BAB 7: PENANGANAN KONFLIK SECARA DAMAI
Pokok Bahasan Pengertian Negosiasi Prinsip-Prinsip Negosiasi Tujuan Negosiasi Metode Negosiasi Proses Negosiasi Kiat Mencapai Keberhasilan Negosiasi Pengenalan Media sebagai Alternatif
Penulis Rita Pranawati Penyelia Tulisan
Arum Ningsih Pengajar Pondok Pesantren Al-Ihsan Bandung
Wiewiek Puspitasari Pengajar Pondok Pesantren Daar El-Taqwa
Fahsin M. Faal Pengajar Pondok Pesantren Kyai Gading Demak
Mohammad Mosleh Pengajar Pondok Pesantren Al-Hamidi Pamekasan
Minhatul Maula Pengajar Pondok Pesantren Nurul Ummahat
PENANGANAN KONFLIK SECARA DAMAI
P
enyelesaian dan pencegahan konflik dengan damai sangat diharapkan menjadi alternatif utama penyelesaian setiap konflik yang terjadi. Dua metode dalam pengelolaan konflik dengan cara damai di antaranya adalah negosiasi dan mediasi. Negosiasi dan mediasi dilakukan agar perdamaian yang dihasilkan bukanlah perdamaian yang semu atau perdamaian yang masih mengandung benih-benih kebencian dan permusuhan. Perdamaian yang diharapkan dari proses negosiasi dan medias adalah perdamaian yang sesungguhnya yaitu kondisi damai yang didasari kebersamaan, saling menghormati, dan saling pengertian. Bab ini akan membahas pengertian, prinsip dan metode negoisasi, termasuk tentang mediasi sebagai alternatif pemecahan masalah. Pada sesi ini peserta akan belajar makna serta proses negosiasi dan mediasi, menyusun strategi dan praktek negosiasi dan mediasi.
Indikator 1. Peserta dapat menjelaskan tentang pengertian, tujuan, prinsip, dan metode negosiasi dalam menangani konflik secara damai di tengah masyarakat. 2. Peserta dapat menguraikan tentang mediasi sebagai alternatif pemecahan masalah. 3. Peserta dapat melakukan simulasi dalam praktik penanganan konflik secara damai melalui bermain peran (role play) dalam praktik negosiasi agar dapat merasakan pengalaman menyelesaikannya konflik dengan damai.
255
Metode 1. 2. 3. 4. 5.
Curah Pendapat Diskusi Kelompok Ceramah Role Play (Bermain Peran) Studi Analisis Kasus
Waktu 120 menit
Alat & Bahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kertas Studi Kasus Laptop LCD Projector Kertas Plano Kertas Meta Card Spidol Bola Plastik
Langkah-Langkah 1. Fasilitator membuka forum dengan menyampaikan salam. Selanjutnya fasilitator menjelaskan sesi penanganan konflik secara damai dengan menghubungkan dengan proses yang telah berlangsung sebelumnya, yaitu sesi Memahami Konflik. 2. Fasilitator menjelaskan sekilas tentang sesi Penanganan Konflik Secara Damai. Fasilitator menunjukkan foto-foto tentang peristiwa konflik yang terjadi di Indonesia. Selanjutnya fasilitator meminta pendapat peserta tentang foto-foto tersebut dan bagaimana penyelesaian yang dilakukan melalui permainan “bola bicara”. Fasilitator melemparkan bola ke salah satu peserta maka peserta yang menerima bola menyampaikan pendapatnya tentang foto yang telah ditampilkan. Selanjutnya peserta tersebut melemparkan bola ke peserta yang lain,
256
hingga minimal 1/2 dari jumlah peserta berkomentar. Fasilitator menarik garis besar dari pendapat peserta tentang bagaimana konflik terjadi dan bagaimana cara penanganannya apakah sudah efektif atau belum. Fasilitator menggali dari peserta tentang cara pencegahan dan penanganan konflik dengan cara negosiasi dan mediasi. 3. Selanjutnya fasilitator membagi peserta ke dalam 4 kelompok dengan cara berhitung, 1 sampai 4 dan diulang untuk peserta berikutnya. Setelah itu, peserta dengan nomor satu berkumpul dengan peserta lain yang memiliki nomor satu, begitu juga dengan peserta dengan nomor 2, 3, 4. Fasilitator menyiapkan pertanyaan dalam 4 amplop, yaitu: a. Bagian 1 Pengertian, Prinsip, dan Tujuan Negosiasi b. Bagian 2 Bagian Metode Negosiasi c. Bagian 3 Kiat-kiat Negosiasi d. Bagian 4 Mediasi, pengertiannya dan bedanya dengan negosiasi Fasilitator mempersilahkan perwakilan kelompok mengambil 1 dari 4 amplop yang tersedia. Selanjutnya masing-masing peserta diminta membahas seluk beluk topik yang tersedia di dalam amplop. 4. Peserta diminta membahasnya di dalam kelompok dengan waktu kurang lebih 20 menit. Masing-masing kelompok menuliskan hasil diskusinya di dalam kertas plano. Fasilitator berkeliling untuk mensupervisi diskusi kelompok sekaligus menajamkan pada contoh-contoh sehari-hari. Setelah selesai, fasilitator meminta masing-masing kelompok mempresentasikan secara singkat dan padat sesuai dengan urutan tema, dan dilanjutkan dengan diskusi mendalam terkait bahasan diskusi. Fasilitator dapat memberikan pertanyaan untuk mendalami tema yang dibahas. Jika diperlukan fasilitator menekankan penjelasan pada beberapa bagian penting, misal beda negosiasi dan mediasi, prinsip negosiasi, dan mana metode negosiasi yang terbaik. 5. Menuju tahap selanjutnya, untuk menghilangkan kejenuhan dan kepenatan, peserta diminta bernyanyi bersama-sama. Fasilitator dan peserta berdiri untuk menyanyikan lagu “Lihat
257
Kebunku” sambil bertepuk tangan. Lihat kebunku, penuh dengan bunga Ada yang merah, dan ada yang putih Setiap hari, kusiram semua Mawar melati, semuanya indah Lanjutkan dengan lirik berikut: Lihat bangsaku, penuh dengan beda Ada yang santun, dan ada yang lucu Setiap hari, mereka berkarya Membangun harmoni, demi Indonesia Peserta diminta meresapi lagu tersebut yang bertema tentang adanya keragaman. Dari keragaman tersebut seharusnya melahirkan harmoni dan keindahan bukan justru sebaliknya, yaitu konflik. Kalau di kebun hanya ada satu jenis bunga, maka tidak menjadi indah, dan akan jauh lebih mengesankan jika terdiri dari beragam bunga. Demikian pula kondisi sosiologis manusia yang sunnatullah diciptakan dalam keragaman suku, budaya, adat, tradisi, dan bahkan agama. Sudah semestinya keragaman tersebut melahirkan keindahan dalam harmoni dan perdamaian. 6. Selanjutnya fasilitator mengajak peserta pada praktik negoisasi. Tahap pertama, peserta akan mempraktekkan teknik negosiasi sederhana. Lihat contoh kasus 1. Sebelum masuk pada praktek negosiasi, minta peserta untuk melakukan analisis sederhana terkait negosiasi harga kitab sesuai bagan analisis konflik, yaitu analisis kebutuhan dan kekhawatiran. 7. Fasilitator meminta peserta untuk menjadi 4 sukarelawan untuk memerankan menjadi Fatimah (2 orang) dan penjual kitab (2 orang) dalam dua episode negosiasi. Tugas peserta yang lain adalah mengamati proses negosiasi yang berlangsung, apa beda dua penampilan, dan mana proses negosiasi yang lebih efektif. Ketika pasangan pertama mempraktekan proses negosiasi, pasangan Fatimah dan penjual kitab jilid dua tidak
258
diperkenankan melihat. Setelah pasangan kedua juga mempraktekkan proses negosiasi, fasilitator meminta peserta untuk mengamati dan mengevaluasi proses negosiasi yang berlangsung. Fasilitator membuat catatan penting terkait kesukseskan proses negosiasi.
8. Fasilitator melanjutkan sesi dengan mengingatkan peserta pada kasus yang sudah dianalisis pada sesi ke empat, yaitu sesi Analisis Konflik. Kasus yang dibahas dalam sesi ke empat berjudul “KH Afwan Dilaporkan ke Polsek Hinggil” telah dianalisis konfliknya. Pada sesi kelima ini hanya akan mempraktekkan bagaimana negosiasi berlangsung antara KH Afwan dan pengikutnya, Imam masjid Sanggrahan dan kelompok yang disebut Ali Kacong, dan pihak polisi. 9. Fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok. Masingmasing kelompok membuat analisis kebutuhan dan kekhawatiran dirinya dan dua kelompok lain. Peserta di dalam
259
kelompok mempelajari petunjuk rahasia dengan cermat dan menyusun strategi negosiasi. Petunjuk misi rahasia hanya diketahui oleh masing-masing kelompok. Kelompok juga menyiapkan siapa yang akan ditunjuk menjadi negosiator.
10. Setelah peserta mendiskusikan dalam kelompok tentang analisis kebutuhan dan kekhawatiran dirinya dan kelompok lain dan strategi mereka, fasilitator mempersilahkan perwakilan kelompok untuk melakukan proses negosiasi. Aturan mainnya adalah dalam proses negosiasi, negosiator diperkenankan mengambil jeda untuk berkomunikasi dengan kelompoknya dengan persetujuan negosiator dari kelompok lain, menghormati proses, dan mengutamakan kepentingan masyarakat. 11. Fasilitator juga meminta peserta untuk mencatat dan melakukan evaluasi terhadap proses negosiasi. Setelah bermain peran negosiasi ini berakhir, maka fasilitator meminta peserta untuk melakukan evaluasi terhadap proses negosiasi. Fasilitator melanjutkan dengan mendiskusikan “hikmah” dari role play tersebut melalui curah pendapat. Dari pernyataan-pernyataan peserta dapat dikerucutkan oleh fasilitator tentang pandangan mereka mengenai negosiasi dan penanganan konflik secara damai. 12. Sebelum mengakhiri sesi, fasilitator mempersilahkan peserta untuk mengekspresikan pengalamannya mengikuti sesi penanganan konflik secara damai. Sikap tersebut dituliskan
260
dalam secarik kerta yang hanya terdiri dari satu paragraf saja. Hal ini dilakukan sebagai media evalusai terhadap peserta mengenai sejauh mana pemahaman mereka tentang konflik dan cara penanganannya secara damai.
261
Bahan Bacaan 1
NEGOSIASI A. PENGERTIAN NEGOSIASI Negosiasi adalah upaya penyelesaian sengketa tanpa melalui peradilan dan bertujuan untuk mencapai kesepakatan atas dasar kerjasama yang lebih harmonis dan kreatif. Negosiasi menurut Priyatna Abdurrasyid adalah suatu cara dimana individu berkomunikasi satu sama lain mengatur hubungan mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari-harinya atau proses yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita ketika ada pihak lain yang menguasai apa yang kita inginkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia negosiasi merupakan kata benda yang berarti proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dan pihak yang lain atau penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa. Sedangkan menurut Oxford Dicionary, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal. Dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah usaha untuk menyelesaikan sengketa baik dua orang/kelompok atau lebih dengan cara berdialog untuk mencapai kesepakatan yang saling memuaskan masing-masing pihak. Negosiasi Negosiasi adalah usaha untuk menyelesaikan sengketa baik dua orang/kelompok atau lebih dengan cara berdialog untuk mencapai kesepakatan yang saling memuaskan masingmasing pihak.
262
Negosiasi sendiri merupakan upaya yang dapat dilakukan jauh sebelum konflik terjadi dengan tujuan melakukan upaya pencegahan sekaligus upaya mengelola konflik secara lebih damai. Namun negosiasi juga dapat dilakukan ketika sudah terjadi konflik. Hasil negosiasi menghasilkan kesepakatan yang jauh sifatnya lebih informal dibandingkan dengan akte perdamaian mediasi yang lebih bersifat penyelesaian dengan jalur-jalur yang bersifat litigasi (jalur hukum). Negosiasi karena diwakili masing-masing kelompok lebih lentur prosesnya dan dialektika dengan anggota kelompok yang diwakili lebih lancar.
Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial berarti makhluk yang tak dapat hidup sendiri, makhluk yang bergantung pada orang lain dan membutuhkan bantuan orang lain. Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami yang membagi antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia ini. Dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa tingkat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain, dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (QS AlZukhruf [43]: 32). Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dengan tingkat yang berbeda agar saling membutuhkan dan terciptanya kegiatan sosial antara satu dengan yang lainnya. Namun demikian, dalam bermasyarakat manusia kadang melakukan suatu kesalahan yang mungkin sengaja dilakukan maupun tidak sengaja untuk dilakukan. Kesalahan yang dilakukan tersebut seringkali menimbulkan konflik. Konflik dapat terjadi jika kedua belah pihak mengalami masalah, entah itu salah paham, entah itu kesalahan yang dilakukan sepihak maupun dua belah pihak, ataupun masalah-masalah yang lainnya. Konflik merupakan salah satu masalah yang hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik senantiasa ada dalam setiapa ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Maka dari itu, negosiasi dilakukan untuk menyelesaikan kesulitan dalam mendapatkan kesepakatan dari kedua belah pihak yang berkonflik. Agama Islam menyerukan untuk menjadi agama yang rahmatan lil’alamin, yaitu rahmat bagi keseluruhan alam. Keharusan menghormati perbedaan pendapat ditegaskan dalam ungkapan Rasulullah “Perbedaan pendapat diantara umatku adalah karunia Allah.” Al-Qur’an sendiri menyeru manusia untuk menghormati keragaman umat manusia dan menegaskan kemuliaan manusia tergantung ketakwaannya seperti yang tercantum dalam QS AlHujarat ayat 13. Merujuk pada ayat tersebut Nabi Muhammad menegaskan bahwa “Sesungguhnya bangsa Arab tidak lebih utama daripada bangsa bukan Arab, orang kulit putih tidak lebih mulia daripada orang kulit hitam, tidak juga sebaliknya. Keutamaan dan kemuliaan seseorang tergantung pada takwanya”.
263
Rahmatan lil ‘Alamin
Rahmatan lil’alamin adalah konsep umat Islam dalam membina kedamaian, salah satunya dengan metode negosiasi
Keberadaan konflik yang ada di Indonesia umumnya dan di pondok pesantren pada khususnya, penting menggunakan metode negosiasi dalam menyelesaikan masalahnya. Hal ini karena negosiasi merupakan salah satu cara untuk menunjukkan bahwa masalah apapun dapat diselesaikan dan dipecahkan dengan baik sehingga menciptakan masyarakat yang rahmatan lil’alamin sesuai yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Negosiasi mempunyai banyak sekali manfaat dan kelebihan sekaligus upaya agar konflik bisa diselesikan dengan cara damai. Sejak zaman Rasulullah SAW, negosiasi telah lama dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh negosiasi yang sangat penting dalam perjalanan agama Islam adalah negosiasi dimana Nabi Muhammad meminta keringanan ibadah shalat kepada Allah pada waktu peristiwa Isra’ Mi’raj. Peristiwa tersebut membuktikkan bahwa negosiasi tak asing lagi dalam ajaran agama Islam. Peristiwa tersebut tercatat dalam hadits yaitu “Maka, akupun kembali menemui-Nya dan Dia Allah swt berkata, ’Iya’ adalah lima kali yang sama dengan limapuluh kali dan tidak ada yang berubah perkataan-Ku. Aku kembali kepada Musa dan merasa malu terhadap Tuhanku”.(HR. Bukhori). Umat Islam tak harus bersusahsusah untuk menjalankan shalat sebanyak 50 kali dalam sehari. Berkat negosiasi yang dilakukan Rasulullah, umat Islam diringankan dalam menjalankan ibadah shalat. Dalam konteks saat ini, negosiasi menguntungkan bagi siapa saja yang dapat menemukan penyelesaian dengan baik tanpa menyakiti yang lain. Dengan kegiatan negosiasi tersebut, kedua belah pihak mendapat kepuasan bersama-sama. Negosiasi tidaklah untuk mencari pemenang maupun pecundang karena dalam setiap negosiasi terdapat kesempatan untuk menggunakan kemampuan sosial dan komunikasi efektif serta kreatif untuk membawa kedua belah pihak ke arah hasil yang positif bagi kepentingan bersama. Agar negosiasi berjalan dengan baik, maka dalam bernegosiasi diperlukan negosiator. Negosiator adalah orang yang melakukan negosiasi. Seorang negosiator harus mampu mengendalikan suasana, karena seorang negosiator akan sangat berpengaruh
264
dalam hasil akhir yang akan didapat. Cara pandangan negosiator dalam melihat proses negosiasi yaitu, pertama, memandang negosiasi sebagai proses pertikaian. Negosiator tipe ini akan berusaha mendapatkan sebanyak mungkin dan memberikan sesedikit mungkin bagi lawannya. Cara yang digunakan adalah taktik yang manipu, alasan yang dipaksakan, kesepakatan terbatas dan tawar-menawar yang sulit. Kedua, mengutamakan proses yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Negosiator tipe ini akan berusaha untuk menciptakan nilai tambah bagi kedua belah pihak yang bernegosiasi. Cara yang digunakan adalah dengan mengembangkan hubungan kerjasama, mengutamakan penyesuaian kepentingan kedua belah pihak, bersikap ramah dan kooperatif (saling menguntungkan). Dalam penyelesaian konflik secara damai, tipe yang kedua inilah yang seharusnya dijadikan pedoman dalam proses negosiasi, sehingga menghasilkan negosiasi yang menguntungkan kedua belah pihak dan menghasilkan perdamaian yang sesungguhnya. B. PRINSIP-PRINSIP NEGOSIASI Ada beberapa prinsip yang umumnya mendasari terjadinya proses negosiasi yang efektif antara lain: 1. Tujuan yang jelas dalam setiap tahapan; Dalam bernegosiasi harus mempunyai tujuan yang sudah ditentukan secara jelas mengenai setiap hal yang akan dicapai melalui tawar menawar. 2. Dalam bernegosiasi harus memiliki pemikiran yang komprehensif dalam setiap langkah pembicaraan; Bernegosiasi tidak boleh berlaku gegabah dan tergesa-gesa namun berpikir secara integratif. 3. Perlunya kejelasan kapasitas, posisi, otoritas dan kewenangan negosiator; Seringkali negosiasi mengalami jalan buntu karena ketidakjelasan kapasitas, posisi atau otoritas negosiator. Sebagai apa dia maju ke meja perundingan, mewakili siapa, apakah sudah dibekali kewenangan yang cukup atau seperti apa. 4. Mengutamakan kepentingan yang diwakili ketimbang kepentingan dan ego pribadi; Para perunding haruslah
Prinsip Negosiasi 1. Tujuan yang jelas 2. Berpikir Komprehensif 3. Negosiator memahami tugasnya 4. Mengutamakan kepentingan kelompok 5. Sesama negosiator setara 6. Komunikasi dua arah tanpa tekanan 7. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami 8. Prinsip empati 9. Orientasi menangmenang dan mengutamakan KOLABORASI 10. Fleksibel dalam bernegosiasi
265
memahami bahwa dirinya maju ke meja perundingan mewakili individu, lembaga, organisasi, atau instansi tertentu, guna memperoleh solusi terbaik yang bermanfaat bagi individu, lembaga, organisasi, atau instansi yang diwakilinya. Kalau ada keraguan lakukan pertemuan konsultasi terlebih dahulu dengan pemberi amanat. Pertimbangkan dampak setiap negosiasi pada masa depan. 5. Kesejajaran dalam kedudukan di meja perundingan; Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan negosiasi yang tidak sejajar bisa dibuat mendekati sejajar bila ada ketentuan, etika atau tata krama dalam masyarakat yang memungkinkan kesejajaran itu terjadi. 6. Komunikasi dua arah yang berjalan dengan lancar tanpa tekanan; Komunikasi dua arah, tanpa tekanan, pemaksaan dari pihak manapun akan memungkinkan para pihak yang bernegosiasi dapat berinteraksi dengan baik , saling mempertukarkan kepentingan dan mencari titik temu dari perbedaan-perbedaan persepsi, tuntutan dan keinginannya. 7. Penggunaan "bahasa" yang dapat dimengerti dan diterima pihak yang bernegosiasi; Agar negosiasi berjalan efektif dan membuahkan hasil yang diharapkan, hindarilah penggunaan ”bahasa” sepihak. Cobalah temukan "bahasa" kompromi yang bisa di terima oleh kedua belah pihak yang bernegosiasi. 8. Prinsip empati; Empati berarti memahami kondisi orang lain dengan memposisikan diri negosiator seolah menjadi orang tersebut. Dengan demikian negosiator dapat memahami apa yang dirasakan oleh orang tersebut. Prinsip ini perlu dikembangkan dalam proses negosiasi agar para pihak yang bernegosiasi dapat saling memahami pandangan, masalah dan tuntutan dari kedua belah pihak, sehingga titik temu bisa segera diperoleh tanpa harus mengalami proses yang begitu alot dan menyita banyak waktu, pikiran dan tenaga para negosiator. Penting juga untuk menyelamatkan harga diri pihak lawan. 9. Prinsip menang-menang (sama-sama menang), bahkan jika dimungkinkan dengan hasil kolaborasi; Dengan penerapan
266
prinsip ini hasil negosiasi diharapkan bisa saling menguntungkan kedua belah pihak. Tanpa prinsip ini, negosiasi berpotensi akan menghadapi jalan buntu tanpa perolehan kata sepakat. 10. Menerapkan fleksibilitas dalam bernegosiasi; Hindari kemacetan, kembangkan pendekatan lainnya baru diarahkan kembali kehal semula dan bangun momentum untuk mencapai kesepaktan. Hal ini karena negosiasi merupakan proses untuk memperoleh kompromi dalam menyelesaikan sengketa. C. TUJUAN NEGOSIASI Tujuan dalam melakukan negosiasi, antara lain: 1. Untuk mendapatkan atau mencapai kata sepakat yang mengandung kesamaan pandangan, saling pengertian dan persetujuan. 2. Untuk mendapatkan atau mencapai kondisi penyelesaian atau jalan keluar dari masalah yang dihadapi bersama. 3. Untuk mendapatkan atau mencapai kondisi saling menguntungkan dimana masing-masing pihak merasa menang.
Tujuan utama dari negosiasi adalah kesepakatan yang saling memuaskan setelah bernegosiasi
Pada akhirnya, dapat dipahami jika yang dimaksud tujuan negoisasi adalah menciptakan keteraturan melalui rekonsialisasi dari pihak-pihak yang saling berkonflik. Perbedaan pendapat karena perbedaan kepentingan seringkali diselesaikan dengan cara yang menjurus pada paksaan, saling menyalahkan, bahkan seringkali terjadi konflik dan perselisihan terbuka. Terkadang pula negoisasi hanya dijadikan sebagai formalitas untuk berlanjut ke tahap penyelesaian sengketa berikutnya (baca: jalur hukum). Negosasi yang sungguh-sungguh meniscayakan adanya kemungkinan-kemungkinan untuk mencetak kreativitas dalam pemecahan masalah. Sebaliknya negoisasi yang hanya berorientasi terhadap bagaimana cara mendapatkan apa yang dikehendaki hanya akan menghasilkan kegagalan. D. METODE NEGOSIASI Ada dua perbedaan dan pendekatan yang sangat berbeda untuk tawar-menawar yang dinamakan distributive bargaining and
267
mutual gain bargaining. Pendekatan pertama yaitu distributive bargaining, menerangkan negosiasi sebagai penggunaan metode menang-kalah dimana keuntungan dari satu pihak adalah beban dari pihak yang lain. Sedangkan pendekatan kedua yaitu mutual gain bargaining yang merupakan representasi dari negosiasi menerangkan pengamalan penggunaan pemecahan masalah bersama. Orientasi dari metode menang-kalah disebut sebagai ketegasan (assertiveness) sedangkan orientasi dari pemecahan masalah bersama disebut sebagai kejasama (cooperativeness). Lebih lanjut lagi Holley dkk menyebutkan bahwa, “Kecenderungan ketegasan lebih mungkin terlibat dalam perilaku distributive bargaining, sementara kerjasama lebih mungkin menggunakan pendekatan mutual gain bargaining”. Dengan demikian, penilaian terhadap kecenderungan diri dapat membantu menguji tingkat ketegasan dibanding level kerjasama. Pengukuran tingkat ketegasan dan level kerjasama memerlukan pertimbangan dari lima gaya negosiasi yang berbeda, dimana kelimanya mirip dengan gaya negosiasi. Kelima gaya negosiasi tersebut sebagai berikut: 1. Bersaing (Competing) Negosiator yang menunjukkan gaya ini berarti merupakan orang yang berorientasi pada hasil, percaya diri, tegas, difokuskan terutama pada lini terbawah, memiliki kecenderungan untuk memaksakan pandangan mereka pada pihak lain, dan secara ekstrim dapat menjadi agresif dan mendominasi. Gaya ini masuk kategori ketegasan tinggi namun rendah kecenderungan kerjasama. 2. Menghindari (Avoiding) Negosiator yang menunjukkan gaya ini bersifat pasif, lebih memilih untuk menghindari konflik, membuat upaya untuk menarik diri dari situasi atau memberikan tanggung jawab ke pihak lain. Mereka tidak berhasil menunjukkan perhatian yang memadai atau membuat upaya jujur untuk mendapatkan solusi. Gaya ini baik ketegasan maupun orientasi kerjasamanya sama-sama rendah.
268
3. Bersinergi (Collaborating) Negosiator yang menunjukkan gaya ini menggunakan gaya komunikasi yang terbuka dan jujur, memusatkan perhatian untuk mencari solusi kreatif yang saling memuaskan kedua belah pihak, terbuka untuk mengeksplorasi solusi baru dan yang jarang diketahui orang, dan menyarankan banyak alternatif untuk dipertimbangkan. Gaya ini baik ketegasan maupun orientasi kerjasamanya sama-sama tinggi. 4. Mengakomodasi (Accomodating) Negosiator yang menunjukkan gaya ini membuat upaya untuk menjaga hubungan dengan pihak lain, berusaha menghilangkan konflik, mengecilkan perbedaan, dan yang paling perhatian terhadap pemuasan kebutuhan pihak lain. Gaya ini masuk kategori ketegasan rendah namun orientasi kerjasama tinggi. 5. Berkompromi (Compromising) Negosiator yang menunjukkan gaya ini merupakan orang yang memiliki tujuan menemukan jalan tengah, menyisihkan perbedaan, sering terlibat dalam memberi dan menerima pengorbanan, dan menerima kepuasan untuk mencapai kebutuhan kedua belah pihak. Gaya ini baik ketegasan maupun orientasi kerjasamanya seimbang/sama-sama di pertengahan. Secara sederhana, kelima gaya negosiasi tersebut dapat dibaca dalam bagan berikut:
269
Dalam bernegosiasi sering pihak-pihak yang terlibat tidak mencapai kemajuan dalam negosiasi. Betapapun keinginan besar kedua belah pihak untuk mencapai sebuah pemecahan masalah maka para pihak harus mempersiapkan dan menerapkan bentukbentuk teks negosiasi yang sering kita sebut sebagai BATNA, Reservation Price, dan ZOPA. Berikut ini adalah penjelasan tentang ketiga bentuk teks tersebut. 1. BATNA (Best Alternatif to be a Negotiated Agreement) atau alternatif terbaik yang ingin dinegosiasikan. Artinya kita mengetahui apa yang akan dilakukan saat menjalankan negosiasi dan mengetahui langkah apa yang akan diambil ketika negosiasi menemui jalan buntu. Secara sederhana, BATNA dapat dimaknai sebagai pilihan atau alternatif terbaik yang ingin dicapai. BATNA adalah acuan yang akan menuntun langkah-langkah yang diambil dalam proses negosiasi. Negosiasi tanpa mengetahui BATNA akan mempersulit kita dalam mengambil langkah. 2. Reservation Price (Pengajuan tawaran terendah yang dapat diterima sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi). Yaitu keadaan dimana pihak-pihak yang bernegosiasi akan
270
meninggalkan negosiasi karena sudah tidak lagi sesuai dengan BATNAnya. Situasi ini menjadi titik toleransi akhir karena alternatif yang terjadi di negosiasi dinilai merugikan dan sama sekali tidak memenuhi kepentingan 3. Zopa (Zone of Possible Agreement) atau zona atau arena yang memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi. Konsep yang menggambarkan kondisi dimana negosiasi dapat dilakukan. Arena ini terbentuk dari batas-batas oleh reservation price dari semua pihak yang terlibat negosiasi. ZOPA membuat pihak-pihak yang berkepentingan masih tetap mau melakukan negosiasi karena alternatif yang muncul masih mencakup apa yang menjadi BATNAnya. Sebenarnya konsep BATNA, reservation price dan ZOPA memiliki hubungan satu sama lain. Dengan mengetahui BATNA, kita dapat menentukan reservation price bagi kita. Dengan mengetahui BATNA dari pihak lawan, kita juga bisa mengetahui reservation price dari pihak lawan. Dengan begitu ZOPAnya pun dapat diketahui. Dengan mengetahui BATNA baik dari pihak kita maupun dari p i h a k l a w a n s e r t a m e n g e t a h u i Z O PA , a k a n d a pa t mempermudah posisi kita dalam negosiasi. E. PROSES NEGOSIASI Proses negosiasi terdiri dari sebelum negosiasi, pada saat, dan setelah. Adapun langkah-langkah negosiasi adalah sebagai berikut: 1. Sebelum Negosiasi Hal pertama kali yang perlu dilakukan sebelum negosiasi adalah persiapan, yang meliputi: a. Pengumpulan informasi sebanyak mungkin yang berkaitan dengan pihak lain. b. Mengindentifikasi harapan dan keinginan pihak sendiri. c. Mengindentifikasi harapan dan keinginan pihak lain sebagai pembanding. d. Menentukan secara jelas apa yang ingin dicapai dalam negosiasi. Tujuan ini harus jelas dan terukur, sehingga
271
negosiator bisa membangun ruang untuk bernegosiasi. e. Persiapan mental, agar dalam kondisi relaks dan tidak tegang. 2. Saat Negosiasi a. Pembukaan negosiasi Negosiator hendaknya tidak memegang apa pun di tangan kanan ketika memasuki ruangan negosiasi. Ulurkan tangan untuk berjabat tangan terlebih dulu, jabat tangan dengan tegas dan singkat. Berikan senyum dan katakan sesuatu yang pas untuk mengawali pembicaraan. b. Memulai proses negosiasi Proses dimulai dengan membangun common ground, yaitu kesamaan antar kedua pihak yang dapat dijadikan dasar untuk membangun rasa percaya. Masing-masing pihak menyampaikan apa yang menjadi tuntutannya dengan memperhatikan beberapa hal berikut: 1. Menunggu saat yang tepat bagi kedua pihak untuk memulai pembicaraan pada materi pokok negosiasi; 2. Menyampaikan pokok-pokok keinginan atau tuntutan pihak negosiator secara jelas, singkat dan penuh percaya diri; 3. Menekankan bahwa kelompok dari negosiator berkeinginan untuk mencapai suatu kesepakatan dengan mereka; 4. Menyediakan ruang untuk manuver atau tawar-menawar dalam negosiasi, dan tidak membuat hanya dua pilihan ya atau tidak; 5. Menyampaikan bahwa ”jika mereka memberi ini maka kelompok anda akan memberi mereka itu” Sehingga pihak lain mengerti dengan jelas apa yang harus mereka berikan sebagai kompensasi dari apa yang akan diberikan kelompok negosiator. 6. Hal kedua dalam tahap permulaan proses negosiasi
272
adalah mendengarkan dengan efektif apa yang ditawarkan atau yang menjadi tuntutan pihak lain. Mendengar dengan efektif memerlukan kebiasaan dan teknik-teknik tertentu. Seperti misalnya bagaimana mengartikan gerakan tubuh dan ekspresi wajah pembicara. Usahakan selalu membangun kontak mata dengan pembicara dan negosiator berada dalam kondisi yang relaks namun penuh perhatian. 7. Tidak memfokuskan pada posisi atau kepentingan, akan tetapi lebih fokuslah pada apa yang menjadi kebutuhan. c. Zona Tawar-Menawar Tahapan tawar-menawar ini merupakan proses inti dari suatu negosiasi, yang nantinya akan menentukan tingkatan keberhasilan suatu negosiasi, bahkan menentukan sepakat atau tidaknya pihak-pihak yang berkonflik. Gambaran mudah dari proses ini seperti halnya ketika kita menawar suatu barang pada pemilik barang. Teori dan pengalaman akan sangat membantu dalam tawar-menawar ini. d. Membangun Kesepakatan Tahapan ini merupakan babak terakhir dalam proses negosiasi, yaitu tahapan membangun kesepakatan dan menutup negosiasi. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan telah dicapai dan kedua pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya. e. M e n a n d a t a n g a n i N o t a Ke s e pa k a t a n a t a u A kt a Perdamaian Para pihak yang telah mencapai kesepakatan negosiasi tentu tidak menginginkan negosiasi yang dicapai menjadi sia-sia, oleh karena itu perlu kesepakatan tertulis yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat. Nota Kesepakatan ini juga bisa dijadikan bukti apabila ada pihak yang mau mengelak atau melanggar kesepakatan, sehingga pihak yang beritikad baik tidak dirugikan.
273
3. Sesudah Negosiasi Hal terpenting setelah semua proses negosiasi selesai adalah itikad baik dari semua pihak, untuk komitmen melaksanakan kesepakatan yang telah dibuat bersama. Target utamanya adalah menghasilkan kesepakatan yang bersifat kolaboratif, agar perdamaian yang dihasilkan bukanlah perdamaiaan yang semu yang masih mengandung benih-benih kebencian dan permusuhan. Akan tetapi, perdamaiaan yang sesungguhnya yang didasari kebersamaan, saling menghormati, dan saling pengertian. Secara mudah, proses negosiasi dapat dilihat dalam bagan berikut:
F. KIAT MENCAPAI KEBERHASILAN NEGOSIASI Untuk mencapai keberhasilan negosiasi dilihat dari beberapa aspek yang akan mempengaruhi proses negosiasi dan masa depan kelompok, diantaranya: Pertama, mencari informasi sebanyak-banyaknya dan nilai-nilai tertentu yang perlu dimiliki negosiator untuk menghadapi keslompok lain. Hal tersebut meliputi pengetahuan seberapa penting kelompok lain dan seberapa penting pihak negosiator bagi kelompok lain, apa yang diketahui dan tidak oleh pihak negosiator dan pihak lawan serta apa yang pihak negosiator
274
ketahui namun tidak ingin terungkap. Faktor ini penting guna mengetahui seberapa penting negosiasi yang dilakukan bagi lawan dan pihak negosiator sehingga mampu dicapai kesepakatan dan komitmen yang efektif antar kedua belah pihak. Dengan luasnya informasi maka pihak negosiator mampu memperhitungkan tingkat keberhasilan negosiasi tergantung seberapa penting arti negosiasi ini bagi pihak lawan serta mampu menetapkan strategi dan taktik yang dipilih guna memperlancar proses negosiasi. Kedua, meningkatkan keterlibatan dan pengaruh kelompok. Pihak negosiator perlu memperhitungkan pihak-pihak yang terlibat dan berdampak pada proses dan hasil negosiasi, meliput pihak yang dimiliki lawan dan pihak negosiator serta pihak-pihak terkait permasalahan yang dibahas. Hal tersebut mempengaruhi mudah atau rumitnya proses negosiasi karena masing-masing pihak tentu memiliki kepentingan masing-masing yang tidak ingin diganggu oleh pihak-pihak tertentu terutama yang merugikan. Ketiga, menghilangkan perasaan takut gagal dan kehilangan kebanggaan atau selalu malu pada kelompok lain. Sehingga masing-masing pihak yang bernegosiasi akan berjuang memperoleh keberhasilan dalam negosiasi akibat ketakutan akan kerugian. Keempat, menghilangkan kekhawatiran pengaruh hasil negosiasi pada rencana masa mendatang kelompok apakah hasilnya menang atau kalah. Hasil negosiasi saat ini berupa menang atau kalah otomatis berpengaruh pada kebijakan yang akan diambil ke m u d i a n h a r i . N a m u n u s a h a y a n g m a k s i m a l d a pa t menghindarkan diri dari rasa khawatir tehadap hasil negosiasi. Kelima, membuat pendapat yang benar rasional dan memperoleh pengakuan. Faktor ini berkaitan dengan faktor ketiga, dengan kemenangan negosiasi maka kelompok lain pasti dianggap benar dan pihak kalah yang salah. Keenam, meningkatkan kemampuan mempengaruhi secara formal dan informal. Proses negosiasi tidak hanya dilakukan secara formal, namun juga informal yang tentunya ditunjang aspek-aspek tertentu sehingga negosiator dituntut untuk terampil kedua-
275
duanya demi tercapainya tujuan. Kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk membuat situasi bahwa pendapat kelompoklah yang paling rasional. Dengan situasi seperti itu maka kelompok lain akan segera menyetujui hasil atau upaya negosiasi.
276
Kiat-Kiat Negosiasi
277
Bahan Bacaan 2
PENGENALAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak. Dengan kata lain, mediasi merupakan salah satu bentuk negosiasi antara pihak yang berkonflik dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu demi tercapai penyelesaian yang bersifat kompromi. Mediasi lebih banyak digunakan dalam situasi konflik telah berlangsung. Para pihak menunjuk mediator sebagai orang yang dianggap netral dan dapat mengarahkan masing-masing pihak yang bersengketa mencari jalan keluar terbaik untuk semua kelompok serta menghindari deadlock. Mediasi lebih berorientasi pada penyelesaian masalah dengan cara litigasi (baca: jalur hukum) dan kekuatan akta mediasi dapat dijadikan rujukan penanganan masalah secara hukum. Komunikasi kelompok dengan mediator menjadi kunci penting agar mediasi dapat menjadi tempat masing-masing pihak untuk menyampaikan keinginan dan kebutuhannya, serta mencapai kesepakatan. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mediasi dalam ajaran Islam di sebut Islah. Al-Qur’an menyebutkan dalam QS Al Hujurat: 9: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai
278
orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Hujurat: 9) Setiap muslim wajib berusaha membangun kukuhnya persatuan dan kesatuan demi tegaknya agama, masyarakat, bangsa dan negara. Hal itu dilakukan agar dapat meningkatkan kesejahteraan bersama dengan cara yang bijaksana dan seadil-adilnya menurut ketentuan Allah SWT. Agama Islam adalah agama yang sempurna ajaranajarannya. Bukan hanya membimbing manusia mengenal tuhan dan tata cara beribadah kepadanya, tetapi juga memberi petunjuk bagaimana menyusun suatu masyarakat agar tiap-tiap anggotanya dapat hidup rukun, aman dan nyaman, yakni masing-masing hendakalah bertakwa. Allah melarang kita saling membelakangi, suka mencari kesalahan orang lain, hasud, iri dan dengki lebih-lebih berbuat aniaya yang dapat menimbulkan perselisihan diantara sesama. Maka penyelesaian konflik dengan cara mediasi atau islah dilakukan apabila kedua pihak yang berkonflik sepakat untuk menunjuk pihak ketiga sebagai mediator. Pihak ketiga ini akan memberikan pemikiran atau nasihat-nasihatnya tentang cara terbaik dalam menyelesaikan pertentengan mereka. Sekalipun pemikiran atau nasihat pihak ketiga tersebut tidak mengikat, cara penyelesaian ini kadang menghasilkan penyelesaian yang cukup efektif. Prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh seorang mediator; 1. Tidak memihak Pihak ketiga (mediator) harus tidak memihak (netral) dan secara sadar membangun figur netralitas terhadap pihak-pihak yang bersengketa selama proses mediasi. 2. Menjaga kerahasiaan Segala sesuatu yang dibicarakan dan didiskusikan dalam pertemuan mediasi bersifat rahasia untuk selamanya. 3. Mengarahkan proses Mengarahkan tidak berarti kaku dalam penampilan dan menolak dialog. Mengarahkan proses berarti menjaga proses berdasarkan persetujuan dasar/awal dan prosedur prosedur yang membawa ke
Seorang Mediator 1. Tidak memihak 2. Menjaga kerahasiaan 3. Mengarahkan proses 4. Mendengarkan 5. Menghindari pengandaian 6. Tidak mengkritik, memancing kebencian, dan menghakimi
279
arah penyelesaian masalah atau soal tertentu. Tugas utama mediator adalah memberi struktur dalam pertemuan mediasi. 4. Mendengarkan Seorang mediator harus mendengarkan secara cermat pembicaraan antara pihak-pihak yang bersengketa untuk menemukan jalan penyelesaian makalah. Jangan takut terhadap kesunyian dalam pertemuan. Adakalanya mediator merasa perlu memecah keheningan dalam forum mediasi. Namun juga tetap mendorong agar pihak-pihak yang bersengketa untuk saling bicara, dan akhirnya menciptakan suasana baik untuk mendengarkan. 5. Menghindari membuat pengandaian-pengandaian Membuat pengandaian dapat menghalangi seorang mediator mengerti dengan tepat mana yang memperberat persoalan yang ada. 6. Tidak mengkritik, memancing kebencian, dan menghakimi Menentukan bersalah atau tidak bersalah bukanlah maksud dari proses mediasi. Bukan waktu yang tepat bagi seorang mediator bersikap menghakimi, atau menuduh dan mengkritik. Tahapan mediasi dapat terumuskan sebagai berikut: 1. Persiapan oleh mediator Melakukan pertemuan dengan sekutu mediator untuk menyusun strategi dan menyiapkan proses. Pertemuan tersebut dilakukan secara terpisah dengan pihak-pihak yang berkonflik untuk memperkenalkan diri anda, dan minta persetujuan mereka kalau anda akan menjadi mediator dan juga minta mereka menyetujui proses yang anda siapkan. 2. Membuka Mediasi Memberikan sambutan dan memperkenalan diri dan kata-kata dorongan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan konflik secara damai. Juga menjelaskan mengapa kita ada di sini? Apa yang akan terjadi? Berapa lama proses ini akan berlangsung?
280
3. Pihak yang berkonflik memberikan komitmen dalam proses mediasi Komitmen-komitmen yang dapat diajukan dan disepakati diantaranya adalah komitmen untuk berpartisipasi dan mencari solusi bersama; Komitmen untuk mematuhi aturan main, seperti tidak boleh bersumpah serapah, tidak boleh menginterupsi; Serta komitmen waktu yang akan diperlukan untuk menyelesaikan proses ini, dan lain-lain. 4. Pernyataan Awal Masing-masing pihak secara bergiliran mengungkapkan masalah mereka, termasuk pemahaman mereka tentang konflik yang mereka alami. Para mediator mengatur proses dan waktu bagi setiap pihak sesuai dengan aturan yang telah disepakati. Mediator mungkin akan mengulang atau meringkas hal-hal yang penting, untuk mengecek akurasi para pembicara dan untuk memastikan bahwa pihak lainnya mendengar pendapatnya. 5. Mengidentifikasi isu-isu dan menyusun agenda Dari agenda dan masalah yang diungkapkan, mediator mengklarifikasi tentang isu-isu yang menimbulkan perbedaan pendapat dan konflik. Susun agenda berdasarkan isu-isu yang akan diatasi selama proses mediasi. 6. Mengumpulkan dan menukar pilihan para pihak secara langsung Mediator mengajak setiap pihak untuk melakukan tukar pendapat tentang kebutuhan dan kekhawatiran mereka tentang masingmasing isu. Mediator meminta setiap pihak untuk menyarankan pilihan-pilihan untuk mengatasi perbedaan-perbedaan mereka. Mediator membuat daftar pilihan yang disarankan tanpa berniat menghakimi. 7. Mengembangkan alternatif yang dapat diterima Mediator melakukan evaluasi terhadap berbagai alternatif yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan semua pihak. Mediator mengajak semua pihak untuk kreatif dalam mengkombinasikan berbagai pilihan dan mencari landasan yang sama.
281
8. Menyelesaikan persetujuan antar pihak Mediator menguji dan mengklarifikasi hal-hal yang akan dimasukkan ke dalam kesepakatan: Siapa yang akan melakukan apa? Kapan harus dilakukan?. Kedua belah pihak atau para memutuskan bentuk kesepakatan tertulis atau lisan serta menentukan kerangka waktu untuk memantau implementasinya. 9. Pernyataan penutup oleh mediator dan agenda paska mediasi Mediator mengkaji hal-hal yang dipermasalahkan dan kesepakatan yang telah dicapai. Mediator memberikan ucapan selamat kepada pihak-pihak yang berkonflik karena keberhasilan mereka melakukan penyelesaian masalah. Mediator menjelaskan perlunya suatu tindak lanjut atau pertemuan lanjutan. Secara ringkas berikut bagan proses mediasi:
282
Studi Kasus 1
NEGOSIASI HARGA KITAB Sebagaimana biasanya di setiap bulan Ramadan di Pondok Pesantren Asmaul Husna Desa Mulya Kecamatan Sugihwaras Kabupaten Harjowinangun diselenggarakan “ngaji posonan”. Kegiatan tersebut adalah mengkhatamkan kitab-kitab tertentu selama bulan Ramadan diluar kegiatan reguler pesantren. Pada tahun ini akan dikaji dua kitab hadis yaitu Riyadhus Shalihin untuk kelas Aliyah dan Bulughul Marom untuk kelas Wustho. Guna menyediakan kitab yang dimaksud pengurus pondok menugaskan Fatimah untuk belanja kitab di pasar kota. Untuk keperluan tersebut ia dibekali anggaran sebesar Rp 2.000.000,00 dengan harapan dapat membawa pulang 50 kitab Riyadhus Shalihin dan 50 kitab Bulughul Marom. Namun pengurus pondok menyerahkan tanggung jawab pembelian kitab sepenuhnya kepada Fatimah. Tidak ada uang transport tambahan yang dia peroleh. Setelah sampai di Pasar Kota Harjowinangun, ia mulai mencari kitab yang dimaksud. Dari lorong satu ke lorong yang lain, ia mencari dua kitab yang akan dikaji di pesantrennya. Tepat di Toko Kitab “Mubarok”, ia menanyakan kepada penjual. Dengan meyakinkan penjual itu pun menjawab ada kitab tersebut dan menyebutkan jumlah yang sesuai permintaan. Bapak Junaidi, penjual kitab mengambil rak di bagian belakang dan memberikan contohnya kepada Fatimah. “Harga kitab ini berapa ya pak?”, Fatimah mengawali pertanyaan. “Emm, yang kitab tebal itu Riyadhus Shalihin satunya Rp 30.000,00 dan yang agak tipis ini, Bulughul Marom persatunya Rp 15.000,00 mbak”, jawab Junaidi membuka penawaran. “Berarti kalo dua kitab dengan jumlah masing-masing 50 buah total harga Rp 2.250.000,00 dong Pak” simpul Fatimah,
283
setengah bertanya. “Iya neng, betul”, jawab Junaidi, “ini juga barangnya sudah langka, kebetulan tinggal segitunya. Soalnya banyak pesantren yang juga mengkaji kitab ini selama bulan Ramadhan”. “Tapi, boleh ditawar kan Pak?” rajuk Fatimah membuka negoisasi. “Bo… bolehlah neng, tapi tipis ya”. Jawab Junaidi ragu. “Oke dech… saya hanya nawar satu kitab, yang Riyadhus Shalihin jadi Rp 20.000,00 per biji, kalo yang Bulughul Marom segitu juga boleh, gimana Pak?”, Fatimah menawar harga. “Wah jangan neng kalo segitu. nanti bapak tidak dapat untung dong”, jawab Junaidi. “Habis berapa Pak?” Fatimah meminta penegasan “Tambah dikit lah neng” “Ya sudah berapa, bapak yang nentukan” “Gimana kalo kalo yang Riyadhus Shalihin jadi Rp 25.000,00 dan yang Bulughul Marom tetap Rp 15.000,00, jadi total pas Rp 2.000.000,00 bagaimana kalo begitu”, Junaidi menawarkan harga baru. “Waaah, gimana ya… oke deh Pak, tapi…tapi itu sekalian ongkos kirim ya Pak. Soalnya repot bawa banyak kardus”, Fatimah masih mencoba negoisasi. Ia bicara pada dirinya bahwa berapapun yang ia dapat tak masalah, minimal malam ini sudah ada. [fmf].
284
Studi Kasus 2
KH. AFWAN DILAPORKAN KE POLSEK HINGGIL
Kecamatan Hinggil adalah lokasi yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kecamatan ini terdiri dari beberapa kelurahan, yakni: Kalibuthek, Hinggil Lor, Hinggil Tengah, Kotabangun, Sidoharjo Kidul dan Gulingan. Di kelurahan Kalibuthek ada sebuah Pondok Pesantren yang masyhur, Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah yang berusia setengah abad, dan sekarang dipimpin oleh KH Afwan, generasi kedua dari pengasuh pondok pesantren. Keberadaan pondok pesantren ini dirasakan besar sekali manfaatnya bagi penduduk sekitar. Berbondong-bondong mereka belajar agama dari pondok pesantren ini. Dan tidak dipungkiri dari pesantren inilah para alumni kelak menjadi Kyai-Kyai dan tokoh agama di tempat tinggalnya masing-masing. KH Afwan adalah Kyai kharismatik yang dikenal keras dan tegas. Dalam ceramah dan pidato beliau selalu bersuara lantang, keras, berapi-api hingga tak jarang menyenggol pihak-pihak lain yang menurutnya salah, memaki-maki orang atau pihak yang dianggap sesat, hingga memarahi para pendengar pidatonya bila mereka selama ini dianggap salah. Pengetahuan agama yang dalam dan mumpuni membuat beliau disegani. Dalam bertindak beliau. Suatu ketika KH Afwan diminta untuk memberikan pengajian pada acara walimatul ‘urs di Kelurahan Hinggil Lor. Seperti biasa, beliau mengisinya dengan suara keras dan lantang, serta berapi-api. Namun kali ini pidatonya sama sekali tidak berisi nasehat bagi pasangan suami-istri yang baru merangkai mahligai keluarga, namun justru memarahi masyarakat Hinggil Lor, lantaran ada masjid baru di sana yang didirikan dan dikelola oleh Islam “Ali Kacong”, alias kathok congkrang (celana cingkrang). Dalam acara tersebut, dengan hujjah agama berupa nukilan
285
dari kitab-kitab kuning, beliau menjustifikasi bahwa shalat mereka tidak sah. Bahkan beliau menghina mereka dengan kata “Goblok!” Yang fatal, ternyata ada diantara golongan “Ali Kacong” tersebut yang menjadi pendengar pengajiannya. Beberapa anggota Polsek Hinggil beberapa hari kemudian mendatangi rumah KH Afwan. Tidak lain karena ingin memanggil beliau untuk bersaksi dan memberikan keterangan atas pengajiannya dalam acara walimatul ‘urs tempo hari lalu. Seketika beliau dan keluarga kaget. Biasanya anggota kepolisian baik dari Polsek atau Polres datang untuk silaturahmi atau berkonsultasi dengan beliau, namun kali ini justru beliau yang dipersalahkan. Usut punya usut, ternyata diantara pendengar pengajian tempo hari lalu terdapat salah satu anggota “Ali Kacong” yang disebut oleh KH Afwan sebagai orang goblok. Merasa golongannya dihina, ia akhirnya pergi ke Masjid Sanggrahan dan curhat kepada Imamnya. Perlu diketahui, Masjid Sanggrahan inilah yang menjadi pusat kegiatan “Ali Kacong” selama ini. Merasa harga diri dan kehormatan kelompoknya dihina, maka si Imam melaporkan peristiwa ini ke Polsek Hinggil atas penghinaan dan pencemaran nama baik. Menurutnya, menyelesaikan secara hukum mungkin dapat membuat KH Afwan jera, sehingga beliau tidak akan menghina ia dan kelompoknya. Polsek Hinggil menindaklanjuti laporan tersebut hingga melakukan pemanggilan kepada KH Afwan. Saat dipanggil, tentu beliau merasa shock dan malu, bagaimana mau dikata, Kyai yang dihormati oleh banyak orang akan mendekam di sel. Atau setidaknya memiliki catatan kriminal. KH Afwan meminta waktu kepada Polsek untuk menenangkan diri dan mencari bantuan hukum. Waktu yang diberikan selama dua hari beliau gunakan untuk menghimpun pendukung. Akhirnya pada hari kedua, beliau mengumpulkan seluruh santri, kyai kampung, alumni, sanak saudara, hingga Banser untuk turut serta mendukung beliau. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 500 orang. Polsek yang seharusnya
286
datang untuk memanggil beliau datang ke Mapolsek menjadi bingung menghadapi massa yang banyak. Akhirnya Kapolsek diundang dan acara pemanggilan berubah menjadi mediasi. Kapolsek Hinggil menjadi penengah, dengan menjamin keamanan bagi semua pihak yang hadir di sana. Ia juga meminta anggota Banser yang ada untuk dapat turut mengamankan kondisi, dengan tidak berpihak pada salah satu kubu. Pelapor (Imam Masjid Sanggrahan) dipanggil untuk membeberkan alasan pelaporan, sementara itu pengikutnya berkumpul di Masjid Sanggrahan untuk berjaga-jaga sembari memonitor perkembangan mediasi melalui handphone. KH Afwan mewakilkan dirinya kepada seorang negosiator yang juga seorang Kyai. Harga diri dan kehormatan masing-masing dipertahankan dengan alot. Seorang Kyai pengasuh pondok pesantren merasa harga dirinya diinjak-injak, kehormatannya dirusak, dan nama baiknya dicoreng karena ia menjadi terlapor kasus tersebut. Dan iapun meyakini pendiriannya atas kekeliruan ajaran imam masjid Sanggahan. Namun sang Imam Masjid sebagai pelapor juga merasakan hal yang sama, karena sang Kyai menghina dan merendahkan ia dan kelompoknya. Kapolsek pun memiliki target penegakan hukum sekaligus menjaga ketertiban dan keamanan di wilayahnya.
287
Foto 1: Konflik Ambon
Foto 2: Penyerangan Ahmadiyah Cikeusik
Foto 3: Konflik Syiah Sampang
Foto 4: Jemaah Ahmadiyah tinggal di Pengungsian Transito
289
SUMBER PUSTAKA
Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternative Penyelesaian Sengketa (APS) Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Fikahati Aneka bekerjasama dengan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), 2002. Abu Bakar, Bambang Suyardi, Modul Dakwah Islam Rahmatan Lil’alamin, Pegangan bagi para Dai dan Dewan Kemakmuran Masjid, Jakarta: CSRC-Lazuardi Biru, 2012 Al Bukhari Ahmad bin Ali bin Hajar Al Asqolant, Al Kitab Shohih Bukhari, Kitab Manakib al Ansor bab Al Mi’roj, Penerbit Dar Arroyyan li Attrrots, 1407 H/1986 Juz 3. El Rais, Happy, Kamus Ilmiah Populer, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2012 Guntur, Agus, Strategi Negosiasi. Jakarta : STEKPI, 2010 Ludlow, Ron & Fergus Panton, The Essence of Effective Communication, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2000. Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi Untuk SMA Kelas XI, Jakarta: ESIS, 2001 Soemartono, Gatot P. Arbitrase dan mediasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia., 2006 Sukma HN, Pengaruh Gaya Negosiasi terhadap Hasil Negosiasi pada Industri Konstruksi Indonesia, http://digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-15867-3104100073-Paper.pdf diunduh pada 21 Juni 2015 Pukul 06:38 WIB. http://ekisilviaa.blogspot.com/2014/03/negosiasi-menurut-paraahli.html, diunggah pada hari rabu, 17 Juni 2015 pukul 22.15 WIB
290
Tentang KAS
Y
ayasan Konrad Adenauer merupakan yayasan politik berasal
dari Jerman, yang memiliki kedekatan dengan Partai Christian Democratic Union (CDU), partai berkuasa saat ini. Nama KonradAdenauer-Stiftung (KAS) diambil dari nama tokoh terkenal Jerman, yakni Konrad Adenauer, beliau adalah kanselir pertama Republik Federal Jerman. Fokus utama program KAS adalah manusia dengan ketinggian martabatnya yang tak tergantikan. Dalam pandangan KAS, manusia menjadi titik tolak keadilan sosial, demokrasi yang bebas dan tatalaksana pembangunan yang berkesinambungan. Bermitra dengan pihak-pihak yang melaksanakan tanggungjawab sosialnya di berbagai negara. KAS mengembangkan jaringan yang aktif dalam bidang politik, yang membentuk globalisasi dengan keadilan sosial, berkesinambungan secara ekologis serta efisien secara ekonomi. Setidaknya saat ini KAS telah memiliki 80 kantor perwakilan di seluruh dunia, dengan menggarap berbagai proyek di lebih dari 120 negara. Program KAS di Indonesia adalah kinerja dari perwakilan KAS untuk Indonesia dan Timor-Leste yang berkedudukan di Jakarta. Thomas Yoshimura, adalah Acting Director untuk perwakilan Indonesia dan Timor-Leste saat ini, untuk informasi lebih jauh tentang KAS, dapat diakses melalui situs berikut: www.kas.de/indonesien
291
292
Tentang CSRC
C
enter for the Study of Religion and Culture/CSRC (Pusat Kajian Agama dan Budaya) adalah lembaga kajian dan riset di bidang agama dan sosial-budaya, didirikan berdasarkan SK Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 April tahun 2006. Pusat ini merupakan pengembangan dari bidang budaya pada Pusat Bahasa dan Budaya (PBB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1999-2006), mengingat semakin meningkatnya tuntutan untuk mengembangkan kajian dan penelitian agama (terutama Islam) dalam relasi-relasi sosial-budaya dan politik. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memahami apa saja peran penting yang dapat disumbangkan agama guna mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera, kuat, demokratis, dan damai. Pentingnya pengembangan ini dapat dicermati dari semakin meningkatnya peran dan pengaruh agama di ruang publik. Dari hari ke hari, agama tidak saja menjadi perbincangan berbagai lapisan masyarakat, di tingkat nasional maupun internasional, tetapi juga pengaruhnya semakin menguat di ruang publik, di tengah derasnya arus modernisasi dan sekulerisasi. Salah satu bukti menguatnya agama di ruang publik adalah tumbuhnya identitas, simbol, dan pranata-pranata sosial yang bercirikan keagamaan. Ekspresi Islam, harus diakui, mendapat tempat cukup kuat dalam ruang publik di tanah air. Namun demikian, Islam bukanlah satu-satunya entitas di dalam ruang tersebut; terdapat juga entitas-entitas lain yang ikut meramaikan wajah ruang publik kita. Sebagai ajaran, sumber etik, dan inspirator bagi pembentukan pranata-pranata sosial, Islam acap tampil dalam ekspresinya yang beragam, sebab ia dipraktikkan berdasarkan multi-interpretasi dari komunitas-komunitas Muslim yang memiliki latar-belakang yang berbeda. Alhasil, dari sumber yang beragam itu, lahirlah banyak tafsiran dan aliran Islam; karena itu pula ajaran dan nilai-nilai agama yang luhur ini seringkali diamalkan dalam warna dan nuansa yang
293
khas. Adakalanya ia tampil dalam berbagai potret eksklusivisme, namun tidak jarang juga hadir sebagai sumber etika sosial, inspirator bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mediator bagi integrasi sosial, serta motivator bagi pemberdayaan sosial-ekonomi masyarakat madani. Islam juga mempengaruhi pembentukan pranata-pranata sosial-politik, ekonomi, dan pendidikan yang sedikit banyak punya andil positif bagi pembangunan nasional. Dalam konteks ini, kehadiran Islam di ruang publik tidak perlu dirisaukan. Sebaliknya etika dan etos agama seperti itu perlu diapresiasi oleh masyarakat dan dukungan semua pihak, terutama pemerintah. Kehadiran CSRC bertujuan untuk merevitalisasi peran agama dalam konteks seperti itu. Agama harus diaktualkan dalam wujud etika dan etos sekaligus, guna mewarnai pembentukan sistem yang baik dan akuntabel. Ke depan, transformasi agama secara berhati-hati perlu dilakukan guna menjawab berbagai tantangan yang dihadapi umat, yang dari hari ke hari tampak semakin kompleks, di tengah derasnya gelombang perubahan sosial dan globalisasi. Mengingat arus perubahan berlangsung lebih cepat dari kemampuan umat untuk meng-upgrade kapasitasnya, maka perlu strategi yang tepat untuk menghadapinya. Sesuai tugas dan perannya, CSRC mencoba memberi kontribusi di sektor riset, informasi, dan pelatihan serta memfasilitasi berbagai inisiatif yang dapat mendorong penguatan masyarakat sipil melalui pengembangan kebijakan (policy development) di bidang sosialkeagamaan dan kebudayaan. Kami berharap, ke depan, institusiinstitusi Islam berkembang menjadi pusat produktivitas umat (production center), dan bukan malah menjadi beban sosial (social liability). Dengan demikian diharapkan umat Islam dapat meningkatkan perannya dalam kehidupan sosial-budaya dan ekonomi secara positif dan konstruktif.[]
294
Profil Editor
Irfan Abubakar, lahir di Bima NTB, 7 Mei 1967. Menyelesaikan pendidikan menengahnya di Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyyah (KMI), Gontor, Ponorogo, tahun 1988. Lalu melanjutkan S1 Sastra Arab, Fak. Adab IAIN Jakarta, tamat tahun 1995 dan S2 Pengkajian Islam Pascasarjana IAIN Jakarta, tamat tahun 1999. Pada tahun 1999 itu juga, ia melanjutkan studinya di program S3 di tempat yang sama. Saat ini beliau menjabat direktur Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tahun 2000, ia mengikuti program Joint Research di McGill University, Montreal, Kanada. Tahun 2005 mengikuti kursus studi-studi perdamaian di Bangkok, Thailand. Sejak itu hingga sekarang Irfan banyak memanfaatkan waktu untuk meneliti isu-isu konflik komunal, radikalisme keagamaan, dan kebebasan beragama di Indonsia. Tahun 2015, Irfan mengikuti advanced training dalam Peace dan Security di APCSS, Honolulu, Hawai. Selama 2014-2015 memberikan konsultasi akademik tentang penanganan hate speech kepada Kompolnas RI dan juga Mabes Polri. Bapak dari Mira dan Ramang ini relatif aktif dalam kegiatan karya tulis ilmiah. Beberapa karya tulisnya, baik berupa buku, artikel, terjemahan dan suntingan, antara lain, buku Modul Resolusi Konflik Agama dan Etnik di Indonesia (2004). Menyunting buku Menggugat Tuhan “Yang Maskulin” (2002), Beyond Civilizational Dialogue: Multicultural Symbiosis in the Service of World Politics (2002), Transisi Politik dan Konflik Kekerasan: Meretas Jalan Damai di Indonesia, Timor- Timur, Filipina dan Papua New Guinea, (2005) Islam and Gender Books Published in Indonesia 1990-2003 di Jurnal Kultur (2002), Dialogue in the World Disorder (2004), menerjemahkan buku Sejarah Bangsabangsa Muslim (2005), Paradigma Peacebuilding Pasca Konflik Kekerasan: Review terhadap Kerja-kerja Perdamaian di Daerah-daerah Konflik, dimuat di Jurnal Afkar, (2007), Indonesian Pluralism Should be Guided by Principles Not Politics, Koran Tempo (2009), Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan
295
Perdamaian (2009), Best Practices: Kebebasan Beragama di Indonesia, (2010), Benih-Benih Islam Radikal di Masjid: Studi Kasus Jakarta dan Solo (2010), Advokasi Kebijakan Publik Keagamaan Non-diskriminatif (2010), Masjid dan Pembangunan Perdamaian (2010), Media dan Integrasi Sosial Jembatan antar Umat Beragama (2011), Islam di Ruang Publik Politik Identitas dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia (2011), Tanya-jawab Relasi Islam dan Hak Asasi Manusia (2014). Dapat dihubungi di alamat email:
[email protected]. Chaider S. Bamualim, lahir di Kupang, NTT, 24 Mei 1966. Menyelesaikan S1 di UII Yogyakarta (1995), S2 di Rijk Universiteit, Leiden, Nederland (1998) dan S3 di kampus yang sama di Rijk Universiteit, Leiden, Nederland (2015) dengan judul disertasinya “Negotiating Islamisation and Resistance: A Study of Religions, Politics and Social Change in West Java from the Early 20th Century to the Present”. Pernah menjabat Direktur CSRC UIN Jakarta (2006-2008) dan mengikuti program Fulbright American Studies Institute tentang “Religion in the United States: Pluralism and Public Presence” (2003). Di samping mengajar di FISIP UIN Jakarta, ia juga aktif di CSRC sebagai peneliti, penulis, dan penyunting. Beberapa karya ilmiahnya
antara lain,
“Radikalisme Agama dan Perubahan Sosial di DKI Jakarta” (penelitian, 2000), “Philanthropy for Social Justice in Muslim Societies” (penelitian, 2003-2006), “Wakaf untuk Keadilan Sosial (penelitian, 2004-2006), “Fundamentalisme Islam, Krisis Modernitas dan Rekonstruksi Identitas” (Jurnal Refleksi, 2002), “Fundamentalisme Islam: antara Komunalisasi dan Demokratisasi di Indonesia” (dalam Komunalisme dan Demokrasi, Interseksi, 2003), “Konsolidasi Militan Islam dan Reproduksi Makna Jihad” (Jurnal Refleksi, 2005) dan “What Went Wrong with the Notion of Jihad” (dalam Islam and Contemporary Issues, 2007). Ia juga menyunting jurnal dan buku: KULTUR (2001-2004), Communal Conflict in Contemporary Indonesia (2002), Islam and the West: Dialogue of Civilizations in Search of a Peaceful Global Order (2003), Transisi Politik & Konflik Kekerasan (2005), A Portrait of Contemporary Indonesian Islam (2005), Modul Resolusi Konflik Agama dan Etnik di Indonesia (2006) dan Filantopi Islam dan Keadilan Sosial (2006). Tanya-jawab Relasi Islam dan Hak Asasi Manusia (2014). Ia pernah menjadi Research Fellow di National University of Singapore (NUS), sejak April 2008 hingga July 2011, dalam proyek riset
296
berjudul Islam and Social Dynamics in Indonesia: Comparative Analyses of Law, Culture, Politics, and Religion since 1998 in Three Decisive Regions (Java, Jakarta and Aceh). Salah satu karya ilmiahnya yang diterbitkan dalam jurnal internasional adalah “Islamic Militancy and Resentment against Hadhrami in post-Suharto Indonesia: A Case Study of Habib Rizieq Shihab and His Islamic Defenders Front” (in CSSAAME, Toronto Ontario Canada, 2011). Dapat dihubungi di alamat email:
[email protected].
297
298