BAB I HAKIKAT MANUSIA
1. PENGANTAR Bab ini berisi tentang hakikat manusia yang mencakup alasan pentingnya pengkajian hakikat manusia, pendekatan dalam pengkajian manusia, manusia tinjauan evolusi, manusia tinjauan filosofis, dimensi-dimensi kemanusiaan manusia, dan konsep manusia Indonesia seutuhnya. Mengapa setiap mahasisawa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK, juga orang yang berkecimmpung dalam dunia pendidikan, perlu mengkaji hakikat manusia? Merupakan pertanyaan mendasar yang layak dikedepankan. Jawaban atas pertanyaan ini di satu merupakan tuntutan ilmiah dalam setiap pengkajian sesuatu, yaitu sebagai pemberi arah dalam pengkajian tersebut. Sementara sisi yang lain, hal ini dapat memantapkan rasio dan nurani para pengkaji akan pentingnya kajian tersebut. Pada gilirannya hal ini merupakan motivasi atau sarana untuk membangkitkan motif pada para pengkaji, yang cukup handal. Para pakar, baik dalam bidang pendidikan maupun dalam bidang psikologi umumnya sepakat akan pentingnya motivasi bagi seseorang dalam stiap mengkaji sesuatu. Setidaknya ada tiga alasan, mengapa setiap mahasiswa LPTK dan orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan perlu mengkaji hakikat manusia. Alasan pertama, bahwa bahasan tentang hakekat manusia mengantar pengkajinya untuk memiliki hikmah mengenai manusia. Dengan hikmah ini diharapkan seseorang memiliki kematangan pandangan, berpikiran jauh kedepan, memiliki pengertian dan pengamatan yang mendalam (Satmoko 2000).
1.
Pengantar Ilmu Pendidikan
Alasan kedua adalah karena alasan institusional atau tujuan LPTK yang utama adalah melahirkan tenaga pendidik dalam berbagai posisi (guru dan non guru). Padahal manusia adalah objek sekaligus subjek pendidikan. Dengan kalimat lain Raka Joni (1987) menyatakan bahwa persoalan utama dalam pendidikan adalah persoalan tentang manusia. Alasan Ketiga, masih terkait dengan alasan pertama dan kedua yaitu pandangan calon tenaga kependidikan tentang konsep manusia menentukan bagaimana ia memperlakukan manusia lain dan kemana manusia tersebut dibawa. Berdasarkan ketiga alasan tersebut itulah, mengapa para pengambil keputusan dalam bidang kurikulum LPTK meletakan kajian tentang manusia pada awal-awal perkuliahan. 2. PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN MANUSIA Pada awal perkembangannya, ketika ilmu masih merupakan dari filsafat, pengkajian tentang manusia bersifat monodisipliner yang artinya ada satu cabang ilmu pengetahuan yang khusus mengkaji tentang manusia. Akan tetapi dalam perkembangannya pendekatan monodisipliner dirasa kurang mampu untuk mengkaji manusia, hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk yang multidimensional. Oleh karena itu dirasakan perlu pendekatan dengan banyak disiplin ilmu dalam mengkaji mausia. Ada dua pendekatan yang termasuk dalam pendekatan banyak disiplin ilmu dalam mengkaji manusia, yaitu multidisiplin dan interdisiplin. a. Pendekatan Multidisiplin Pendekatan Multidisiplin adalah suatu pendekatan dalam mengkaji sesuatu dengan melibatakan banyak disiplin ilmu secara berdiri sendiri (Suryani, 1986). Dalam mengkaji manusia digunakan beberapa cabang ilmu pengetahuan, antara laian yaitu : Psikologi, demografi, bologi, sosiologi, antropologi dan lain-lain. 2
Pengantar Ilmu Pendidikan
b. Pendekatan Interdisiplin Pendekatan interdisiplin juga termsuk dalam pendekatan dengan banyak disiplin, akan tetapi terdapat perbedaan dengan pendekatan multidisiplin. Perbedaan tersebut terletak pada pengkajianya. Jika dalam pendekatan multidisiplin pengkajinya adalah spesialis, maka dalam pendekatan interdisiplin pengkajinya adalah seorang generalis. c. Pendekatan yang dipakai dalam pengkajian ini Pendekatan tentang manusia oleh mahasiswa LPTK lebih banyak ditujukan untuk mendasari pola pikir, sikap dan perilaku dalam menjalankan tugas-tugasnya kelak. Karena itu, pengkajian ini lebih banyak menggunakan pendekatan interdisiplin. Dengan kata lain, pengkajian ini lebih banyak menggunakan konsep-konsep yang telah berkembang dalam berbagai disiplin ilmu. 3. BEBERAPA PENGERTIAN TENTANG HAKEKAT MANUSIA Apa yang dimaksud dengan hakekat manusia sebenarnya samapai sekarang belum terdapat devinisi yang memuaskan, berikut ini terdapat beberapa pengertian tenatang pengertian hakekat manusia yang berhasil dihimpun oleh Prof. DR. R.S Satmoko. 1) Kepustakaan Hindu (Ciwa) pada umumnya menyatakan bahwa “atman” manusia datang langsung dari Tuhan (Bathara Ciwa) dan sekaligus merupakan penjelmaannya. 2) Kepustakaan Agama Budha menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk sengsara, merupakan wadah dari “the absolte” yang hidupnya penuh dengan kegelapan, sehingga tak sanggup melihat kenyataan. 3) Pendapat kaum pemikir kuno yang bercampur dengan mistik menyatakan bahwa manusia adalah manifestasi yang paling komplit dan paling sempurna dari Tuhan Yang Maha Esa. 3
Pengantar Ilmu Pendidikan
4) Socrates menyatakan bahwa hakekat manusai terletak pada budinya, yang memungkinkan untuk menentukan hikmah dan kebaikan. Sementara Plato menonjolkan peran pikir yang dapat melahirkan budi baik, dengan demikian hakikat manusia terletak pada idenya, sedangkan Aristoteles menyatakan bahwa hakikat manusia terletak pada pikirnya tetapi perlu dilengkapi dengan pengamatan indera. 5) Para pemikir aliran humanistik menyatakan bahwa manusia adalah keseluruhan dalam segala dimensinya. Spinosa menyatakan bahwa hakikat manusia sesungguhnya sama dengan hakikat Tuhan dan alam semesta. Voltaire menyatakan bahwa memerlukan 30 abad untuk memahami struktur manusia dan selamanya untuk memahami sedikit jiwa manusia namun hanya sebentar untuk membunuhnya. Notonegoro berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk monodualisitik antara jiwa dan raga tidak dapat dipisahkan. Manusia memiliki sifat benda tidak hidup, tumbuhan dan binatang sekaligus. 6) Para ahli biologi cenderung melihat hakikat manusai secara ragawi. Aktifitas jiwa merupakan fungsi otak. Democritus menganggap manusia adalah atom. 7) Ahli psikologi lebih melihat manusai dari sisi rohani. Hakikat manusia dalah aktivitas rohani, jasmani merupakan alat dari rohani. 8) Dari visi Islam sebagaimana tercermin dalam pandangan Al-Jammaly, menyatakan bahwa manusia dan jagat pada hakikatnya merupakan kesatuan. Manusia tidak dibenarkan mementingkan kebendaan atau kerohanian secara tidak seimbang. Hakikat manusai merupakan perpaduan yang menyeluruh antara akal, emosi dan perbuatan. Sementara Al-Syaibani memandang manusia memiliki delapan prinsip 4
Pengantar Ilmu Pendidikan
a) Manusai diciptakan dari segumpal darah atau mani. b) Manusia merupakan khalifah diatas bumi dan diberi tugas untuk memakmurkannya secara bebas namun akan dimina pertanggung jawabannya kelak. c) Manusia merupakan makhluk sosial dan berbahasa untuk berkomunikasi dalam proses pendidikan d) Ada 3 unsur kepribadian manusia, yaitu : badan, ruh dan akal. e) Seluruh perwatakn manusia merupakan perpaduan antara bawaan dan lingkungan f) Manusia memiliki motivasi, kecendurngan dan kebutuhan dasar g) Hakikat manusia memiliki perbedaan individual h) Hakikat watak manusia adalah lentur dan luwes 9) Menurut Pancasila, manusia adalah makhluk monodualisitik dan monopluralistik; keselarasan, keserasian dan keseimbangan; integralistik, kebersamaan dan kekeluargaan 4. MANUSIA: TINJAUAN SECARA EVOLUSI Di alam semesta ini ada banyak sekali planet, akan tetapi diantara sekian banyak benda di alam semesta yang dimungkinkan dan diketahuai ada kehidupan adalah bumi (Soejarni, 1985). Pada awal terbentuknya bumi, permukaannya hanya terdiri dari beberapa zarah sub-atom dan beberapa zat lain. Zarah sub-atom ini lambat laun secara alamiah mengalami reaksi dan diantaranya membentuk protein. Perkembangan lebih lanjut dari protein ini memungkinkan terbentuknya protoplasma dan selanjutnya terbentuk makhluk hidup ber sel satu. Selanjutnya secara evolusi makhluk bersel satu mengalami perkembangan menjadi ikan dan biantang lain yang hidup di air, burung, reptil dan binatang lainnya, barulah yang terakhir adlah manusia (Odum, 1982). Manusia juga merupakan makhluk yang belum selesai (Puspowardoyo, 5
Pengantar Ilmu Pendidikan
1989) artinya manusia juga akan mengalami perubahan. Termasuk mengalami perubahan evolusi secara biologi. Seperti halnya diutarakan oleh Darwin, bahwa manusia adalah evolusi dari kera. Evolusi manusia ternyata tidak hanya menyangkut pada kaedaan tubuhnya, akan tetapi juga menyangkut dalam bidang kemampuan intelektual, tingkah laku dan perdaban manusia. Bukti-bukti penemuan fosil manusia purba, terutama pada tahap prahuman, volume otak mereka jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan otak manusia sekarang ini, akan tetapi lebih besar dari otak binatang terbesar sekalipun. Kecilnya otak ini, diyakini menunjukan rendahnya kemampuan intelektual mereka. Akan tetapi semenjak manusia menemukan bahasa sebagai alat komunikasi. Perkembangan kemampuan intelektualnya melebihi perkembangan evolusi biologisnya (Koentjaraningrat, 1987). Semenjak manusia mencapai evolusi dimana kombinasi mata, tangan dan kemampuan berjalan tegak, mualai terjadi revolusi dalam tingkah laku manusai (Bare, 1954). Manusia pada awal terciptanya hidup dalam peradaban binatang, selanjutnya berkembang menjadi pemburu, pengumpul, petani, peternak, praindustri, industry dan pasca-industri (Soerjani, 1985). Perkembangan yang pada awalnya bersivat evolusi berubah menjadi revolusi. Sejalan dengan perubahan peradaban manusai, maka turut terjadi pula revolusi dalam bidang pendidikan sebagai proses budaya. Margaret Mead, Sastrapratedja (1991) berpendapat bahwa telah terjadi perkembangan kebudayaan dari pasca-figuratif dan ko-figuratif menuju pra-figuratif. Diamana pada awalnya generasi sebelumnya dengan mewariskan kebudayaannya kepada generasi sesudahnya melalui praktek pendidikan. Generasi muda belajar pada generasi tua, cukup dengan meniru saja. Selanjutnya terjadi perubahan ketika muncul 6
Pengantar Ilmu Pendidikan
berbagai berbagai institusi sosial baru yang bertugas mewariskan nilai antar generasi. Institusi baru itu di antaranya adalah lembaga pendidikan. Kemudian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka beberapa aspek kehidupan berubah dengan sangat cepat. Suatu kebudayaan baru yang belum mempola telah digantikan dengan kebudayaan yang lebih baru lagi. Antara stimulus yang muncul dan respon, jaraknya sangat pendek. Hal ini membawa implikasi yang luas, antara lain terjadinya kesenjangan antar generasi. Dimana generasi yang lebih muda tidak memiliki pola referensi untuk membentuk identitas, sulitnya menerapkan prinsip keteladanan dan sebagainya. 5. MANUSIA: TINJAUAN FILOSOFIS Bertahun-tahun manusia telah berusaha untuk instropeksi guna mencari jawaban tentang “apakah manusia itu? dan “terdiri dari apakah manusia itu?” Bidang filsafat yang khusus membahas ini disebut ontology atau metafisika. Berkali-kali manusia mencoba menjawab pertanyaan tersebut, akan tetapi juga berkali-kali mengalami krisis atas jawaban yang diperoleh. Pandangan tentang manusia sebagai makhluk yang rasional telah lama diyakini kebenarannya, bahkan telah menjadi asumsi dasar dari berbagai cbang bidang ilmu , sekarang mulai didasari ada keterbatasannya. Sekarang ini disadari bahwa banyak manusia yang berperilaku tidak rasional, seperti keyakinan akan hal-hal mistik yang tidak didasari oleh ilmu pengetahuan dan agama. Demikain pula dalam hal ilmu pengetahuan, tentang pandangan Sigmud Freud dalam bidang psikologi. Freud berpendapat bahwa keadaan bawah sadar manusia (umbewus) didominasi oleh dorongan seksual (sexual energy). Pandangan Freud ini didasari dari temuan penelitian di masyarakat, dimana seks dalam kondisi relatif terkontrol sedangkan makanan dalam kondisi 7
Pengantar Ilmu Pendidikan
berlimpah-limpah. Akan tetapi pendapat Freud dibantah oleh ahli antropologi dari Inggris, Andrey Richard setelah mengadakan penelitian bertahun-tahun di Afrika berpendapat bahwa seks bebas dilakukan sedangkan kondisi makanan terbatas. Menurut Richard, makanan mendominasi kondisi sub sadar dari kondisi psikologi masyarakat tersebut (Bates, 1984). Hal senada diukung oleh hokum minimum dari Leeibig, bahwa sumber daya dalam suatu system yang kondisi minimal sangat menentukan eksistensi dan kelangsungan system baersangkutan (Sauthwwick, 1976). Barangkali pendefinisian manusia yang belum mengalami krisis adalah pendefinisian manusia secara animal symbolicum dari Cassier (1987). Pendefinisian ini menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang pemikiran dan perilakunya bersifat simbolis dan kemajuan peradaban manusia adalah didasari oleh symbol-simbol tersebut. Simbol-simbol tersebut dapat kita temukan seperti tulisan, huruf , angka dan lain sebagainya. Sedangkan pertanyaan kedua yaitu “terdiri dari apakah manusia itu?” telah mendorong berbagai aliran untuk mendefinisikannya. Salah satunya adalah M. Noor Syam (1983) yang menyatakan bahwa ada dua aliran dalam menjawab pertanyaan tersebut, yaitu: 1) Aliran Monisme Aliran ini menganggap bahwa seluruh alam semesta makrokosmos termasuk manusia sebagai mikrokosmos hanya terdiri dari satu asas atau satu zat. Aliran ini sendiri terpecah menjadi dua paham, yaitu aliran matrealisme dan aliran idealism. Aliran Matrealisme mendasarkan diri pada realitas yang sebenarnya dari suatu materi, serba benda. Sedangkan aliran idealisme mendasarkan diri pada pandangan realitas sebenarnya adalah berupa ide atau rokhani. 8
Pengantar Ilmu Pendidikan
2) Aliran Dualisme Aliran dualisme memandang realitas semesta merupakan perpaduan antara unsur animate dan inanimate, zat hidup dan benda mati. 6. DIMENSI-DIMENSI KEMANUSIAAN MANUSIA Kajian tentang dimensi kemanusiaan manusia merupakan pokok kajian antropologi metafisika, kajian ini sampai pada kesimpulan bahwa manusia merupakan makhluk individu, sosial, susila dan relegius. 1) Manusia sebagai Makhluk Individu Manusia sebagai makhluk individu dapat diartikan bahwa manusia bersifat unik dank has, tidak ada manusia di dunia ini yang sama persis. Yang dimaksud dengan sama persis bukan hanya dari bentuk fisik, akan tetapi dari segi sifat dan perilakunya. Dalam kaitannya dengan pengertian manusia sebagai makhluk individu, maka ilmu kependidikan hendaknya meletakan manusia bukan sebagai objek pendidikan, akan tetapi sebagai subjek pendidikan. 2) Manusia sebagai Makhluk Sosial Begitu manusia menyadari dirinya adalah subjek, bukan objek. Manusia juga menyadari akan adanya subjeksubjek (manusia lain) lain, antara subjek-subjek tersebut mempunyai hubungan yang mengikat. Yang artinya keberadaan suatu subjek atau manusia ditentukan keberadaanya oleh manusia lainnya. Hal ini berarti juga bahwa manusia tidak dapat hidup (lahir dan dibesarkan) tanpa bantuan orang lain. 9
Pengantar Ilmu Pendidikan
Seiring dengan peradaban manusia, tingkat ketergantungan manusia satu dengan manusia lain semakin meningkat, sehingga seringkali eksistensi subjek (manusia sebagai makhluk individu) semakin menghilang. Tugas pendidikanlah untuk mengeliminir kecenderungan diatas, pendidikan harus mampu menempatkan manusai sebgai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. 3) Manusia sebagai Makhluk Susila Sebagaiamana telah di utarakan dalam pengertian manusia sebagai makhluk sosial, bahwa manusia tidak mungkin untuk hidup sendiri. Manusia harus berhubungan dengan manusia lain untuk mempertahankan hidup. Dalam hubungan antar manusia kemudian tercipta beberapa nilai-nilai yang mengatur baik dan buruknya suatu hubungan. Agar hubungan antar manusia tersebut berjalan harmonis dan tidak saling merugikan, nilai ini juga dapat membedakan antara baik dan buruknya seorang manusia sebagai makhluk ndividu. Asas pandangan bahwa manusia adalah makhluk susila berdasarkan pada asumsi bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma (Noor Syam, 1983). Manusia selain sebagai makhluk ayang mengetahui nilai juga merupakan makhluk yang menilai (Morris and Pai, 1976). Dalam hal-hal tertentu manusia dalam menilai bersifat subjektif, akan tetapi ketika subjektivitas tersebut sudah menjadi milik bersama sifatnya dapat dikatan objektif. Pengembangan nilai-nilai mendapat perhatian yang serius dari dunia pendidikan, hal ini dikarenakan pendidikan pada hakikatnya adalah penanaman nilai-nilai. Selain itu, pendidikan bersifat normatif dalam pengertian positif, bahkan ada ranah dalam tujuan pendidikan yang berisi tentang nilainilai, yaitu ranah afektif.
10
Pengantar Ilmu Pendidikan
4) Manusia sebagai Makhluk Relegius Kata religi sering diartikan dengan agama, akan tetapi pengertian religi sebenarnya lebih luas dibandingkan dengan pengertian agama. Hal ini dikarenakan pengertian religi menyangkut pengakuan adanya kekuatan lain di luar diri manusia yang sifatnya supra natural, yang secara umum disebtu Tuhan. Karenanya pengertian religi menyangkut pula pengertian kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kesadaran eksistensi Tuhan menurut Koentjaraningrat (1987) berawal dari kesadaran manusia akan kematian. Kematian menyadarkan manusia akan adnya kekuatan lain di luar dirinya, yang kemudian di sebut Tuhan. Wujud pengakuan akan adanya Tuhan melalui proses evolusi yang sangat panjang dan pada tahapan tertentu berwujud agama. 7. KONSEP MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA Pada dasarnya tujuan semua pendidikan adalah membentuk manusia yang baik. Namun terdapat perbedaan definisi manusia yang baik antar orang per orang, antar keluarga, antar kelompok orang dan antar bangsa. Perbedaan definisi tersebut dipengaruhi oleh pengalam sejarah dan kondisi sosial budaya masing-masing. Bangsa Indonesia telah sepakat dalam mendefinisikan sosok manusia yang ideal ala orang Indonesia yang disebut Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS). Deskripsi tentang Manusia Indonesia seutuhnya tertuang dalam butir-butir pengamalan Pancasila, sebagai berikut: Sila kesatu: Ketuhanan Yang Maha Esa 1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan 11
Pengantar Ilmu Pendidikan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab 3) Mengembangkan sikap saling hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa 4) Membina kerukunan hidup antar umat beragamadan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusai dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya 6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebsan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing 7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa 2) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya 3) Mengembangakan sikap saling mencintai sesama manusia 4) Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira 5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain 6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan 7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan 8) Berani membela kebenaran dan keadilan 9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia 12
Pengantar Ilmu Pendidikan
10) Mengembangakan sikap saling menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain Sila ketiga: Persatuan Indonesia 1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamtan bangsa dan Negara sebagai kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan 2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa apabila diperlukan 3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa 4) Mengembangkan rasa kebanggan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia 5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial 6) Mengembangkan rasa persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika 7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa Sila keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebjiaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan 1) Sebagai warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama 2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain 3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama 4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan 5) Menghormati dan menjujung tinggi setiap keputusan yang dicapai dalam musyawarah 6) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan menjalankan hasil keputusan musyawarah 7) Dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan 13
Pengantar Ilmu Pendidikan
8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur 9) Keputusan diambil harus dapat dipertanggung jwabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mngutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama 10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercaya untuk melaksanakan permusyawarahan Sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia 1) Mengembangakan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluaragaan dan kegotong-royongan 2) Mengembangakan sikap adil kepada sesama 3) Menjaga keseimbanga antara hak dan kewajiban 4) Menghormati hak orang lain 5) Suka memberikan pertolongan kepada orang lain supaya dapat berdiri sendiri 6) Tidak menggunakan hak atau usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadapa orang lain 7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya mewah 8) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum 9) Suka bekerja keras 10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama 11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial hidup Konsep lain tentang Masyarakat Indonesia Seutuhnya dapat dilihat dalam tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pada Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional Bab IV Pasal 3 yang berbunyi “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangakan 14
Pengantar Ilmu Pendidikan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertnggung jawab.”
15
Pengantar Ilmu Pendidikan
Bab II
HAKIKAT PENDIDIKAN
A.
Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaiakan pembelajaran ini, mahasiswa diharapakan mampu menjelaskan: 1. Konsepsi pendidikan 2. Pengertian pendidikan 3. Ilmu pendidikan sebagai ilmu yang bersifat deskriptifnormatif 4. Imu pendidikan sebagai ilmu yang bersifat teoritis dan praktis-pragmatis 5. Pendidikan sebagai suatu system 6. Unsur-unsur dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan
B.
Materi Pembelajaran
1. Pengantar Dalam kependidikan, kita dapat mempelajarinya dengan dua metode. Pertama dengan teori pendidikan dan kedua dengan praktik pendidikan secara langsung, antara teori dan praktik pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan memiliki hubungan komplementer yang saling mengisi satu dengan yang lainnya. Praktik pendidikan dapat dijadikan sumber dalam menyusun teori pendidikan dan teori pendidikan dapat dijadikan landasan dalam melaksanakan praktik pendidikan. Akan tetapi terkadang kita mendapati kenyataan bahwa banyak orang yang tidak memiliki teori pendidikan dapat 16
Pengantar Ilmu Pendidikan
menjadi seorang pendidik yang baik, berhasil dalam membimbing anak-anaknya. Begitupun sebaliknya, kadang kita menjumpai sesorang yang memiliki dasar teori pendidikan terkadang tidak menjamin ia menjadi seorang pendidik yang baik. Dari kasus diatas janganlah dijadikan alasan untuk membuat kesimpulan bahwa teori pendidikan tidak diperlukan, untuk menjadi seorang pendidik yang baik. Teori pendidikan mutlak dipelajari secara akademis, apalagi bagi mereka yang dipersiapkan menjadi seorang pendidik. Dengan mempelajari teori pendidikan kita dapat memperolaeh manfaat: a. Memberi arahan serta tujuan mana yang akan dicapai b. Memeperkecil kesalahan dalam praktik c. Sebagai tolak ukur keberhasilan suatu proses pendidikan Walaupun kita telah memahami teori pendidikan, kita tidak boleh mempunyai anggapan bahwa kita telah mempunyai resep untuk menjalankan tugas dalam pendidikan. Didalam pendidikan tidak ada resep yang pasti untuk menjadi pendidikyang baik dan menjamin keberhasilan suatu proses pendidikan, hal ini dikarenakan dalam pendidikan yang utama adalah kepribadian dan kreativitas pendidikan. Dengan kata lain, setiap tindakan dalam proses pendidikan tidak boleh berpegang dalam satu teori pendidikan, dalam praktiknya kita harus memperhatikan faktor-faktor lain, seperti: anak didik itu sendiri, kepribadian pendidik, situasi dan kondisi lingkungan, tujuan pendidikan yang akan dicapai dan lain sebagainya. 2. Konsepsi Pendidikan a.
Konsep Dasar Pendidikan Langeveld seorang ahli pedagogik dari Belanda mengemukakan batasan pengertian pendidikan, yaitu “pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan oleh 17
Pengantar Ilmu Pendidikan
orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan”. Dengan menggunakan istilah “Bimbingan” sebagai proses pendidikan, maka dapat diartikan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dialakukan secara sadar, bukan sesuatu yang dilakukan secara sembarangan. Istilah bimbingan juga dapat dimaknai bahwa pendidikan tidak memaksa kepada anak didik, begitu juga tidak dibenarkan anak didik dibiarkan berkembang dengan sendirinya. Dalam GBHN 1973, dikemukakan pengertian pendidikan, bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangakan kepribadian dan kemampuan peserta didik didalam atau diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Ada beberapa konsep dasar pendidikan yang akan dilaksanakan: 1) Bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup (long life education) 2) Bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintahan. Pemerintahan tidak diperbolehkan memonopoli segalanya, melainkan bersama keluarga dan masyarakat berusaha untuk mencapai tujuan pendidikan. 3) Bagi manusia, pendidikan adalah suatu keharusan,dengan pendidikan manusia akam memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang. b.
Pendidikan Hanya Berlaku bagi Manusia Dalam arti luas, pendidikan berisi tiga pengertian, yaitu: pendidikan, pengajaran dan kepelatihan. Ketiga isitlah tersebut walaupun secara sepintas terasa mirip akan tetapi meiliki pengertian yang berbeda, untuk lebih jelasnya kita dapat melihat ketiga isitilah diatas dalam konteks kata kerjanya, yaitu: mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik 18
Pengantar Ilmu Pendidikan
menurut Darji Darmodiharjo adalah usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketakwaan dan lain-lain. Istilah mengajar menurut SikunPribadi adalah memberi pelajaran tentang barbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan intelektualnya. Sedangkan melatih merupakan usaha untuk memberi sejumlah keterampilan tertentu, yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga akan menjadi suatu kebiasaan dalam bertindak. Dari penjelasan diatas, pendidikan memiliki pengertian yang luas, menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Dengan kata lain, pendidikan merupakan usaha untuk mengolah hati anak didik, pengajaran dalah usaha untuk mengolah otak anak didik dan pelatihan adalah kegiatan mengolah tangan, lidah, mata, kaki dan anggota badan lain. Ketiganya mempunyai tujuan agar anak didik menjadi seorang manusia yang beriman, cerdas dan terampil. Hewan tidak dapat dididik dan tidak memungkinkan untuk dididik, sehingga tidak mungkin dilibatkan dalam proses pendidikan. Hanyalah manusia yang dapat dididik dan mungkin untuk menerima pendidikan, karena manusia memiliki akal dan budi pekerti. c.
Manusia Perlu Dididik (Memperoleh Pendidikan) Setelah bahasan diatas menyimpulkan bahwa manusia dapat dididik dan dapat menerima pendidikan, timbullah pertanyaan: “Mengapa manusai perlu dididik?” Ada beberapa asumsi yang berpendapat bahwa manusia memang memerlukan pendidikan: 1) Manusia dilahirkan tidak berdaya. Manusia pada saat dilahirkan memerlukan bantuan orang lain untuk dapat melangsungkan hidupnya. 2) Manusia lahir tidak langsung dewasa. Untuk mencapai tingakat kedewasaan yang menjadi tujuan pendidikan 19
Pengantar Ilmu Pendidikan
dalam arti khusus memerlukan waktu yang relatif panjang. 3) Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak akan menjadi manusia jika ia tidak hidup dengan manusia lainnya. Ketika manusia dibesarkan oleh binatang, maka ia akan berperilaku selayaknya binatang, kita dapat melihat film tarzan sebagai contoh. 4) Manusia pada hakikatnya dapat dididik dan mendidik dirinya sendiri secara terus menerus. d.
Pendidikan sebagai Suatu ProsesTransformasi Nilai Pendidikan dalam arti luas adalah suatu proses untuk mengembangakan semua aspek kepribadian manusia. Pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang baik, pendidikan sama sekali tidak menginginkan merusak kepribadian anak didik. Pendidikan untuk menuju kepribadian yang lebih baik disebut pedagogik, sedangkan yang merusak disebut demagogik. Walaupun seperti sudah ditegaskan diatas, bahwa pendidikan tidak bertujuan untuk merusak kepribadian anak didik. Pendidikan pada hakikatnya mencakup kegiatan mendidik, mengajar dan melatih. Ketiga kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai, dalam pelaksanaannya ketiga kegiatan tersebut harus berjalan secara serempak ,terpadu, berkelanjutan, serasi dengan perkembangan peserta didik dan lingkungan hidupnya. Nilai-nilai yang ditransformasikan mencakup nilai religi, pengetahuan, kebudayaan, teknologi serta keterampilan. Nilai-nilai tersebut ditransformasikan dalam rangka mempertahankan, mengembangkan dan bahkan jika diperlukan mengubah kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat menuju ke yang lebih baik.
20
Pengantar Ilmu Pendidikan
e.
Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan adalah gambaran dari falsafah atau pendangan hidup manusia, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Membicarakan yujuan pendidikan akan menyangkut system nilai, norma dalam suatu konteks kebudayaan, filsafat, ideologi dan sebagainya. Tujuan pendidikan di suatu Negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negar lain, sesuai dengan dasar Negara, falsafah hidup bangsa, ideologi dan kebudayaan negar masing-masing. Akan tetapi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan disemua Negara adalah membentuk manusia yang baik dengan maksud menciptakan kehidupan yang lebih baik. Bagi bangsa Indonesia sendiri, Pancasila merupakan dasar dan tujuan dari pendidikan. kerena Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar Negara Republik Indonesia. Kegiatan pendidikan ditujuka untuk menciptakan manusia Indonesia yang memiliki kepribadian yang baik, yaitu manusia Indonesia yang sikap dan perilakunya dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dijiwai oleh nilainilai Pancasila. f.
Pendidikan BerlangsungSepanjang Hayat Pada hakikatnya setiap manusia menginginkan kehidupan yang lebih baik, maka manusia senantiasa berusa untuk meningkatkan kehidupannya. Baik dengan jalan meningkatkan kemampuannya atau ketrampilannya, secara sadar atau tidak sadar maka dengan itu sebetulnya pendidikan terus berjalan selama manusia itu hidup. 3. Pengertian Pendidikan Mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang saling berhubungan. Dari segi bahasa, mendidik adalah kata kerja sedangkan pendidikan adalah kata benda. Kegiatan mendidik adalah suatu kegiatan yang mengandung komunikasi antara 21
Pengantar Ilmu Pendidikan
dua orang manusia atau lebih, karena dalam kegiatan mendidik harus ada pendidik dan peserta didik. Sehubungan dengan itu, beberapa ahli berpendapat tentang arti mendidik: a. Menurut Hoogveld, mendidik adalah membantu nak supaya ia cukup cakap menyelengarakan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri. b. Menurut Langeveld, mendidik adalah usaha membimbing anak untuk menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disengaja antara orang dewasa dengan anak. c. Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang stinggi-tingginya. d. Menurut Cryns dan Reksosiswoyo, mendidik adalah pertolongan yang diberikan oleh barang siapa yang bertanggung jawab atas pertumbuhan anak untuk membawanya ke tingkat dewasa. Berdasarkan pendapat diatas, mendidik adalah membantu anak dengan sengaja agar menjadi manusia dewasa, susila, bertanggung jawab dan mandiri. Yang dimaksud dewasa ialah bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara pedagogis, biologis, psikologis dan sosiologis. Sedangkan untuk memahami konsep pendidikan, salah satunya dengan cara memahami berbagai pengertian pendidikan. Pengertian pendidikan menurut beberapa ahli yaitu: a. Ki Hajar Dewantara, pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti, pikiran dan tubuh anak.
22
Pengantar Ilmu Pendidikan
b.
c.
d.
e. f.
g.
h.
i.
23
Crowd and Crow, pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. John Dewey dalam Democracy and Education, pendidikan adalah proses yang berupa pengajaran dan bimbingan, bukan paksaan, yang terjadi karena adanya interaksi dengan masyarakat. Dictionary Education, pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup. Diryakarya, pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. GBHN Tahun 1973, pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. UUSPN No. 2 Tahun 1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau pelatihan bagi peranannya di masa yang datang. UUSPN No. 20 Tahun 2003, pendidika adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangakan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Daoed Joesoef, pendidikan mengandung dua aspek yakni sebagai proses dan sebagai hasil produk.
Pengantar Ilmu Pendidikan
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai cita-cita pendidik. Selanjutnya dapat dibedakan istilah pedagogik dan andragogik. Pedagogik berarti pendidikan formal, sedangkan andragogik adalah pendidikan non-formal. 4. Ilmu Pendidikan sebagai Ilmu yang Bersifat Deskriptif-Normatif Ilmu pendidikan selalu berkaitan dengan soal siapakah “manusia” itu. Pembahasan mengenai “manusia” masuk dalam ilmu filsafat, yaitu filsafat antropologi. Pandangan filsafat terhadap manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi pendidikan, dikarenakan pandangan filsafat tentang manusia menenukan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh seorang pendidik atau suatu bangsa yang melaksanakan pendidikan. Nilai yang dijunjung tinggi ini dijadikan norma untuk menentukan ciri-ciri manusia yang ingin dicpai melalui proses pendidikan, nilai-nilai ini tidak hanya didapat dari praktikdn pengalaman mendidik. Akan teteapi secara normatif, bersumber dari norma masyarakat, filsafat, pandangan hidup bahkan juga dari keyakinan keagamaan. Untuk menjelaskan bahwa system nilai menjadi norma bagi pendidikan, maka patut disimak beberapa uraian dibawah ini: a. Masyarakat Yunani kuno memiliki tujuan pendidikan pembentukan warga Negara yang kuat, mereka mempunyai pandangan bahwa manusia adalah makhluk bermain. Maka pendidikan pada masyarakat Yunani kuno lebih diutamakan pada pendidikan jasmani, mereka mempunyai anggapan yang bahkan sampai masa sekarang kerap kita dengar, yaitu: men sana in corpora sano yang berarti didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa 24
Pengantar Ilmu Pendidikan
b.
c.
25
yang sehat. Hal ini dapat dipahami, karena pada masa Yunani kuno. Bangsa Yunani adalah bangsa yang sering hidup dalam ketegangan dan sering berperang. Bangsa Eropa pada abad ke-17 sampai abad ke-19 sangat mengagungkan rasionalisme mereka, Bangsa eropa pada masa tersebut memiliki pandangan bahwa manusia adalah makhluk berfikir, mereka sangat menjunjung tinggi akal, baik akal teoritis maupun akal praktis. Pada masa tersebut lahirlah beberapa tokoh dengan pikiran-pikirannya yang terkenal, seperti: Rene Descrates dengan istilah “cogito ergo sum” yang berarti saya berfikir, maka saya ada. Descrates berpendapat bahwa akal atau pengetahuan adalah maha kuasa atau segala-galanya. Kemudian ada John Locke yang kita kenal sebagai bapak Empirisme, ia sangat mementingkan pendidikan atas dasar teori tabularasa. Teori tabularsa adalah teori yang menganggap bahwa anak yang baru dilahirkan dapat diumpamakan sebagai ketas putih bersih yang belum ditulisi, jadi ketika lahir seorang anak tidak memiliki bakat dan pembawaan apapun. Anak dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Disini kekuatan terletak pada pendidik, pendidikan dan lingkungan berkuasa atas pembentukan anak. Dari bangsa Amerika kita kenal dengan John Dewey dengan filsafat pragmatis, Etika Ultilirianisme dan Psikologi Behaviourismenya. Dewey berpendapat bahwa kebenaran terletak pada kenyataan praktis, apa yang berguna untuk diri kita adalah benar dan segala yang sesuai dengan praktiknya itulah yang benar. Pandangan Dewey sangat berpengaruh dalam psikologi dan menghasilkan metode-metode mendidik dengan cara mendriil dan pelatihan yang pada akhirnya menghasilkan manusia sebagai mesin berdasarkan respon terhadap stimulus. Pengantar Ilmu Pendidikan
Dari ketiga uraian diatas tampak jelas bahwa nilai yang dijunjung tinggi oleh seseorang atau bangsa, itulah yang dijadikan norma atau kriteria untuk mendidik. Norma biasanya tercermin dari rumusan tujuan pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan diarahkan pada perbuatan mendidik yang bertujuan, tujuan ditentukan oleh nilai yang dijunjung tinggi seseorang. Sedangkan nilai sendiri bersifat normatif, maka dapat kita simpulkan bahwa pendidikan bersifat normatif. 5. Ilmu Pendidikan sebagai Ilmu yang Bersifat Teoritis dan Praktis-Pragmatis Pada umumnya ilmu mendidik tidak hanya mencari pengetahuan deskriptif tentang objek pendidikan, melainkan ingin juga mengetahui bagaimana cara sebaiknya untuk berfaedah terhadap objek didiknya. Jika dilihat dari maksud dan tujuannya, ilmu mendidik boleh disebut “ilmu praktis”, sebab ditujukan kepada praktik dan perbuatan-perbuatan yang mempengaruhi anak didik. Walaupun ilmu pendidikan ditujukan kepada praktik mendidik, namun perlu dibedakan ilmu pendidikan sebagai ilmu yang bersifat teoretis, maupun ilmu pendidikan sebagai ilmu yang bersifat praktis-pragmatis. Dalam ilmu mendidik teoretis kitabedakan, ilmu mendidik teoretis menjadi ilmu mendidik sistematis dan ilmu mendidik historis. Dalam ilmu mendidik teoretis para cerdik pandai mengatur dan mensistematiskan di dalam pikirannya apa yang tersusun sebagai pola pemikiran pendidikan. Jadi dari praktik-praktik pendidikan disusun pemikiran-pemikiran secara teoretis. Pemikiran teoretis ini disusun dalam satu sistem pendidikan dan biasanya disebut ilmumendidik teoretis. Ilmu mendidik teoretis ini disebut juga ilmu mendidik sistematis. Jadi sebenarnya kedua istilah itu mempunyai arti yang sama, yaitu teoretis sama saja dengan sistematis. Dalam rangka membicarakan ilmu mendidik teoretis perlu diperhatikan sejarah pendidikan, apakah sumbangan 26
Pengantar Ilmu Pendidikan
sejarah pendidikan bagi teori pendidikan maupun praktik pendidikan. Denganmempelajari sejarah pendidikan itu terlihat telah tersusun pandangan-pandangan teoretis yang dapat dipakai sebagai peringatan untuk menyusun teori pendidikan selanjutnya. Dapatlah disimpulkan bahwa ilmu mendidik sistematis mendahului ilmu mendidik historis. Akan tetapi ilmu mendiidk historis memberikan bantuan dan memperkaya ilmu mendidik sistematis. Sekaligus teori yang dikemukakan baik ilmu mendidik sistematis maupun historis kedua-duanya membantu para pendidik agar berhati-hati dalam praktik-praktik pendidikan. Setelah dijelaskan hubungan antara ilmu mendidik teoretis, ilmu mendidik sistematis, dan ilmu mendidik historis, maka masalah berikutnya ialah bagaimana hubungan antara ilmu mendidik historis dan ilmu mendidik praktis. Para pendidik yang jenius itu sebenarnya juga menggunakan teorinya sendiri, walaupun teori itu belum disadari atau belum disistematiskan. Seorang maha guru ilmu mendidik J.M. Gunning pernah berkata: “teori tanpa praktik adalah baik padakaum cerdik cendekiawan dan praktiktanpa teori hanya terdapat pada orang-orang gila dan para penjahat”. Akan tetapi pada kebanyakan pendidik diperlukan teori dan praktik berjalan bersama-sama. Kalau pendapat ini kita setujui, maka apakah yang dipelajari dari teori-teori ilmu mendidik mengenai suatu sistem pendidikan. Ilmu pendidikan itu adalah ilmu yang memerlukan pemikiran teoretis. Beberapa contoh konkret adalah sebagai berikut: a. Setiap pendidik mendengarkan kritik-kritik, catatancatatan,sumbang pikiran dari para ahli atau orang lain. Ia mulai memikirkan secara kritis tindakan-tindakan dalam perbuatan mendidiknya. Ia dapat belajar dari catatan, kritik, dan saran orang lain. Gunning pernah menulis: “mempelajari ilmu mendidik berarti mengubah 27
Pengantar Ilmu Pendidikan
diri sendiri menjadi lain”. Jadi ada pemikiran teoretis tentang tindakan mendidik itu sendiri, sehingga terlihat teori itu perlu. b. salah satu masalah yang perlu pemikiran teoretis ialah apakah anak didik itu perlu berkembang. Sampai sejauh mana lingkungan pendidikan dan potensi kreativitas anak didik berkembang. Pemikiran ini sangat mendasar yang selalu dibicarakan dari abad kea bad. Hal-hal ini memerlukan pemikiran teoretis. c. Jika kita membaca rumusan tujuan pendidikan dari masa ke masa, kita akan mempunyai gambaran bagaimana orang memperagakan suatu gambaran ideal tentang manusia dan masyarakat yang diinginkan. d. Pendidikan membutuhkan jangka waktu panjang, karena pendidikan bercorak perbuatan mendidik. Dalam perbuatan biasanya orang dapat melihat dan memeriksakan hasilnya dengan segera. Hasil pendidikan itu baru dapat dilihat pada generasi berikutnya. Untuk meneliti hasil pendidikan itu orang harus melihat bagaimana cara bertindak, cara mendidik, dan cara hidup anak bila telah dewasa. Dapat disimpulkan bahwa pendidik memerlukan dimensi-dimensi sebagai berikut: 1) Pengetahuan dirinya sebagai pendidik. 2) Pengetahuan tentang tujuan pendidikan. 3) Pengetahuan tentang anak didik. 4) Setelah mempunyai pengetahuan tentang anak didik, dicarinya cara-cara mendidik yang sesuai dengan keadaan anak untuk membawa kearah pencapaian tujuan. 5) Akhirnya kita perlu pengetahuan tentang martabat manusia pada umunya pemikiran teoretis tentang martabat anak sebagai manusia. Dari uraian tersebut, kita dapat melihat ilmu pendidikan memerlukan pemikiran teoretis. Pengertian teoretis di sini 28
Pengantar Ilmu Pendidikan
diartikan sebagai pemikiran yang disusun secara teratur dan sistematis. Unsur pokok yang tersusun dalam pemikiran yang bersifat teoretis antara lain: 1) Masalah tujuan pendidikan. Gambaran manusia yang bagaimana yang mejadi norma dalil asasi antropologi yang memungkinkan terjadiny proses pendidikan. 2) Apakah anak didik dididik sebagai makhluk yang dapat dididik, yang mempunyai kemungkinan untuk dididik. Manusia Indonesia yang dicita-citakan ialah manusia Indonesia seutuhnya atau manusia Pancasilais. Manusia Pancasilais dijabarkan dalam rumusan gambaran manusia seperti dalam rumusan tujuan pendidikan nasional, seperti yang termaktub dalam Tap. MPR No. IV/MPR/1978 jo No. IV/MPR/1999. Untuk mewujudkan tujuan itu, maka melalui pendidikan formal disekolah didirikan berbagai tingkat sekolah mulai dari tamn kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Tiap tingkat sekolah mempunyai tujuan tersendiri dalam rangka mencapai tujuan nasional. Biasanya rumusan tujuan terdapat dalam kurikulum tiap tingkat sekolah dan disebut tujuan institusional. Setelah dirumuskan tujuan institusional, makaada tujuan kurikuler. Penjabaran tujuan kurikuler itu menjadi tujuan instruksional umum. Kemudian disusun pokok-pokok bahasan. Setiap guru bertugas menyusundan merumuskan tujuan instruksional khusus. Jadi secara berurutan dalam kurikulum biasanya tergambar dengan jelas suatu kerangka berpikir, bertujuan sebagai berikut: a. Cita-cita Nasional (alinea kedua Pembukaan UndangUndang Dasar 1945). b. Tujuan Nasional (alinea keempat Pembukaan UndangUndang Dasar 1945). c. Tujuan Pembangunan Nasional (Tap. MPR No. IV/MPR/1978 jo No. IV/MPR/1999).
29
Pengantar Ilmu Pendidikan
d.
Tujuan Pendidikan Nasional (Tap. MPR No. IV/MPR/1978 jo No. IV/MPR/1999: bidang Pendidikan). e. Tujuan Institusional ( tiap tingkat sekolah). f. Tujuan Kurikuler. g. Tujuan Instruksional Umum. h. Tujuan Instruksional Khusus. Selain itu ada pula cara melihat tujuan itu dari segi lain (secara teoretis). a. tujuan universal/tujuan umum/tujuan akhir/tujuan lengkap. b. Tujuan tak lengkap. c. Tujuan sementara. d. Tujuan insidental. e. Tujuan perantara. f. Tujuan khusus. Bahwa pendidikan adalah sejenis perbuatan dengansengaja. Jadi setiap pendidikan harus sadar dan melihat dengan jelas tujuan-tujuan yang hendak dicapai karena tujuan itu memberi corak terhadap setiap tindakan pendidikan. 6. Pendidikan Sebagai Suatu Sistem Untuk mempermudah pemahaman tentang makna sistem, berikut ini disajikan beberapa definisi sebagai berikut: a. Johnson dan Rozenweig dalam Amirin (1986: 10) dinytakan, bahwa sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang komleks dan terorganisasi, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan utuh. b. Czmpbell (1979: 3) menyatakan, bahwa sistem merupakan himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. 30
Pengantar Ilmu Pendidikan
c.
Shrode dan Voich dalam Amirin (1986: 11) dalam menyusun definisi sistem hanya menampilkan unsurunsurnya saja, yaitu himpunan bagian-bagian yang saling berkaitan, masing-masing bagian bekerja secara mandiri dan bersama-sama satu sama lain saling mendukung, dalam rangka mencapai tujuan dan terjadi dalam lingkungan yang kompleks. Definisi-definisi yang lain masih cukup banyak dan tampaknya tidak perlu ditampilkan seluruhnya. Satu hal yang perlu diingat adalah definisi sistem yang terkait dengan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003, sebagaimana dinyatakan bahwa: “Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional”. Mengacu pada definisi-definisi tersebut, maka dapat ditarik suatu simpulan-simpulan pendek bahwa di dalam suatu sistem terdapat: 1) Komponen-komponen yang dapat dikenali. 2) Komponen0komponen tersebut saling terkait secara teratur. 3) Komponen-komponen tersebut saling ketergantungan satu sama lain. 4) Mekanisme antar komponen saling terkait dan merupakan satu kesatuan organisasi. 5) Kesatuan organisasi tersebut berfungsi dalammencapai tujuan. Suatu sistem pada umumnya dibedakan menjadi dua macam yakni sistem terbuka dan tertutup. Sistem terbuka artinya suatu sistem yang berhubungan dengan lingkungannya, komponen-komponennya dibiarkan berhubungan dengan komponen di luar sistem. Sedangkan sistem tertutup dianggap semua komponennya terisolasi dari pengaruh dari luar,
31
Pengantar Ilmu Pendidikan
walaupun di dalam kenyataannya hampir tidak dijumpai suatu sistem yang tertutup sama sekali. Suatu sistem terdiri atas komponen-komponen yang disebut juga sub-sistem yang lebih kecil. Sementara itu subsistem dapat pula terdiri atas sub-sub-sistem yang lebih kecil lagi. Dengan demikian sesungguhnya suatu sistem dapat merupakan sub-sistem dari sistem yang lebih besar atau sebaliknya. Masing-masing sub-sistem saling terkait satu sama lain dalam rangka mencapai keberhasilan tujuan sebagaimana yang diharapkan. Secara lebih kompleks dapat diberikan contoh yakni tentang kegiatan proses pendidikan. Suatu kegiatan proses pendidikan secara garis besar mengaitkan tiga komponen atau sub-sistem pokok yaitu sub-sistem masukan, proses, dan keluaran. Sebagai suatu sub-sistem, proses pendidikan dapat digambarkan sebagai berikut:
Masukan
Proses
Keluaran
Sub-sistem masukan dalam keseluruhan proses pendidikan antara lain terdiri atas sub-sub-sistem peserta didik dengan segala potensinya; sub-sistem proses terdiri atas subsub-sistem pendidik, kurikulum, gedung sekolah, sarana pembelajaran, metode, dan sebagainya; sedangkan sub-subsistem keluaran meliputi hasil belajar yang berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan sebagainya. Proses pendidikan terjadi jika komponen-komponen yang ada di dalam sistem bergerak dan saling terkait. Bergeraknya masing-masing komponen belumlah dipandang cukup, sebab masih harus ada saling hubungan yang bersifat fungsional dan merupakan satu kesatuan dalam mencapai suatu tujuan. Apabila salah satu komponen yang terdapat dalam sistem tersebut tidak berfungsi ataupun kurang berfungsi, maka 32
Pengantar Ilmu Pendidikan
kemungkinan besar sistem tersebut tidak atau kurang berhasil dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu setiap komponen yang terdapat di dalam sistem pendidikan seluruhnya harus dapat berfungsi sesuai dengan porsinya. Dengan demikian tidak mungkin tujuan pendidikan dapat tercapai bila hanya ditangani secara parsial. Dengan kata lain pendidikan harus dianggap secara sistemik yakni penanganannya harus memperhtikan seluruh komponen yang terkait. 7. Unsusr-unsur dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Di dalam setiap kegiatan pendidikan hampir selalu melibatkan unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Unsur yang dimaksud: a) peserta didik, b) pendidik, c) tujuan, d) isi pendidikan, e) metode dan f) lingkungan. a) Peserta Didik Pandangan terhadap peserta didik kini telah mengalami banyak perubahan, artinya peserta didik tidak agi dianggap sebagai sosok pasif menerima informasi yang datang dari pendidik belaka. Era Global dengan kecanggihan teknologi komonukisi dan informasi secara sadar atau tidak sadar telah memberikan masukan terhadap peserta didik. Hal ini mempengaruhi terhadap tingkat pengetahuan peserta didik, perbedaan tingkat pengetahuan peserta didik dapat dipengaruhi oleh konteks lingkungan yang berbeda-beda: 1) Lingkungan pendidikan tempat belajar peserta didik bersifat aksidental dan incidental sehingga proses belajar peserta didik tidak terprogram 2) Lingkungan pendidikan tempat belajar peserta didik terprogam secara internasional, sengaja atau dikehendaki sehingga peserta didik lebih siap dalam belajar
33
Pengantar Ilmu Pendidikan
3) Lingkungan pendidikan tempat belajar peserta didik terprogram sesuai dengan yang telah ditetapkan 4) Lingkungan pendidikan tempat belajar peserta didik sangat optimal dan ideal, sehingga peserta didik dapat melakukan cara-cara belajar sebagaimana diharapakan. Perbedaan konteks belajar yang dialamai peserta didik tersebut menjadikan mereka berbeda pula perkembangannya secara individual, khususnya pada perkembangan psikisnya. b) Pendidik Pendidik pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) pendidik menurut kodrat (pendidikan kodrati) dalam hal ini adalah oran tua, dan (2) pendidi menurut jabatan (pendidikan profesi) yaitu guru. Orang tua sebagaimana kodratnya adalah pendidik pertama dan utama, karena sesuai dengan kodratnya (takdir) manusia dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua (ayah dan ibu) dari semenjak ia dilahirkan sampai pada tahap kedewasaan. Hubungan edukatif antara orang tua dan anak mengandung dua unsur dasar, yaitu: (a) unsur kasih sayang , dan (b) unsur kesadaran akan tanggung jawab. Dalam kenyataannya, sekarang-sekarang ini banyak orang tua yang tidak mampu untuk menjadi pendidik, terutama karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang sangat cepat. Disamping itu, orang tua pada masa sekarang ini lebih mengutamakan untuk mencari penghidupan bagi keluarganya, maka berangsur-angsur tugas dan kewajiban orang tua sebagai pendidik pertama dan utama semakin berkurang. Maka banyak orang tua pada masa sekarang ini yang mengalihkan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pendidik kepada pemerintah dan masyarakat yakni berupa tenaga pendidik profesi yang lebih dikenal sebagai guru.
34
Pengantar Ilmu Pendidikan
Guru sebagai pendidik menurut jabatan menerima tanggung jawab mendidik dari tiga pihak, yaitu: (1) orang tua, (2) masyarakat dan (3) pemerintah atau Negara. Tanggung jawab yang diterima guru dari orang tua atas dasar kepercayaan, bahwa guru mampu memberikan pendidikan, pengajaran dan pelatihan sesuai dengan perkembangan peserta didik. Seorang guru juga diharapkan mampu menggantikan peran orang tua sebagai pendidik pertama dan utama yang mengandung dua unsur: 1) Kasih Sayang Atas dasar rasa kasih sayang ini guru dengan sendirinnya akan mudah mengembangkan sifat-sifat baik lainnya, missal: sabar, ada perhatian dan kepedulian, suka memahami, suka membantu, bersahabat, merasa dekat, adil dan lain-lain. 2) Bertanggung Jawab Dorongan rasa tanggung jawab guru diharapakan juga mampu mengembang sifat anak, seperti: tekun, rajin, sopan, sportif dan terpuji Disamping itu, jabatan guru juga harus memenuhi syarat-syarat antara lain sebagai berikut: a) Berijazah guru (lulusan LPTK) b) Berjiwa Pancasila, religius dan berkebudayaan kebangsaan Indonesia c) Menghormati setiap aliran agma dan kepercayaan d) Susila dan cakap, demokratis serta bertanggung jawab e) Menguasai bahasa Indonesia f) Sehat jasmani dan rohani termasuk juga tidak mempunyai cacat fisik dan mental yang dapat mengganggu tugasnya sebagai seorang guru. Adapun sifat-sifat yang digolongkan kedalam moral-etika atau budi pekerti yang luhur yang harus dimiliki oleh seorang guru (pendidik) adalah sebagai berikut: - Berlaku jujur 35
Pengantar Ilmu Pendidikan
- Bersikap adil terhadap siapapun - Cinta kepada kebenaran - Bertindak arif dan bijaksana - Tidak pembenci dan pendendam - Mau mengakui kesalahan sendiri - Ikhlas berkorban - Tidak mementingkan diri sendiri - Menjauhkan diri dari perbuatan tercela. Disamping itu, seorang guru atau pendidik dituntut memiliki sikap yang baik : - Bersikap sopan santun - Tangkas dan antusias - Bersikap optimistis - Mempunyai pandangan kedepan dan luas - Perhatian penuh terhadap siswa - Perhatian penuh terhadap kegiatan-kegiatan kelas - Jujur dan sabar - Ramah - Rapi dalam berpakaian - Disiplin - Suka membantu persoalan-persoalan siswa - Cermat dan teliti Selain harus mempunyai sifat dan sikap yang baik seperti yang telah disebutkan diatas, guru atau pendidik juga harus mengenal alat pendidikan yang normative yang dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Alat Pendidikan Preventif Merupakan alat pendidikan yang bersifat pencegahan, tujuannya adalah mencegah agar hal-hal yang menghambat atau mengganggu kelancaran proses pendidikan dapat dihindarakan, contoh: tata tertib, anjuran dan perintah, larangan dan ancaman, paksaan dan disiplin. 36
Pengantar Ilmu Pendidikan
2) Alat Pendidikan Represif Disbut juga alat pendidikan kuratif atau alat pendidikan korektif (perbaikan), tujuannya dalah kembali menyadarkan anak kepada hal-hal yang benar, yang baik dan yang tertib. Contoh: pemberitahuan, teguran, peringatan hukuman dan penghargaan. Seorang guru atau pendidik juga harus memenuhi beberapa standar kompentensi : 1) Kompetensi Personal/Kepribadian yang terdiri atas: a) Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa b) Berbudi pekerti luhur c) Berkepribadian d) Mandiri e) Berupaya untuk maju f) Tangguh g) Cerdas dan Terampil h) Senantisa berfikir kritis, kreatif dan inovatif i) Beretos kerja tinggi j) Profesional k) Tanggung jawab l) Produktif m) Guru harus menjadi sesorang yang shaleh, jujur dan dapat dipercaya n) Harus sehat jasmani dan rohani (berdasarkan GBHN 1993) 2) Kompetensi Profesional/Keahlian yang terdiri atas: a) Menguasai materi pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku b) Mampu merancang program pembelajaran c) Mampu mengelola kelas d) Mampu melaksanakan interaksi belajar dan mengajar e) Menguasai landasan-landasan pendidikan 37
Pengantar Ilmu Pendidikan
f) mampu menggunakan media pembelajaran dengan tepat g) mampu mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran h) Mampu melaksanakan layanan bimbingan dan konseling i) Mampu melaksanakan administrasi dan supervisi pendidikan j) Mampu menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk keperluan pembelajaran 3) Kompetensi Sosial/Masyarakat yang meliputi: a) Mampu bergaul dengan atasan b) Mampu bergaul dengan teman sejawat c) Mampu bergaul dengan siswa d) Mampu bergaul denga oran tua dan wali siswa e) Mampu bergaul dengan masyarakat dan tokoh masyarakat c) Tujuan Semua proses pendidkan pasti memiliki tujuan, dan semuanya adalah tujuan yang baik. Tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi 6 macam (Langeveld dalam Beknopte Theoretische Paedagogiek), yaitu: 1) Tujuan Umum Disebut juga tujuan universal/tujuan lengkap/tujuan akhir/tujuan sempurna. Tujuan umum ialah tujuan dalam pendidikan yang seharusnya menjadi tujuan orang tua atau pendidik, tujuan ini berakar dari tujuan hidup dan tujuan ini berhubungan dengan pandangan tentang hakikat manusia. 2) Tujuan Tidak Sempurna
38
Pengantar Ilmu Pendidikan
Tujuan tidak sempurna adalah tujuan yang menyangkut segi-segi tertentu seperti: kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan, keindahan. Yang kesemuanya tidak terlepas dari tujuan umum. 3) Tujuan Sementara Disebut tujuan sementara karena memang tempat pemberhentian untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Misal, belajar berbicara, menulis, membaca dan berhitung untuk bisa berkomunikasi dan belajar lebih jauh lagi. 4) Tujuan Perantara Disbut juga tujuan “Intermediair”, tujuan ini ditentukan dalam rangka mencapai tujuan sementara.
5) Tujuan Insidental Tujuan ini hanya merupakan peristiwa-peristiwa yang terlepas saat demi saat dalam proses menuju tujuan umum. Contoh, ketika orang tua menerima tamu, anak anak diperintahakan untuk tidak gaduh. Akan tetapi ketika tamunya sudah pulang upaya untuk tidak gaduh tidak diusahakan kembali. Karena tujuan tenang tadi adalah agara orang tua dapat berbicara dengan tamunya dalam keadaan yang tenang. 6) Tujuan Khusus Tujuan ini adalah pengkhususan dari tujuan umum, misalnya berhubungan dengan gender maka dahulu diselenggarakan sekolah SMK (khusus putri) dan STM (khusus putra).
39
Pengantar Ilmu Pendidikan
d) Isi Pendidikan Yang termasuk dalam isi pendidikan adalah segala sesuatu yang oleh pendidikan langsung diberikan kepada peserta didik dan diharpakan untuk mampu dikuasai peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu syarat-syarat dalam pembilihan isi pendidikan atau materi pendidikan harus diperhatikan, adapun syarat-syarat tersebut adalah: 1) Materi harus sesuai dengan Tujuan Pendidikan Materi pendidika harus mengandung nilai-nilai normative, seperti nilai material, nilai formal, nilai praktis/fungsional, nilai sosial, nilai etis dan nilai estetis. 2) Materi harus sesuai dengan peserta didik Selain harus sesuai dengan tujuan pendidikan, materi pendidikan juga harus sesuai dengan peserta didik yang mempelajarinya. Hal ini berarti materi pendidikan harus dapat disesuaikan dengan kemampuan, menarik minat dan perhatian, jenis kelamin, umur, bakat dan pembawaan, pengalaman dan latar belakang peserta didik. e) Metode Agar pendidikan dapat mencapai tujuan, selain materi pendidikan hal lain yang harus mendapat perhatian adalah metode dalam proses pendidikan. Agar proses pendidikan berjalan dengan efisien dan efektif, pemilihan metode pendidikan harus tepat dan susai. f) Lingkungan Situasi lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam menentukan hasil dari pendidikan, situasi lingkungan yang dimaksud meliputi lingungan sosial budaya, lingkungan fisik (sarana dan prasaran) dan lingkungan alam.
40
Pengantar Ilmu Pendidikan
Bab III
LANDASAN DAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN
A.
Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan: 1. Landasan Filosofi Pendidikan 2. Landasan Sosiologi Pendidikan 3. Landasan Kultural Pendidikan 4. Landasan Psikologis Pendidikan 5. Landasan ilmiah dan teknologis pendidikan 6. Landasan pendidikan nasional Indonesia 7. Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia
B.
Materi Pembelajaran
1. Pengantar Pendidikan dapat diartikan dari beberapa sudut pandang: a) pendidikan berwujud sebagai suatu system, b) pendidikan berwujud sebagai suatu proses dan c) pendidikan berwujud sebagai suatu hasil. Kegiatan pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan yang umurnya sama dengan umur manuisa, dengan kata lain semanjak manusia ada, sejak itu pula pendidikan lahir. Sistem pendidikan yang dianut oleh suatu bangsa akan mewarnai operasionalisasi pendidikannya, baik menyangkut isi, bentuk, struktur kurikulum maupun komponen pokok pendidikannya. Terdapat korelasi antara system pendidikan dengan tingkat kemajuan dan kebudayaan suatu bangsa, makin tinggi tingkat kebudayaan suatu bangsa, maka makin tinggi 41
Pengantar Ilmu Pendidikan
dan kompleks system pendidikannya. Upaya pendidikan sebagai suatu system dengan demikian akan selalu relevan dengan landasan yang digunakan dalam proses pendidikan. Landasan pendidikan secara umum yaitu: 1) landasan filosofis, 2) landasan sosiologis, 3) landasan cultural, 4) landasan psikologis dan 5) landasan ilmiah dan teknis. 2. Landasan Filosofis Pendidikan Upaya pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pemikiran filsafat yang terjadi di belakang peristiwa pendidikan, filsafat sebagai induk dari semua ilmu berperan untuk mempersoalkan dan mengkaji segala sesuatu yang berada “di belakang” peristiwa pendidikan. Landasan filosofis sebagai salah satu fondasi dalam melaksanakan pendidikan relevan dengan sistem nilai, sistem nilai merupakan pandangan seseorang tentang “sesuatu” terutama berkaitan dengan arti kehidupan. Pandangan hidup sebagai sistem nilai tidak hanya dipegang oleh manusia secara perorangan, melainkan juga oleh kelompok masyarakat atau bangsa. Bagi bangsa Indonesia pandangan hidupnya adalah Pancasila, oleh karena itu kaidah dan norma-norma yang dianut secara nasional mengacu kepada Pancasila. Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (Tap MPR No. II/MPR/1993). Pancasila sebagai landasan filosofis pendidikan, berarti bahwa:
42
Pengantar Ilmu Pendidikan
a. Dalam merumuskan tujuan, metode, materi dan pengelolaan belajar dan mengajar dijiwai dan didasarkan pada Pancasila b. Sistem penyelenggaraan, pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional haruslah berlandasakan Pancasila c. Hakikat manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila, dan makhluk religius haruslah diwujudkan melalui pendidikan, sehingga akan tercipta kepribadian manusia Indonesia sesuai dengan yang dicita-citakan oleh Pancasila. 3. Landasan Sosiologis Pendidikan Pendidikan tidak berlangsung dalam keadaan vakum sosial. Dua isu yang akan dibahas yaitu: a.
Pendidikan dan Masyarakat Dilihat dari sudut masyarakat secara keseluruhan, fungsi pendidikan adalah untuk memelihara kebudayaan. Kebudayaan berhubungan dengan nilai-nilai, norma-norma yang turun-temurun dari generasi ke generasi selalu mengalami perubahan. 1) Keluarga dan Sekolah Keluarga merupakan salah satu pelaksana sosialisasi nilai-nilai dan norma-norma di masyarakat, faktor terpenting dalam hubungan antara keluarga dan sekolah adalah bahwa keluarga tetap mempunyai tanggung jawab utama dalam proses sosialisasi, meskipun sekolah juga mempunyai tanggung jawab dalam menyampaikan informasi, keterampilan dan nilai-nilai serta norma-norma untuk membekali anak agar dapat berpartisipasi aktif.
43
Pengantar Ilmu Pendidikan
2) Pemerintah dan Sekolah Tugas utama pemerinatah adalah untuk mengupayakan agar sekolah dapat membentuk masyarakat baru yang dapat bertanggung jawab dan ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat sesuai dengan garis kebijakan pemerintah. 3) Ekonomi dan Sekolah Pertumbuhan ekonomi masyarkat tergantung ketersediaan tenaga ahli yang terdidik dan terlatih dihasilkan oleh sekolah. Sebaliknya, keberadaaan perkembangan lembaga sekolah tergantung pada dana disediakan oleh masyarakat.
pada yang dan yang
4) Agama dan Sekolah Budaya masyarakat banyak dipengaruhi oleh nilai dan norma agama yang dianut oleh masyarakat, karena sekolah merupakan salah satu lembaga sosialisasi masyarakat yang bertujuan membekali peserta didik agar dapat hidup di masyarakat. Maka pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah. 5) Masyarakat dan sekolah Sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan masyarakat dan tidak bisa lepas dari pengaruh kondisi masyarakat, itu berarti bahwa sistem persekolahan harus memperhatikan aspirasi masyarakat. Sebaliknya, masyarakat harus terlibat secara langsung dalam memelihara keberadaan dan kelangsungan hidup sekolah. Peran sekolah terhadap masyarakat adalah: a) Sebagai pewaris, artinya menstransformasikan pengetahuan, ketermapilan, sikap dan nilai-nilai budaya kepada siswa.
44
Pengantar Ilmu Pendidikan
b) Sebagai pemelihara, artinya melalui sekolah dapat diupayakan kelestarian nilai-nilai budaya yang sudah mapan. c) Sebagai agen pembaharuan, artinya meliputu reproduksi budaya, difusi kebudayaandan peningkatan kemampuan peserta didik untuk berfikir kritis. b.
Pendidikan dan Perubahan Siosial Sekolah dan masyarakat saling mempengaruhi dalam berbagai cara. Beberapa diantara perubahan tersebut adalah: 1) Perubahan Teknologi Dilihat dari sidit pandang sekolah, perubahan teknologi mempunyai tiga dampak penting: a) Perubahan teknologi menciptakan suatu tuntutan bagi individu untuk memiliki keterampilan baru. Dampaknya bagi sekolah adalah terjadinya perubahan kurikulum pada bidang-bidang yang mampu mememnuhi tuntutan tersebut b) Perubahan teknologi menuntut sekolah untuk mempersiapkan lulusannya agar dapat menyesuaikan diri dengan peekembangan yang terjadi c) Pengaruh teknologi yang utama pada sekolah adalah penggunaan media pembelajaran, komunikasi, transformasi dan revolusi bioteknologi. 2) Perubahan demografi Perubahan penting yang terjadi sehubungan dengan ukuran, penyaluran dan komposisi penduduk dan pengaruhnya terhadap pendidikan adalah: a) Pengembanga kebijaksanaan pendidikan b) Pembatasan secara ketat dalam penerimaan siswa baru c) Ketidak seimbangan antara pertambahan penduduk dengan fasilitas pendidikan. 3) Urbanisasi dan sub-urbanisasi
45
Pengantar Ilmu Pendidikan
Meningkatnya urbanisasi dan sub-urbanisasi sebagai dampak dari perubahan demografi menimbulkan permasalahan yang harus dihadapi oleh sekolah, diantaranya adalah: a) Tanggung jawab sekolah untuk membantu penyesuaian diri dari berbagai kelompok yang sebagaian besar merupakan penduduk perkotaan b) Sekolah mempunyai peran yang penting dalam membantu mekanisme control sosial masyarakat c) Sekolah menentukan pengalaman pendidikan khususnya dalam mempersiapkan peserta didik secata tepat untuk hidup di perkotaan 4) Perubahan politik masyarakat, bangsa dan Negara Dua peranan utama telah dan akan terus berlangsung yang memiliki dampak terhadap pendidikan: a) Meningkatkan keterlibatan pemerintah dalam kegiatan anggota masyarakat, dalam pendidikan hal ini dapat dilihat dari adanya bantuan-bantuan financial dari pemerintah untuk sekolah b) Berkembangya saling ketergantungan antara pemerintah Negara yang satu dengan pemerintah Negara yang lain, tidak hanya di lingkungan masyarakatnya tetapi juga antar bangsa. Perubahan ini mengakibatkan meningkatnya secara dramatis ruang lingkup dari fungsi sekolah untuk memasukkan sosialisasi anggota masyarakat dunia seperti juga masyarakat kita sendiri. 4. Landasan Kulturan Pendidikan Sebagai salah satu faktor yang ikut menentukan kelangsungan hidup masyarakat adalah kesanggupan dan kemampuan anggotanya untuk mendukung nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Pendidikan sebagai sub-sistem masyarakat mempunyai peranan mewariskan, memelihara, dan sekaligus sebagai agen pembaharuan kebudayaan. 46
Pengantar Ilmu Pendidikan
Pendidikan dapat dikonsepkan sebagai proses budaya manusia. Kegiatannya dapat berwujud sebagai upaya yang dipikirkan, dirasakan, dan dikehendaki manusia. Pada dasarnya pendidikan merupakan unsur dan peristiwa budaya. Pendidikan melibatkan sekaligus sebagai kiat dan disiplin pengetahuan yang mempengaruhi manusia untuk belajar. Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan merupakan proses budaya, yakni generasi manusia berturut-turut mengambil peran, sehingga menghasilkan peradaban masa lampau dan mengambil peranan di masa kini serta mampu menciptakan peradaban di masa depan. Dengan kata lain pendidikan memiliki tiga peran, sebagai pewarisan, sebagai pemegang peran, dan sebagai pemberi kontribusi. Dengan demikian dapat dipahami pendidikan sebagai aset untuk pemeliharaan masa lampau, penguatan individu, dan masyarakat yang sekarang serta sebagai penyiapan manusia berperan di masa depan. Pendidikan sebagai proses upaya pemeliharaan dan berperan dalam membangun peradaban dan pendidikan tidak terbatas pada benda-benda yang tampak seperti bangunan fisik, melainkan meliputi: gagasan, perasaan, kebiasaan, peran dan alam kehidupan sekarang juga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masa yang akan datang, karena pemeliharaan peradaban manusia merupakan tugas tanpa akhir. Analisis antropologi budaya dapat membantu mengatasi problema-problema pendidikan yang dimunculkan oleh kelompok-kelompok minoritas dan budaya yang lain. Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk budaya dapat menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat. Salah satu cara untuk memelihara kebudayaan adalah melalui pengajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai penyampai, pelestari, dan sekaligus pengembangan kebudayaan.
47
Pengantar Ilmu Pendidikan
a.
Kebudayaan dan Sekolah Tradisi kebudayaan menghambat perkembangan dalam berkomptisi dengan kelompok lain. Hal ini didukung oleh penelitaian Otto Klinerbreg (1954), bahwa kegagalan kelompok minoritas pada umumnya bukan disebabkan sematamata oleh ras atau suku, namun disebabkan oleh tradisi budaya mereka. b.
Prasangka dan pertentangan di berbagai kelompok budaya Pertentangan yang disebabkan oleh adanya berbagai kelompok budaya dan ras dapat berupa prasangka negatif diatara sesama kelompok dan hal ini berpengaruh terhadap pendidikan.
c.
Stereotipe Keefektifan dalam pengajaran timbul dan siswa akan lebh terbimbing, serta keseganan dan rasa takut berkurang jika guru menunjukan stereotipe yang menyenangkan. d.
Faktor budaya dalam proses pengajaran (culture factors in teaching) Banyak faktor yang mempengaruhi upaya mengkomunikasikan nilai-nilai pengajaran, yaitu: nilai-nilai budaya orang tua, penggunaan bahasa, keadaan sosial yang dibawa anaka dari lingkungan dan pengaruh kelompok dominan. Keadaan ini mensyaratkan perhatian, pemahaman dan penyesuaian guru agar peran serta orang tua dalam kegiatan sekolah dapat tercipta. e.
Pelatihan budaya untuk pendidikan Kenyataan dilapangan yang terkadang terjadi pertentangan antara kelompok mayoritas dan minoritas 48
Pengantar Ilmu Pendidikan
menuntut adanya kepelatihan budaya bagi pendidik agar mampu menghubungkan nilai-nilai budaya dengan pengajaran dan proses pengajaran f.
Masalah kewibawaan merupakan ubahan (variabel) yang tidak dapat diabaikan Penguasaan terhadap kewibawaan guru lebih membantu siswa dalam penguasaan bahan-bahan pengajaran. g.
Sub-kebudayaan (sub-culture) Perbedaan warna kulit dan kemiskinan menjadi penghambat dalam pelaksanaan pendidikan, hal ini dapat diatasi melalui pendidikan orang tua, memadukan sub-culture di sekolah, mengadakan penyesuaian tingkah laku di sekolah dan kurikulum sekolah wajib memperhatikan latar belakang budaya siswa h.
Dinamik kelompok sosialis Sekolah harus mampu menghilangkan adanya kelompok-kelompok minoritas dan membawanya kearah perubahan melalui proses sosialisasi 5. Landasan Psikologis Pendidikan Psiklogi pendidikan adalah cabang dari psikologi utama, yang terdiri atas implikasi teknik psikologi pendidikan. Fungsinya untuk mengembangakan suatu pengertian yang berarti dan teoritis terhadap proses pendidikan yang didasarkan pada penemuan empiris. Perhatian utama dalam psikologi pendidika adalah: a) sifat dan karateristik siswa, b) sifat proses belajar, c) cara guru membuat proses belajar siswa dan d) penetapan prisnsip-prisnsip ilmiah. Psikologi sebagai ilmu bantu yang mendasari pelaksanaan pendidikan berorientasi pada tiga hal, yaitu: hakikat siswa, proses belajar dan peranan guru. Diantara ketiga 49
Pengantar Ilmu Pendidikan
hal tersebut peranan guru sebagai sentral pengendali proses belajar dan mengajar, sehubungan dengan kedudukannya yang sentral maka dalam penyampaian pesan guru harus mampu medasarkan pada perbedaan individu siswa dan prisnsipprinsip belajar. Teori belajar dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Teori Dispilin Mental, yang meliputi: 1) Didiplin mental yang mengartikan belajar sebagai usaha melatih atau mendisiplinkan daya pikir 2) pemekaran secara alami, memberikan peluang subjek didik sesuai dengan kehendak Sang Pencipta 3) Apersepsi merupakan proses asosiasi ide-ide baru dengan ide-ide lama yang terdapat dalam jiwa kita b. Rumpun Behaviourisme 1) Conditioning S-R merupkan perubahan dalam tingkah laku manusia yang dapat diamati dan dapat terjadi melalui stimulus dan reposn yang dihubungkan dengan prinsip mekanis 2) Conditioning tanpa reinforcement 3) Conditioning melalui reinforcement c. Rumpun Gestalt-Medan 1) Teori Insight, tokohnya M. Wertheirmer dan Koffka. Aliran ini berpendapat bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian. 2) Goal-Insight (pemahaman berutjuan) 3) Medan-Kognitif Menurut Rogers ada cita-cita pokok dan kepribadian manusia, yaitu: a) Realitas adalah fenomenologis b) Tingkah laku seseorang terjadi didalam konteks ralitas pribadi c) Tingkah laku sesorang dimotivasi oleh kebutuhan untuk aktualisasi diri d) Jati diri tersusun oleh masing-masing individu 50
Pengantar Ilmu Pendidikan
e) Tingkah laku kita adalah konform dalam arti kata dengan diri kita sendiri Pada saat ini ada tiga model pandangan guru dalam hal menentukan sikap terhadap teori-teori belajar yang ada, yaitu: 1) Mengikuti satu teori tertentu 2) Bersifat elektik, secara selektif meminjam bebagai teori yang tidak bertentangan 3) Mensintesiskan bagian-bagian dari teri belajar tertentu sesuai dengan idenya sendiri Dalam situasi belajar setidaknya terdapat empat hal yang harus diperhatikan demi berhasilnya kegiatan belajar, keempat hal tersebut adalah: a) Stimulus belajar Dalam setiap situasi belajar, materi yang dipelajari harus disajikan kepad siswa secara mudah, dalam arti informasi yang disampaikan dapat diterima dan dimengerti oleh siswa b) Kegiatan belajar tidak dapat terjadi tanpa adanya perhatian dan motivasi siswa terhadap stimuli belajar. c) Belajar adalah suatu proses aktif, untuk itu siswa hendaknya dilibatkan dengan materi yang dipelajari d) Penguatan dan Umpan balik 6. Landasan Ilmiah dan Teknologi Pendidikan Salah satu misi pendidikan adalah membekali peserta didik agar dapat dan mampu menggunakan dan mengembangakan iptek, kemampuan dalam bidang iptek menyangkut kemampuan dalam ilmu pengetahuan (Science), rekayasa (engineering) dan teknologi. Hubungan antara pendidikan dan iptek saling bergantung dan timbal balik, yaitu kemajuan pendidikan diarahkan untuk kemajuan iptek dan perkembangan iptek akan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan.
51
Pengantar Ilmu Pendidikan
Agar supaya pendidikan selalu selaras dengan kemajuan iptek yang berkembang dengan pesat, hal ini menuntut semua unsur dalam bidang pendidikan baik itu peraturan, kurikulum bahkan pendidik untuk senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misal dalam era digital sekarang ini, menuntut peraturan baru dalam hal pendidikan, kurikulum baru dan menuntut pendidik untuk menguasi mutimedia. 7. Landasan Pendidikan Nasional Indonesia Dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, maka perubahan tidak terjadi dalam hal pemerintahan saja, akan tetapi juga dalam bidang pendidikan. Hal tersebut berkaitan bahwa pendidikan pada suatu bangsa akan disesuaikan dengan tujuan dan cara hidup bangsa. Untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional, maka pembangunan pendidikan nasional harus memiliki dasar hukum yang kuat. Sesuai dengan falsafah Negara Indonesia, maka dasar hukum pembangunan pendidikan nasional dia Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Landasan Ideal : Pancasila 2) Landasan Konstitusional : UUD 1945 3) Landasan Operasional : GBHN dan UUSPN 8. Asas-asas Pelaksanaan Pendidikan Nasional Indonesia Pendidikan nasional adalah usaha sadar untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan mengusahakan perkembangan kehidupan beragama, pengetahuan, keterampilan daya estetis dan jasmani sehingga ia dapat mengembangakan dirinya dan bersama-sama dengan sesama manusia membangun masyarakatnya serta membudayakan alam sekitarnya. 52
Pengantar Ilmu Pendidikan
Pendidikan nasional berdasarkan pada UUD 1945 dan Pancasila, ini berarti bahwa sistem pendidikan nasional adalah sistem pendidikan pancasila. Oleh karena itu Pendidikan nasional tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang 1945. Pendidikan nasional dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas pelaksanaan sebagai berikut: a. Asas semesta, menyeluruh dan terpadu. Artinya, pendidikan nasional terbuka untuk seluruh warga negara Indonesia, mencakup semua jenis dan jenjang pendidikan, dan merupakan satu kesatuan usaha sadar yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan usaha pembangunan nasional. b. Asas pendidikan seumur hidup c. Asas tanggung jawab baersama antara keluaraga, masyarakat dan pemerintah d. Asas pendidikan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat e. Asas keseluruhan dan keterpaduan dengan Ketahanan Nasional dan Wawasan Nusantara f. Asas Bhineka Tunggal Ika g. Asas Keselarasan, keserasian dan keseimbangan h. Asas manfaat, adil dan merata i. Asas Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. j. Asas mobilitas, efisiensi dan efektivitas k. Asas kepastian hukum Dengan bertitik tolak dari pokok-pokok pikiran diatas, sistem pendidikan nasional memungkinkan setiap rakyat Indonesia mempertahankan hidupnya, mengembangkan dirinya dan secara bersama-sama mengembangkan masyarakatnya. Dari ke-sebelas asas menurut rumusan KPPN di atas, yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan pendidikan dan dibahas secara khusus adalah :
53
Pengantar Ilmu Pendidikan
a) Asas Tut Wuri Handayani Asas Tut Wuri Handayani ini adalah salah satu sistem among yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Ajaran ini secara lengkap berbunyi: Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani yang berarti “Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat dan dibelakang memberi dorongan. Maksud asas Tut Wuri Handayani sendiri sebagai pendidik hendaknya mampu menyalurkan dan mengarahkan perilaku dan segala tindakan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Implikasi dari penerapan asas ini dalam pendidikan adalah: 1) Seorang pendidik hendaknya memberikan kesempatan kepasa siswa untuk mengemukakan ide atau prakarsanya yang berkaitan dengan pelajaran yang diajarakan 2) Seorang pendidik berusaha melibatkan fisik, mental, intelektual dan emosional peserta didik secara optimal dan maksimal didalam mengaktualisasikan pengalaman belajar. 3) Pendidik hendaknya memposisikan diri sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing dalam rangka mencapai tujuan belajar. 4) Proses belajar dan mengajar dilakukan secara bebas tetapi terkendali, interaksi pendidik dan siswa mencerminkan hubungan manusiawi seta merangsang berfikir siswa, memanfaatkan bermacam-macam sumber, bervafiasi akan tetapi tetap dibawah pengawasan guru. b) Asas Pendidikan Seumur Hidup Pokok pikiran dalam pendidikan seumur hidup adalah bahwa setiap individu harus memperoleh kesempatan yang
54
Pengantar Ilmu Pendidikan
tersusun baik dan sistematis untuk mendapatkan pengajaran,studi dan belajar selama hidupnya. Konsep pendidikan seumur hidup mensyaratkan adanya pengakuan: a) corak hidup dan fungsi manusia berubah sesuai dengan pergantian umur dan b)dunia dalam kehidupan manusia mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Beberapa alasan yang mendukung perlunya pendidikan seumur hidup: 1) Meningkatkan pemerataan dalam layanan pendidikan untuk menghadapi struktur sosial yang senantiasa mengalami perubahan dan untuk memperbaiki kualitas hidup. 2) Pertimbangan ekonomi, yang artinya pendidikan, perkembangan ekonomi dan perbaikan kualitas pendidikan berkaitan sangat erat. 3) Faktor Sosial dan peranan keluarga. 4) Perubahan teknologi. Dan masih banyak faktor lain yang menuntut untuk dilaksanakannnya pendidikan seumur hidup. c) Pendidikan Untuk Semua Perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini terjadi dengan sangat cepat, dalam situasi tersebut kualitas manusia merupakan faktor yang dominan bagi pembangunan masyarakat. Ditengah tuntutan untuk meningkatkan kualitas manusia, dunia dihadapkan dengan kenyataan bahwa belum semua manusia berkesempatan memperoleh pendidikan dengan layak. UNESCO pada awal tahun1987 di Dakkar ibukota Senegal mencanangkan suatu program pendidikan bagi semua orang di kawasan Asia dan Pasifik yang dikenal dengan sebutan APPEAL (Asia Pacific Programme of Education for All). Konfrensi dunia untuk pendidikan bagi semua disponsori oleh UNESCO, UNICEF, UNDP dan Bank Dunia melahirkan deklarasi Pendidikan Untuk Semua. 55
Pengantar Ilmu Pendidikan
Bab IV
LINGKUNGAN PENDIDIKAN
A.
Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan memperoleh berbagai kearifan berkaitan dengan materi berikut ini: 1. Pengertian tentang lingkungan pendidikan 2. Lingkungan pendidikan keluarga 3. Lingkungan pendidikan sekolah 4. Lingkungan pendidikan masyarakat
B.
Materi Pembelajaran
1. Pengertian Lingkunan Pendidikan Seperti sudah dibahas dalam Bab III, bahwa lingkungan merupakan suatu komponen sistem dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Sehubungan dengan itu maka para pengembang kurikulum di LPTK menempatkan bahasan lingkungan pendidikan sebagai kajian tersendiri. Lingkungan secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan dengan perngertian demikian dipilah menjadi lingkungan alam hayati, lingkungan alam non hayati, lingkungan buatan dan lingkungan sosial. Sedangkan lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan, lingkungan pendidikan dapat pula 56
Pengantar Ilmu Pendidikan
diartikan sebagai berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. Dalam bahasan kali ini pengertian ke-dua-lah yang dipergunakan. Dengan mengacu pada pengertian tersebut, pengertian lingkungan pendidikan dipilah menjadi 3, yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat. 2. Lingkungan Pendidikan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Disebut sebagai lingkungan atau lembaga pendidikan pertama karena sebelum manusia mengenal lembaga pendidikan yang lain. Seperti yang tercantum dalam kajian antropologi yang menyebutkan bahwa manusia mengenal pendidikan sejak manusia ada, pendidikan yang dimaksudkan dalam keterangan tersebut adalah pendidikan keluarga. Fungsi keluarga pada masyarakat meliputi fungsi produksi dan fungsi konsumsi sekaligus secara absolut, kedua fungsi tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak selanjutnya. Kehidupan masa depan anak pada masyarakat tradisional mudah diprediksi, hampir dapat dipastikan bahwa kehidupan generasi sang anak nyaris sama dengan pola kehidupan sang orang tua. Sebagai contoh, anak yang orang tuanya sebagai petani hampir dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan menjadi petani. Adanya berbagai tekanan dari dalam dan dari luar dalam bentuk modernisasi dan mobilitas sosial baik secara vertikal maupun horisontal, fungsi kehidupan keluarga pun mengalami perubahan. Perubahan fungsi ini berkonsentrasi pada perubahan struktur keluarga dan pola pendidikannya. Keluarga modern cenderung terdiri dari keluarga inti dengan ukuran kecil, lebih demokratis dan cenderung tergantung pada pelayanan jasa dari fihak lain. Dengan demikian dalam proses pendidikan, anak
57
Pengantar Ilmu Pendidikan
tidak lagi sepenuhnya tergantung pada pendidikan dari orang tuanya seperti pada keluarga tradisional. Pendidikan keluarga juga disebut pendidikan utama, karena di dalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Pendidikan keluarga dpat dipilah menjadi dua yaitu pendidikan prenatal dan postnatal. Pendidikan prenatal atau pendidikan sebelum lahir didasari suatu asumsi bahwa sejak masa konsepsi manusia telah dapat memperoleh pendidikan. Wujud praktik pendidikan prenatal cenderung merupakan kearifan masyarakat (berbagai “quasi-ilmu” yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat secara turun-temurun) yang sangat dipengaruhi praktik-praktik budaya. Dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan anaknya meiputi hal-hal berikut: a) Motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anaknya. b) Motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. c) Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga yang pada gilirannya menjadi bagian dari masyarakat. Tanggung jawab kekeluargaan. (Noor Syam. 1981). 3. Lingkungan Pendidikan Sekolah Karena perkembangan peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi, orang tua merasa “tidak mampu” lagi untuk mendidik anaknya. Pada masyarakat yang semakin kompleks dan terspesialsiasi, seorang anak memerlukan persiapan yang khusus untuk memsuki usia dewasa. Persiapan ini memerlukan waktu yang khusus, tempat yang khusus, dan proses yang khusus pula, lembag ini dalam perkembangan lebih lanjut dikenal dengan sekolah.
58
Pengantar Ilmu Pendidikan
Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sekolah telah mencapai posisi yang sentral dalam pendidikan manusia. Sekolah tidak lagi hanya sebagai pelengkap pendidikan keluarga, hal ini karena pendidikan telah berimabas pola pikir ekonomi yang efektivitas dan efisiensi. Pola pikir efektivitas dan efisiensi ini telah menjadi semacam ideologi dalam pendidikan. Dasar tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi tiga hal: a. Tanggung jawab kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. b. Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk isi, tujuan dan jenjang pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan negara. c. Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksanaan pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatan. Tanggung jawab tersebut merupakan pelimpahan sebagaian tanggung jawab orang tua dan masyarakat dalam bidang pendidikan. 4. Lingkungan Pendidikan Masyarkat Menurut Soerjono Soekanto (1988), dalam masyarakat, baik yang sederhana maupun yang kompleks, terbelakang ataupun yang maju pasti terdapat pranata-pranata sosial (Social Intitutions). Pranata sosial yang terdapat dalam sistem masyarakat yaitu: 1) Pranata Pendidikan 2) Pranata Ekonomi 3) Pranata Politik 4) Pranata Teknologi 5) Pranata Moral atau Etika 59
Pengantar Ilmu Pendidikan
Pranta pendidikan secara umum mempunyai tugas dalam upaya sosialisasi, sehingga setiap warga masyarakat mempunyai kepribadian yang mendekati harapan masyarakat bersangkutan. Pranata Ekonomi bertugas mengatur upaya pemenuhan kemakmuran hidup sehingga masing-masing anggota memperoleh kelayakan secara ekonomis. Pranata politik bertugas menciptakan integritas dan stabilitas masyarakat. Pranata teknologi berupaya menciptakan tknik untuk mempermudah kehidupan manusia. Sedangkan pranata moral mengurusi nilai dan penyikapan atau tidakan dalam pergaulan di masyarakat. Masing-masing pranata sosial tersebut mempunyai hubungan interdependensi yang kuat. Sekolah sebagai pendidikan formal, lahir karena pertimbangan pemikiran efisiensi dan efektivitas dalam pemberian pendidikan kepada seluruh nggota masyarakat. Sekolah lahir dari, oleh dan untuk masyarakat, oleh karena itu sekolah harus selalu mengikuti haluan dari masyarakat bersangkutan, baik tercermin dalam falsafah dan tujuan pendidikan, kurikulum maupun pengelolaannya. Akan tetapi akhir-akhir ini sekolah dinilai mengalami kesenjangan dengan masyarakat, sekolah menjadi “benda asing” dalam masyarakat yang seolah-olah harus disingkirkan. Sekolah cenderung arogan terhadap masyarakat dan masyarakat kurang peduli terhadap masyarakat. Sekolah cenderung dinilai tertinggal dari masyarakat, pada masa sekarang ini sekolah lebih banyak belajar dari masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi karena berbagai inovasi khususnya dalam bidang teknologi telah terjadi terlebih dahulu dimasyarakat daripada di sekolah. Sehubungan dengan hal diatas perlu dilakukan upayaupaya untuk mengakrabkan sekolah dengan masyarakat, antara lain: BP3, sistem magang, KKN, PKL, dan lain-lain. Akan tetapi dalam banyak hal, khususnya yang terjadi di sekolah, masih bersifat formalitas. 60
Pengantar Ilmu Pendidikan
5. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat Analisis mengenai hubungan sekolah dengan masyarakat sebenarnya merupakan penyederhanaan konsep, sebab sekolah merupakan salah satu wujud pranata pendidikan, sedangkan pranata pendidikan merupakan salah satu pranata sosial yang ada dalam masyarakat. a. Hubungan Transaksional antar Sekolah Dengan Masyarakat Menurut Sanifah Faisal (1980) dalam buku Daspend. MKDK IKIP Malang, hubungan antara sekolah dengan masyarakat paling tidak dapat dilihat dari dua segi, yaitu: 1) Sekolah sebagai partner masyarakat dalam melakukan pendidikan 2) Sekolah sebagai produsen yang melayani pesananpesanan pendidikan dari masyarakat. Hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat tidak akan terjadi dengan sendirinya, meskipun masing-masing lembaga saling membutuhkan. Oleh karena itu fihak sekolah (kepala sekolah, guru dan pegawai administrasi) hendaknya melakukan berbagai usaha untuk menciptakn hubungan yang harmonis tersebut. John sebagaimana yang dikutip oleh Kartadianata dan Dantes (1996/1997) mengemukakan ada lima cara untuk meningkatkan hubungan sekolah dengan masyarakat: 1) aktivitas kurikuler siswa 2) aktivitas para guru 3) kegiatan ekstra kurikuler 4) kunjungan orang tua siswa atau anggota masyarakat ke sekolah 5) melalui media massa Kegiatan guru yang dapat dilakukan untuk memajukan hubungan sekolah dengan masyarakat antara lain: 61
Pengantar Ilmu Pendidikan
menunjukan sikap positif terhadap orang tua menyangkut kemajuan siswa, mengadakan kerja sama dengan orang tua siswa atau masyarakat dalam upaya mengembangakan kebijakan pemberian tugas-tugas atau pekerjaan rumah dan memanfaatkan keahlian masyarakat untuk kepentingan pendidikan. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat terhadap sekolah adalah: menyediakan dana pendidikan melalui BP3, beasiswa, pajak dan lain-lain. Menyediakan fasilitas belajar dan mamantau pemanfaatannya. b. Hubungan Transmisi dan Transformasi Sedangkan analisis yang lain didasarkan pada peran pendidikan dalam kaitannya dengan kebudayaan, sehingga tercipta hubungan transmisif (pewarisan dan pemeliharaan) dan transformatif (inovativ atau pembaharuan). Hubungan transmisif terjadi manakala sekolah berperan sebagai pewarisan kebudayaan, kebudayaan yang ditransmisikan ini tentunya kebudayaan yang dinilai baik dalam kebudayaan masyarakat. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, beberapa wujud budaya dinilai tidak kondusif lagi untuk perkembangan masyarakat.
62
Pengantar Ilmu Pendidikan
Bab V
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
A.
Materi Pembelajaran
1. Pengantar Pemikiran dan praktek pendidikan sejak dahulu, kini hingga masa yang akan datang senantiasa akan mengalamai perkembangan seiring dengan kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial budaya masyarakat. Berbagai pemikiran tentang pendidikan yang muncul di masyarakat beserta perkembangannya selanjutnya dikenal sebagai aliran-aliran pendidikan. Setiap aliran pendidikan dapat dimakani sebagai suatu upaya untuk memperbaikimartabat manusia. Pemahaman terhadap berbagai aliran pendidikan memiliki arti penting ketika seorang pendidik atau calon pendidik hendak menangkap hakikat dari setiap dinamika perkembangan pendidikan yang sedang terjadi. Pada setiap aliran pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam menilai perkembangan manusia, hal ini didasari atas faktorfaktor dominan yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi perkembangan manusia. Untuk lebih memberikan kejelasan, maka berikut ini disajikan beberapa aliran klasik dan gerakangerakan baru dalam pendidikan. 2. Aliran Klasik a. Aliran Empirisme Aliran ini dimotori oleh seorang filosof berkebangsaan Inggris yang bernama John Locke dengan teori Tabularasa63
Pengantar Ilmu Pendidikan
nya(1632-1704). Aliran ini bertolak dari Lockean Tradition yang lebih mengutamakan perkembangan manusia dari sisi empirik yang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal manusia (Umar Tirtarahardja, 2000:194). Aliran ini dikenal juga dengan sebutan aliran Optimisme. b.
Aliran Nativisme Menurut Zahra Idris (1992:6) nativisme berasal dari bahasa latin nativus yang berarti baru lahir. Aliran nativisme adalah kebalikan dari aliran empirisme, aliran ini berpendapat bahwa seseorang berkembang berdasarkan pada apa yang dibawanya sejak lahir. Adapun inti ajarannya adalah bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari faktor pembawaan yang berupa bakat. Aliran ini juga dikenal sebagai aliran pesimistik, karena pandangannya yang menyatakan bahwa orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Sebaliknya orang yang “berbakat baik” akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena tidak mungkin akan terjerumus menjadi “tidak baik”. Aliran ini juga berpendapat bahwa bakat manusia akan menentukan nasibnya. Pendidikan menurut aliran nativisme adalah membiarkan seseorang tumbuh berdasarkan pembawaannya. c.
Aliran Naturalisme Aliran yang mirip dengan aliran nativisme adalah aliran naturalisme (Umar Tirtarahardja, 2000:197), aliran ini tumbuh dan berkembang pada abad ke XVIII tepatnya pada tahun 1712-1778 yang dipelopori oleh J. J Rousseau. Dalam bukunya yang berjudul “Emilie” Rousseau berpendapat bahwa manusia dilahirkan pada dasarnya baik, ia menjadi tidak baik atau rusak karena adanya campur tangan darimanusia lain (masyarakat).
64
Pengantar Ilmu Pendidikan
Aliran ini berpendapat, bahwa pendidikan hanya memiliki kewajiban memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinya, pendidikan hendaknya diserahkan kepada alam. Rousseau juga berpendapat bahwa lebih bai menunda suatu pengajaran daripada cepat-cepat melaksankannya hanya karena ingin menanamkan suatu aturan atau otoritas tertentu (Ditjen Dikti, 1983/84:37). d.
Aliran Konvergensi Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938), aliran ini semakin dikenal setelah kedua aliran sebelumnya (empirisme dan nativisme) tidak lagi memiliki banyak pengikut. Inti ajaran aliran konvergensi adalah bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalaman yang menentukan pembentukan pribadi seseorang. Setiap pribadi merupakan hasil konvergensi dari faktor-faktor eksternal dan internal, perpaduan antara keduanya mencapai titik temu yang terwujud sebagai hasil pendidikan. Teori Konvergensi berpendapat: 1) pendidikan memiliki kemungkinan untuk dapat dilaksanakan, dalam arti dapat dijadikan penolong untuk anak dalam mengembangakan potensinya. 2) yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungannya. Aliran ini kemudian dipandang lebih ralistis sehingga banyak di ikuti oleh para ahli pendidikan. Aliran ini semakin berkembang pada abad XX, sebagai kelanjutan dari perkembangan aliran ini tumbuh “gerakan baru dalam dunia pendidikan”.
65
Pengantar Ilmu Pendidikan
3. Gerakan-gerakan Baru dalam Pendidikan a.
Pembelajaran Alam Sekitar Dasar pemikiran yang terkandung dalam pengajaran alam sekitar adalah bahwa peserta didik akan mendapat kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia kenyataan. Dalam dunia pendidikan hal ini dapat ditanamkan pemahaman, apersepsi, pemanfataan lingkungan alami dan sumber-sumber pengetahuan di luar sekolah yang semuanya penting bagi perkembangan peserta didik. Sistem ini muncul dan berkembang sejak timbulnya kota-kota besar yng semakin menjauhkan peserta didik dari ketenangan dan keindahan alam sekitar. Pendidikan alam sekitar mudah dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan, akan tetapi konsekuensinya adalah perlu biaya yang relatif tidak sedikit. Semua sumber daya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan belajar. Pengajaran Pusat Perhatian (Centres D’interet) Penemunya adalah Ovide Decroly (1871-1923), seorang dokter Perancis yang mendirikan yayasan untuk anakanak abnormal yang bertempat di rumahnya pada tahun 1901. Pada tahun 1907 metodenya diterapkan pada anak-anak normal. Pengajaran disusun menurut pusat perhatian anak, yang dinamai centers d’interet. Decroly mencari dan menyelidiki naluri anak dalam pertumbuhannya secara intrinsik, naluri yang diperlukan adalah naluri untuk mempertahankan diri, untuk makan, bermain dan bekerja, dan meniru. Berangakat dari naluri tersebut selanjutnya disusun pusat perhatian seperti: 1) untuk makan, 2) untuk berlindung, 3) mempertahankan diri terhadap musuh dan 4) untuk bekerja. Setiap pusat pelatihan menjadi pokok pelajaran selama satu tahun, dari pusat pelatihan inilah kemudian diadakan laithan bahasa, berhitung, sejarah, ilmu b.
66
Pengantar Ilmu Pendidikan
bumi dan lain-lain. Yang menarik dari pendidikan Decorly adalah anak selalu bekerja sendiri tanpa ditolong atau dilayani. c.
Sekolah Kerja George Kerschensteiner (1854-1932) adalah seoran guru ilmu pasti yang kemudian diangkat menjadi inspektur di Muenchen, perhatiannya tertuju pad pendidikan kewarganegaraan, pengertian dan pendidikan watak serta soalsoal pokok tentang organisasi sekolah. Pada tahun 1898 ia mengembangakan cita-cita pendidikan, bagi Kerschensteiner, tujuan hidup manusia yang tertinggi ialah mengabdi pada negara. Bentuk sekolah untuk menjadi warga negara yang baik yaitu mendidik anak agar pekerjaannya tidak merugikan masyarakat, bahwa justru memajukannya. Berhubungan dengan itu, kewajiban sekolah yang terpenting adalah menyiapkan peserta didik untuk suatu pekerjaan, pekerjaan itu hendaknya juga untuk kepentingan negara. Jadi yang menjadi pusat tujuan pengajaran adalah kerja untuk menatap masa mendatang. Semua latihan kerja dilakukan di sekolah, sehingga sekolah harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti tempat pertukangan, laboratorium, tempat menggambar, dapur sekolah, kebun dan sebagainya. d.
Pengajaran Proyek Proyek pengajaran berarti kegiatan sedangkan belajar berarti kesmpatan untuk memilih, merancang, berlatih memimpin dan sebagainya. Hal penting dalam pengajaran proyek adalah siswa aktif dalam memecahkan persoalan, maka wataknya akan terbentuk. Demikian konsep pemikiran WH Kilpatick di dalam pengajaran proyek. Ia menanamkan bahwa pengajaran proyek sebagai kesatuan tugas yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan secara teratur dikerjakan dengan kawan-kawannya (a unit of 67
Pengantar Ilmu Pendidikan
wholehearted purposeful activity in a social environment). Setiap proyek harus jelas arti sosialnya. 4. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia a.
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa Perguruan Kebangangsaan Taman Siswa lahir pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta, tokoh yang menjadi pencetus lahirnya adalah bapak pendidikan Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara. Pada masa penjajahan Belanda, Taman Siswa bersikap “noncooperative” dan menolak pemberian subsidi. Baru setelah masa kemerdekaan sikap noncooperative berubah menjadi sikap pro dan bekerja sama dengan pemerintah. Di dalam melaksanakan konsep pendidikan, Taman Siswa memiliki asas-asas sebagai berikut: 1) Asas merdeka untuk mengatur dirinya sendiri, setiap peserta didik hendaknya dapat berkembang menurut kodrat atau bakatnya. Perintah atau hukuman dalam pendidikan hendaknya ditiadakan, akan tetapi diganti dengan sistem Tut Wuri Handayani 2) Asas kebudayaan, dalam hal ini adalah kebudayaan Indonesia. Peserta didik hendaknya dididik dengan berlandaskan kebudayaan diri sendiri, agar tidak cepat terpengaruh oleh kebudayaan yang datang dari luar. 3) Asas kerakyatan, pendidikan dan pengajaran harus kepada seluruh rakyat. 4) Asas kekuatan sendiri, Taman Siswa menolak bantuan yang dapat mengikatnya baik secara lahir maupun batin. 5) Asas berhamba kepada anak, para pendidik dalam mendidik anak hendaknya dengan sepenuh hati. Pada saat Indonesia merdeka tahun 1945, dan dua tahun berikutnya. Berhasillah disusun dasar-dasar Taman
68
Pengantar Ilmu Pendidikan
Siswa yang dikenal dengan Panca Darma. Kelima dasar tersebut adalah: 1) Kemanusiaan Harus ada cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap semua makhluk Tuhan, kepentingan bangsa tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umat manusia. 2) Kodrat Hidup Yang termasuk kodrat hidup adalah pembawaan, kodrat hidup sangat dibutuhkan dalam memelihara kemajuan hidup hingga manusia dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin. 3) Kebangsaan Sifat chauvinistis (menyombongkan bangsa sendiri) harus dihindari dan kepentingan bangsa tidak boleh bertetntangan dengan kepentingan manusia. 4) Kebudayaan Kebudayaan bangsa harus dijaga, dilestarikan dan dijadikan filter untuk menyaring kebudayaan asing yang masuk pada era globalisasi. 5) Kemerdekaan Kebebasan Tiap pemaksaan terhadap anak peserta didik kan menghambat kemajuannya. Dalam perkembangan kebudayaan dikemukakan teori “Trikon” yaitu: Kontinyu yang berarti kebudayaan harus selalu berjalan berkesinambungan, tidak terputus. Konsentris, artinya dalam menerima kebudayaan asing kita harus berpusat pada kebudayaan sendidri. Ketiga adalah Konvergensi, yaitu kebudayaan kita berpadu dengan kebudayaan bangsa lain menjelma menjadi kebudayaan umat manusia. Ki Hadjar Dewantara juga menentukan semboyan bagi kaum pendidik, yaitu: Ing Ngarso Sung Tulodho yang berarti di depan memberi teladan atau contoh, Ing Madyo Mangun Karso yang berarti ditengah membangun semangat dan Tut
69
Pengantar Ilmu Pendidikan
Wuri HAndayani yang bermakna dibelakang memberi dorongan. Hasil pemikiran Ki Hadjar Dewantara menunjukan Taman Siswa di bidan gpendidikan dan kebudayaan telah memberikan saham terbesar bagi pendidikan nasional Indonesia. Tidak mengherankan jika Undang-Undang pendidikan No 4 tahun 1950 praktis telah mencakup keseluruhan prinsip Taman Siswa dan mulai tanggal 1961 hari lahirnya dijadikan hari pendidikan nasional. b.
Ruang Penidikan INS di Kayutanam Sebuah sekolah lain muncul sebagai reaksi terhadap sekolah-sekolah pemerintah Hindia Belanda, yaitu INS (Indonesiche Nederlansce School) di Kayutanam, Padang Panjang, Sumatra Barat. Pendirinya adalah Mohammad Syafei, lulusan dari negeri Belanda. Sekolah ini mempunyai rencana pelajaran dan metode sendiri hampir mirip dengan rancangan Kershensteiner dengan Arbeitsschulenya. M. Syafei dengan sekolahnya ingin membentuk pemuda-pemuda Indonesia yang berani tegak sendiri, berusaha sendiri, hidup bebas dan tidak tergantung seumur hidupnya pada pemerintah sebagai pegawainya. Dasar pemikiran INS adalah: 1) Percaya dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa 2) Menentang intelektualisme, aktif, giat dan punya daya cipta serta dianmis. 3) Memperhatikan bakat serta lingkungan siswa 4) Berfikir secara rasional. Ruang pendidikan INS terdiri dari empat tingkatan: 1) Ruang rendah Sekolah Dasar 7 tahun 2) Ruang antara tahun (sambungan ruang rendah). Siswa tamatan HIS atau Schakel tidak dapat diterima secara langsung pada ruang dewasa, akan tetapi harus menempuh ruang antara terlebih dahulu 70
Pengantar Ilmu Pendidikan
3) Ruang dewasa 4 tahun. Tamatan ruang dewasa yang hendak menjadi guru diwajibkanbelajar Ilmu Keguruan danPraktek mengajar. 4) Ruang masyarakat 1 tahun. Pada setiap tingkat ruang diberikan 50% pelajaran umum dan 50% pelajaran kejuruan (Zahra Idris. 1984). Menurut S. Pubakawatja (1970), M. Syafei menunjukan sifat sebagai pendidik yang demokratis, yang ingin memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dan berkembang menurut garis masing-masing yang ditentukan oleh bakat dan pembawaannya yang kemudian dengan kecakapannya dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Akan tetapi sistem ini tidak mendapat respon yang bagus dari daerah lain, hal ini dikarenakan sistem ini sangat menuntut mereka harus siap hidup dengan sangat sederhana atau bahkan kekurangan, keuntungan pendidikannya hanya dirasakan oleh perorangan
71
Pengantar Ilmu Pendidikan
Bab VI
PENDIDIKAN DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT
A.
Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan: 1. Deskripsi mengenai dinamika masyarakat Indonesia. 2. Perkiraan perkembangan masyarakat masa depan. 3. Alternatif pendidikan dalam kaitannya dengan perkembangan masyarakat. 4. Pendidikan multikultur Indonesia.
B.
Materi Pembelajaran
1. Deskripsi Dinamika Masyarakat Indonesia Pada tahun 60-an, beberapahli pendidikan seperti Theodore Schults, Danison, Krueger dan Becker mengadakan penelitian-penelitian pendidikan yang hasilnya mendukung pendapat Smith bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan penduduk dengan tingkat kemajuan ekonomi suatu masyarakat. Temuan ini ternyata berhasil mempengaruhi para perencana pendidikan hampir di seluruh dunia, termasuk di dalamnya adalah Indonesia. Secara nasional keadaan pendidikan yang tercermin dari tingkat pendidikan pada usia SD,SLTP, Akademi dan Tingkat Perguruan Tinggi perkembangannya dari Pelita ke pelita hasilnya cukup menggembirkan. (RiwantoTirtosudarmo, 1994: 245). Peran pendidikan dalam masyarakat senantiasa telah mengalami pergeseran, sistem sosial, politik, dan ekonomi bangsa menjadi penentu dalam penetapan dan pengembangan 72
Pengantar Ilmu Pendidikan
peran pendidikan. Masuknya sistem pendidikan persekolahan sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan pendidikan. Sementara pendidikan tradisional seperti padepokan dan pesantren tetap berlangsung dengan ciri metode pembelajaran yang masih tradisionil, sementara di pendidikan formal (Modern) telah terjadi penerapan metode pembeljaran yang jauh lebih kompleks meskipun pelaksanaannya masih terdapat kekurangan-kekurangannya. Kalau diperhatikan dengan saksama dan dilihat dari perspektif pendidikan, dalam masyarakat dewasa ini ada empat sumber masalah yang semuanya masih lemah, yakni: (1) rendahnya kesadaran multikultural, (2) penafsiran otonomi daerah yang masih lemah, (3) kurangnya sikap kreatif dan produktif, serta (4) rendahnya kesadaran moral dan hukum. (Fasli lalal, 2001: 6). Perilaku massa yang sangat mudah menjurus ke arah tindakan yang anarkis, sifat kedaerahan, tidak tertib hukum, masih banyak korupsi dan sebagainya adalah contoh nyata dari kelemahan tersebut. Di pihak lain, konstruk masyarakat masa depan yang ditengarai secara kuat oleh semangant Bhineka Tunggal Ika yang benar, sistem sosialyang mengakar pada masyarakat, ekonomi berorientasi pasar dengan perspektif global, serta perlunya moralitas hukum yang dijunjung tinggi. Keempat hal tersebut mengindikasikan orientasi pembangunan yang mengutamakan kepentingan mayoritas yang berimplikasi pada perlunya peningkatan sumber daya manusia, peningkatan aktivitas sektor ekonomi, pembangunan kreativitas dan produktivitas, dan pengembangan hati nurani. Masyarakat Indonesia baru adalah masyarakat yang harus memiliki karakteristik tersebut yang ditandai dengan menyatunya kepentingan masyarakat, dengan kepentingan negara, tenttu saja untuk mewujudkan masyarakat Indonesia Baru yang demikian ini sangat diperlukan strategi yang tepat untuk menyentuh aspek struktural (tatanan infrastruktur sosial) dan 73
Pengantar Ilmu Pendidikan
aspek kultural (nilai-nilai budaya yang cocok) dan dinamika proses perkembangan masyarakat. Dalam konteks strategi perubahan menuju masyarakat yang dicita-citakan tersebut, pendidikan adalah menjadi bagian esensial dari strategi kebudayaan karena kebudayaan hanya dapat hidup dan berkembang apabila ada manusia dan masyarakat pendukungnya. Acuan filosofis yang didasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, acuan nilai kultural yang didasarkan pada kultur masyarakat Indonesia yang sudah mengakar pada bangsa ini, serta lingkungan strategis yang mencakup lingkungan nasional dan lingkungan globalakan mewrnai rumusan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia baru yang lebih baik di masa yang akan datang. Lingkungan nasional yang masih ditandai dengan dua fenomena yang sangat substransial yakni: (1) masih berlangsungnya krisis multi dimensial, (2) kuatnya tuntutan untuk dilakukannya reformasi total dalam bidang ekonomi, politik, hukum sosial budaya dan kehidupan beragama. Konsekuensi dari lingkungan nasional adalah bahwa pendidikan dituntut untuk membantu krisis yang dialami negara ini. Sementara itu globalisasi semakin nyata, dan gejala tersebut tidak lepas dari berbagai macam faktor, diantaranya adalah maju pesatnya teknologi informasi, masalah cepatnya pertumbuhan penduduk, masalah lingkungan dan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi masalah nasional dan juga semakinpesatnya peran serta Lembaga Swadaya Masyarakat dalam mewarnai budaya reformasi. Dalam perkembangan global pendidikan sangat berperan sangat aktif dalam penerapan strategi kebudayaan dalam rangka untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dalam menuju masyarakat Indonesia baru sesuai dengan dinamika masyarakat masa depan. Tilaar (1998) menggaris bawahi bahwa visi-pendidikan nasional adalah pendidikan yang mengutamakan kemnadirian 74
Pengantar Ilmu Pendidikan
dan keunggulan yang menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan yang berdasarkan nilai-nilai universal dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Karakter bangsa harus dipertahankan, dan dalam waktu yang sama pendidikan harus mengacu pada tolok ukur yang global, sehingga bangsa Indonesia juga siap dalam mengantisipasi perannya dalam persaingan global. Visi tersebut membutuhkan waktu untuk mengimplementasikannya. Sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945, misi abadi pendidikan nasional adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang ditempuh melalui pembelajaran dan pembudayaan bangsa dan masyarakat Indonesia agara setiap insan Indonesia berpendidikan, berbudaya, cerdas, berakar kuat pada moral dan budaya dan berkeadilan sosial. Selain berkiblat pada misi tersebut pembanguna pendidikan untuk lima tahun mendatang harus juga dapat menjawab tiga tantangan tersebut di atas secara simultan. GBHN tahun 1999 telah menetapkan misi pendidikan nasional lima tahun mendatang yakni “terwujudnya sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan betanggungjawab, memilikiketerampilan serta menguasai ilmupengetahuan dan teknologi dalam rangkamengembangkan mutu manusia Indonesia”. Melihat cakupan perbaikan sistem pendidikan nasional, maka perumusan misi pendidikan nasional dapat diimplementasikan melalui misi perencanaan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Untuk masa transisi, misi jangka pendek pendidikan nasional adalah; (1) penuntasan program pendidikan yang terganggu oleh krisis yakni, wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang bermutu; (2) pengembangan kapasitas kelembagaan pendidikan,dan (3) pengembangan program yang mengarah pada penguatan Iptek. Ketiga misi jangka pendek 75
Pengantar Ilmu Pendidikan
tersebut terkait denganisu strategis tentang perlunya pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan sistem pendidikan, dan pengembangan pendidikan yang bermutu dan relevan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Misi jangka menengah (lima tahun berikutnya) adalah membangun sistem, iklim dan proses pendidikan nasional yang demokratis dan memperdulikan mutu sehingga mampu membantu menciptkan kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang cerdas, bermoral, memiliki sikap kebangsaan, kreatif, terampil, inovatif, berdisiplin bertanggungjawab, menguasai Iptek, serta sehat jasmani dan rohani. Penekanan misi pendidikan jangka menengah adalah memantapkan dan mengembangkan dan melembagakan secara berkelanjutan apa yang telah dirintis dalam misi jangka pendek, baikberupa masyarakat dan sistem pendidikan yang lebih berdaya, perbaikan aspek kelembagaan dan manajerial, maupun perbaikan substansi yang terkandung dalam sistem pendidikan nasional. Diharapkan misi jangka menengah ini dalam waktu yang tidak terlalu lama kehidupan berbangsa dan bernegara cepat kembali normal, yang pada gilirannya akan membawa perbaikan dalam berbagai bidang kehidupan baikpolotik, sosial, budaya maupun bidang pendidikan. Misi jangka panjang dimaksudkan sebagai kelanjutan dan misi, jangka menengah sehingga penekanannya lebih dititikberatkan pada pembudayaan dan pemberdayaan sistem baru, dengan iklim serta proses pendidikan yang demokratis dan memperdulikan mutu yang ditempatkan dalam perspektif global. Penekanan misi jangka panjang adalah pembudayaan bagi tebentuknya nila-nilai baru dalam keseimbangan yang baru dan dalam konteks struktur masyarakat baru. Pembudayaan mengimplikasikan bahwa yang terjadi bukan hanya berupa konservasi budaya, melainkan sebuah proses yang bersifat aktif kreatif dan berkelanjutan, yang selaras dengan perkemangan lingkungan. Pada waktunya, manusia dan 76
Pengantar Ilmu Pendidikan
masyarakat Indonesia mampu menghayati dan mengamalkan nilai-nilai demoktaris dan religius dalam kehidupan keluarga, sekolah, tempat kerja, masyarakat, dan juga dalam kehidupan berbangsa dan berakar pada kesadaran masyarakat yang berbasis komunitas. Tentang otoritas warga negara, misalnya dapat diilustrasikan bahwa anak berhak untuk memilih permainannya, orang tua berhak mengatur pendidikan anaknya, warga kampung sadar akan keharusan untuk mensejahterakan kehidupan kampungnya, guru sadar akan tugasnya dalam membina siswanya, Kepala Daerah memiliki kewenangan untuk memilih fokus utama pembangunan, Menteri berwenang untuk menentukan priorotas kebijakannya, dan Presiden berhak untuk menetapkan haluan politik luar negerinya. Kesemuanya itu perlu diakui dalam bidang dan tingkat kewenangan masing-masing. 2. Perkiraan Perkembangan Masyarakat Masa Depan Istilah (Masyarakat Indoneis Baru” belakangan ini digunakan untuk menggambarkan suatu masyarakat yag dicitacitakan bangsa Indonesia setelah era reformasi. Dan ada juga menggunakan istilah masyarakat madani atau civil society. Di kalangan para ahli sosiologi, telah berkembang kuat pendapat yang menyatakan bahwa satuan-satuan masyarakat bangsa (Masyarakat Indonesia, Masyarakat Cina, Masyarakat Jepang dsb-nya) dapat dipahami tanpa harus memperhatikan masyarakat lain di luar garis batasnya. Pandanganini meyatakan bahwa meskipun satuan masyarakat (Negara) masih tetap merupakan unit analisis yang penting, tetapi hal itu harus dilihat sebagai sesuatu yang bergerak dalam konteks sistem sosial global yang lebih luas. Teori globalisasi memetakan dan menguji munculnya suatu sistem budaya global. Teori ini menyatakan bahwa budaya global terjadi karena berbagai perembangan sosial budaya. Dan bahkan gobalisasi juga) bisa didefinikan sebagai kesadaran yang tumbuh pada tingkat 77
Pengantar Ilmu Pendidikan
global bahwa dunia ini adalah sebuah lingkungan yang terbangun secara berkelanjutan, atau sebagai suatu tan geografis berkaitan dengan proses sosial dimana hambatanhambatan geografis berkaitan dengan pengaturan-pengaturan sosial budaya semakin surut. (Atho Mudzhar: 1992: 2). Dalam perspektif globalisasi seprti itulah masyarakat baru Indonesia atau yang sering kita sebut sebagai masyarakat madani (civil society) masih perlu dirumuskan dan diwujudkan. Banyak definisi yang berbeda tentang Civil Society, tetapi intinya adalah menyangkut tatanan kehidupan publik, bukan kehidupan pribadi atau keluarga, yang berada dalam kerangka peranan hukum, mengandung elemen tingkat partisipasi publik, peran mass media, peran asosiasi-asosiasi profesional, serikat buruh dan lain-lain sehingga bersifat dinamis dan mengandung elemen kepentingan sosial warga negara dan masyarakatnya. Menurut Sastrapratedja, SJ. (1999) Masyarakat Indonesia Baru itu merupakan suatu visi yang memuat secara implisit dan eksplisit: (1) suatu kritik atas situasi yang ada, (2) suatu gambaran alternatif mengenai masyarakat tanpa aspek-aspek negatif. Oleh karena itu visi masyarakat baruyang dicita-citakan itu biasanya muncul pada saat timbul situasi ketidakpuasan atas situasi yang ada dan dirasakan perlunya perubahan, reformasi atau revolusi. Sastrapratedja S.J. (1999) menjelaskan juga bahwa dalam Masyarakat Indonesia Baru yang dicita-citkan paling tidak harus memiliki tiga komponen kebutuhan dasar yang antara lain meliputi: (1) Kebutuhan untuk terus menguasai lingkungannya, baik lingkungan fisik, lingkungan sosila, termasuk di dalamnya kebutuhan untuk tetap survive, (2) Kebutuhan akan komunikasi baik dengan sesamanya maupun dengan tradisi dan masa lalunya, (3) Kebutuhan untuk lepas dari berbagai kungkungan yang menghambat aktualisasi dirinya baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat; kungkungan itu dapat muncul dari sistem sosial, 78
Pengantar Ilmu Pendidikan
sistemkekuasaan dan ideologi; dapat kita katakan suatu kebutuhan yang etrus berkembang akan emansipasi. Kebutuhan ini dapat pula disebut kebutuhan akan transedensi. Kebutuha-kebutuahn ini berakar dalam diri manusia dan manifestasinya serta prioritasnya selalu terkait dengan ruang (geografis dan kultural) dan waktu (historis), misalnya saja kebutuhan akan rasa aman, kesejahteraan, identitas baru, kebebasan sebagai anti tesis terhadap situasi dimana kekerasan, dominasi, alienasi dan refresi menjadi dominan. Dengan kata lain keinginan untuk mengubah tatanan dan keinginan untuk mewujudkan masyarakat yag dicita-citakan dalam reformasi dapat dikembalikan kepada kebutuhan manusia yang mendasar yang rumusannya sangat berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada. Dari beberapa penjelasan di atas, nampak beberapa elemen dasar yang menjadi ciri masyarakat global yang perlu kita perhatikan dalam merumuskan Masyarakat Indonesia Baru. Selain itu kita juga memperhatikan berbagai elemen dasar yang menjadi ciri khas Bangsa Indonesia, yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang bisa kita sebut dengan Pancasila. Sila ketiga dari Pancasila adalah Persatuan Indonesia, dalam sila tersebut terkandung nilai lokal yang perlu tetap kita pertahankan dalam merumuskan dan mewujudkan masyarakat Indonesia baru. Sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, juga mengandung nilai yang harus tetap kita pertahankan karena itu sudah menjadi pilihan final Bangsa Indonesia untuk mempercayai Tuhan Yang Maha Esa sebagai tujuan dan pemberi arti hidup serta sumber nilai dan moral. Sedangkan nilai-nilai yang terkandung dalam tiga sila lainnya, yaitu: kemanusiaan, demokrasi dan penegakan keadilan sosial sesungguhnya merupakan nilai universal yang juga merupakan perhatian masyarakat global untuk mewujudkannya. Namun, nilai-nilai dari ketiga sila tersebut 79
Pengantar Ilmu Pendidikan
harus tetap kita pandang pula sebagai nilai-nilai lokal Indonesia agar berfungsi sebagai Inner Drive dari upaya mewujudkan masyrakt Indonesia Baru yang dicita-citakan. 3. Alternatif Masyarakat Pendidikan dalam Kaitannya dengan Perkembangan Masyarakat Pada dasarnya hubungan antara individu dengan masyarakatnya berkisar pada suatu model atau hubungan antara penguasa, yang dikuasai, cara untuk mencapai tujuan bersama, dan tujuan itu sendiri. Plato mengajarkan, tujuan hidup bersama adalah keadilan, dengan adanya keadilan dapat dikembangkan potensi rakyat. Dalam konsep ini potensi individu harus dikembangkan, tanpa mengembangkan potensi individu penguasa tidak akan dapat menciptakan keadilan yang dicita-citakan. Aristoteles menekankan kepada perlunya supermasi hukum, konstitusi adalah sarana untuk mencapai tujuan bersama yaitu kebahagiaan. Menurut Aristoteles, penguasa berkewajiban untuk menyiapkan atau menyediakan pilihanpilihan. Penguasa yang tidak menyediakan pilihan-pilihan adalah penguasa yang otoriter. Demikian pula dengan pendidikan, pendidikan yang tidak dapat mengembangakan potensi anak didiknya untuk memilih bukanlah pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan negara (Tilaar, 1994:4). Semua ilmu sosial mempelajari manusia sebagai makhluk anggota kelompok, kelompok tercipta karena manusia memiliki dua sifat yang saling bertentangan yaitu di satu sisi ingin bekerja sama dan sisi yang lain ingin bersaing dengan manusia lainnya. Harold Lasswell dalam Miriam Budiarjo (1978:33) mengemukakan manusia menginginkan beberapa nilai dalam berkelompok, yaitu: 1) Kekuasaan, 2) Pendidikan, 3) Kekayaan, 4) Kesehatan, 5) Keterampilan, 6) Kasih sayang, 7) Kejujuran dan 8) Keseganan/respek. Dengan adanya berbagai nilai tersebut, maka manusia dimungkinkan untuk hidup dalam beberapa kelompok sekaligus. 80
Pengantar Ilmu Pendidikan
Masyarakat Indonesia mempunyai ciri yang khas, yaitu antara lain keragaman budaya yang merupakan dasar pengembangan identitas bangsa dan kebudayaan nasional. Berdasarkan ciri inilah akan dibangun suatu masyarakat madani Indonesia yang universal. Atho Mudzahar (1999) menyebutkan ada 6 elemen pokok yang patut menjadi ciri masyarakat Indonesia yang dicita-citakan: 1) Prinsip mengembangakan dan menegakan kedaulatan rakyat. 2) Prinsip mengembangkan dan menegakan hukum dan keadilan 3) Prinsip pengembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi 4) Prinsip pengembangan pluralismemasyarakat. 5) Prinsip pengembangan masyarakat berwawasan lingkungan 6) Prinsip pengembangan masyarakat berketuhanan Yang Maha Esa. 4. Pendidikan Multikultural di Indonesia Keragaman etnis budaya dalam sutau komunitas merupakan modal pemberdayaan terutama dalam proses pendidikan. Sekolah dapat berfungsi menjadi tempat bertemunya berbagai kepentingan kelembagaan, pengumpulan berbagai lembaga ini akan memberikan warna terhadap pemecahan masalah fungsional dalam pendidikan yang dihadapi masyarakatnya. Pendidikan nasional sudah saatnya dimaknai dalam bentuk kepentingan pengembangan budaya masyarakat. Sitem pendidikan nasional secara empirik harus menyesuaikan berbagai kultural, aspirasi dan status, pendidikan yang dibutuhkan oleh bangsa ini adalah pendidikan kebangsaan yang terintegrasi untuk memupuk semangat persatuan, cinta tanah air dan memiliki semangat kebangsaan. Beberapa 81
Pengantar Ilmu Pendidikan
kecenderungan dari sitem pendidikan nasional yang selama ini berlaku, menunjukan beberapa fenomena yang kurang menguntungkan bagi pembentukan proses kultural tersebut. Antara lain: 1) Pendidikan nasional bersifat monoliti-kultural, etnosentris. Dengan menempatkan budaya induk sebagai acuan atau standar superioritas, sehingga sangat merugikan bagi pembentukan integrasi nasional 2) Sistem pendidikan barat dikembangkan di Indonesia, dengan acuan sistem ekonomi internasional sehingga melahirkan ukuran norma-norma yang seragam dalam menilai keberhasilan masyarakat. 3) Ke-Indonesia-an tidak cukup dibangun dengan identitas sub-nasional dengan basis ras, etnik, budaya, kelas sosial, agama dan pengelompokan-pengelompokan lainnya. 4) Persekolahan di Indonesia cenderung bersifat elitis untuk mempertahankan “status quo” dalam struktur sosial yang mapan. Ada lima jenis pendekatan pendidikan multi kultural berdasarkan kajian pendidikan yang berorientasi budaya menurut Sleeter dan Grand direview oleh Clark (Dalam Agus Salim, 2003). 1) Pengajaran yang diberikan kepada mereka yang berbeda secara kultural denga titik berat agar kalangan mereka terjadi perubahan kultural 2) Memperhatikan pentingnya hubungan manusia, dengan mengarahkan atau mendorong siswa memiliki perasaan positif, mengembangakan konsep diri, mengembangakan toleransi dan mau menerima orang lain 3) Mencipatakan arena belajar dalam satu kelompok budaya
82
Pengantar Ilmu Pendidikan
4) Pendidikan multi-kultural dilakukan sebagai upaya mendorong persamaan struktur sosial dan pluralisme kultural dengan pemerataan kekuasaan antar kelompok 5) Pendidikan multi-kultural sekaligus sebagai upaya rekonstruksi sosial agar terjadi persamaan struktur sosial dan pliralisme kultural dengan tujuan menyiapkan agar setiap warga negara aktif dalam mengusahakan persamaan struktur sosial. Model pengembangan pendidikan multi-kultural di Indonesia selama ini masih merupakan wacana di kalangan pakar pendidikan, kenyataannya belum banyak menarik perhtian dari para pengambil kebijakan, baik itu dari pemerintah daerah ataupun perintah pusat.
83
Pengantar Ilmu Pendidikan
BAB VII PERMASALAHAN PENDIDIKAN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan: 1. Tantangan kecenderungan global dan nasional yang ada di Indonesia 2. Beberapa permasalah pokok yang menyangkut pendidikan di Indonesia 3. Keterkaitan antara permasalahan pendidikan dengan kebijakan pendidikan 4. Kebijakan pendidikan dalam kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan B. MATERI PEMBELAJARAN 1. Tantangan Kecenderungan Global Menjelang dua puluh lima tahun usaha kita dalam pembangunan nasional khususnya dalam sektor pendidikan telah membuahkan banyak hasil yang membesarkan hati, disamping banyak masalah-masalah yang muncul akibat keberhasilan yang dicapai itu (Tilaar :1991:6). Pada abad yang penuh tantangan ini, dunia akan ditandai dengan beberapa perubahan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dari beberapa pengalaman dan perkiraan telah diketahui bahwa perubahan masyarakat pertanian ke masyarakat industri dan pasca industri dan selanjutnya ke masyarakat informasi. Akibat dari perkembangan teknologi tersebut pada gilirannya akan di ikuti pula oleh perubahan struktur pelapisan sosial sebagai akibat dari perkembangan
84
Pengantar Ilmu Pendidikan
dalam bidang profesi yang merupakan salah satu ciri dari masyarakat modern (Tilaar, 1991:18). Di bandingkan dengan negara-negara berkembang, pendidikan di negara-negara industri baru memiliki ciri-ciri yang lebih baik, khususnya dalam tingkat melek huruf yang lebih tinggi, angka partisipasi pendidikan yang lebih tinggi, anggaran pendidikan yang lebih tinggi dan juga kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih merata dan keadilan untuk setiap warga negara. (Tilaar, 1991) mengemukaan bahwa tingkat partisipasi untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi di negara-negara maju pada saat tingga landas sudah mencapai 30 persen. Sedangkan di negara-negara berkembang yan gbukan negara industri umumnya berkisar angka partisipasi 15 persen. Walaupun demikian, negara-negara industri tersebut masih mengalami masalah. Sebagaimana dikemukakan, beberapa negara industri baru mengalami masalah kesenjangan dalam pendapatan dan pelayanan masyarakat. Tetapi sebaliknya, negara-negara non industri yang pada umumnya negara-negara berkembang masalah pendidikan seperti kualitas, relevansi, belum meratanya layanan pendidikan serta kecilnya anggaran yang kesemuanya sifatnya internal terjadi di hampir semua negara berkembang non industri. Kesulitan yang paling mendasar yang menjadi landasan perjuangan negara-negara industri baru sehubungan dengan derasnya arus informasi dan pengaruh globalisasi ialah proses penentuan masa depan masyarakat, landasan kepribadian serta cara hidup yang sesuai dengan ideologinya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika banyak negara industri baru yang terus melakukan pengkajian terhadap identitas budaya bangsanya sendiri. Dengan demikian menjadi penting artinya bagi suatu negara yang menghadapi arus modernisasi dan globalisasi untuk memulai memantapkan intgritas budaya dan kepribadian bangsa sejak awal melalui pendidikan. 85
Pengantar Ilmu Pendidikan
2. Tantangan Kecenderungan Nasional Indonesia akan mengalami perubahan yang sangat mendasar dalam beragai bidang kehidupan. Dalam abad ke 21 pertumbuhan penduduk Indonesia akan terus menurun, pergeseran susunan umur penduduk Indonesia yang hanya memerlukan waktu sekitar 25-30 tahun mendorong penyesuaian sasaran strategis. Separuh waktu dan kurun waktu pembangaunan nasional jangak panjang kedua harus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemuda dan mereka yang termasuk usia produktif, dalam hal ini kesempatan kerja harus mendapat prioritas utama. Pengalaman dalam melaksanakan pembangaunan jangka panjang kedua selama ini membuktikan bahwa stabilitas nasional itu masih merupakan persyaratan mutlak untuk melaksanakan demokrasi pendidikan. Dalam proses transformasi sosial, pertambahan rata-rata penghasilan, dan tingkat pendidikan yang dicapai penduduk merupakan pendorong yang kuat bagi tumbuhnya proposisi masyarakat menengah. Dalam abad yan gpenuh tantangan pada berbagai bidang pembangunan, Indonesia akan berada dalam proses perubahan struktural dalam berbagai bidang kehidupan. Termasuk bidang sosial, ekonomi dan industr yang sangat pesat. Proses tersebut akan mengundang masa peralihan yang ditandai dengan perubahan nilai dan perilaku masyarakat. Cenderung menciptakan situasi yang kurang menentu, situasi yang sangat cepat tersebut senantiasa akan membekukan prosedur, konsentrasi, spesialisasi dan bahkan mungkin impersonalisasi dalam organisasi dan manajemen. Akibat yang lebih buruk lagi dari keadaan ini adalah pengurangan nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada sebagaian perilaku masyarakat yang tercermin pada pelanggaran-pelanggaran hak azasi manusia. Bila itu terjadi, akan tercipta situasi di masyarakat 86
Pengantar Ilmu Pendidikan
yang memicu tumbuhnya sikap-sikap individualisme, egoisme yang pada gilirannya akan menyebabkan disintegrasi nasional. 3. Jenis-jenis Permasalahan Pokok Pendidikan Tilaar (1991) mengidentifikasi akan munculnya 5 krisis pokok dalam dunia pendidikan Indonesia, yaitu: a.
Kualitas Pendidikan Kualitas pendidikan yang mampu menymbang nilai tambah, sehingga mampu memacu pertumbuhan ekonomi. Sungguhpun sulit untuk menetapkan karakteristik yang digunakan untuk mengukur kualitas pendidikan namun terdapat beberapa rambu-rambu untuk mengukur kualitas pendidikan: 1) mutu guru yang masih rendah pada semua jenjang pendidikan 2) alat bantu proses pendidikan seperti buku, alat peraga, laboratorium dan sarana serta prasarana pendidikan yang belum memadai 3) Tidak meratanya kualitas lulusan yang dihasilkan untuk semua jenjang pendidikan b.
Relevansi Pendidikan Untuk mengejar kemampuan unggul komparatif atau “Comparative Advantagers” fungsi pendidikan dalam pembangunan perlu dialihkan dari fungsi kesejahteraan rakyat menjadi pemberian beban untuk meningkatkan kulaitas manusia dan masyarakat agar mampu memberi nilai tambah yang unggul komparatif, artinya produk tenaga kerja indonesia mampu bersaing di pasar kerja baik dalam makna ekonomik kultural maupun idiil (Noeng Muhadjir, 1990:27). Menurut Riwanto (1993) masalah tidak relevannya pendidikan kita bukan hanya disebabkan oleh kesenjangan antara “supply” sistem pendidikan dan “demand” tenaga yang 87
Pengantar Ilmu Pendidikan
dibutuhkan oleh berbagai sektor ekonomi, tetapi juga disebabkan oleh ketidak sesuaian isi kurikulum sistem pendidikan kita di berbagai jenjang pendidikan (terutama kurikulum SLTA dan Kurikulum Perguruan Tinggi) dengan perkembangan deferensiasi lapangan pekerjaan di dunia usaha dan perkembangan iptek (Tilaar, 1991:7). c.
Elitisme Yang dimaksud elitisme dalam pendidikn ialah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah menguntungkan kelompok masyarakat yang kecil atau justru mampu ditinjau dari segi ekonomi (Tilaar, 1991:8) d.
Management Pendidikan Dalam kajian ekonomi, pendidikan dapat dipandang sebagai suatu industri. Sebagai suatu industri, maka pengembangan sumber daya pendidikan harus dikelola secara profesional. Ketiadaan manager profesional ini menyangkut semua jenjang dan jenis pendidikan menuntut kerja keras dari semua pihak, untuk bisa tampil unggul dalam dunia globalisasi. Pendidikan bukan merupakan faktor paling menentukan, meskipun penting masih perlu dipertimbangkan dan ditingkatkan sektor-sektor lain disamping pengelolaan sumber daya manusia dan alam, dana dan tidak lupa semangat komitmen dan kemauan politik kadang-kadang sangat menentukan keberhasilan suatu program pendidikan yang sangat diinginkan. Lembaga pendidikan kita dibentuk berdasarkan fungsi dan peranan pendidikan yang sudah ketinggalan jaman. Sebagaimana kebanyakan lembaga-lembaga sosial, lembagalembaga tersebut tidak dapat lagi mengikuti cepatnya laju pembangunan. Tidak heran jika Tilaar (1994) mengatakan bahwa pengelolaan pendidikan di Indonesia temasuk lembaga
88
Pengantar Ilmu Pendidikan
dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) perlu ditata kembali atau perlu direstrukturisasi. e.
Pemerataan Pendidikan Dalam era globalisasi para ahli ekonomi mengemukakan, Durkhurst (1971), Devison dan Fabriacant (1959) menyimpulkan bahwa mutu tenaga kerja mempunyai peran besar terhadap pertumbuhan ekonomi (Noeng Muhadjir, 1986:3). Sementara itu perencanaan pendidikan di Indonesia dewasa ini belum mengarah kepada kebutuhan lapangan kerja, apalagi mengantisipasi pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam dunia industri di masa mendatang. 4. Keterkaitan antara Jenis Masalah Pendidikan dengan Kebijakan Pendidikan a.
Permasalahan dan Kebijakan Pendidikan Sebagaimana dikemukakan dalam Bab XI buku Repelita, pada awal Repelita I keadaan pendidikan di Indonesia menunjukan beberapa ketidak seimbangan yang antara lain meliputi: 1) Ketidak seimbangan antara jumlah penduduk yang berumur cukup untuk sekolah dengan jumlah fasilitas yang disediakan untuk mereka 2) Ketidak seimbangan pendidikan secara horisontal yaitu antara jenis dan bidang pendidikan. Hal ini menimbulkan akibat kurang sesuainya persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan tenaga kerja untuk pembangunan 3) Ketidak seimbangan vertikal, yaitu perbandingan SD, Sekolah lanjutan, dan perguruan tinggi. Untuk mengatasi masalah dalam bidang pendidkan tersebut, dalam Repelita I pemerintah menetapkan beberapa kebjiaksanaan dan langkah-langakah yang antara lain meliputi:
89
Pengantar Ilmu Pendidikan
1) Program pendidikan secara horisontal lebih diarahkan kepada kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan latihan untuk sektor-sektor pembangunan yang diprioritaskan. 2) Secara vertikal program pendidikan diarahkan kepada perbaikan keseimbangan dengan menitikberatkan kepada tingkat pendidika menengah. Dalam Repelita II (1974/75 – 1978/79) terdapat masalah-masalah pendidikan yang lebih khusus yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pengembangan sistem pendidikan, (2) pemeliharaan dan peningktan mutu pendidikan, (3) Perluasan mutu pendidikan pada semua tingkat, (4) Perluasan kesempatan belajar, (5) Pengembang sistem penyajian, (6) pendidikan di luar sistem sekolah (pendidikan non formal), (7) Usaha-usaha lain dalam pembinaan generasi muda yang meliputi kelompok usia 15-24 tahun, (8) Pengembangan sistem informasi dan kemampuan pengelolaan yang dapat diandalkan untuk melaksanakan pembaharuan pendidikan, (9) dan pengarahan penggunaan sumber-sumber pembiayaan yang tersedia (Repelita II, 1974: 137-138). (2) Dalam Trilogi Pembangunan pada masa Pelita II (1979/80-1983/84) kebijaksanaan Pendidikan diprioritaskan pasa upaya pemerataan, upaya ini dalam bidang pendidikan dirumuskan dalam jalur kedua dari delapan jalur pemerataan yakni pemerataan dalam memperoleh kesempatan pendidikan. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Repelita III yakni, titik berat pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan selama Pelita III adalah penyediaan fasilitas belajar pada pendidikan dasar bagi anak yang berumur 7-12 tahun dan penampungan lulusan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Reoelita TII, 1979: 347). 90
Pengantar Ilmu Pendidikan
Sebagai kelanjutan kebijaksanaan yang telah dilaksanakan pada Pelita III, maka pembangunan bidang pendidikan pada Repelita IV yang menekankan pada berbagai bidang kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan keseimbngan dan keserasian pendidikan nasional yang sangat penting bagi pengembangan sumber daya manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut dalam Repelita IV, memprogramkan tiga kebijaksanaan umum dalam pembangunan bidang pendidikan nasional yang antara lain meliputi: (1) pendidikan seumur hidup, (2) pendidikan semesta menyeluruh dan terpadu, (3) kebijaksanaan untuk membina kemajuan adat, budaya dan persatuan. (Repelita IV, 1984: 526). sedangkan pada Repelita V arah kebijaksanaan pendidikan diprioritaskan pada perbaikan sistem dan multi pendidikan dalam keseluruhan unsur, jenis, jalur dan jenjangnya. Kebijaksanaan dimaksud meliputi: peningkatan mutu kurikulum, silabi, tenaga pengajar, pelatih serta metodik dan saran pengajaran yang memungkinkan peningkatan kualitas dan hasil pendidikan dan latihan (RepelitaV, 1989: 590). Beberapa kebijaksanaan umum dalam Repelita V antara lain meliputi: (a) meningkatkan pembudayaan nilai-nilai Pancasila dalam rangka mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa, (b) meningkatkan mutu pendidikan, (c) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan [endidikan, (d) menata kembali sistem pendidikan guru dan tenaga pendidikan lainnya, (e) melaksanakan penelitian dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan agar dapat dihasilkan gagasangagasan baru berorientasi pada penyempurnaan sistem pendidikan yang efisien, (f) penyeragaman mutu pendidikan melalui pengembangan institusi dan sistem pengujian untuk semua jenis dan jenjang pendidikan, agar dapat diupayakan
91
Pengantar Ilmu Pendidikan
standarisasi mutu pendidikan baik secara regional maupun nasional. b.
Kebijaksanaan Pendidikan dan Keterkaitannya dengan Masalah Ketenagakerjaan Pembangunan bidang pendidikan yang dilakukan pemerintah secara terus-menerus sejak Pelita I sampai Pelita V telah berhasil meningkatkan taraf pendidikan rakyat Indonesia. Banyak indikator, terutama yang bersifat kuantitatif, dapat dikemukakan sebagai bukti dari adanya peningkatan tersebut. Dalam periode PJPT I (1969 sampai sekarang) kebijaksanaan umum bidang ketenaga kerjaan selalu dituangkan dalam kebijaksanaan program kerja pada setiap pelita, yang semuanya memprioritaskan upaya perluasan kesempatan kerja. Peningkatan kualitas pendidikan tenaga kerja selama lima Repelita telah mengalami beberapa perubahan yang mengagumkan Jones dan Manning (1991) menunjukkan bahwa menurut sensus 1971, 61,8 persen dari tenaga kerja laki-laki dan 78,2 persen tenaga kerja perempuan tidak sekolah atau tidak tamat SD. Sedangkan keadaan pada tahun 1990 menunjukkan proporsi yang semakin menurun menjadi 36,5 persen untuk tenaga kerja laki-laki dan 50,3 persen untuk tenaga kerja perempuan. Keadaan ini menunjukkan bahan pendidikan tenaga kerja Indonesia telah semakin baik, pada PJPTI kebijaksanaan di bidang ketenagakerjaan mencakup beberapa aspek, yaitu: a) perluasan kesempatan tenaga kerja dan perlindungan, b) pengaturan penyebaran dan pemanfaatan tenag akerja yang lebih baik melalui perbaikan informasi serta pembinaan dan peningkatan keterampilan, c) perlindunga kerja, d) pembinaan hubungan perburuhan dan e) aspek pengupahan (Riwanto Tirto, Sudormo, 1994:32) Untuk melaksanakan kebijakan tersebut pemerintah menetapkan 3 program pokok yang langsung dibawah lingkup Departemen 92
Pengantar Ilmu Pendidikan
Tenaga Kerja ialah 1) Program pembinaan dan peningkatan latihan keterampilan, 2) Program pembinaan hubungan dan hubungan dan perlindungan tenaga kerja, 3) Program pengaturan dan penyebaran tenaga kerja. Disamping itu untuk memperbaki kemampuan dan mutu tenagakerja yang produktif antara lain dapat ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan serta peningkatan keterampilan yang pelaksanaannya ditangani oleh Departemen Tenaga Kerja lewat Balai Latihan Tenaga Kerja yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. 5. Kebijakan Pendidikan Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 Pada abad 21 sekarang ini, duni apendidikan Indonesia menghadapi tiga tantanga besar. Tantangan pertama, sebagai akibat krisis ekonomi, dunia pendidikan disambut untuk mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang unggul. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga mewujudkan pendidikan yang konduktif, demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Pada saat ini pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol, yaitu: 1) masih rendahnya pemerataan pendidikan, 2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan dan 3) masih lemahnya manajemen pendidikan disamping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi. Ketimpangan pendidikan terjadi antara wilayah kawasan timur Indonesia dan kawasan barat Indonesia. Berbagai permasalahan tersebut akan diatasi 93
Pengantar Ilmu Pendidikan
melalui pelaksanaan barbagai program pembangunan yang mengacu pada arah kebijakan pendidikan seperti yang diamanatkan oleh GBHN 199-2004: 1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas dengan peningkatan anggaran yang berarti. 2) Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga pendidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan. 3) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum berupa deversifikasi peserta didik. 4) Memberdayakan tenaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan seta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. 5) Melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip disentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen. 6) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif, efisien, dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 7) Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui upaya proaktif dan raktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal
94
Pengantar Ilmu Pendidikan
disertai hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya 8) Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
95
Pengantar Ilmu Pendidikan
BAB VIII SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah menyelesaikan pembelajar pada bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang sistem Pendidikan Nasional. B. MATERI PEMBELAJARAN 1. Pengantar Sistem pendidikan nasionala dalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peserta didik adalah salah satu komponen pendidikan yang perlu diperhatikan disamping komponen lain dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Pada hakikatnya, pendidikan adalah suatu hak setiap individu untuk mendapatkannya, pendidikan adalahusaha sadar manuisa untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya melalui proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan telah diakui legalitasnya seperti tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 (1) yang menyebutkan “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. selanjutnya pada ayat (3) yang berbunyi “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mecerdasakan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-undang” Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dari No. 2 Tahun 1989 yang kemudian digantikan dengan UndangUndang No. 20 Tahun 2003 dilakukan dalam rnagka 96
Pengantar Ilmu Pendidikan
memperbaharui visi, misi dan strategi pendidikan nasional. Perubahan yang terjadi untuk menghadapi tantangan global yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembaharuan sistem pendidikan nasional mencakup penghapusan diskriminasi antara pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah dan pendidikan non formal yang dikelola oleh swasta serta pendidikan keagamaan dan umum. Melalui perubahan Sistem Pendidikan Nasional juga diharapkan dapat memiliki visi yang tepat agar dapat mewujudkan suatu pranata sosial yang kuat dan bermartabat. Dari visi ini pula dimaksudkan untuk meberdayakan semua warga negara Indonesia, sehingga dapat berkembang menjadi manusia berkualitas yang mampu bersaing dan sekaligus bersanding dalam menjawab tantangan jaman. Selanjutnya, sesuai visi pendidikan tersebut. Pendidikan nasional memiliki misi sebagai berikut: 1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia 2) Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak dini samai akhir hayat alam rangka mewujudkan masyarakat belajar. 3) Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral 4) Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan standar nasional dan global 5) Memberdayakan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
97
Pengantar Ilmu Pendidikan
Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermarabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa. Adapun tujuannnya adalah untuk mengembangakan potensipotensi peserta didik yang menjadi manusia beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri, dan menjadi wrga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Agar pembaharuan Sistem Pendidikan Nasional dapat terwujud, maka diperlukan beberapa strategi, yaitu antara lain: 1) pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak manusia 2) pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi 3) proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis 4) evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan 5) peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenag kependidikan 6) penyediaan sarana belajar yang mendidik 7) pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan keadilan 8) penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata 9) pelaksanaan wajib belajar 10) pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan 11) pemberdayaan peran masyarakat 12) pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat 13) pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional Melalui strategi tersebut, diharapkan visi, misi dan tujuan pendidikan nasional yang melibatkan semua komponen bangas secara aktif dapat tercapai.
98
Pengantar Ilmu Pendidikan
2. Hakikat, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional Hakikat pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Adapun yang dimaksud dengan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republi Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman. Selanjutnya fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsayang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkhlak mulia, sehat, berlimu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 3. Kelembagaan dan Pengelolaan Pendidikan Kelembagaan, Program dan Pengelolaan pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dan sistem pada pendidikan keseluruhan. Oleh karen aitu perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan sestem pendidikan. Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 angka 3 yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpaduuntuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional akan tercapai bilamana didukung oleh semua komponen yang ada di dalam sitem 99
Pengantar Ilmu Pendidikan
pendidikan nasional. Namun demikian, dalam uraian ini tidak mungkin semuanya dibahas secara tuntas.Komponen yang akan dibahas dibatasi pada kelembagaan dan pengelolaannya. Untuk memahami bagaimana keberadaan masing-masing komponen tersebut sebagai bagaian dari keseluruhan sistem pendidikan nasional, maka beriut ini akan dibahas mengenai jalur, jenajang dan jenis pendidikan nasional. 3.1. Jalur Pendidikan Untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan nasional maka kegiatan pendidikan dilaksanakan dalam tiga jalur, sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 13 (1) yang berbunyi “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”. Ayat tersebut diteruskan dengan ayat (2) yang berbunyi “pendidikan sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh. Adapun jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan kursus. Penjelasan mengenai pendidikan nonformal dapat disimak dalam pasal 26 ayat (1) (2) dan (3) sebagai beriukut. Pasal 26 ayat (1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pasal 26 ayat (2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pasal 26 ayat (3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan kesetaraan, sertapendidika lain yang 100
Pengantar Ilmu Pendidikan
ditujukan untuk mengembangakan kemampuan peserta didik. Ketentuan untuk menyelenggarakan pendidikan nonformal lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sedangkan utuk pendidikan informal diatur dalam pasal 27 ayat (1) (2) dan (3) yang berbunyi : ayat (1) Jenjang pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. ayat (2) Hasil pendidikan informal sebagaimana maksud ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai standar pendidikan. ayat (3) menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. 3.2. Jenjang Pendidikan Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. (UUD No. 20 Tahun 2003 Pasal 14) Jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah {Pasal 17 (1)}, pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menegah PErtama (SMP) dan MAdrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat {Pasal 17 (2)}. Untuk selanjutnya pendidikan dasar akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Adapun jenjang pendidikan menengah diatur dalam pasal 18 (1,2,3 dan 4) yang berturut-turut dijeaskan sebagai berikut (1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar (2) Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan umum dan pendidikan menengah kejuruan (3) 101
Pengantar Ilmu Pendidikan
Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat (4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana yang dimaksud lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sedangkan untuk jenjang pendidikan tinggi diatur dalam pasal 19 sampai pasal 25. 3.3. Jenis Pendidikan Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusu (Pasal 15). Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yan glebih tinggi. Pendidika kejuruan adalah pendidika menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Adapun pendidkan akaedemik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pasca sarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu. Sementara itu pendidikan profesi merupakan pendidika tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan vokasi yakni pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan agama. Selanjutnya pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta yang berkelainan atau peserta didik yang meiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan
102
Pengantar Ilmu Pendidikan
secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. 4. Kurikulum Kurikulum secara garis besar diatur dalam pasal 36, 37 dan 38 UU No.20/2003. Pada pasal 36 ayat (1) dinyatakan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional. Pada ayat (2) dikatakan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi, daerah, dan peserta didik. Ayat (3) kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangaka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan (a) peningkatan iman dan takwa, (b) peningkatan akhlak mulia, (c) peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik, (d) keragaman potensi daerah dan nasional, (e) tuntuan pembangunan daerah dan nasional, (f) tuntutan dunia kerja, (g) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (h) agama (i) dinamika perkembangan (j) persatuan nasional dan niali kebangsaan. Adapun pasal 37 (1) menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat (a) pendidikan agama (b) pendidikan kewarganegaraan (c) bahasa (d) matematika (e) ilmu pengetahuan alam (f) ilmu pengetahuan sosial (g) seni dan budaya (h) pendidikan jasmani dan olahrag (i) keterampilan (j) muatan lokal. Selanjutnya pasal 38 ayat (1) Kerangaka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah (2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangakan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah dibawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi untuk pendidikan menengah (3) 103
Pengantar Ilmu Pendidikan
Kurikulum pendidikan tinggi dikembangakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi (4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
104
Pengantar Ilmu Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar. 1993. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. A.J., Cropley. 1987. Pendidikan Seumur Hidup (Terjemahan M. Sarjan Kadir). Surabaya: Usaha Nasional. Amien, Tatang.M. 1987. Pokok-Pokok Teori Sistem. Jakarta: Rajawali. Atho, Mudzhar. 1999. Masyarakat Indonesia Baru Dalam Perspektif Global, (Makalah). Yogyakarta: Seminar dan Loka Karya FIP dan JIP Se-Indonesia. Buchori, Mochtar. 1994. Ilmu Pendidikan dan Praktik Pendidikan dalam Mengajar. Jakarta: Tiara Wacana. Deliar, Noer. 1993. Masyarakat Masa Depan. Jakarta: Dian Rakyat. Depdikbud. 1983-1984. Dasar Ilmu Pendidikan (Buku IIA Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V). Jakarta: Ditjen Dikti. Faried, Mar’ruf Noor. 1983. Menuju Keluarga Sejahtera dan Bahagia. Bandung: PT Alma’arif. H.A.R. Tilaar. 1991. Sistem Pendidikan Nasional yang Konduktif Bagi Pembangunan Masyarakat Industri Modern Berdasarkan Pancasila (Makalah). Disampaikan pada Konggres Ilmu Pengetahuan Nasional, 13-17 September 1991. Idris, H. Zahara. 1992. Pengantar Pendidikan Jilid I. Jakarta: PT. Grasindo. Idris, H. Zahara. 1992. Pengantar Pendidikan Jilid II. Jakarta: PT. Grasindo. Indrakusuma, Amir Daien. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Malang: Usaha Nasional. Kartadinata, Sunaryo dan Dantes, Nyoman. 1996. LandasanLandasan Pendidikan SD. Jakarta: Depdikbud.
105
Pengantar Ilmu Pendidikan
Kartono, Kartini. 1997. Tinjauan Holistik Mengenai Tujuan Pendidikan. Malang: Usaha Nasional. Said, Moh. 1981. Pendidikan Abad Keduapuluh dengan Latar Belakang Kebudayaannya. Jakarta: Mutiara. Salam, Burhanuddin H. 1997. Pengantar Pedagogik (DasarDasar Ilmu Mendidik). Bandung: Rineka Cipta. Soegiyanto, Saleh. 1994. Dasar-Dasar Pendidikan: Dasar Sosio Kultural Pendidikan. Jakarta: Depdikbud. Sastraprateja, M. 1999. Masyarakat Indonesia Baru Dalam Perspektif Global (Makalah). Yogyakarta: Seminar dan Loka Karya FIP dan JIP Se-Indonesia. Suryana, S. 1999. Masyarakat Masa Depan Dalam Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press. Tim Dosen FIP IKIP Malang. 1980. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Malang: Usaha Nasional. Tirtarahardja, Umar dan La Sula. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo Titosudarmo, Riwanto. 1994. Dinamika Pendidikan dan Ketenagakerjaan Pemuda Di Perkotaan Indonesia. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Undang-Undang No. 25 Tahun 2000. Tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004. ------------, 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
106
Pengantar Ilmu Pendidikan