BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian Jarak pandang adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang dapat dilihat dengan jelas, diukur dari tempat kedudukan mata pengemudi. Kemampuan untuk dapat melihat ke muka dengan jelas merupakan hal yang penting untuk keselamatan dan pemakaian kendaraan yang efisien bagi pengemudi di jalan. Lintasan dan kecepatan kendaraan di jalan sangat dipengaruhi oleh kontrol pengemudi seperti : kemampuan, keterampilan, dan pengalaman pengemudi. Jarak pandangan berguna untuk :
Mengindarkan terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan dan manusia akibat adanya benda yang berukuran besar, kendaraan yang sedang berhenti, pejalan kaki, hewan-hewan pada lajur jalannya
Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan lebih rendah dengan mempergunakan lajur di sebelahnya
Menambah effisiensi jalan tersebut, sehingga volume pelayanan dapat dicapai semaksimal mungkin
Sebagai pedoman bagi pengatur lalu-lintas dalam menempatkan ramburambu lalu lintas yang diperlukan pada setiap segmen jalan.
Dilihat dari kegunaannya jarak pandangan dapat dibedakan atas :
Jarak yang diperlukan oleh kendaraan untuk berhenti (stoping). Jarak ini harus berlaku pada semua jalan
Jarak yang diperlukan untuk melakukan penyiapan (passing) kendaraan lain, sangat diperlukan pada jalan dengan dua jalur atau tiga jalur
71
4.2. Jarak Pandang Henti (Jh) Jarak pandang henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraannya. Pada setiap panjang jalan haruslah dipenuhi paling sedikit jarak pandangan sepanjang jarak pandangan henti minimum. Jarak pandang henti minimum adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya rintangan pada lajur jalannya, ditambah jarak untuk mengerem. Jarak pandang henti minimum merupakan penjumlahan dari dua bagian jarak, yaitu : 1) Jarak PIEV / Jarak Tanggap, yaitu jarak yang ditempuh oleh kendaraan pada saat pengemudi menyadari adanya rintangan sampai dia mengambil keputusan untuk menginjak rem 2) Jarak Pengereman, yaitu jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari menginjak pedal rem sampai kendaraan itu berhenti a. Waktu Persepsi dan Reaksi Waktu persepsi adalah waktu yang diperlukan pengemudi untuk menyadari adanya halangan pada lintasannya, dan pikiran untuk mengantisipasi keadaan tersebut dengan keharusan menginjak rem. Waktu reaksi adalah waktu yang dibutuhkan oleh pengemudi untuk meghentikan kendaraannya setelah mengambil keputusan untuk menginjak rem. Kedua waktu tersebut dipengaruhi oleh PIEV (perception, intellection, emotion, and villition) dan waktu PIEV ini tergantung dari beberapa faktor :
Karakteristik mental pengemudi
Tipe dan kondisi jalan
Warna, ukuran dan bentuk halangan
Kemampuan pengemudi mengontrol kendaraan
Tujuan perjalanan, dan
Kecepatan kendaraan
72
Berdasarkan AASHTO ’90 mengambil waktu PIEV sebesar 1,5 detik. Setelah pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pedal rem. Rata-rata pengemudi membutuhkan waktu 0,5 detik – 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan dari saat dia melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, disebut sebagai waktu reaksi adalah 2,5 detik. b. Jarak waktu persepsi dan reaksi Jarak waktu persepsi dan reaksi adalah jarak perjalanan kendaraan selama waktu persepsi dan reaksi, jarak ini merupakan hasil perkalian antara kecepatan kendaraan dengan waktunya. Besarnya jarak PIEV dapat dirumuskan sebagai berikut :
dimana : d1 = jarak PIEV dalam (m) V = kecepatan kendaraan dalam (m) t = waktu PIEV dalam (detik) = 2,5 detik c. Jarak Mengerem Jarak pengereman ini dipengaruhi oleh faktor ban, sistim pengereman itu sendiri, kondisi muka jalan, dan kondisi perkerasan jalan. Untuk perencanaan hanya diperhitungkan adanya gesekan antara ban dan muka jalan. Jarak mengerem ini diturunkan berdasarkan prinsip mekanika, dengan meninjau kendaraan yang sedang berjalan dengan kecepatan V seperti pada gambar 4.1.
73
Gambar 4.1. Gaya-gaya pada kendaraan Sumber : Ir. Sigit Hardiwardoyo, Dea Perencanaan Geometrik Jalan Dimana : W = berat kendaraan f = koefisien antara ban dan permukaan perkerasan jalan α = sudut jalan terhadap horisontal a = perlambatan Db = jarak horisontal selama mengerem sampai berhenti g = percepatan grafitasi u = kecepatan saat mengerem G = tangen α (% kemiringan / 100) Dengan kaedah mekanika (hukum newton), didapat : a. gaya fiksi kendaraan w x f x cos α b. gaya aksi kendaraan akibat perlambatan ( w x a ) / g c. komponen berat kendaraan w x sin α Ketiga hubungan di atas disubstitusikan ke dalam persamaan gaya (hukum Newton II) ∑
, sehingga akan didapatkan persamaan sebagai berikut : (
)
Perlambatan menyebabkan kendaraan dalam kendaraan melawan gaya ke bawah, didapat persamaan kecepatan V dalam rumus :
74
Tetapi
sehingga persamaan menjadi :
sehingga menjadi
atau menjadi (
)
tetapi bahwa tg α adalah kelandaian G (dalam %) sehingga persamaan tersebut dapat ditulis seperti : (
)
Jika g ditetapkan 9,8 m/detik dan V dalam km/jam maka persamaan dapat ditulis menjadi : (
)
Maka : Jarak mengerem,
(
)
Sehingga rumus umum jarak pandangan henti untuk jalan dengan kelandaian tertentu adalah :
(
)
………………………………………………….……….(4.1)
Untuk jalan datar : …………………………………………………….………….…….(4.2) dimana : L = landai jalan dalam (%) dibagi 100 Dengan mensubstitusikan nilai t = 2,5 detik, persamaan 4.2 bisa disederhanakan menjadi : 75
…………………………………………………………..….……….(4.3) dimana : fp = koefisien gesekan antara ban dan perkerasan jalan dalam arah memanjang jalan (menurut Bina Marga, untuk aspal fp = 0,35 – 0,55) d2 = jarak mengerem (m) V = kecepatan kendaraan (km/jam) Tabel berikut ini menampilkan Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan (4.3) dengan pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR. Tabel 4.1. Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum
Sumber : TPGJAK ‘97
4.2. Jarak Pandang Mendahului (Jd) Jarak pandang mendahului adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat melakukan gerakan menyiap suatu kendaraan dengan sempurna dan aman berdasarkan asumsi yang diambil. Penentuan jarak pandang menyiap yang diperlukan pada jalan 2 lajur menurut AASHTO didasarkan pada jarak yang ditempuh dengan posisi kritis dari gerakan menyiap, sehingga secara teoritis diusahakan mendekati keadaan seungguhnya. Jarak pandangan menyiap standar pada jalan 2 jalur 2 arah dihitung berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas yaitu :
Kendaraan yang akan disiap harus mempunyai kecepatan yang tetap
Sebelum melakukan gerakan menyiap, kendaraan harus mengurangi dan mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan kecepatan yang sama
76
Apabila kendaraan sudah berada pada lajur untuk menyiap, maka pengemudi harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan menyiap dapat diteruskan atau tidak
Kecepatan kendaraan yang menyiap mempunyai perbedaan sekitar 15 km/jam dengan kecepatan kendaraan yang akan disiap pada waktu melaksanakan kegiatan menyiap
Pada saat kendaraan yang menyiap telah berada kembali pada laju jalannya, maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan
Tinggi mata pengemudi dikur dari permukaan perkerasan menurut AAHSTO’90 = 1,06 m (3,5 ft) dan tinggi objek yaitu kendaraan yang akan disiap adalah 1,25 m (4,25 ft), sedangkan Bina Marga (antar kota) mengambil tinggi mata pengemudi sama dengan tinggi objek (halangan) yaitu 1,05 cm.
Berdasarkan asumsi tersebut, jarak pandang menyiap didefinisikan sebagai penjumlahan 4 bagian jarak seperti terlihat pada gambar 4.2. Jarak pandangan menyiap standar untuk jalan 2 lajur 2 arah terdiri dari 2 tahap yaitu :
Gambar 4.2. Jarak Pandang Menyiap Sumber : TPGJAK ‘97
77
dimana : d1 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama waktu persepsi reaksi hingga percepatan awal untuk menempati jalur berlawanan d2 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama menempati jalur berlawanan d3 = jarak antara kendaraan menyiap dan kendaraan yang berlawanan arah pada akhir gerakan menyiap d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan sebesar 2/3 waktu kendaraan menyiap menempati jalur yang berlawanan. Jarak pandangan menyiap standar dihitung dengan rumus : ………………………….…………………………………………….(4.4) Dimana : (
)
………………………..…………………………….…….(4.5)
d1 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama waktu persepsi reaksi hingga percepatan awal untuk menempati jalur berlawanan T1 = waktu reaksi (detik), besarnya tergantung kecepatan,
2,12 + 0,026 VR
m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap (diambil 10 – 15 km/jam) V = kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat dianggap sama dengan kecepatan rencana (km/jam) a = percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap,
2,052 + 0,0036 VR
…………………………………………………………………….……………..(4.6) dimana :
78
d2 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama menempati jalur berlawanan (lajur kanan) T2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan, 6,56 + 0,048 VR ………………………………….…………………………………….(4.7) Tabel 4.2. Panjang d3 untuk Jarak Pandang Menyiap VR (km/jam)
50 – 65
65 – 80
80 – 95
95 - 110
d3 (m)
50
55
75
90
Sumber : Shirley L. Hendarsin, Perencanaan Teknik Jalan Raya ………………………………………………………………………………….(4.8) Tabel 4.3. Panjang Jarak Pandang Mendahului berdasarkan VR
Sumber : TPGJAK ‘97 Di dalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar ini terbatasi kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang dipergunakan dapat mempergunakan jarak pandangan menyiap minimum (d min) : dmin = 2/3 d2 + d3 + d4
…………………………………………………………..(4.9)
Penyebaran Lokasi Lokasi atau daerah untuk mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30 % dari panjang total ruas jalan yang direncanakan.
79
4.3. Ketinggian Mata Pengemudi dan Halangan Jarak pandangan yang diperlukan sepanjang jalan tersebut diukur dengan ketinggian mata pengemudi ke puncak halangan / objek di jalan saat pertama kali terlihat oleh pengemudi, ketinggian tersebut diukur dari permukaan perkerasan ke mata pengemudi atau puncak objek. Berdasarkan Bina Marga (luar kota), untuk jarak pandang henti, tinggi mata adalah 105 cm dan tinggi objek 15 cm. Sedangkan untuk jarak pandang menyiap, tinggi mata 105 cm dan tinggi objek 105 cm. Ketinggian mata pengemudi dan objek mempengaruhi keperluan dalam perencanaan geometrik jalan dan keamanannya, tinggi mata pengemudi tergantung pada karakteristik kendaraan dan tinggi badan pengemudi. Pemilihan tinggi objek untuk rencana merupakan hasil pertimbangan akan kemungkinan dan penghematan biaya. Di dalam perencanaan geometrik jalan faktor karakteristik jalan turut menentukan, sementara itu perkembangan kendaraan bermotor yang sangat cepat. Hal ini menimbulkan evolusi terhadap bentuk kendaraan yang cenderung pada penurunan tinggi mata pengemudi sehingga akan berpengaruh pada perencanaan geometik jalan.
80
81
82