dari artikel majalah ke makalahnya, tapi juga menganalis informasi/data/fakta sehingga ia mampu untuk menyusun interpretasi terhadap informasi/data/fakta yang terkumpul tersebut. 3. Penelitian
bukan
hanya
membongkar-bongkar
mencari
informasi Seorang Menteri menyuruh stafnya untuk memilihkan empat buah kotamadya (di wilayah Indonesia bagian timur) yang memenuhi
beberapa
kriteria
untuk
diberi
bantuan
pembangunan prasarana dasar perkotaan. Stafnya tersebut berpikir bahwa ia harus melakukan “penelitian”. Ia kemudian pergi ke Kantor Statistik, membongkar arsip/dokumen statistik kotamadya -kotamadya yang ada di wilayah IBT tersebut. Dengan membandingkan data statistik yang terkumpul dengan kriteria yang diberi oleh Menteri, ia berhasil memilih empat kotamadya yang paling memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Staf tersebut melaporkan hasil “penelitiannya” ke Menteri. Sebenarnya yang dilakukan oleh staf tersebut hanyalah mencari data (data searching, rummaging) dan mencocokknnya (matching) dengan kriteria , dan itu bukan penelitian.
12
4. Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian Kata “…penelitian” sering dipakai oleh surat kabar, majalah populer, dan iklan untuk menarik perhatian (“mendramatisir”). Misalnya, berita di surat kabar: “Presiden akan melakukan penelitian terhadap Pangdam yang ingin „mreteli‟ kekuasaan Presiden”. Contoh lain: berita “Semua anggota DPRD tidak perlu lagi menjalani penelitian khusus (litsus)”. Contoh lain lagi: “Produk ini merupakan hasil penelitian bertahun-tahun” (padahal hanya dirubah sedikit formulanya dan namanya diganti agar konsumen tidak bosan). Pengertian yang benar tentang penelitian sebagai berikut, menurut Leedy (1997: 5): Penelitian adalah suatu proses untuk mencapai (secara sistematis dan didukung oleh data) jawaban terhadap
suatu
pertanyaan,
penyelesaian
terhadap
permasalahan, atau pemahaman yang dalam terhadap suatu fenomena. Proses tersebut, yang
sering
disebut
sebagai
metodologi
penelitian, mempunyai delapan macam karakteristik: 1. Penelitian dimulai dengan suatu pertanyaan atau permasalahan. 2. Penelitian memerlukan pernyataan yang jelas tentang tujuan. 3. Penelitian mengikuti rancangan prosedur yang spesifik. 4. Penelitian biasanya membagi permasalahan utama menjadi subsub masalah yang lebih dapat dikelola. 5. Penelitian diarahkan oleh permasalahan, pertanyaan, atau hipotesis penelitian yang spesifik. 6. Penelitian menerima asumsi kritis tertentu.
13
7. Penelitian memerlukan pengumpulan dan interpretasi data dalam upaya untuk mengatasi permasalahan yang mengawali penelitian. 8. Penelitian adalah, secara alamiahnya, berputar secara siklus; atau lebih tepatnya, Seperti dijelaskan di atas, penelitian berkaitan dengan pertanyaan atau keinginan tahu manusia (yang tidak ada hentinya) dan upaya (terus
menerus)
untuk
mencari
jawaban
atas
pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Dengan demikian, tujuan terujung suatu penelitian adalah untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan penelitian tersebut. Tujuan dapat beranak cabang yang me ndorong penelitian lebih lanjut. Tidak satu orangpun mampu mengajukan semua pertanyaan,
dan
demikian
pula
tak
seorangpun
sanggup
menemukan semua jawaban bahkan hanya untuk satu pertanyaan saja. Maka, kita perlu membatasi upaya kita dengan cara membatasi tujuan penelitian. Terdapat bermacam tujuan penelitian, dipandang dari usaha untuk membatasi ini, yaitu: 1)
eksplorasi (exploration)
2)
deskripsi (description)
3)
prediksi (prediction)
4)
eksplanasi (explanation) dan
5)
aksi (action).
Penjelasan untuk tiap macam tujuan diberikan di bawah ini. Tapi perlu kita ingat bahwa penentuan tujuan, salah satunya, dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait dengan permasalahan yang kita hadapi (“state of the art”). Misal, bila masih “samar-samar”, maka kita perlu bertujuan untuk menjelajahi
14
(eksplorasi) dulu. Bila sudah pernah dijelajahi dengan cukup, maka kita coba terangkan (deskripsikan) lebih lanjut. 1. Eksplorasi Seperti
disebutkan
di
atas,
bila
kita
ingin
menjelajahi
(mengeksplorasi) suatu topik (permasalahan), atau untuk mulai memahami suatu topik, maka kita lakukan penelitian eksplorasi. Penelitian esplorasi (menjelajah) berkaitan dengan upaya untuk menentukan apakah suatu fenomena ada atau tidak. Penelitian yang mempunyai tujuan seperti ini dip akai untuk menjawab bentuk pertanyaan “Apakah X ada/terjadi?”. Contoh penelitian sederhana (dalam ilmu sosial): Apakah laki-laki atau wanita mempunyai kcenderungan duduk di bagian depan kelas atau tidak? Bila salah satu pihak atau keduanya mempunyai kecend erungan itu, maka kita mendapati suatu fenomena (yang mendorong penelitian lebih lanjut). Penelitian eksplorasi dapat juga sangat kompleks. Umumnya, peneliti memilih tujuan eksplorasi karena tuga macam maksud, yaitu: (a) memuaskan keingintahuan awal dan nantinya ingin lebih memahami, (b) menguji kelayakan dalam melakukan penelitian/studi yang lebih mendalam nantinya, dan (c) mengembangkan metode yang akan dipakai dalam penelitian yang lebih mendalam. Hasil penelitian eksplorasi, karena merupakan penelitian penjelajahan, maka sering dianggap tidak memuaskan. Kekurang-puasan terhadap hasil penelitian ini umumnya terkait dengan masalah sampling (representativeness)—menurut Babbie 1989: 80. Tapi perlu kita sadari bahwa penjelajahan memang berarti “pembukaan jalan”, sehingga setelah “pintu terbuka lebar-lebar” maka diperlukan penelitian
15
yang lebih mendalam dan terfokus pada sebagian dari “ruang di balik pintu yang telah terbuka” tadi. 2. Deskripsi Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengkajian fenomena secara lebih rinci atau membedakannya dengan fenomena yang lain. Sebagai contoh, meneruskan contoh pada bahasan penelitian eksplorasi di atas, yaitu misal: ternyata wanita lebih cenderung duduk di bagian depan kelas daripada laki-laki, maka penelitian lebih lanjut untuk lebih memerinci: misalnya, apa batas atau pengertian yang lebih tegas tentang “bagian depan kelas”? Apakah duduk di muka tersebut berkaitan dengan macam mata pelajaran? tingkat kemenarikan guru yang mengajar? ukuran kelas? Penelitian deskriptif menangkap ciri khas suatu obyek, seseorang, atau suatu kejadian pada waktu data dikumpulkan, dan ciri khas tersebut mungkin berubah dengan perkembangan waktu. Tapi hal ini bukan berarti hasil penelitian waktu lalu tidak berguna, dari hasilhasil tersebut kita dapat melihat perkembangan perubahan suatu fenomena dari masa ke masa. 3. Prediksi Penelitian
prediksi
berupaya
mengidentifikasi
hubungan
(keterkaitan) yang memungkinkan kita berspekulasi (menghitung) tentang sesuatu hal (X) dengan mengetahui (berdasar) hal yang lain (Y). Prediksi sering kita pakai sehari-hari, misalnya dalam menerima mahasiswa baru, kita gunakan skor minimal tertentu— yang artinya dengan skor tersebut, mahasiswa mempunyai kemungkinan besar untuk berhasil dalam studinya (prediksi
16
hubungan antara skor ujian masuk dengan tingkat keberhasilan studi nantinya). 4. Eksplanasi Penelitian eksplanasi mengkaji hubungan sebab-akibat diantara dua fenomena atau lebih. Penelitian seperti ini dipakai untuk menentukan apakah suatu eksplanasi (keterkaitan sebab-akibat) valid atau tidak, atau menentukan mana yang lebih valid diantara dua (atau lebih) eksplanasi yang saling bersaing. Penelitian eksplanasi (menerangkan) juga dapat bertujuan menjelaskan, misalnya, “mengapa” suatu kota tipe tertentu mempunyai tingkat kejahatan lebih tinggi dari kota-kota tipe lainnya. Catatan: dalam penelitian deskriptif hanya dijelaskan bahwa tingkat kejahatan di kota tipe tersebut berbeda dengan di kota-kota tipe lainnya, tapi tidak dijelaskan “mengapa” (hubungan sebab-akibat) hal tersebut terjadi. 5. Aksi Penelitian aksi (tindakan) dapat meneruskan salah satu tujuan di atas dengan penetapan persyaratan untuk menemukan solusi dengan bertindak sesuatu. Penelitian ini umumnya dilakukan dengan eksperimen tidakan dan mengamati hasilnya; berdasar hasil tersebut disusun persyaratan solusi. Misal, diketahui fenomena bahwa meskipun suhu udara luar sudah lebih dingin dari suhu ruang, orang tetap memakai AC (tidak mematikannya). Dalam eksperimen penelitian tindakan dibuat berbagai alat bantu mengingatkan orang bahwa udara luar sudah lebih dingin dari udara dalam. Ternyata dari beberapa alat bantu, ada satu yang
17
paling dapat diterima. Dari temuan itu disusun persyaratan solusi terhadap fenomena di atas. Penelitian
berfungsi
kemampuannya
untuk
membantu
manusia
menginterpretasikan
meningkatkan fenomena
alam,
membantu manusia dalam memenuhi hasrat ingin tahu akan kebenaran ilmiah.
Penelitian dapat mengungkap Rahasia Alam
dan dapat menjadi Bencana. Penelitian merupakan proses yang berkesinambungan, karena hasilnya tidak akan pemah final yang tidak dapat diganggu gugat lagi. Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan dan percobaan
secara
ilmiah
dalam
bidang
tertentu
untuk
mengungkapkan fakta-fakta atau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. 1.5.
Tolok Ukur Kadar Ilmiah Suatu Penelitian : o Understanding (mampu memberikan pengertian; sehingga masalah menjadi lebih jelas) o Predictive Power (mampu meramalkan) Sedangkan faktor penentu kualitas penelitian adalah : 1. Kemampuan Akademik (Scientific Methode) Kualitas penelitian sering juga dikaitkan dengan kemampuan akademik peneliti, kemampuan ini dapat diperoleh melalui pendidikan formal, non formal, dan pengalaman. Pendidikan formal belum tentu menjamin seseorang akan tertarik kepada profesi meneliti atau berhasil sebagai peneliti. Meneliti harus dengan motivasi yang dapat memberikan kepuasan individual serta jalan hidup seseorang.
18
2. Fasilitas/Peralatan (Validity, Reliability) Kualitas penelitian sering juga dikaitkan dengan ketersediaan dan kepresisian
peralatan yang digunakan, sehingga sering
ketidaklengkapnya peralatan dijadikan alasan untuk tidak melaksanakan penelitian, padahal tidak jarang terjadi bahwa hasil
penelitian
yang
mengejutkan
diperoleh
dengan
menggunakan peralatan yang relatif tradisional, dan bukan alatalat canggih dan modem. Validitas data dan keakuratan pengukuran memang tergantung kepada peralatan yang tersedia di laboratoriu, tetapi pengadaan peralatan haruslah mempertimbangkan efisiensi penggunaannya, dan ketidaktersediannya alat dapat diatasi melalui sharing resources dengan payung kerjasama. 3. Dana (Opportunity) Permasalahan nasional dalam menumbuhkan budaya meneliti terletak pada ketersediaan dana, tetapi jumlah dana yang relatif besar juga tidak menjamin hasil penelitian sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Tetapi dukungan dana yang memadai akan membuat penelitian yang berkualitas dapat dilaksanakan. Bahkan beberapa peneliti dapat menjadikan bidang penelitian sebagai prefesi, karena penelitian dapat menjadi sarana memenuhi kepuasan dan sekaligus sebagai sumber income. 4. Iklim Ilmiah (Quantity, Quality) Iklim ilmiah berkontribusi besar dalam melahirkan penelitianpenelitian yang berkualitas, dan iklim ilmiah dapat ditumbuhsuburkan melalui : Pemberian penghargaan kepada peneliti
19
Keterbukaan akademik, melalui diskusi proposal, seminar, dan forum ilmiah lainnya Pengelolaan kelembagaan penelitian yang efisien, transparan, dan komunikatif Penyebarluasan informasi tentang publikasi ilmiah, program-program penelitian, dan sumber-sumber dana penelitian. Dengan berkembangnya iklim ilmiah maka fungsi lembaga penelitian diharapkan juga ditingkatkan dalam bidang : Perencanaan Kegiatan dan Prioritas penelitian Pengelolaan sumber daya:dosen, peralatan dan dana. Pengawasan dan pengendalian kegiatan penelitian.
20
BAB II RAGAM PENELITIAN 2.1.
Ragam dan Proses Penelitian Sudah sejak lama para ahli berusaha mengelompokkan jenis-jenis penelitian ilmiah, yang biasanya didasarkan atas kegunaannya, metodenya, dan tujuan perancangannya. Jenis penelitian menurut metodanya dapat dikelompokkan menjadi: penelitian filsafat, penelitian
sejarah,
penelitian
observasi,
dan
penelitian
eksperimental. Jenis penelitian berdasarkan tujuan perancangannya mencakup: penelitian eksploratif dan formulatif, dan penelitian deskriptif, sedangkan menurut kegunaannya penelitian dapat dekelompokkan menjadi: penelitian dasar dan penelitian terapan. Penelitian dasar biasanya dilaksanakan oleh para peneliti tanpa memikirkan penerapannya dalam waktu dekat, bahkan biasanya akhir penerapan tersebut tidak dibayangkan sama sekali oleh peneliti. Para peneliti hanya berusaha melakukan pemecahan masalah dalam bidang ilmunya, sehingga dapat dihasilkan pengetahuan, theori-theori, pengertian tentang gejala alam serta hukum-hukumnya.. Penelitian terapan selalu berorientasi pada pemecahan masalah nyata dalam kehidupan, hasil penelitian tidak harus sesuatu yang betul-betul baru, tetapi mungkin hanya merupakan penerapan baru dari hasil penelitian yang telah ada. Pada dasamya para peneliti bidang terapan selalu ingin memperoleh hasil yang segera dapat dimanfaatkan (quick-yielding), sehingga selalu berorientasi kepada pasar. Bahkan di negara industri maju jenis penelitian ini
banyak ditangani oleh kelembagaan swasta, sehingga hasil penelitian dapat diperjualbelikan sebagai komoditas pasar melalui transaksi tertentu yang berkaitan dengan “patent” dan “royalti”, sehingga akan terlihat perbedaan “reward” dengan penelitian dasar yang biasanya berupa pengakuan otoritas keilmuan, sedangkan
dalam
penelitian
terapan
ditambah
dengan
penghargaan materi dari “royalti”(Umar,1991).
Penelitian itu bermacam-macam ragamnya, maka dalam bab ini ragam (variasi) penelitian dilihat dari: 1. macam bidang ilmu 2. macam pembentukan ilmu 3. macam bentuk data 4. macam paradigma keilmuan yang dianut 5. macam strategi (esensi alamiah data, proses pengumpulan dan pengolahan data) 6. lain-lain.
Ragam Penelitian menurut Bidang Ilmu Secara umum, ilmu-ilmu dapat dibedakan antara ilmu-ilmu dasar dan ilmu-ilmu terapan. Termasuk kelompok ilmu dasar, antara lain ilmu-ilmu yang dikembangkan di fakultas-fakultas MIPA (Mathematika, Fisika, Kimia, Geofosika), Biologi, dan Geografi. Kelompok ilmu terapan meliputi antara lain: ilmu-ilmu teknik, ilmu kedokteran, ilmu teknologi pertanian. Ilmu-ilmu dasar
22
dikembangkan lewat penelitian yang biasa disebut sebagai “penelitian dasar” (basic research), sedangkan penelitian terapan (applied research) menghasilkan ilmu-ilmu terapan. Penelitian terapan (misalnya di bidang fisika bangunan) dilakukan dengan memanfaatkan ilmu dasar (misal: fisika). Oleh para perancang teknik, misalnya, ilmu terapan dan ilmu dasar dimanfaatkan untuk membuat rancangan keteknikan (misal: rancangan bangunan). Tentu saja, dalam merancang, para ahli teknik bangunan tersebut juga mempertimbangkan hal-hal lain, misalnya: keindahan, biaya, dan
sentuhan
budaya.
Catatan:
Suriasumantri
(1978:
29)
menamakan penelitian dasar tersebut di atas sebagai “penelitian murni”
(penelitian
yang
berkaitan
dengan
“ilmu
murni”,
contohnya: Fisika teori). Pada
perkembangan
keilmuan
terbaru,
sering
sulit
menngkatagorikan ilmu dasar dibedakan dengan ilmu terapan hanya dilihat dari fakultasnya saja. Misal, di Fakultas Biologi dikembangkan ilmu biologi teknik (biotek), yang mempunyai ciriciri ilmu terapan karena sangat dekat dengan penerapan ilmunya ke praktek nyata (perancangan produk). Demikian juga, dulu Ilmu Farmasi dikatagorikan sebagai ilmu dasar, tapi kini dimasukkan sebagai ilmu terapan karena dekat dengan terapannya di bidang industri.
Karena
makin
banyaknya
hal-hal
yang
masuk
pertimbangan ke proses perancangan/perencanaan, selain ilmuilmu dasar dan terapan, produk-produk perancangan/perencanaan dapat menjadi obyek penelitian. Penelitian seperti ini disebut sebagai penelitian evaluasi (evaluation research) karena mengkaji dan mengevaluasi produk-produk tersebut untuk menggali pengetahuan/teori “yang tidak terasa” melekat pada produk-
23
produk tersebut (selain ilmu-ilmu dasar dan terapan yang sudah ada sebelumnya). Bila tidak melihat apakah penelitian dasar atau terapan, maka macam penelitian menurut bidang ilmu dapat dibedakan langsung sesuai macam ilmu. Contoh: penelitian pendidikan, penelitian keteknikan, penelitian ruang angkasa, pertanian, perbankan, kedokteran, keolahragaan, dan sebagainya (Arikunto, 1998: 11).
Ragam Penelitian menurut Pembentukan Ilmu Ilmu dapat
dibentuk
lewat
penelitian induktif atau
penelitian deduktif. Diterangkan secara sederhana, penelitian induktif adalah penelitian yang menghasilkan teori atau hipotesis, sedangkan penelitian deduktif merupakan penelitian yang menguji (mengetes) teori atau hipotesis (Buckley dkk., 1976: 21). Penelitian deduktif diarahkan oleh hipotesis yang kemudian teruji atau tidak teruji selama proses penelitian. Penelitian induktif diarahkan oleh keingintahuan ilmiah dan upaya peneliti dikonsentrasikan pada prosedur pencarian dan analisis data (Buckley dkk., 1976: 23). Setelah suatu teori lebih mantap (dengan penelitian deduktif) manusia secara alamiah ingin tahu lebih banyak lagi atau lebih rinci, maka dilakukan lagi penelitian induktif, dan seterusnya beriterasi
sehingga
khazanah
bertambah lengkap. Secara
ilmu
pengetahuan
semakin
lebih jelas, penelitian deduktif
dilakukan berdasar logika deduktif, dan penelitian induktif dilaksanakan berdasar penalaran induktif (Leedy, 1997: 94-95). Logika deduktif dimulai dengan premis mayor (teori umum); dan berdasar premis mayor dilakukan pengujian terhadap sesuatu (premis minor) yang diduga mengikuti premis mayor tersebut.
24
Misal, dulu kala terdapat premis mayor bahwa bumi berbentuk datar, maka premis minornya misalnya adalah bila kita berlayar terus menerus ke arah barat atau timur maka akan sampai pada tepi bumi. Kelemahan dari logika deduktif adalah bila premis mayornya keliru. Kebalikan dari logika deduktif adalah penalaran induktif. Penalaran induktif dimulai dari observasi empiris (lapangan) yang menghasilkan banyak data (premis minor). Dari banyak data tersebut dicoba dicari makna yang sama (premis mayor)—yang merupakan teori sementara (hipotesis), yang perlu diuji dengan logika deduktif.
Ragam Penelitian menurut Bentuk data (kuantitatif atau kualitatif) Macam penelitian dapat pula dibedakan dari “bentuk” datanya, dalam arti data berupa data kuantitatif atau data kualitatif. Data kuantitatif diartikan sebagai data yang berupa angka yang dapat diolah dengan matematika atau statistik, sedangkan data kualitatif adalah sebaliknya (yaitu: datanya bukan berupa angka yang dapat diolah dengan matematika atau statistik). Meskipun
demikian,
kadang
dilakukan
upaya
kuantifikasi
terhadap data kualitatif menjadi data kuantitatif. Misal, persepsi dapat diukur dengan membubuhkan angka dari 1 sampai 5. Penelitian yang datanya berupa data kualitatif disebut penelitian kuantitatif. Dalam penelitian seperti itu, sering dipakai statistik atau pemodelan matematik. Sebaliknya, penelitian yang mengolah data kualitatif disebut sebagai penelitian kualitatif. Berkaitan dengan macam paradigma (positivisme, rasionalisme,
25
fnomenologi) yang dibahas di bagian berikut, macam penelitian dapat dikombinasikan, misal: penelitian rasionalisme kuantitatif, penelitian rasionalisme kualitatif (misal: penelitian yang mengkait pola kota atau pola desain bangunan).
Ragam Penelitian menurut Paradigma Keilmuan Menurut Muhajir (1990), terdapat tiga macam paradigma keilmuan yang berkaitan dengan penelitian, yaitu: (1) positivisme, (2) rasionalisme, dan (3) fenomenologi. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dalam beberapa sudut pandang (a) sumber kebenaran/teori, dan (2) teori yang dihasilkan dari penelitian. Dari sudut pandang sumber kebenaran, paradigma positivisme percaya bahwa kebenaran hanya bersumber dari empiri sensual, yaitu yang dapat
ditangkap
oleh
pancaindera,
sedangkan
paradigma
rasionalisme percaya bahwa sumber kebenaran tidak hanya empiri sensual, tapi juga empiri logik (pikiran: abstraksi, simplifikasi), dan empiri
etik
menambah
(idealisasi semua
realitas).
empiri
yang
Paradigma
fenomenologi
dipercaya sebagai
sumber
kebenaran oleh rasionalisme dengan satu lagi yaitu empiri transcendental (keyakinan; atau yang berkaitan dengan Ke-Tuhanan). Dari pandangan teori yang dihasilkan, penelitian dengan berbasis paradigma positivisme atau rasionalisme, keduanya menghasilkan sumbangan kepada khazanah ilmu nomotetik (prediksi dan hukum-hukum dari generalisasi). Di lain pihak, penelitian berbasis fenomenologi tidak berupaya membangun ilmu dari generalisasi, tapi ilmu idiografik (khusus berlaku untuk obyek yang diteliti). Sering ditanyakan manfaat dari ilmu yang berlaku local dibandingkan ilmu yang berlaku umum (general). Keduanya
26
saling melengkapi, karena ilmu lokal menjelaskan kekhasan obyek dibandingkan yang umum. Misal, kini sedang berkembang ilmu tentang ASEAN (ASEAN studies). Manfaat dari ilmu semacam ini dapat dicontohkan sebagai berikut: di negara barat, banyak orang ingin berdagang di ASEAN; agar berhasil baik, mereka perlu mempelajari tatacara/kebiasaan/kultur berdagang di ASEAN, maka mereka mempelajari ilmu lokal yang menjelaskan perbedaan tatacara perdagangan di kawasan tersebut dibanding tatacara perdagangan yang umum di dunia. Untuk lebih menjelaskan perbedaan antar ketiga macam penelitian berbasis tiga macam paradigma yang berbeda tersebut, di bawah ini (lihat Tabel Ragam-1)satu per satu dibahas lebih lanjut, terutama dari (a) kerangka teori sebagai persiapan penelitian, (b) kedudukan obyek dengan lingkungannya, (c) hubungan obyek dan peneliti, dan (d) generalisasi hasil—sumber: Muhadjir (1990).
Buckley dkk. (1976: 23) menjelaskan arti metodologi, strategi, domain, teknik, sebagai berikut: 1) Metodologi merupakan kombinasi tertentu yang meliputi strategi, domain, dan teknik yang dipakai untuk mengembangkan teori (induksi) atau menguji teori (deduksi). 2) Strategi terkait dengan sifat alamiah yang esensial dari data dan proses data tersebut dikumpulkan dan diolah. 3) Domain berkaitan dengan sumber data dan lingkungannya. 4) Teknik terkait dengan alat pengumpulan dan pengolahan data. Teknik dibedakan dua macam, yaitu:
27
a) Teknik “formal” merupakan teknik yang diterapkan secara obyektif dan menggunakan data kuantitatif. b) Teknik “informal” merupakan teknik yang diterapkan secara subyektif dan menggunakan data kualitatif. Secara lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa strategi berkaitan dengan “cara” kita melakukan pengembangan atau pengujian teori. Berkaitan dengan strategi, ragam penelitian dapat dibedakan menjadi empat, yaitu penelitian: (1) opini, (2) empiris, (3) kearsipan, dan (4) analitis.
1) Penelitian Opini Bila peneliti mencari pandangan atau persepsi orang-orang terhadap suatu permasalahan, maka ia melakukan penelitian opini. Orang-orang
tersebut
dapat
merupakan
kelompok
atau
perorangan (jadi domain-nya dapat berupa kelompok atau individual). Terdapat banyak ragam metode/teknik yang dapat dipakai untuk penelitian opini perorangan, salah satunya yang populer dan formal adalah: metode penelitian survei (survey research)1. Selain itu, penjaringan persepsi perorangan yang informal dapat dilakukan dengan teknik wawancara. Untuk mengumpulkan opini kelompok, secara formal, dapat dipakai metode Delphi. Metode ini dilakukan terhadap kelompok pakar, untuk
mengembangkan
konsensus—atau
tidak
adanya
konsensus—dengan menghindari pengaruh opini antar pakar2. Teknik informal untuk menggali opini kelompok dapat dilakukan antara lain dengan curah gagas (brainstorming)3. Cara ini dilakukan dengan (a) menfokuskan pada satu masalah yang jelas, (b) terima
28
semua ide, tanpa disangkal, tanpa melihat layak atau tidak, dan (c) katagorikan ide-ide tersebut.
2. Penelitian Empiris Empiris terkait dengan observasi atau kejadian yang dialami sendiri oleh peneliti. Penelitian empiris dapat dibedakan dalam tiga macam bentuk, yaitu: studi kasus, studi lapangan, dan studi laboratorium. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu: (a) keberadaan rancangan eksperimen, dan (b) keberadaan kendali eksperimen. Teknik observasi merupakan teknik yang dapat dipakai untuk ketiga macam penelitian empiris di atas. Selain itu, untuk studi lapangan dapat dipakai teknik studi waktu dan gerak (time and motion study), misal dibantu dengan peralatan kamera video, TV sirkuit rertutup, atau alat “penangkap” kejadian (sensor) dan perekam yang lain. Untuk studi laboratorium dapat dilakukan antara lain dengan simulasi (misal dengan komputer).
3. Penelitian Kearsipan “Arsip”, dalam hal ini, diartikan sebagai rekaman fakta yang disimpan. Kita bedakan tiga tipe arsip, yaitu: (1) primer, (2) sekunder, dan (3) fisik. Dua tipe yang pertama berkaitan dengan arsip tertulis, tape, dan bentuk -bentuk lain dokumentasi. Arsip primer adalah rekaman fakta langsung oleh perekamnya (misal: data perkantoran), sedangkan arsip sekunder merupakan hasil rekaman orang/pihak lain. Tipe ketiga, yaitu arsip fisik, dapat
29
berupa batu candi, jejak kaki, dan sebagainya. Teknik informal dalam penelitian ini berupa antara lain: scanning dan observasi. Teknik formal untuk arsip tertulis primer dapat dilakukan dengan metode analisis isi (content analysis). Terhadap arsip sekunder dapat dilakukan teknik sampling, sedangkan terhadap arsip fisik dapat dilakukan antara lain dengan pengukuran erosi dan akresi (untuk penelitian arkeologi).
4. Penelitian Analitis Terdapat problema penelitian yang tidak dapat dipecahkan dengan penelitian opini, empiris atau kearsipan. Penelitian tersebut perlu dipecahkan secara analitis, yaitu dilakukan dengan cara memecah problema menjadi sub-sub problema (atau variabel-variabel) dan dicari karakteristik tiap sub problema (variabel) dan keterkaitan antar sub problema (variabel). Penelitian analitis sangatmenggantungkan diri pada logika internal penelitinya, sehingga subyektivitas peneliti perlu dihindari. Untuk itu, penelitian analitis perlu mendasarkan diri pada filsafat atau logika. Terdapat berbagai teknik formal dalam penelitian analitis, antara lain: logika matematis, pemodelan matematis, dan teknik organisasi formal (flowcharting, analisis jaringan, strategi pengambilan keputusan, algoritma, heuristik). Catatan: Riset operasi merupakan pengembangan dari penelitian analitis. Teknik informal untuk penelitian analitis meliputi antara lain: skenario, dialektik, metode dikotomus, metode teralogis—lihat Buckley dkk. (1976: 27).
30
Jenis Penelitian Menurut Metodenya : 1. Penelitian Historis 2. Penelitian Filosofis 3. Penelitian Observasional 4. Penelitian Eksperimental 5. Jenis Penelitian Menurut Permasalahannya 6. Penelitian Historis 7. Penelitian Deskripsi 8. Penelitian Perkembangan 9. Penelitian Kasus / Lapangan 10. Penelitian Korelasional 11. Penelitian Hubungan Sebab-akibat 12. Penelitian Tindakan 13. Penelitian Eksperimental
2.2.
Penelitian Bidang Ilmu Teknik Metode penelitian merupakan serangkaian kegiatan sistematik yang diarahkan untuk menemukan jawaban dari suatu pertanyaan yang belum diketahuhi jawabannya, sehingga ditemukan suatu kebenaran ilmiah. Metode penelitian yang sering digunakan pada bidang teknologi adalah sebagai berikut :
2.2.1. Penelitian Teoritik Pada masa lalu, teknologi dikembangkan berdasarkan pengalaman dan coba-coba yang dilakukan oleh para inovator jauh sebelum ilmu pengetahuan modem lahir. Pada saat ini dan dimasa-masa
31
mendatang hal tersebut sulit dilakukan, tanpa sebelumnya dilakukan penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan alam, terutama berkaitan dengan penelitian teoritik / fundamental. Teknologi radar yang dikembangkan pada masa perang dunia kedua, tuntutan pengembangan bioteknologi, nanoteknologi, teknologi fotonik, superkonduktivitas bahan dan lain sebagainya memerlukan upaya yang bersifat teoritik. Langkah-langkah dalam penelitian teoritik dapat diungkapkan sebagai berikut : 1. Identifikasi Masalah, yaitu mengidentifikasi fenomena yang akan diteliti. 2. Penentuan landasan/kerangka analisis, sehingga dihasilkan hipotesa/model/teori yang harus diuji 3. Rumusan matematik, dalam berbagai bentuk seperti: persamaan differensial, integral, dan atau persamaan aljabar. 4. Perhitungan/penyelesaian matematik yang dapat dilakukan dengan metode analisis dan atau metode numerik. 5. Penafsiran dan evaluasi hasil. 2.2.2. Penelitian Eksperimental Penelitian eksperimental bertujuan untuk mendapat pengetahuan atau informasi tentang suatu sistem melalui eksperimen. Informasi yang dimaksud menyangkut hubungan atau interaksi antar komponen dalam sistem, serta hubungan antara sifat-sifat komponen dengan perilaku sistem secara keseluruhan. Langkah-langkah dalam penelitian eksperimental : 1. Identifikasi Masalah, dan merumuskan masalah 2. Penelusuran Kepustakaan 3. Merumuskan Hipotesis
32
4. Merancang cara pengumpulan data/informasi 5. Mengumpulkan data/informasi 6. Menyusun, mengolah dan mengalisis data/informasi yang diperoleh dalam rangka menguji hipotesis 7. Membuat laporan hasil penelitian dan mempublikasikannya. 2.2.3. Penelitian Rekayasa Penelitian
rekayasa
(engineering)
adalah
suatu
kegiatan
perancangan (design) yang tidak rutin, sehingga di dalamnya terdapat kontribusi baru, baik dalam bentuk proses maupun produk/prototip. Pada penelitian rekayasa, pembahasan kegiatan perancangan di dalamnya melibatkan hal-hal yang relatif baru, apabila kegiatan perancangan tersebut mengacu pada standar atau kode rancang bangun tertentu, maka kegiatan itu bukan kegiatan penelitian bidang rekayasa. Tahapan-tahapan utama dalam penelitian rekayasa : 1. Idea-idea dan kejelasan tugas 2. Konseptual rancangan 3. Susunan, geometri, kefungsian 4. Rancangan detail 5. Pembuatan prototipe/model 6. Pengujian Hasil-hasil akhir diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan untuk perbaikan dalam metode maupun prosedur pengujian dan perbaikan dalam kegiatan perancangan itu sendiri.
33
2.2.4. Penelitian Kualitatif Penelitian Kualitatif seringkali dipergunakan dalam penelitianpenelitian ilmu sosial, karena fenomena sosial kerapkali tidak bisa ditunjukkan secara kuantitatif. Dalam lingkup ilmu-ilmu rekayasa, penelitian kualitatif sering digunakan dalam pengkajian Planologi, dan Arsitektur. Biasanya penelitian kualitatif dimulai dengan suatu pertanyaan penelitian
mengenai
suatu
hal,
misalnya
mengapa
terjadi
kemacetan lalu lintas disuatu bagian kota tertentu; mengapa perkembangan
wilayah
tertentu
jauh
lebih
lambat
bila
dibandingkan dengan wilayah lainnya; atau mengapa penduduk melakukan migrasi dari desa ke kota.
34
BAB III PERMASALAHAN 3.1.
Masalah Sebagai Pemicu Kegiatan Penelitian Kira-kira 2000 tahun yang lalu Arkhimedes diperintah rajanya untuk menyelidiki tanpa merusak, apakah mahkota sang raja benar-benar dibuat dari emas mumi, ataukah sudah dicampur dengan logam yang lebih murah. Perintah itu menimbulkan masalah yang dipikirkannya terus menerus, juga ketika ketika ia mandi (di Yunani orang mandi dengan berendam dalam bak). Dari sinilah Arkhimedes mendapatkan ide bahwa volume suatu benda padat sama dengan volume cairan yang terpindahkan kalau benda padat itu dicelupkan ke dalamnya. Tahulah ia bagaimana cara menguji apakah mahkota rajanya itu terbuat dari emas mumi, ataukah sudah dicampuri dengan loyang. Juru-juru ukur tanah di Mesir kuno sudah tahu bagaimana mendapatkan sudut siku dengan menggunakan seutas tali yang terbagi menjadi tiga bagian dengan panjangnya berbanding 3:4:5. Nisbah sisi-sisi segitiga yang membentuk sudut siku ini sudah mereka ketahui dari pengalaman. Akan tetapi baru Pythagoras yang dapat membuktikan secara umum bahwa pada setiap segitiga siku, kuadrat panjang sisi miringnya sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi lain segitiga itu. Baik Arkhimedes maupun Pythagoras telah menemukan suatu pengetahuan baru karena dipicu oleh munculnya suatu masalah yang memerlukan jawaban. Pada Arkhimedes masalah itu berupa perintah raja untuk meneliti apakah pandai emasnya telah bekerja
jujur. Pada Pythagoras masalah timbul, karena ia ingin tahu apakah hanya nisbah 3:4:5 saja yang dapat menghasilkan segitiga siku. Keduanya
menggunakan
pengalaman
untuk
mendapatkan
jawaban terhadap masalah yang dihadapi. 3.2.
Masalah Penelitian yang dapat Ditangani Memilih suatu masalah yang akan dijawab lewat kegiatan penelitian bukan hal yang mudah. Masalah tersebut tidak dapat diperoleh oleh seorang pemula dengan cara ―grasp from the air‖, tetapi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam rangka penalaran deduktif oleh seseorang. Suatu masalah penelitian disebut ―managable / researchable‖ bila dipenuhi persyaratan sebagai berikut : 1.
Lingkup masalah dan cara pemecahannya masih dalam lingkup bidang yang mampu ditangani peneliti
2.
Masalah
dan
cara
pemecahannya
dalam
batas
kemampuan ilmiah peneliti. 3.
Kebutuhan akan fasilitas / peralatan penelitian sudah tersedia atau dapat disediakan oleh peneliti.
4.
Dana yang diperlukan dapat disediakan oleh peneliti atau penyandang dana lain.
5.
Penelitian tersebut dapat diselesaikan sesuai rencana dalam batas waktu yang diminta / disediakan.
3.3.
Sumber dan Langkah Penemuan Masalah Sumber Masalah : 1.
Gap antara pengalaman dengan kenyataan
2.
Gap antara rencana dengan realita
36
3.
Kegagalan
4.
Kebutuhan yang belum terpenuhi
5.
Ada pengaduan
6.
Ada kompetisi / tantangan
Setelah peneliti menentukan bidang penelitian (problem area) yang diminatinya,
kegiatan
berikutnya
adalah
menemukan
permasalahan (problem finding atau problem generation). Penemuan permasalahan merupakan salah satu tahap penting dalam penelitian. Situasinya jelas: bila permasalahan tidak ditemukan, maka penelitian tidak perlu dilakukan. Pentingnya penemuan permasalahan juga dinyatakkan oleh ungkapan: ―Berhasilnya perumusan permasalahan merupakan setengah dari pekerjaan penelitian‖. Penemuan permasalahan juga merupakan tes bagi suatu bidang ilmu; seperti diungkapkan oleh Mario Bunge (dalam : Buckley dkk., 1976, 14) dengan pernyataan: ―Kriteria terbaik untuk menjajagi apakah suatu disiplin ilmu masih hidup atau tidak adalah dengan memastikan apakah bidang ilmu tersebut masih mampu menghasilkan permasalahan . . . . Tidak satupun permasalahan akan tercetus dari bidang ilmu yang sudah mati‖. Permasalahan yang ditemukan, selanjutnya perlu dirumuskan ke dalam suatu pernyataan (problem statement). Kegiatan untuk menemukan permasalahan biasanya didukung oleh survai ke perpustakaan untuk menjajagi perkembangan pengetahuan dalam bidang yang akan diteliti, terutama yang diduga mengandung permasalahan. Perlu dimengerti, dalam hal ini, bahwa publikasi berbentuk buku bukanlah informasi yang
37
terbaru karena penerbitan buku merupakan proses yang memakan waktu cukup lama, sehingga buku yang terbit—misalnya hari ini— ditulis sekitar satu atau dua tahun yang lalu. Perkembangan pengetahuan terakhir biasanya dipublikasikan sebagai artikel dalam
majalah
ilmiah;
sehingga
suatu
(usulan)
penelitian
sebaiknya banyak mengandung bahasan tentang artikel-artikel (terbaru) dari majalah-majalah (jurnal) ilmiah bidang yang diteliti. Kegiatan penemuan permasalahan, seperti telah disinggung di atas, didukung oleh survai ke perpustakaan untuk mengenali perkembangan bidang yang diteliti. Pengenalan ini akan menjadi bahan utama deskripsi ―latar belakang permasalahan‖ dalam usulan penelitian. Permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai kesenjangan antara fakta dengan harapan,
antara
tren
perkembangan
dengan
keinginan
pengembangan, antara kenyataan dengan ide. Sutrisno Hadi (1986, 3)
mengidentifikasikan
permasalahan
sebagai
perwujudan
―ketiadaan, kelangkaan, ketimpangan, ketertinggalan, kejanggalan, ketidakserasian, kemerosotan dan semacamnya‖. Seorang peneliti yang berpengalaman akan mudah menemukan permasalahan dari bidang
yang
menemukan menjelaskan
ditekuninya;
dan
permasalahan bagaimana
seringkali
secara cara
peneliti
―naluriah‖;
tersebut
tidak
menemukannya.
dapat
Cara-cara
menemukan permasalahan ini, telah diamati oleh Buckley dkk. (1976) yang menjelaskan bahwa penemuan permasalahan dapat dilakukan secara ―formal‘ maupun ‗informal‘. Cara formal melibatkkan
prosedur
yang
menuruti
metodologi
tertentu,
sedangkan cara informal bersifat subjektif dan tidak ―rutin‖. Dengan demikian, cara formal lebih baik kualitasnya dibanding cara informal. Rincia n cara-cara yang diusulkan Buckley dkk.
38
dalam kelompol formal dan informal terlihat pada gambar di bawah ini.
Bukley
dkk.,
(1976:16-27)
menjelaskan
cara-cara
penemuan
permasalahan—baik formal maupun informal—sebagai diuraikan di bagian berikut ini. Setelah permasalahan ditemukan, kemudian perlu dilakukan pengecekan atau evaluasi terhadap permasalahan tersebut— sebelum dilakukan perumusan permasalahan.
Cara-cara formal (menurut metodologi penelitian) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatifalternatif berikut ini: 1) Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan
39
yang dihasilkan. Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan. 2) Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara ―mengambil‖ pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini, dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal yang penting. Contoh permasalahan yang ditemukan dengan cara analogi ini, misalnya: ―apakah Proses perancangan perangkat lunak komputer dapat diterapkan pada proses
perancangan
arsitektural‖
perencanaan
perusahaan
mempunyai
kesamaan
dan dalam
(seperti
perencanaan hal
sifat
diketahui arsitektural pembuatan
keputusannya yang Judgmental). 3) Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kemantapan suatu teori. Misal suatu teori menyatakan ―ada korelasiyang signifikan antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah
asal
penghuninya‖
dapat
direnovasi
menjadi
permasalahan ―seberapa korelasi antara arah pengembangan bangunan rumah tipe tertentu dalam perumahan sub – inti dengan tipe bangunan rumah asal penghuninya dengan tingkat pendidikan penghuni yang berbeda‖. Dalam contoh di atas, kondisi yang
―umum‖ diganti dengan kondisi tingkat
pendidikan yang berbeda. 4) Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara dialektik, peneliti dapat mengusulkan untuk
40
menghasilkan suatu teori yang merupakan tandingan atau sanggahan terhadap teori yang sudah ada. 5) Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan
membuat
tren
(trend)
suatu
teori
atau
tren
permasalahan yang dihadapi. 6) Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinankemungkinan kombinasi yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks. 7) Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke dalam komponen-komponennya. 8) Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti dapat mengambil hasil-hasil peneliti atau teori
dari
beberapa
bidang
(beberapa
penelitian)
dan
―mengumpulkannya‖ untuk membentuk suatu permasalah yang lebih rumit, kompleks.
Cara-cara Informal Penemuan Permasalahan Cara-cara
informal
(subyektif)
dalam
rangka
menemukan
permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini: 1) Konjektur
(naluriah).
Seringkali
permasalahan
dapat
ditemukan secara konjektur (naluriah), tanpa dasar-dasar yang jelas.
Bila
kemudian,
permasalahan
dapat
dasar-dasar dijelaskan,
atau
maka
latar
belakang
penelitian
dapat
diteruskan secara alamiah. Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta apresiasi individu terhadap lingkungannya.
41
Naluri, menurut Buckley, dkk., (1976, 19), merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan. 2) Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan fenomena (kejadian, perkembangan) yang dapat diamati. Misal: fenomena pemakaian komputer sebagai alat bantu analisis dapat dikaitkan untuk mencetuskan permasalahan – misal: seperti apakah pola dasar pendaya – gunaan komputer dalam proses perancangan arsitektural. 3) Konsensus juga merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan. Misal, terdapat konsensus bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia, tapi kualitas lingkungan yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal hal ini merupakan konsensus nasional). 4) Pengalaman. Tak perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber bagi permasalahan. Pengalaman kegagalan akan mendorong dicetuskannya permasalahan untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan juga akan mendorong studi perumusan sebab-sebab keberhasilan. Umpan balik dari klien, misal, akan mendorong penelitian untuk merumuskan komunikasi arsitek dengan klien yang lebih baik. 3.4.
Identifikasi masalah Penelitian dimulai dari pertanyaan yang belum dapat dijawab oleh seorang peneliti. Untuk ini diperlukan adanya motivasi yang berupa rasa ingin tahu untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk melihat dengan jelas tujuan dan sasaran penelitian, perlu diadakan identifikasi masalah
42
dan lingkungan masalah itu. Masalah penelitian selanjutnya dipilih dengan
kriteria,
antara
lain
apakah
penelitian
itu
dapat
memecahkan permasalahan, apakah penelitian itu dapat diteliti dari
taraf
kemajuan
pengetahuan,
waktu,
biaya
maupun
kemampuan peneliti sendiri, dan lain-lain. Permasalahan yang besar biasanya dibagi menjadi beberapa sub-masalah. Substansi permsalahan
diidentifisikasikan
dengan
jelas
dan
konkrit.
Pengertian-pengertian yang terkandung didalamnya dirumuskan secara operasional. Sifat konkrit dan jelas ini, memungkinkan pertanyaan-pertanyaan yang diteliti dapat dijawab secara eksplisit, yaitu apa, siapa, mengapa, bagaimana, bilamana, dan apa tujuan penelitian. Dengan identifikasi yang jelas peneliti akan mengetahui variabel yang akan diukur dan apakah ada alat-alat untuk mengukur variabel tersebut. Permasalahan yang telah ditemukan selalu perlu dicek apakah permasalahan tersebut dapat (patut) untuk diteliti (researchable). Pengecekan ini, biasanya, didasarkan pada tiga hal: (i) faedah, (ii) lingkup, dan (iii) kedalaman. Pengecekan faedah ditelitinya suatu permasalahan dikaitkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan atau penerapan pada praktek (pembangunan). Ditanyakan: apakah penelitian atas permasalahan tersebut akan berfaedah untuk ilmu pengetahuan, misal dapat merevisi, memperluas, memperdalam
pengetahuan
yang
ada,
atau
menciptakan
pengetahuan baru. Dicek pula: apakah penelitian tersebut mempunyai
aplikasi
teoritikal
dan
atau
praktikkal.
Suatu
penelitian agar dapat diterima oleh pemberi dana atau pemberi ―nilai‘ perlu mempunyai faedah yang jelas (penjelasan faedah diharapkan bukan hanya bersifat ―klise‖).
43
Peneliti
yang
belum
berpengalaman
sering
mencetuskan
permasalahan yang berlingkup terlalu luas, yang memerlukan masa penelitian yang sangat lama (di luar jangkauan). Misal: penelitian untuk ―menemukan cara terbaik pelaksanaan pembangunan rumah tinggal‖ akan memerlukan waktu yang ―tak terhingga‖ karena
harus
membandingkan
semua
kemungkinan
cara
pelaksanaan pembangunan rumah tinggal. Lingkup penelitian, biasanya, cukup sempit, tapi diteliti secara mendalam. Faktor kedalaman penelitian juga merupakan salah satu yang perlu dicek. Penelitian, bukan sekedar mengumpulkan data, menyusunnya dan memprosesnya untuk mendapatkan hasil, tetapi diperlukan pula adanya interpretasi (pembahasan) atas hasil. Penelititan perlu dapat menjawab: apa ―arti‖ semua fakta yang terkumpul. Dengan pengertian ini, suatu pengukuran kemiringan menara pemancar teve belum dianggap mempunyai kedalaman yang cukup (hanya merupakan pengumpulan data dan pelaporan hasil pengukuran). Tetapi, penelitian tentang ―pengaruh kemiringan menara pemancar teve
terhadap kualitas siaran‖ merupakan penelitian karena
memerlukan interpretasi tehadap persepsi pirsawan atas kualitas siaran yang dipengaruhi oleh kemiringan. Indikasi permasalahan yang belum merupakan permasalahan penelitian ditunjukkan oleh Leedy (1997: 46-48), yaitu: 1) yang bersifat hanya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk mengerti lebih banyak tentang suatu topik; 2) yang jawabnya ya atau tidak; pembandingan dua set data tanpa intepretasi; 3) pengukuran koefisien korelasi antara dua set data.
44
3.5.
Perumusan Masalah Setelah menetapkan berbagai aspek masalah yang dihadapi, peneliti mulai menyusun informasi mengenai masalah yang mau dijawab
atau
memadukan
pengetahuannya
menjadi
suatu
perumusan. Untuk itu, diperlukan perumusan tujuan penelitian yang jelas, yang mencakup pernyataan tentang mengapa penelitian dilakukan, sasaran penelitian, maupun pikiran penggunaan dan dampak hasil penelitian. Permasalahan yang masih samar-samar dan diragukan mulai dipertegas dalam bentuk perumusan yang fungsional. Verbalisasi gagasan-gagasan dapat dirumuskan agar orang lain dapat memahaminya. Pandangan-pandangan teori diuraikan secara jelas, sehingga mudah diteliti dan dapat dijadikan titik tolak penelitian. Perumusan masalah dapat dilakukan dengan pembuatan model. Hipotesis merupakan salah satu bentuk konkrit dari perumusan masalah. Dengan adanya hipotesis, pelaksanaan penelitian diarahkan untuk membenarkan atau menolak hipotesis. Pada umumnya hipotesis dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menguraikan hubungan sebab-akibat antara variabel bebas dan tak bebas gejala yang diteliti. Hipotesis mempunyai peranan memberikan
arah
dan
tujuan pelaksanaan penelitian, dan
memandu ke arah penyelesaiannya secara lebih efisien. Hipotesis yang baik akan menghindarkan penelitian tanpa tujuan, dan pengumpulan data yang tidak relevan. Tidak semua penelitian memerlukan hipotesis. Proses penelitian selalu dimulai dengan adanya masalah yang ingin diketahui. Seringkali berbagai gejala dan fenomena yang terlihat pada suatu persoalan tidak mudah diidentifikasi. Apabila gejala pada pengamatan permulaan belum dapat diidentifikasi,
45
maka interpretasi dan antisipasi kita pada gejala tadi belum dapat ditentukan. Oleh karena itu suatu gejala atau masalah dalam proses penelitian harus dirumuskan terlebih dahulu sehingga bisa menjadi masukan pada awal kegiatan penelitian. Penelitian adalah suatu proses berdaur tertutup yang bermula dari adanya gejala yang terlihat, timbul pertanyaan, kemudian ada perumusan
tujuan
dengan
perumusan
masalah
mengawali
rangkaian dalam proses penelitian. Objek penelitian dapat ditemui dengan berbagai cara, ada yang dapat ditemui secara pasif, ada yang kita cari secara aktif. Contoh objek penelitian yang ditemui secara pasif adalah penelitian yang datang berdasarkan autoritas, misalnya permintaan penelitian yang datang dari pimpinan suatu lembaga penelitian, atau penelitian pesanan dari suatu sponsor. Untuk hal semacam irtu masalah penelitian sudah ada dengan sendirinya, sehingga sebagai peneliti kita tinggal merumuskan objeknya dan meneruskan tahap-tahap penelitian selanjutnya. Suatu masalah hendaknya terumuskan dalam suatu pertanyaan yang jelas. Merumuskan masalah bukanlah suatu yang mudah, seringkali apa yang kita lihat sebagai masalah bukanlah masalah itu sendiiri, melainkan hanya gejala dari suatu masalah yang belum kita pahami. Yang kita lihat itu adalah gejala, dan bila kita memproses penyelesaiannya maka yang kita hasilkan adalah penyelesaian suatu gejala, bukan penyelesaian masalah. Dengan demikian dalam kita merumuskan masalah pertama kali yang harus dilakukan adalah mendalami apa sebenamya masalah yang harus diteliti, apakah ia merupakan pokok masalah atau gejala suatu masalah. Masalah utama sebelum orang dapat bergerak
46
mengadakan penelitian bukanlah bagaimana melaksanakan langkahlangkah penelitian, melainkan apa permasalahan yang akan diteliti. Masalah penelitian dirumuskan dengan jelas dan ringkas sehinga semua pembaca dapat mengerti masalah yang dikemukakan. Masalah penelitian hendaknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.
Rumusan
hendaknya
memberi
petunjuk
tentang
kemungkinannya dalam mengumpulkan data. Rumusan Masalah yang Baik : 1.
Masalah harus Feasible
2.
Masalah harus jelas
3.
Masalah harus signifikan
4.
Masalah bersifat etis
Bentuk-bentuk Masalah Penelitian : 1.
Permasalahan Deskriptif, (Variabel mandiri, tanpa perbandingan)
2.
Permasalahan Komparatif, (membandingkan keberadaan suatu variabel pada dua sampel atau lebih)
3.
Permasalahan asosiatif, (bersifat menghubungkan dua variabel atau lebih: hub. Simetris, kausal, interaktif)
Pertimbangan dalam memilih masalah 1.
Pertimbangan dari arah masalah, berapa besar kontribusinya terhadap pengembangan iptek dan pemecahan masalahmasalah praktis di lapangan
2.
Pertimbangan dari arah peneliti, kelayakan diteliti dari aspek biaya, waktu, peralatan yang tersedia, kemampuan peneliti, serta penguasaan metode penelitian yag diperlukan
47
3.6.
Hipotesis Secara etimologi hypotesis berasal dari hypo berarti kurang dari, dan these artinya pendapat, maka Hypotesis adalah pendapat atau kesimpulan yang masih bersifat sementara, dan belum benar-benar berstatus sebagai tesis. Hypotesis masih memiliki kekurangan, belum final, dan masih memerlukan pembuktian. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti, dalam hipotesis dikemukakan teori-teori (yang hendak diuji) mengenai kaitan antara variabel. Jika hipotesis tidak ada, maka bagian ini diganti dengan pertanyaan penelitian, yaitu pertanyaan tentang masalah yang akan dijawab dengan penelitian tersebut. Kegunaan Hipotesa 1.
Agar penelitian lebih terarah, karena variabel yang akan dibuktikan sudah diketahui.
2.
Mensiagakan peneliti kepada kondisi dan hubungan antar fakta
3.
Memfokuskan fakta dalam satu kesatuan yang terintegrasi
4.
Sebagai panduan dalam pengumpulan data dan pengujian.
48
BAB IV PENELUSURAN KEPUSTAKAAN Penelitian dimulai dengan penelusuran pustaka yang berhubungan dengan subyek penelitian tersebut. Penelusuran pustaka merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan informasi yang relevan untuk penelitian.
Penelusuran
pustaka
dapat
menghindarkan
duplikasi
pelaksanaan penelitian. Dengan penelusuran pustaka dapat diketahui penelitian yang pernah dilakukan dan dimana hal itu dilakukan. Bagi seorang peneliti membaca hasil penelitian orang lain, selain mutlak harus dilakukan untuk membantu mengorientasikan dirinya, juga akan memberikan berbagai keuntungan. Karena hal itu akan memberi informasi
tentang
kegiatan
yang
pernah
dikerjakan
orang
dan
menunjukkan batas perkembangan yang dicapai ilmu. Kepustakaan akan memberikan daerah yang belum diketahui ilmu. Pada penelusuran kepustakaan peneliti melakukan uji awal, atas gagasan-gagasan awalnya, atas formulasi awalnya untuk menyelesaikan masalah penelitian. Pada saat ini, (hampir) tidak mungkin ada salah satu masalah dalam cabang ilmu tertentu yang belum pemah diteliti sama sekali. Selalu akan dijumpai, penelitian-penelitian terdahulu yang sejalan/sejenis/dekat dengan penelitian yang sedang dilakukan. Oleh karena itu peneliti harus sangat hati-hati menempatkan penelitiannya pada 'jalur' yang tepat sehingga tidak terjadi duplikasi. Pada penelusuran kepustakaan diuraikan secara sistematik semua keterangan yang diperoleh dari pustaka. Perlu diperhatikan bahwa 'pendapat pribadi' tentang penelitian yang sedang dilakukan tidak boleh diikutkan dalam tinjauan pustaka, kecuali kalau 'pendapat pribadi' itu diacu dari peneliti terdahulu.
Setelah masalah dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan. Landasan ini perlu ditegakkan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and error). Untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai hal yang disebutkan di atas itu orang harus melakukan penelahaan kepustakaan. Memang, pada umumnya lebih dari lima puluh persen kegiatan dalam seluruh proses penelitian itu adalah membaca. Karena itu sumber bacaan merupakan bagian penunjang yang esensial. Secara garis besar, sumber bacaan itu dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sumber acuan umum, dan (b) sumber acuan khusus. Teori-teori dan konsep-konsep pada umumnya dapat diketemukan dalam sumber acuan umum, yaitu kepustakaan yang berwujud buku-buku teks, ensiklopedia, monograp, dan sejenisnya. Generalisasi-generalisasi dapat ditarik dari laporan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan bagi masalah yang sedang digarap. Hasil-hasil penelitian terdahulu itu pada umumnya dapat diketemukan dalam sumber acuan khusus, yaitu kepustakaan yang bersifat jurnal, buletin penelitian,. tesis, disertasi, dan lain-lain sumber bacaan yang memuat laporan hasil penelitian. Dua kriteria yang biasa digunakan untuk memilih sumber bacaan adalah (a) prinsip kemutakhiran (recency), dan (b) prinsip relevansi (relevance). Dari teori-teori atau konsep-konsep umum dilakukan pemerincian atau analisis melalui penalaran deduktif, sedangkan dari hasil-hasil penelitian dilakukan pemaduan atau sintesis dan generalisasi melalui penalaran induktif. Proses deduksi dan deduksi itu dilakukan secara interaktif, dan dari deduksi dan induksi yang berulang-ulang itu diharapkan dapat dirumuskan jawaban terhadap masalah yang telah dirumuskan, yang
50
paling mungkin dan paling tinggi taraf kebenarannya. jawaban inilah yang dijadikan hipotesis penelitian. Seperti
telah
sebutkan
dimuka,
sebagian
besar
kegiatan
dalam
keseluruhan proses penelitian adalah membaca, dan membaca itu hampir seluruhnya terjadi pada langkah penelahaan kepustakaan ini. Orang harus membaca dan membaca, dan menelaah yang dibaca itu setuntas mungkin agar dia dapat menegakkan landasan yang kokoh bagi langkahlangkah berikutnya. Membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan dan dipupuk. Untuk ini kegemaran membaca harus dibuat membudaya; membaca harus merupakan kegemaran, pada akhirnya harus merupakan kebutuhan. Penyusunan landasan teoritis tidak akan produktif sebelum bahannya cukup banyak. Karena itu perlu lebih dahulu dibaca banyak-banyak sumber-sumber bacaan, baru kemudian ditelaah, dibanding-bandingkan, lalu diambil kesimpulan-kesimpulan teoritis. Supaya hasil pembacaan itu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, perlulah hal tersebut direkam (dicatat) dengan cara yang mudah pemanfaatannya. Informasi nama yang perlu dicatat, tidak ada aturan umumnya. Sementara orang menganggap informasi minimal, yaitu informasi yang berisi hal-hal seperti yang tertulis dalam katalog di perpustakaan, telah cukup, sementara orang-orang yang lain menganggap bahwa catatan itu perlu memuat intisari atau garis-garis besar isi bacaan. Untuk Indonesia, kiranya pendapat yang ke dua itulah yang lebih sesuai, karena pada umumnya sumber bacaan sangat terbatas, sehingga ada kemungkinan sumber yang pernah dibaca tidak lagi tersedia di perpustakaan sewaktu diperlukan kembali. Dari informasi-informasi yang telah terkumpul sebagai hasil kegiatan membaca itulah peneliti melakukan penelahaan lebih lanjut terhadap masalah yang digarapnya. Dengan deduksi dia berusaha melakukan
51
pemerincian atau pengkhususan, dengan induksi dia melakukan pemaduan dan pembuatan generalisasi-generalisasi, dan akhirnya meramu kesemua bahan itu ke dalam suatu sistem yang berupa kesimpulan-kesimpulan teoritis, yang akan menjadi landasan bagi penyusunan hipotesis penelitian. Di dalam kesimpulan-kesimpulan teoritis itu peneliti harus mengidentifikasikan hal-hal atau faktor-faktor utama yang akan digarap dalam penelitiannya. Faktor-faktor inilah yang akan menjadi variabel-variabel yang akan digarap dalam penelitiannya. Peramuan ini penting, karena di situlah letak mutu sistem pemikiran teoritis si peneliti. Penyatuan hasil-hasil bacaan secara kronologis dan kompilatif saja tidak cukup. Hasil-hasil itu harus diramu berdasarkan suatu garis pemikiran yang konsisten. Garis pemikiran inilah yang melandasi kesimpulan-kesimpulan teoritis yang menjadi dasar hipotesis penelitian. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa penelusuran kepustakaan : 1. Bertujuan untuk mendapatkan landasan yang kokoh dalam merumuskan masalah diperlukan studi pendahuluan 2. Sebagai indikator kemajuan yang diperoleh dibandingkan dengan laju kepesatan perkembangan iptek secara universal. 3. Pangkalan bertolak dan berlabuh 4. Sebagai acuan dalam pengajuan dana untuk mendapatkan informasi
mutakhir
yang
diperlukan
demi
kesempumaan
penelitian. 5. Sebagai sarana untuk merumuskan Kajian Teori dan Kerangka Konseptual
52