Bab 4 Simpulan dan S aran
4.1 Simpulan Setelah penulis melakukan analisis makna dari dua motif yaitu motif burung “bangau” atau tsuru dan motif pohon “cemara” atau matsu yang digunakan pada kain furoshiki sebagai kain pembungkus hadiah dalam pernikahan Shinto di Jepang atau shinzen kekkonshiki, dapat disimpulkan bahwa dua macam motif tersebut memiliki berbagai macam makna yang mendalam baik secara umum maupun menurut agama Shinto. Akan tetapi sebelum penulis menganalisa makna motif burung “bangau” dalam Shinto, terlebih dahulu penulis mencari makna secara umum kemudian makna denotatif dan makna konotatif burung “bangau” melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, kamus Kenji M atsura, kamus Koujien dan Kokugojiten. Setelah itu penulis menganalisis makna motif burung “bangau” dalam agama Shinto. M akna konotatif motif burung “bangau” atau tsuru「 鶴 」dalam agama Shinto, yakni burung yang melambangkan atau disimbolkan dengan : 1. Panjang umur atau chouju「長寿 」 2. Kebahagiaan atau koufuku「幸福」 Dalam penelitian motif burung “bangau” pada skripsi ini yakni burung yang diasosiasikan dengan panjang umur, karena usia mereka yang dapat mencapai hingga ratusan tahun lamanya, sehingga selama hidupnya mereka akan saling setia satu sama lain dengan pasangan hidupnya sampai mereka mati. Dengan kata lain kehidupan dan kelangsungan perkawinan mereka sangat panjang atau panjang umur karena sifat alami
78
burung “bangau” yang monogami dan setia pada satu betina saja. Dalam penelitian motif burung “bangau” yang kedua yakni burung yang diasosiasikan dengan kebahagiaan. Hubungannya dengan kebahagiaan terkait dengan lamanya usia perkawinan burung “bangau” yang hanya setia pada satu betina saja sampai mereka mati, selain itu karena burung ini juga sangat menyukai menari dan menyanyi bersama dengan pasangannya. M aka motif burung “bangau” dalam pernikahan shinzen kekkonshiki yang digunakan dalam kain furoshiki digunakan sebagai lambang serta harapan dan doa dari orang tua supaya kehidupan pernikahan pasangan
pengantin dapat berlangsung dengan
kebahagiaan dan usia yang panjang atau panjang umur dalam kehidupan berumah tangga sebagai suami istri. Pada penelitian motif kedua yaitu motif pohon “cemara” juga memiliki makna yang luas secara umum, makna denotatif dan makna konotatif serta makna dalam agama Shinto. M akna konotatif motif pohon “cemara” atau matsu「 松 」dalam agama Shinto, yakni pohon yang melambangkan atau disimbolkan dengan : 1. Panjang umur atau chouju「 長寿 」 2. Kekuatan atau tsuyoi「 強い 」 3. Keberuntungan atau un「 運 」 Dalam penelitian motif pohon “cemara” pada skripsi ini, yaitu pohon yang diasosiasikan dengan panjang umur. Pohon “cemara” adalah jenis pohon yang dapat bertahan hidup hingga ribuan tahun lamanya walaupun pertumbuhan pohon ini sangat lambat, tetapi walaupun begitu pohon “cemara” dapat tumbuh sangat tinggi dan mengalahkan berbagai jenis pohon-pohon lainnya yang hanya dapat hidup beberapa
79
puluh tahun saja. Kemudian makna motif pohon “cemara” yang kedua adalah kekuatan. Kekuatan merupakan sifat alami dari pohon “cemara” yang dapat bertahan hidup dalam setiap kondisi ekstrim ataupun keras seperti musim panas, musim dingin, hembusan angin yang sangat kencang dan badai. Selain itu pohon “cemara” merupakan tumbuhan yang mendominasi di daerah belahan bumi utara yang cuacanya sangat ekstrim. Pohon “cemara” juga dapat tumbuh di berbagai macam kondisi tanah hingga di atas bebatuan sekalipun. Kemudian makna motif pohon “cemara” yang ketiga adalah nasib baik atau keberuntungan. Penulis menganalisis bahwa makna panjang umur dan nasib baik saling berhubungan satu sama lain karena ada suatu keberuntungan yang dianugrahkan oleh Tuhan Sang Pencipta dengan berkat-berkatNya yang memberikan pohon “cemara” memiliki usia yang sangat panjang walaupun hari demi hari pohon ini melewati masa hidupnya yang penuh kesulitan atau penderitaan namun meski demikian pohon ini masih bisa mendapatkan sumber makanan yang dibutuhkan. Penulis dapat menyimpulkan bahwa dengan adanya keberuntungan dan panjang umur yang merupakan berkat dari Sang M aha Pencipta serta kekuatan dari pohon itu sendiri untuk bertahan hidup, maka pohon “cemara” dapat tumbuh berkembang hingga beribu-ribu tahun lamanya. Dengan demikian pihak orang tua pengantin berharap dengan adanya simbol pohon “cemara” ini dapat mewakili harapan dan doa yang disampaikan kepada Tuhan untuk anaknya yang akan menjadi suami istri yang bahagia, memiliki nasib yang baik atau beruntung dalam kehidupan, pernikahan yang berlangsung lama, kekuatan untuk menghadapi segala kesulitan dalam rumah tangga.
80
M aka berdasarkan dari hasil keseluruhan analisis pada makna motif burung “bangau” dan pohon “cemara” pada kain furoshiki yang digunakan sebagai kain pembungkus hadiah dalam pernikahan Shinto atau shinzen kekkonshiki yang diberikan kepada pasangan pengantin pada saat pesta pernikahan, penulis dapat mengambil simpulan bahwa pihak orang tua pengantin menggunakan simbol burung “bangau” dan pohon “cemara” yang merupakan simbol yang memiliki hubungan erat dengan suatu arti simbolisme sebagai ekspresi penyampaian pesan dan doa dari pihak orang tua akan harapan kebahagiaan pasangan pengantin. Setelah menganalisis dan mengetahui hasil analisis pada penelitian ini, dapat dibuktikan bahwa pernyataan-pernyataan menurut para ahli di bawah ini memang benar adanya, yaitu : 1. Hiejima (1991 : 1 - 3), jika ingin mengetahui suatu makna dalam suatu simbol yang ada melalui sudut pandang yang objektif ataupun secara fisik maka akan muncul banyak hal yang berbeda dan tidak sesuai. 2. Peirce dalam Hoed (2008 : 18 - 19), tanda adalah “sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain”. Pada intinya adalah jagat raya ini terdiri atas berbagai macam dan bentuk tanda-tanda atau signs. 3. Ratna (2004 : 97), manusia itu adalah sejenis homo semioticus.
4.2. S aran Dalam analisis penelitian ini, penulis hanya menganalisis dua macam motif kain furoshiki yang digunakan sebagai kain pembungkus hadiah pernikahan yaitu motif burung “bangau” dan motif pohon “cemara”. Dua macam motif tersebut penulis ambil dari empat macam motif yang terdiri dari motif kipas, motif burung bangau, motif pohon 81
cemara dan motif ombak. Penulis hanya menganalisis dua macam motif saja, karena motif-motif tersebut sangat sering dan sudah umum digunakan dalam berbagai macam karya seni dan upacara-upacara penting di Jepang. Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan analisis makna motif kipas dan motif ombak dalam kain furoshiki yang digunakan untuk membungkus hadiah saat pernikahan secara Shinto, karena kedua motif tersebut belum dianalisis pada penelitian ini. Selain itu peneliti selanjutnya juga dapat meneliti kain furoshiki yang digunakan saat peristiwa penting lainnya yaitu kelahiran. Akan tetapi motif bermakna yang digunakan sebagai kain pembungkus bayi yang baru lahir itu berbeda. M otif yang digunakan saat peristiwa kelahiran, yakni seperti motif kura-kura, motif ikan koi, motif lobster, motif daruma, motif air terjun dan lain-lain. Selain itu motif-motif yang juga sering digunakan dalam berbagai upacara di Jepang adalah motif bambu, motif bintang, motif naga dan lain-lain.
82