BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Geography is the study of interaction of all physical and human phenomena
at individual places and how interactions among places form patterns and organize space (Dahlman, dkk, 2011). Pernyataan tersebut memberikan gambaran betapa pentingnya gejala fisik dan keberadaan manusia dan interaksinya dalam banyak kajian kegeografian. Secara definisi, geografi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara fenomena fisik dan manusia. Geografi berupaya menjelaskan suatu obyek di bumi dalam pemikiran keruangan atau keberadaaannya pada suatu tempat. Salah satu obyek studi geografi adalah manusia, keberadaannya, aktifitas yang dilakukannya serta kualitas keadaannya merupakan bagian dari banyak kepentingan dalam berbagai aspek keilmuan. Dalam sudut pandang keruangan, keberadaan manusia memberikan gambaran identifikasi distribusi, rasio dan hubungan dengan unit fisik maupun batas imajiner yang menjadi obyek penelitian serta hubungannya dengan berbagai obyek di muka bumi, dinamika dan kepentingan-kepentingan lainnya dari berbagai cabang bidang keilmuan. Keberadaan manusia atau individu disini, menjadi sesuatu yang sangat penting untuk menjelaskan berbagai keadaan distribusi, analisis dan prediksi kedepan yang berkaitan dengan keberadaan dan dinamikanya di muka bumi. Dapat dibayangkan bahwa untuk kepentingan tersebut, informasi keberadaan individu dapat dipilah dalam berbagai skala data, mulai dari yang detil hingga pada informasi yang global. Informasi keberadaan individu yang detil tentu saja dapat berkontribusi pada informasi yang lebih global, sebaliknya dari informasi yang global kurang dapat atau bahkan tidak dapat memberikan informasi yang lebih detil. Sayangnya sejauh ini banyak kegiatan yang dilakukan dalam pembangunan cukup puas dan mungkin terpaksa memanfaatkan data yang kurang memadai tingkat kedetilannya yang kemudian menghasilkan informasi yang kurang akurat dan
1
memiliki bias yang besar. Disadari atau tidak berbagai kasus kegiatan tersebut berlangsung dan berjalan seolah menjadi sesuatu yang dapat diterima (dimana pada saat itu kondisi dan teknologinya belum memungkinkan) dan berlaku hingga kini, tapi melupakan bahwa perkembangan teknologi yang berkembang dewasa ini sudah selayaknya menginterfensi terhadap berbagai model-model analisis dan pendekatan baru yang menyesuaikan dengan kemampuan teknologi informasi yang semakin canggih dewasa ini, agar didapatkan informasi baru yang sesungguhnya dapat menghasilkan hasil yang lebih akurat. Negara-negara maju saat ini berlomba memanfaatkan basis data spasial dari berbagai sumber data spasial seperti citra penginderaan jauh, global positioning system, pemetaan, registrasi spasial, dan berbagai sumber lainnya untuk mendefinisikan informasi keberadaan individu, yang terintegrasi dengan sistem informasi geografis (SIG) melalui berbagai sistem alamat yang saat ini tidak hanya berhubungan dengan landmark tetapi juga terintegrasi dengan suatu sistem referensi global atau sistem georeferensi. Konsep mengenai keberadaan invidu merupakan konsep tempat atau situs yang sesungguhnya dimanapun individu itu berada harus dapat diidentifikasi dengan jelas, tidak tergantung pada suatu landmark, tetapi justru pada suatu sistem referensi yang berlaku secara luas. Sebagai contoh tidak selayaknya keberadaan individu yang berada pada suatu referensi landmark yang sangat global semakin sulit untuk diketahui keberadaannya karena refrensi landmark yang berhubungan dengan keberadaannya juga kasar dan bersifat global. Indonesia yang memiliki potensi wilayah dan jumlah penduduk no 5 terbesar di dunia, dihadapkan pada permasalahan identifikasi obyek yang hingga saat ini belum dapat dipecahkan secara lebih akurat dan memadai, khususnya yang berkaitan dengan keberadaan individu (penduduk) yang bertempat tinggal di Indonesia. Banyak permasalahan di dalam pembangunan
dan keberlanjutan
pembangunan yang terkendala oleh permasalahan keberadaan individu. Beberapa hal penting yang seharusnya dapat diatasi dengan baik seharusnya dapat dipecahkan dengan lebih efisien bilamana identitas keberadaan individu dapat diketahui dengan
2
lebih baik. Kasus bencana alam kejadian Tsunami di Aceh 26 Desember 2004 dan bencana gempabumi 27 Mei 2006 yang terjadi di Bantul Yogyakarta, membuktikan kesulitan dalam mengidentifikasi lokasi-lokasi tempat tinggal, serta penerimaan bantuan yang tidak kunjung terealisasi akibat tidak jelasnya informasi mengenai jumlah dan keberadaan korban bencana. Walaupun dari kasus tersebut dapat kiranya dipetik pelajaran dengan diterbitkannya Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Prosedur Tetap Tim Reaksi Cepat BNPB, tetapi pensyaratan tentang lokasi-lokasi bencana, individu dan tempat tinggal belumlah diyakini memiliki informasi yang rinci dan tepat, yang tentu saja akan mengakibatkan terhambatnya proses penanganan yang berjalan, bahkan termasuk juga pada tahapan kegiatan penanggulangan bencana selanjutnya yaitu rekonstruksi dan rehabilitasi. Pada kasus yang lain, dalam kepentingan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2007 di Indonesia yang diwarnai dengan isu ketidakpercayaan peserta pemilu terhadap jumlah pemilih dan berbagai tuduhan rekayasa terhadap pihak-pihak tertentu dengan bergandanya identitas diri pemilih (Kartu Tanda Pengenal Penduduk dan Kartu Pemilih), serta wacana dan usulan untuk menerapkan pemilih dengan memperhatikan tempat tinggal sebagai dasar keikutsertaan Pemilu (http://adminduk.depdagri.go.id/index.php?action=content&id= 2009041514305336, akses 6 September 2010) dan hal ini berulang kembali pada Pemilu tahun 2014, dimana keberadaan penduduk yang memiliki hak pilih juga tidak jelas keberadaannya dalam menentukan lokasi tempat pemungutan suara. Pendataan kebutuhan rumah (Housing Need Assesment) dari kasus perumahan dan permukiman yang terbentur dengan permasalahan jumlah individu pemukim
(http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/02/14/0028.html_
suara
pembaharuan online, 14 Februari 1997, akses 3 September 2010). Termasuk juga didalamnya berbagai kasus epidemi di bidang kesehatan dengan maraknya penyakit demam berdarah, malaria dan kasus-kasus epidemi lainnya yang membutuhkan informasi
keberadaan
individu
untuk
mengetahui
distribusi
dan
pola
penyebarannya belum dapat dipetakan dengan detil hingga pada analisis lokasi 3
tempat tinggal penderita (Cassa, et al, 2008) . Bila dikembangkan lebih jauh permasalahan dan kasus-kasus lain yang berhubungan dengan keberadaan lokasi individu masih dihadapkan pada permasalahan yang belum tuntas. Secara teoritis keberadaan individu tersebut dimungkinkan diidentifikasi dengan melihat pada dominasi keberadaannya, seperti melalui pendekatan tempat tinggal maupun lingkungan kerjanya, tetapi pada kenyataannya realisasi masalah ini belum dapat diterapkan secara sistematis di lingkungan masyarakat. Bangunan sebagai salah satu pembatasan lokasi individu dikarenakan kebutuhan tempat perlindungan manusia adalah bangunan itu sendiri, yang dibatasi oleh temboktembok sebagai tempat aktifitas manusia di dalam tempat yang terlindung dari lingkungan di sekitarnya. Masalah kependudukan dan jumlah penduduk Indonesia yang menempati peringkat ke 5 dunia, kondisi geografis dan budaya bukanlah suatu hal yang mudah untuk diselesaikan, bila tidak ditangani dengan tepat dan sistematis serta melibatkan peran serta masyarakat secara aktif. Revitalisasi keberadaaan individu sebagai bagian dari data spasial penduduk diharapkan dapat didukung dengan berbagai kemudahan di bidang teknologi informasi yang berkembang pesat dewasa ini. Terbit
dan
tersosialisasinya
e-KTP
(kartu
tanda
penduduk
elektronik)
memungkinkan data penduduk termasuk lokasi penduduk Indonesia melekat pada media ini. Tentu saja diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengikatnya dengan posisi yang tepat tetapi dengan keberadaan alamat rumah dapat diidentifikasi secara spasial pula lokasinya secara relative dengan akurasi yang cukup memadai dengan dukungan sistem yang terintegrasi secara baik seperti geocoding. Teknologi Informasi dan perkembangan visualisasi data spasial saat ini berkembang pesat di masyarakat sebagai tuntutan informasi di dunia maya seperti Google Maps, Google Earth, Wikimapia, Nokia Maps, Open Street Map, Bing dan sebagainya dalam tampilan citra resolusi sangat tinggi, memberikan pandangan baru tentang alamat dan lokasi individu dimana posisi tempat tinggal mampu
4
disajikan lebih akurat dalam posisi koordinat. Tetapi pemahaman masyaratat dalam pemanfaatan sistem koordinat mau tidak mau akan mulai dikenal secara luas, diantaranya dengan terintegrasinya aplikasi diatas dengan aplikasi-aplikasi lain yang berbasis lokasi seperti Garmin Navigation, Waze, Glympse, Life 360, dan aplikasi-aplikasi navigasi lainnya. Pemanfaatan aplikasi-aplikasi ini mulai umum digunakan oleh masyarakat yang banyak menerapkan teknologi geocoding bagi kebutuhannya sehari-hari. Disisi lain dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi tersebut, masyarakat memiliki peluang untuk berpartisipasi aktif, dikarenakan berbagai teknologi informasi tersebut sebagain besar menyentuh langsung dan berorientasi pada masyarakat secara luas. Informasi yang cukup valid dan menyentuh kepentingan yang besar bagi masyarakat ini sesungguhnya dapat berfungsi sebagai pendorong yang sangat kuat bagi partisipasi masyarakat, yang pada akhirnya akan kembali memiliki nilai timbal balik positif kepada masyarakat seperti kasus-kasus yang telah digambarkan diatas yang terkait dengan informasi lokasi individu, lembaga-lembaga jasa di masyarakat, dan sebagainya yang dapat dijadikan referensi yang sangat memadai yang saat ini juga sudah mulai berkembang dan melekat dalam kehiduoan sehari-hari di masyarakat, sebut saja teknologi berbasis lokasi yang saat ini juga melekat dengan teknologi mobile seluler. 1.2
Perumusan Masalah Mempertimbangkan berbagai kenyataan dan permasalahan yang ada bahwa
diperlukannya suatu penentuan lokasi situs individu yang lebih baik, maka dirumuskan beberapa hal sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penentuan alamat individu secara spasial dapat diterapkan melalui data penginderaan jauh sebagai bagian sumber data spasial, agar diperoleh suatu lokasi situs individu untuk menghindari alamat individu yang kurang akurat dan akan menyulitkan dalam analisis spasial yang belum tercapai secara baik dan kurang tepat sasaran.
5
2. Dapatkah disusun prototype sistem pengalamatn melalui teknologi sistem informasi geografis yang dapat diimplementasikan secara lebih baik dalam penentuan lokasi situs individu khususnya di daerah penelitian dengan mengembangkan dan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh secara optimal dengan pengembangan-pengembangan baru. 3. Bagaimanakah hasil yang diperoleh dapat mendukung dalam kepentingan pengalamatan. 1.3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menerapkan situs geografis sebagai dasar sistem informasi pengalamatan dengan memanfaatkan data penginderaan jauh 2. Membangun prototype sistem pengalamatan yang didasarkan informasi spasial lokasi geografis dengan penginderaan jauh dalam sistem informasi geografi 3. Mengkaji sistem pengalamatan berbasis data spasial untuk berbagai kepentingan pengalamatan 1.4
Sasaran
Penelitian ini memiliki sasaran sebagai berikut: 1. Diperolehnya suatu disain sistem pengalamatan yang mengakomodasi data spasial penginderaan jauh untuk informasi pengalamatan dengan referensi informasi spasial dan atau referensi variabel alamat yang umum digunakan di Indonesia 2. Diperolehnya perbandingan penentuan pengalamatan secara spasial dari berbagai sumber data spasial 3. Dapat dijelaskan dengan lebih tajam disain sistem pengalamatan spasial 6
untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas yaitu alamat rumah tinggal dan model sistem informasi pencarian alamat rumah. 1.5
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian diharapkan bermanfaat bagi: 1. kepentingan keilmuan, khususnya penginderaan jauh dan sain informasi geografis
penelitian ini merupakan suatu gambaran prototype model
spasial yang memanfaatkan data penginderaan jauh dalam menentukan keberadaan individu yang memanfaatkan peran data spasial secara terintegrasi dalam suatu sistematika identifikasi pengenalan lokasi situs individu yang terpadu. 2. Aplikasi dalam pembangungan dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang kajian
dalam
kepentingan
analisis
spasial
seperti
administrasi
kependudukan, kebencanaan dan kesehatan, yang diharapkan dapat dikembangkan dan mendukung pemecahan permasalahan yang lebih nyata dan akurasi yang lebih memadai. 1.6
KeaslianPenelitian Penentuan alamat yang berorientasi pada individu hingga saat ini masih
sebatas pada kepentingan administrasi dan belum berorientasi strategis sebagai bagian dalam analisis dan proses pengambilan keputusan serta representasi obyek kebumian secara spasial yang akurat di Indonesia, bahkan mungkin di sebagian besar belahan dunia. Pemberlakukan informasi spasial bagi individu ini selayaknya sudah sangat mungkin diterapkan memanfaatkan berbagai perangkat teknologi pemetaan yang berkembang dewasa ini. Sehingga secara lebih terbuka dapat dipublikasikan kepada masyarakat tentang arti penting dan peran yang lebih luas sebagai pendukung pembangunan di Indonesia. Banyak penelitian yang juga memanfaatkan (1) alamat sebagai alat input informasi spasial (geocoding), juga (2) citra penginderaan jauh serta (3)
7
penggunaan GPS untuk menentukan lokasi individu yang didasarkan pada lokasi tempat tinggalnya. Tetapi jika dicermati secara terpisah, penelitian pada kelompok pertama ini memiliki kemampuan plotting data spasial yang lebih cepat, walau belum terfokus pada pemanfaatan data penginderaan jauh yang secara konseptual memiliki kelebihan dalam penyadapan data yang akurat pda kelompok yang kedua, sedangkan kelompok penelitian yang ketiga membutuhkan peran kegiatan lapangan dalam perolehan datanya, yang walaupun valid tetapi belumlah menghasilkan informasi yang presisi karena adanya keterbatasan kemampuan akurasi data GPS serta membutuhkan waktu pengumpulan data yang lebih membutuhkan waktu. Kelompok penelitian yang selanjutnya, memadukan antara data penginderaan jauh dan kegiatan lapangan juga memberikan satu persoalan baru berupa perlunya tambahan kegiatan verifikasi dan perbaikan data agar informasi yang diperoleh melalui data penginderaan jauh dan kegiatan lapangan dapat sinkron. Penelitian ini menempatkan posisinya dalam perolehan data yang cepat seperti halnya pada kelompok penelitian pertama dengan model geocoding, dan memanfaatkan peran penginderaan jauh sebagai bagian penajaman posisinya, yang dapat dikembangkan secara terpisah tanpa harus menjadi bagian dalam setiap kegiatan input data. 1.7
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan diuraikan dalam bab-bab yang membahas bagian penelitian dan tahap penelitian sebagai berikut: BAB 1. Menjelaskan tentang arti penting penelitian ini dilakukan, permasalahan yang ada, tujuan, sasaran, dan kegunaan penelitian. BAB 2. Memberikan gambaran secara umum tentang konsep-konsep data spasial, sumber data, referensi-referensi penelitian dan benang merah serta kerangka alir penelitian yang dikembangkan. BAB 3. Menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian serta alat dan bahan
8
penelitian serta langkah kerja penelitian BAB 4. Menguraikan tentang pemanfaatan Foto Udara untuk kepentingan penentuan Alamat berdasarkan Georefrensi global. BAB 5. Menguraikan penyusunan prototype keberadaan individu dalam suatu basis data yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Geografis BAB 6. Memberikan pemanfaatan hasil prototype bagi kepentingan aplikasi untuk administrasi kependudukan, mitigasi bencana alam dan kesehatan. BAB 7. Kesimpulan dan Saran
9