BAB 5 - KESIMPULAN
5.1.
KESIMPULAN Dalam kesimpulan ini akan berisi hasil resume dari analisa dan
pembahasan sekaligus jawaban dari pertanyaan penelitian di bab 1. 5.1.1. Seting Fisik dan Aktivitas Pertanyaan penelitian pertama adalah tentang bagaimana seting fisik dan aktivitas ruang bermain anak di kompleks makam Kampung Potrojayan. Dari 9 spot yang ditemukan digunakan sebagai lokasi bermain anak-anak Kampung Potrojayan terdapat 3 kompleks makam yaitu kompleks makam 1, kompleks makam 2, dan kompleks makam 3. Kompleks makam 1 merupakan kompleks makam dengan luasan terkecil namun dengan intensitas penggunaan sebagai lokasi bermain terbanyak di antara makam lainnya. Kompleks makam 2 merupakan kompleks makam yang paling jarang dilibatkan dalam kegiatan bermain anak-anak Kampung Potrojayan. Sementara itu 6 spot lainnya yaitu 4 teras dan 2 spot jalan lingkungan tersebar di sekeliling kompleks makam. 1. Seting fisik dan aktivitas di Kompleks makam 1, kompleks makam 2, jalan lingkungan 1, dan teras 1
Gambar 5. 1-Sistem seting kompleks makam 1, 2, jalan lingkungan 1, dan teras 1
111
Dalam gambar adalah seting fisik dari kompleks makam 1, kompleks makam 2, jalan lingkungan 1, dan teras 1. Keempat lokasi bermain tersebut saling berhubungan sehingga permainan-permainan yang dilakukan di salah satu lokasi biasanya juga melibatkan lokasi lain seiring berjalannya permainan tersebut. Spot berwarna orange adalah menandai wilayah yang digunakan anak-anak untuk bermain. Semakin tebal warnanya berarti wilayah tersebut semakin sering permainan dilakukan di wilayah tersebut.
Spot dengan layer terbanyak digunakan untuk 6 aktivitas bermain yaitu main bola, main layangan, petak umpet, polisi-polisian, permainan pasaran dan anak-anakan.
Spot dengan 4 layer digunakan untuk bermain bola, petak umpet, polisipolisian, dan bermain sepeda.
Spot dengan 3 layer digunakan untuk bermain 2 jenis permainan pasaran dan permainan anak-anakan.
Spot dengan 2 layer di teras digunakan untuk bermain pasaran dan petak umpet.
Spot dengan 2 layer di kompleks makam 1 digunakan untuk bermain pasaran dan anak-anakan.
Spot dengan 2 layer di kompleks makam 2 digunakan untuk bermain petak umpet dan polisi-polisian.
112
2. Seting fisik dan aktivitas di Kompleks makam 3
Gambar 5. 2-Sistem seting kompleks makam 3
Terlihat bahwa anak-anak yang bermain di kompleks makam 3 cenderung menggunakan wilayah tengah untuk beraktivitas. Wilayah yang berdekatan dengan tembok makam cenderung tidak terdapat aktivitas bermain. Spot 3. Seting fisik dan aktivitas di teras 2, 4, dan jalan lingkungan 2
Gambar 5. 4-Sistem seting teras 4
Gambar 5. 3-Sistem seting teras 2
Gambar 5. 5-Sistem seting jalan lingkungan 2
Tiga lokasi ini adalah lokasi yang tidak berhubungan dengan kompleks makam. Permainan-permainan yang dilakukan di lokasi ini adalah permainan yg cenderung pasif atau tidak terlalu membutuhkan banyak gerak badan
113
dalam prosesnya sehingga alur permainan-pun juga tidak melebar atau berpindah ke kompleks makam atau lokasi lainnya.
5.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bermain Anak di kompleks makam a. Faktor seting fisik yang memengaruhi Pertanyaan penelitian ketiga adalah tentang faktor-faktor apa dari seting fisik tersebut yang kemudian mempengaruhi perilaku bermain anak di kompleks makam di Kampung Potrojayan. Ada 3 faktor yang terlihat mempengaruhi yaitu luas area terbuka dari kompleks makam, banyaknya vegetasi, dan layout nisan di masing-masing kompleks makam. Seting fisik di kompleks makam yang dipilih sebagai lokasi bermain akan mempengaruhi pendapat yang ditangkap anak-anak. Telah disebutkan dalam jawaban pertanyaan pertama bahwa kompleks makam 2 memiliki beberapa perbedaan dengan kompleks makam 1 dan 3 yaitu dari segi persentase ruang terbuka dan vegetasi yang lebih banyak dibandingkan dengan kompleks makam 2. Anak-anak Kampung Potrojayan cenderung memilih waktu bermain di siang sampai sore hari cuaca terik. Ruang terbuka yang lebar melancarkan aliran udara di kompleks makam sehingga anak-anak akan merasa lebih sejuk dibandingkan bermain di rumah. Sebaliknya, semakin sedikit ruang terbuka yang ada, maka semakin sedikit cahaya yang masuk, yang membuat lokasi makam akan menjadi semakin gelap. Gelap biasanya berasosiasi terhadap sesuatu yang menyeramkan yang cenderung dijauhi anak-anak. Seting fisik di kompleks makam yang dipilih sebagai lokasi bermain akan mempengaruhi pendapat yang ditangkap anak-anak.
114
Hal kedua dari seting fisik yang mempengaruhi adalah layout penempatan nisan di masing-masing kompleks makam. Di kompleks makam 1 dan 3, nisannisan cenderung ditempatkan di sisi pinggir kompleks makam yang membuat area tengah kompleks makam terasa lebih longgar dengan aksesibilitas yang lebih mudah dan visibilitas yang lebih luas yang membuat anak-anak lebih bebas bergerak. Sementara di kompleks makam 2 nisan-nisan memenuhi hampir seluruh area kompleks makam dan hanya menyisakan sedikit ruang kosong di sisi selatan kompleks makam. Beberapa faktor yang fisik yang mempengaruhi perilaku bermain di luar kompleks makam adalah lokasi yang aksesibel dan tersedianya elemen eksisting yang menjadi trigger atau pemicu dimulainya suatu permainan. Lokasi yang aksesibel terlihat dari pemilihan teras yang digunakan sebagai tempat bermain. Teras-teras ini seluruhnya berada di sudut jalan dengan 2 sisi teras yang berbatasan langsung dengan jalan/ gang di lingkungan tersebut. Hal kedua adalah eksisting yang menjadi pemicu permainan. Teras-teras yang dipilih sebagai lokasi bermain memiliki elemen ruang eksisting
yang
dimanfaatkan anak-anak saat mereka bermain di lokasi tersebut. Elemen-elemen ruang tersebut adalah bangku, sepeda, dan papan karambol. Sementara untuk permainan yang berlokasi di jalan, ruas jalan yang digunakan mendukung permainan yang berlangsung di lokasi tersebut. Jalan dengan ruas yang panjang memungkinkan anak untuk bebas berlari sedangkan jalan yang lebar membuat anak-anak lebih nyaman saat bermain permainan yang mereka pilih. b. Faktor di luar seting fisik yang memengaruhi Adaptability merupakan kemampuan lingkungan untuk dapat menampung perilaku yang berbeda atau belum ada sebelumnya. Kemampuan makam untuk
115
menampung aktivitas bermain anak-anak menunjukkan bahwa terjadi adaptasi prilaku yang dilakukan oleh anak-anak terhadap elemen-elemen eksisting yang ada di kompleks makam di Kampung Potrojayan. Walaupun saat ditanya mereka tidak benar-benar paham apa alasannya, anak-anak Kampung Potrojayan tahu bahwa makam seharusnya dihormati. Kondisi lingkungan dan sosial mereka sehari-hari membuat mereka juga melihat makam sebagai ruang yang dapat memfasilitasi kegiatan bermain mereka. Elemen-elemen eksisting yang ada di makam justru dimanfaatkan sebagai mainan mereka, seperti misalnya nisan yang dalam satu permainan justru dianggap sebagai mobil-mobilan. Usia anak-anak yang ditemukan bermain di Kampung Potrojayan adalah usia dimana mereka lebih senang bermain dalam kelompok. Untuk itu tidak heran jika kemudian terbentuk opini kelompok dari anak-anak tersebut. Opini mengenai makam sebagai ruang bermain akan berubah saat gelap atau saat tidak ada anak-anak lain yang bermain di lokasi makam tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa opini anak-anak tentang makam ternyata juga dibentuk oleh ada tidaknya teman-teman bermain mereka di lokasi tersebut. Pengetahuan mereka sebagai anak membuat dalam satu waktu mereka dapat melihat makam sebagai lokasi bermain yang menyenangkan namun di waktu yang lain mereka melihat
makam
benar-benar
sebagai
makam
yang
(menurut
mereka)
menyeramkan.
5.2. TEMUAN 1. Di siang hari saat banyak teman dan suasana terang, anak-anak melihat makam sebagai tempat bermain yang menyenangkan. Sementara di malam hari saat tidak ada teman dan suasana gelap, makam opini anak-anak di
116
Kampung Potrojayan terhadap makam sebagai tempat bermain dapat berubah tergantung ada tidaknya teman bermain dan suasana saat itu (gelap atau terang). 2. Layout makam mempengaruhi pola perilaku bermain anak-anak. Jika bermain di kompleks makam, anak-anak lebih memilih spot yang terbuka yang tidak banyak terdapat elemen-eleman yang dapat menghalangi gerak mereka. 3. Terawat atau tidaknya suatu tempat tidak mempengaruhi keputusan anak dalam memilih lokasi bermain. Terbukti dari kompleks makam 1 dan 3 yang secara fisik lebih “berantakan” dari kompleks makam 2 justru lebih sering digunakan sebagai lokasi bermain. 4. Walaupun tidak secara langsung, namun anak-anak yang rumahnya dekat dengan makam biasanya memiliki andil besar dalam membuat keputusan permainan apa yang akan dilakukan, dimana permainan dilaksanakan, dan bagaimana jalannya permainan tersebut. 5.3. REKOMENDASI 1. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai Opini anak-anak yang bermain di ruang bermain informal lainnya yang tidak lazim ditemukan kegiatan bermain. 2. Dalam penelitian ini peneliti merasa cukup sulit menggali informasi secara personal dari anak-anak karena pola bermain mereka yang cenderung berkelompok
dan
sebagian
tidak
bersedia
diwawancara
jika
harus
memisahkan diri dari teman-temannya, untuk itu dalam penelitian selanjutnya perlu disiapkan angket pertanyaan lain yang dapat dilemparkan dan dijawab secara bersama-sama oleh anak-anak, alih-alih hanya menyiapkan satu jenis angket wawancara individu.
117
3. Peningkatan kualitas fungsi
ekologis dan estetika ruang terbuka hijau di
Kompleks makam perlu dilakukan dengan penataan ulang secara menyeluruh guna menghadirkan
suasana
teduh, nyaman, tertib, dan menyenangkan
sekaligus meningkatkan kualitas interaksi sosial masyarakat di pemakaman. 4. Terlepas dari fungsinya yang digunakan sebagai lokasi bermain informal oleh anak-anak, kompleks makam dan makam-makam lain di Kampung Potrojayan jika dikelola dengan baik memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau sekaligus objek wisata budaya, apalagi Kampung Potrojayan saat ini sudah cukup dikenal sebagai sentra industri blangkon di Kota Solo.
118