8
BAB I I LANDASAN TEORl
A. Pajak 1. Pengertian dan Unsur Pajak Definisi
pajak
yang
perlu
diketahui
sebelum
memasuki
pembahasan tentang Pajak Pertambahan Nilai, antara lain: Menurut Rochmat Soemitro, dalam Soemarso (2007:2). Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Kemudian menurut MJH. Smeets, dalam Sukrisno dan Estralita(2007:3) Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan secara individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Dari definisi pajak tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: a. Iuran dari rakyat kepada rakyat Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). b. Berdasarkan undang-undang
9
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta pelaksanaannya. c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. d. Digunakan
untuk
membiayai
rumah
tangga
Negara,
yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Sedangkan ciri-ciri yang melekat pada pengertiannya, yaitu sebagai berikut: a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah. d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, maka dipergunakan untuk membiayai investasi public. e. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak bujeter, yaitu fungsi mengatur.
2. Fungsi Pajak Terdapat dua fungsi pajak menurut Mardiasmo (2006:1), yaitu sebagai berikut :
10
a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluarannya. b. Fungsi Regulerend (Mengatur) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: 1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. 2. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. 3. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
3. Jenis Pajak Pajak dapat dibagi menjadi tiga jenis menurut golongannya, sifatnya, dan lembaga pemungutnya, seperti yang dikemukakan oleh Sukrisno (2007:4), yaitu: a. Menurut Golongannya 1) Pajak Langsung Adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contohnya: PPh
11
2) Pajak Tidak Langsung Adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Contohnya: PPN b. Menurut Sifatnya 1) Pajak Subjektif Adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi Wajib Pajak. Contohnya: PPh. 2) Pajak Objektif Adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, dan perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak). Contohnya: PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). c. Menurut Lembaga Pemungutnya 1) Pajak Negara (Pajak Pusat) Adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai
rumah
tangga
negara
pada
umumnya.
Contohnya: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
12
2) Pajak Daerah Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya: Pajak Propinsi seperti Pajak Kendaraan Bermotor, dan Pajak Kabupaten/kota seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, dan Pajak Penerangan Jalan.
4. Sistem Pemungutan Pajak Dalam pemungutan pajak terdapat beberapa sistem pemungutan, seperti yang dikemukakan Mardiasmo (2006:7). a. Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
13
B. Pajak Pertambahan Nilai 1. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1994, dan yang kemudian diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan yang terakhir diubah dengan Undang-undang No.42 tahun 2009.
2. Pengertian-Pengertian Siti Resmi (2007:3) mengemukakan bahwa terdapat beberapa pengertian mengenai Pajak Pertambahan Nilai seperti yang disebutkan dalam UU No. 18 Tahun 2000 dan telah diperbaharui dengan Undangundang No.42 Tahun 2009, yaitu: a. Daerah Pabean, adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. b. Barang, adalah barang berwujud yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak.
14
c. Barang Kena Pajak, adalah barang sebagaimana maksud pada poin b yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. d. Penyerahan barang Kena Pajak, adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena pajak sebagaimana dimaksud pada poin c. e. Jasa, adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pesanan. f. Jasa Kena Pajak, adalah jasa sebagaimana dimaksud pada poin e yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. g. Penyerahan jasa Kena Pajak, adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada poin f. h. Impor, adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. i. Ekspor, adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean. j. Pengusaha, adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
15
barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. k. Pengusaha Kena Pajak, adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena pajak dan atau penyerahan Jasa kena Pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. l. Harga Jual, adalah berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. m. Penggantian, adalah berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta oleh pemberi Jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. n. Nilai Impor, adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor Barang Kena pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini.
16
o. Faktur Pajak, adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Dirjen Bea dan Cukai. p. Pajak Masukan, adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak. q. Pajak Keluaran, adalah Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena pajak atau ekspor Barang Kena Pajak. r. Nilai Ekspor, adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. s. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh pengusah Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut.
3. Karakteristik PPN Menurut Siti Resmi (2007:2) PPN memiliki karakteristik yang tidak dimilki oleh Pajak Penjualan, yaitu: 1) Pajak Tidak Langsung
17
Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Tanggung jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak) 2) Pajak Objektif Timbul kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan. 3) Multi-Stage Tax Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. 4) Non-Kumulatif Walaupun PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi, tetapi PPN tetap tidak bersifat kumulatif. Hal ini dikarenakan PPN mengenal adanya pengkreditan Pajak Masukan sehingga PPN tidak merupakan unsur harga pokok barang dan jasa. 5) Tarif Tunggal Pajak Pertambahan Nilai Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif yaitu 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak. 6) Credit Method / Invoice Method / Inderect Substruction Method Bahwa pajak yang terutang diperoleh dari hasil pengurangan pajak yang dipungut (dikenakan) pada waktu penyerahan barang atau jasa
18
yang dinamakan Pajak Keluaran (Output Tax) dengan pajak yang dibayar pada waktu perolehan barang atau jasa yang dinamakan Pajak Masukan (Input Tax). 7) Pajak Atas Konsumsi Dalam Negeri Atas impor Barang Kena Pajak dikenakan PPN sedangkan atas ekspor Barang Kena Pajak tidak dikenakan PPN. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan (destination principle), yaitu pajak dikenakan di tempat barang atau jasa akan dikonsumsi. 8) Consumption Type Value Added Tax (VAT) Dalam PPN
Indonesia,
pajak
masukan
atas
pembelian
dan
pemeliharaan barang modal dapat dikredikan dengan pajak keluaran yang dipungut atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak 4. Subjek PPN Menurut Siti Resmi (2007:5), subjek pajak dalam PPN terdiri atas: 1) Pengusaha Kena Pajak Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha Kecil. Pengusaha dikatakan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp. 600.000.000; (enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun. 2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
19
Penguasaha Kecil adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak melebihi dari Rp. 600.000.000; (enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagak PKP, selanjutnya diwajibkan sebagaimana halnya PKP. 3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean. 4) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu. Syarat-syaratnya sebagai berikut: a. Luas bangunan lebih atau sama dengan 200 meter persegi. b. Bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat usaha. c. Banguna bersifat permanent. d. Tidak dibangun dalam lingkungan real estat. e. Pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi yang hasilnya digunakan sendiri atau oleh pihak lain. 5) Pemungutan Pajak yang ditunjuk oleh pemerintah. Pemungutan Pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas Kantor Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk Bendahara Proyek. 5. Objek PPN Menurut Siti Resmi (2007:6), objek pajak dalam PPN terdiri atas:
20
a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Penyarahan BKP harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP. 2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang tidak berwujud. 3. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean. 4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya. b. Impor BKP. Pemungutan pajak saat impor BKP dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan BKP ke dalam Daerah Pabean dikenakan pajak tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya ataukah tidak. c. Penyerahan JKP didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Jasa yang diserahkan merupakan JKP. 2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean. 3. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaanya.
21
Penyerahan JKP adalah setiap kegiatan pemberian JKP, termasuk JKP yang digunakan untuk kepentingan sendiri dan JKP yang diberikan secara cuma-cuma. d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud (hak paten, hak cipta, merek dagang, waralaba) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean oleh siapapun dikenakan PPN. Contoh: Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha A terutang PPN. e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean (jasa konsultan asing yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lain) di dalam Daerah Pabean. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean oleh siapapun dikenakan PPN. Contoh: Pengusaha C di Surabaya memanfaatkan JKP dari Pengusaha D yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan JKP di dalam Dareah Pabean oleh Pengusaha C terutang PPN.
f. Ekspor BKP oleh PKP.
22
Ekspor BKP dikenakan PPN, hanya jika yang melakukan adalah Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP. g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Pengenaan pajak ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mencegah terjadinya
penghindaran
pengenaan
PPN.
Untuk
melindungi
masyarakat yang berpenghasilan rendah dari PPN ini, maka diatur tentang batasan kegiatan membangun sendiri. h. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan. Penyerahan aktiva tersebut tidak dikenakan pajak apabila PPN yang dibayar pada saat perolehannya tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang PPN, kecali jika tidak dapat dikreditkannya PPN tersebut karena bukti pengkreditannya tidak memenuhi persyaratan administrative, misalnya Faktur Pajaknya tidak diisi lengkap sesuai dengan ketentuan undang-undang PPN.
6. Saat dan Tempat Terutang PPN Saat terutang Pajak Pertambahan Nilai menurut Madiasmo (2006:270) adalah sebagai berikut: a. Pada saat penyerahan BKP atau JKP.
23
b. Pada saat impor BKP. c. Pada saat pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan atau pemanfaatan BKP atau JKP. d. Pada saat pemanfaatan BKP atau JKP dalam Daerah Pabean. Sedangkan tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2006:271) adalah sebagai berikut: a. Untuk Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak b. Untuk impor, ditempat Barang Kena Pajak dimasukan dalam Daerah Pabean. c. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean, di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak. d. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, di tempat bangunan tersebut didirikan. e. Tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
7. Faktur Pajak Pengertian Faktur Pajak dimuat dalam Pasal I angka 23 UU No. 18 Tahun 2000 yang telah diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut :
24
Bukti pungutan pajak (PPN/PPnBM) yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyeerahan jasa kena pajak. Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 1 UU No.42 tahun 2009, faktur pajak berfungsi sebagai : 1. Bukti pungutan pajak bagi Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. c. Bukti pembayaran pajak ditinjau dari sisi pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak atau orang pribadi atau badan yang mengimpor Barang Kena Pajak. d. Sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan (PM). Berdasarkan Pasal 13 UU No. 8 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU No. 18 Tahun 2000, terdapat 4 jenis Faktur Pajak, yaitu : 1. Faktur Pajak Standar Yaitu Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan pajak dan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Untuk setiap penyerahan BKP dan PKP, harus dibuat satu Faktur Pajak Standar. Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak, yang meliputi: a) Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta norma dan tanggal Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
25
b) Nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. c) Macam, Jenis, kuatum, harga satuan, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga. d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut. e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut. f) Tanggal penyerahan atau tanggal pembayaran. g) Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak. Faktur pajak standar minimal harus dibuat dalam rangka dua dengan peruntukkan: a) Lembar pertama untuk diberikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak. b) Lembar kedua untuk arsip Pengusaha Kena Pajak itu sendiri. 2. Faktur Pajak Gabungan Yaitu Faktur Pajak Standar yang meliputi semua penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang terjadi selama satu bulan takwin kepada pembeli yang sama atau penerima JKP yang sama. Pembuatan faktur pajak gabungan dimungkinan berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU PPN 2009 dan tidak memerlukan izin Direktur Jenderal Pajak. Dibawah ini adalah beberapa ketentuan lainnya:
26
a) Faktur Pajak Gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau JKP. b) Dalam hal terdapat pembayaran sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP atau terdapat pembayaran sebelum Faktur Pajak Gabungan tersebut dibuat, maka untuk pembayaran tersebut dibuat Faktur Pajak tersendiri pada saat diterimanya pembayaran. c) Tanggal penyerahan/pembayaran pemerintah Faktur Pajak diisi dengan tanggal terakhir dari masa pajak yang dibuatkan Faktur Pajak Gabungan, dengan melampirkan daftar tanggal penyerahan dari masing-masing Faktur Penjualan. 3. Faktur Pajak Sederhana Yaitu Faktur Pajak yang digunakan sebagai tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran atas kegiatan penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir dan kegiatan penyerahan BKP atau penyerahan JKP kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya. Syarat-syarat
pembuatan
Faktur
Pajak
sederhana
berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-524/PJ/2000 jo Nomor KEP-425/PJ/2001 adalah : a) Faktur Pajak Sederhana dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan :
27
1) Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada konsumen terakhir; dan 2) Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap. b) Bentuk Faktur Pajak Sederhana dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi kas register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenisnya. c) Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat keterangan 1) Nama ,alamat, dan Nomor Pokok Wajib yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak; 2) Jenis dan kuantum Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan; 3) Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang ssudah termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah; 4) Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana. Perlu diketahui bahwa Faktur Pajak Standar yang diisi dengan lengkap bulan merupakan Faktur Pajak Sederhana. Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pemerintah saat penyerahan BKP atau JKP atau pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP. 4. Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar oleh Dirjen Pajak.
28
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP312/PJ/2001 tanggal 23 April 2001, dokumen yang diberlakukan sebagai Faktur Pajak Standar adalah : a) Pemberitahuan Impor Barang Untuk Dipakai (PIUD) dan Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Impor Barang Kena Pajak;. b) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah dimuat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Pajak Bea dan Cukai dan dilampiri invoice; c) Surat Perintah Pengiriman Barang (SPPB) dari BULOG/Dolog untuk penyaluran gula pasir dan tepung terigu; d) Faktur Nota Bon Penyerahan (FNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan BBM dan/atau bukan BBM; e) Tanda
pembayaran
atau
kuintansi
atas
penyerahan
jasa
telekomunikasi; f) Tiket dan surat muatan udara (air waybill), delivery bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri; g) Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean; h) Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhan; i) Tanda pembayaran atau kuintansi listrik. Dokumen-dokumen tersebut harus memuat sekurang-kurangnya :
29
a) Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen; b) Nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak penerima dokumen sebagai Wajib Pajak dalam negeri; c) Jumlah satuan apabila ada; d) Dasar Pengenaan pajak; e) Jumlah pajak yang terutang.
8. Nota Retur Pasal 5A Undang-undang PPN dan PPnBM mengatur bahwa terdapat PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP yang dikembalikan dapat dikurangkan dari PPN dan PPnBM terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian BKP dengan dibuatnya Nota Retur. Mekanisme pembuatan Nota Retur menurut Waluyo (2007:263), adalah sebagai berikut: 1. Apabila terjadi pengembalian BKP dibuat Nota Retur, kecuali BKP tersebut diganti dengan BKP dari jenis, tipe, jumlah, dan harga yang sama oleh PKP penjual. 2. Bentuk nota retur dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi PKP dengan materi di dalamnya memenuhi kebutuhan Keputusan Menteri Keuangan misalnya nama, alamat, dan NPWP pembeli, jenis barang atau jasa, harga jual BKP yang dikembalikan, PPN dan PPnBM yang dikembalikan, dan lain sebagainya.
30
3. Apabila tidak memenuhi syarat pada butir 2 di atas, maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur. 4. Nota Retur harus dibuat dalam masa pajak saat terjadinya pengembalian BKP. 5. Nota Retur mempunyai fungsi mengurangi: a. Pajak Keluaran dan/atau PPnBM penjual pada masa pajak diterima Nota Retur. b. Pajak Masukan dan/atau PPnBM PKP pembeli pada masa pajak dibuat Nota Retur. c. Harta atau biaya dalam hal PKP tidak dapat mengkreditkan pajak masukan dan PPnBM dan telah dibebankan sebagai biaya. d. Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan PKP. 6. Pembeli adalah pembuat Nota Retur. 7. Dalam hal potongan harga diberikan kemudian, sedangkan Faktur Pajak telah dibuat dan dilaporkan oleh PKP penjual atau pengusaha jasa menjadi terlalu besar, maka PKP harus melakukan: a. Pembentukan Faktur Pajak dengan membuat Faktur Pajak pengganti. b. Pembentukan SPT Masa PPN yang berisi laporan Faktur Pajak keluaran yang bersangkutan. Kasus ini tidak dapat diselesaikan dengan Nota Retur, karena tidak terdapat BKP yang dikembalikan dan tidak dapat digunakan untuk jasa.
31
9. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) merupakan jumlah tertentu sebagai dasar untuk menghitung
Pajak Pertambahan Nilai seperti yang telah
dikemukakan dalam Siti Resmi (2007:25), yang terdiri dari : 1. Harga Jual Harga jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut berdasarkan undang-undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. 2. Penggantian Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur Pajak. 3. NIlai Impor Nilai impor adalah nilai berupa uang, yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai 4. Nilai Ekspor Nilai ekspor adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh importir
32
5. Nilai Lain
.
Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Nilai lain tersebut ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah harga Jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor. b. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata. c. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata judul film. d. Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan adalah harga pasar wajar. e. Untuk
aktiva
yang
menurut
tujuan
semula
tidak
untuk
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar. f. Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari harga jual. g. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. h. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
33
i. Untuk anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi dan diskon. j. Untuk penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan/atau JKP antar cabang adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor. k. Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.
10. Tarif Pajak Pertambahan Nilai Tarif Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: a. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen) Tarif PPN Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak merupakan tarif tunggal
yang dikenakan terhadap semua jenis BKP dan JKP.
Berdasarkan
pertimbangan
perkembangan
ekonomi
dan
atau
peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) dengan tetap menggunakan prinsip tarif tunggal. b. Tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen) Tarif PPN Barang Kena Pajak sebesar 0% (nol persen) yang ditetapkan atas Barang Kena Pajak dimaksudkan untuk meningkatkan persaingan di pasar luar negeri.
34
11. Pungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPN Setiap Pengusaha Kena Pajak berkewajiban untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang. Pungutan PPN dilakukan dengan penerbitan Faktur Pajak, penyetoran PPN dilakukan dengan Formulir Surat Setoran Pajak dan pelaporannya dengan menggunakan formulir surat pemberitahuan atau SPT Masa PPN. Untuk
menjelaskan
kegiatan
pemungutan,
penyetoran
dan
pelaporan PPN, Sukarji Untung (2008:110) mengemukakan beberapa mekanisme yang dilakukan, yaitu: a. Mekanisme yang bersifat umum 1) Setiap Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak adan atau Jasa Kena Pajak diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak terutang. Pajak yang dipungut ini dinamakan Pajak Keluaran. 2) Pada saat Pengusaha tersebut di atas membeli Barang kena Pajak dan atau menerima Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena pajak yang lain, juga membayar pajak terutang yang dinamakan Pajak Masukan. 3) Akhir masa pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisih tersebut harus dibayar ke kas negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwin berikutnya.
35
4) Apabila selisih antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan lebih besar Pajak Masukan, maka nilai ini dapat dikompensasikan untuk utang pajak masa berikutnya atau diminta kembali. Kompensasi atas masa pajak berikutnya berarti kelebihan itu digunakan untuk membayar pajak terutang pada masa berikutnya. Sedangkan bila kelebihan tersebut diminta kembali, maka hal ini disebut Restitusi. 5) Setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan melaporkan pemungutan dan pembayaran pajak terutang kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwin berikutnya. b. Mekanisme untuk penyerahan kepada pemungut pajak 1) Instansi pemerintah, badan atau orang pribadi tertentu yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN. 2) Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pemungut PPN wajib membuat Faktur Pajak. 3) Pada saat melakukan pembayaran Harga Jual atau Penggantian. Pemungut Pajak memungut pajak terutang dan menyetorkan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Pengusaha Kena Pajak tersebut dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat.
36
12. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Sri Pudyatmoko (2007:185) menjelaskan Restitusi pada dasarnya adalah pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak oleh negara kepada Wajib Pajak. Restitusi dapat diberikan jika setelah diadakan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dengan jumlah pajak yang telah dibayar menunjukkan selisih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, maka Wajib Pajak tersebut tidak memiliki hutang pajak lain. Pemberian restitusi PPN dapat dilakukan setiap masa sesuai dengan permintaan Wajib Pajak ataupun pada akhir tahun apabila Wajib Pajak menghendaki untuk meminta restitusi PPN seluruhnya pada akhir tahun. Dalan hal lebih bayar yang disebabkan oleh ekspor atau penyerahan kepada pemungut, jumlah pajak lebih bayar maksimal yang boleh restitusi setiap masa adalah senilai 7% dari nilai penyerahan ekspor atau penyerahan kepada pemungut, kemudian pada akhir tahun pajak sisa restitusi senilai 3% diberikan seluruhnya kepada Wajib Pajak.
C. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Akuntansi merupakan proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian dengan cara-cara tertentu terhadap transaksi keuangan yang terjadi dalam perusahaan atau organisasi lainnya serta interprestasi terhadap hasilanya. Sedangkan akuntansi PPN adalah akuntansi yang kegiatannya untuk memenuhi kewajiban penyelenggaraan pembukuan dan bertujuan memberikan
37
informasi bagi perusahaan untuk dapat menghitung, membayar dan melaporkan mengenai PPN dan PPnBM yang terutang. Prosedur Pencatatan Akuntansi PPN dapat dikelompokkan menjadi: a. Akun PPN Masukan Untuk mencatat besarnya Pajak Masukan yang dibayar atau dipungut atas terjadinya transaksi pembelian. b. Akun PPN Keluaran Pada akun ini untuk mencatat Pajak Keluaran yang dipungut atau disetorkan ke Kas Negara atas transaksi. Akuntansi PPN berkaitan erat dengan pembuatan faktur pajak standar, secara yuridis PPN terutang pada saat penyerahan BKP dan/atau JKP tetapi secara praktis PPN terutang pada saat faktur pajak dibuat. Waluyo (2007:273) mengemukakan beberapa transaksi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak terjadi dalam pelaksanaan akuntansi PPN: 1. Transaksi pembelian dan penjualan secara tunai. Transaksi perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Yang diterima langsung Faktur Pajaknya: Harga BKP
Rp 100.000.000,-
Rabat 10%
Rp
10.000.000,- _
Rp
90.000.000,-
38
Potongan tunai 3%
Rp
Harga setelah potongan
Rp
PPN 10%
Rp
Jumlah pembayaran tunai
Rp
2.700.000,- _ 87.300.000,8.730.000 ,-+ 96.030.000,-
Potongan tunai yang dicantumkan dalam Faktur Pajak Standar dapat mengurangi dasar pengenaan pajak PPN ayat jurnal yang disusun atas transaksi tersebut:
Pembelian Pajak masukan
87.300.000,8.730.000,-
Kas
96.030.000,-
2. Pembelian secara kredit a. Pembelian kredit kepada PT Amanda seharga Rp 50.000.000,- (Faktur Pajak belum dibuat). Pembelian PM-belum difakturkan
50.000.000,5.000.000,-
Utang
55.000.000,-
b. Terdapat retur sebesar Rp 4.000.000,00 dalam hal ini tidak perlu dibuat Nota Retur karena Faktur Pajak belum dibuat. Utang
4.400.000,-
39
Retur pembelian
4.000.000,-
PM-belum difakturkan
400.000,-
c. Pembayaran kepada PT Amanda dengan potongan 5% dan Faktur Pajak diterima: Harga pembelian
Rp 50.000.000,-
Retur pembelian
Rp
4.000.000,- _
Rp 46.000.000,Potongan tunai 5%
Rp
2.300.000,- _
DPP-PPN
Rp 43.700.000,-
PPN 10%
Rp
Jumlah pembayaran
Rp 48.070.000,-
4.370.000,- +
Jurnal: Utang Pajak Masukan Kas
50.600.000,4.370.000,48.070.000,-
Potongan pembelian
2.300.000,-
PM-belum difakturkan
4.600.000,-
3. Pembelian secara kredit kepada PT Bagus seharga Rp 100.000.000,Tetapi hingga akhir bulan belum dibayar dan faktur Pajak belum diterima.
40
Pembelian PM-belum difakturkan
100.000.000,10.000.000,-
Utang
110.000.000,-
4. Membayar uang muka pesanan BKP seharga Rp 30.000.000,-. Faktur Pajak telah diterima dan BKP sampai akhir bulan belum dikirim/diterima. Uang muka pembeliaan Pajak Masukan
30.000.000,3.000.000,-
Kas dan Bank
33.000.000,-
5. Pencatan penjualan (Pajak Keluaran/PK) untuk transaksi biasa. Contoh : Penjualan tunai Barang Kena Pajak kepada PT. Y Harga bruto
Rp 10.000.000,-
Rabat 10%
Rp 1.000.000,- _ Rp 9.000.000,-
Potongan tunai 5%
Rp
Harga netto
Rp 8.550.000,-
PPN 10%
Rp
Diterima pembayaran
Rp 9.405.000,-
Jurnal :
450.000,- _
855.000,- _
41
Kas
Rp 9.405.000,-
Penjualan
Rp 8.550.000,-
PK
Rp
855.000,-
6. Retur Penjualan a) Penjualan kredit kepada PT. A seharga Rp 20.000.000,- belum termasuk PPN, Faktur Pajak Standar belum dibuat. Jurnal : Piutang Dagang
Rp 22.000.000,-
Penjualan
Rp 20.000.000,-
PK yang belum difakturkan
Rp 2.000.000,-
b) Diterima retur penjualan dari PT. A sebesar RP 2.500.000,- dan tidak ada nota retur karena Faktur Pajak Standar belum dibuat. Jurnal : Retur Penjualan
Rp 2.500.000,-
PK yang beum difakturkan
Rp
Piutang Dagang
250.000,Rp 2.750.000,-
c) Diterima pelunasan dari PT. A dengan potongan tunai 5% dan Faktur Pajak Standar langsung dibuat. Harga barang
Rp 20.000.000,-
Retur penjualan
Rp 2.500.000,- _
42
Rp 17.500.000,Potongan tunai 5%
Rp
875.000,- _
Harga netto
Rp 16.625.000,-
PPN 10%
Rp 1.662.500,- +
Diterima pembayaran
Rp 18.287.500,-
Jurnal : Kas
Rp 18.287.500,-
Potongan penjualan
Rp
PK yang belum difakturkan
Rp 1.750.000,-
875.000,-
Piutang Dagang
Rp 19.250.000,-
PK
Rp 1.662.500,-
7. Jurnal untuk menghitung PPN terutang untuk menutup perkiraan PPN. PPN Keluaran
XXX
PPN Masukan
XXX
PPN yang masih harus dibayar
XXX
8. Jurnal untuk menutup PPN lebih bayar. PPN Keluaran
XXX
PPN lebih bayar
XXX
PPN Masukan
XXX
43
9. Pembayaran PPN terutang. PPN masih harus dibayar Kas
XXX XXX