Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai Pada bab ini sistem persamaan (3.3.9-10) akan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metoda beda hingga. Kemudian simulasi numerik akan dilakukan untuk tiga buah kasus. Kasus pertama adalah dengan mengasumsikan bahwa disebelah kanan dasar sinusoidal tidak ada pantai sedangkan kasus ke dua dan ke tiga dengan mengasumsikan adanya pantai di sebelah kanan dasar sinusoidal. Analisis akan dilakukan untuk ketiga simulasi ini yang meliputi bagaimana perilaku gelombang disepanjang dasar sinusoidal, seberapa besar gelombang transmisi setelah melewati dasar sinusoidal, dan pengaruh ketinggian dasar sinusoidal. Pada bab ibi juga akan ditunjukkan bahwa adanya dasar sinusoidal tidak selalu menguntungkan dalam arti selalu mereduksi amplitudo gelombang datang. Bahkan sebaliknya, yang dikhawatirkan dalam simulasi ini adalah hasil yang diberikan menunjukkan bahwa dengan adanya pantai yang memantulkan gelombang dapat mengakibatkan gelombang transmisi bertambah besar.
25
4.1
Diskretisasi Numerik
Pada bagian sebelumnya kita sudah mendapatkan suatu masalah nilai awal dan nilai batas yang diperoleh dari model SWE Linier untuk gelombang dengan dasar sinusoidal. Masalah nilai awal dan nilai batas yang dimaksud adalah ⎧ ⎨ A¯ + cA = ikcD B x ¯ t 4 ikcD ⎩ B¯ − cB = A t
x ¯
(4.1.1)
4
dengan syarat awal: A(¯ x, 0) = 0, B(¯ x, 0) = 0 dan syarat batas: B(L, t¯) = 0 dan A(0, t¯) = A0 . Langkah selanjutnya adalah mentransformasikan persamaan (4.1.1) kembali ke dalam variabel fisis semula, yaitu xˆ dan tˆ. Untuk penyederhanaan, mulai saat ini variabel fisis yang dimaksud diubah menjadi x dan t. Sehingga sistem persamaan (4.1.1) dapat dituliskan sebagai ⎧ ⎨ A + cA = αB ˆ t x ⎩ B ˆ t − cB ˆx = −αA
(4.1.2)
ˆ = iB dan {(x, t)|0 < x < L, t > 0}. Dengan syarat awal: A(x, 0) = 0, dimana B B(x, 0) = 0 dan syarat batas: B(L, t) = 0 dan A(0, t) = A0 . Perhatikan bahwa konstanta α = kcεD/4, bergantung pada εD yaitu perbandingan amplitudo dasar sinusoidal dengan kedalaman air, k sebagai bilangan gelombang datang, dan c cepat √ rambat gelombang di atas dasar rata, c = gh0 . Perhatikan persamaan (4.1.2), jika persamaan pertama dikalikan terhadap A dan karena ∂ ∂t
1 |A(x, t)|2 2
∂ = AAt , ∂x
1 |A(x, t)|2 2
= AAx
maka persamaan tersebut menjadi 1 ˆ (∂t + c∂x ) |A|2 = αBA 2
(4.1.3)
ˆ maka perdengan cara yang sama, jika persamaan ke dua dikalikan terhadap B samaan tersebut menjadi 1 ˆ2 ˆ (∂t − c∂x ) |B| = −αBA 2 26
(4.1.4)
ˆ > 0 maka persamaan (4.1.3) menyimpulkan bahwa dalam perambatan Jika αBA gelombang ke kanan besaran 12 |A|2 bertambah. Sebaliknya, (4.1.4) menunjukkan bahwa besaran
1 ˆ 2 |B| 2
berkurang. Disini besaran
1 |A|2 2
diinterpretasikan sebagai
ˆ 2 sebagai energi gelombang yang ke kiri. energi gelombang yang ke kanan dan 12 |B| Hal ini didasarkan bahwa semakin besar amplitudo suatu gelombang maka semakin besar energi yang dibawa gelombang tersebut. Selanjutnya, apabila persamaan (4.1.3) dikurangi (4.1.4), pada posisi x tertentu diperoleh persamaan 1 2 2 ˆ ˆ ∂t = 2αBA |A| − |B| 2
(4.1.5)
Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa transfer energi antara A dan 1 2 2 ˆ ˆ ˆ B akan terus terjadi selama AB = 0 atau selama 2 |A| − |B| masih berubah ˆ 2 disebut sebagai fluks energi sebagai fungsi dari t. Disini, besaran 12 |A|2 − |B| yang disertakan dalam simulasi dan menunjukkan bahwa ada transfer energi antara ˆ A dan B. ˆ > 0 positif maka A mendapatkan energi dari B, ˆ Lebih jauh lagi, jika αBA yang berarti dalam perambatannya ke sumbu x-positif A bertambah. Sebaliknya, ˆ < 0 negatif maka B ˆ mendapatkan energi dari A, yang berarti dalam jika αBA ˆ bertambah. perambatannya ke arah sumbu x-negatif B Untuk melihat bagaimana perilaku perambatan amplitudo gelombang yang berˆ digunakan skema beda hingga pada gerak ke kanan A dan yang bergerak ke kiri B sistem persamaan (4.1.3). Untuk persamaan (4.1.2) yang pertama digunakan skema FTBS sedangkan persamaan (4.1.2) yang ke dua menggunakan skema FTFS. Sehingga diperoleh dua buah persamaan beda, yaitu − Anj An+1 Anj − Anj−1 j ˆn +c = αB j Δt Δx
(4.1.6)
ˆ n+1 − B ˆn ˆn − B ˆn B B j j+1 j j −c = αAnj Δt Δx
(4.1.7)
27
Hasil penyederhanaan kedua persamaan beda di atas adalah sebagai berikut ˆjn An+1 = (1 − r)Anj + rAnj−1 + αΔtB j
(4.1.8)
ˆ n + rB n − αΔtAn ˆ n+1 = (1 − r)B B j j+1 j j
(4.1.9)
Δt dengan r = c Δx . Sebelum persamaan beda di atas digunakan dalam simulasi nu-
merik terlebih dahulu diperiksa kestabilannya dengan menggunakan metode vonNeumann. Analisis kestabilan dengan menggunakan metode von-Neuman diberikan pada subbab berikutnya.
4.2
Analisis Kestabilan
Agar skema persamaan beda yang digunakan stabil perlu dilakukan analisis kestaΔt . Suatu skema dikatakan bilan untuk menentukan berapa rentang nilai r = c Δx
stabil jika nilai amplification factor kurang dari satu atau sama dengan satu, ρ ≤ 1. Bila syarat ini tidak dipenuhi maka skema tidak dapat mendekati solusi eksaknya. Sekarang kita analisis persamaan beda (4.1.8). Prosedurnya adalah dengan mengasumsikan bahwa Anj = ρn eikΔxj
(4.2.1)
sekarang persamaan (4.1.6) menjadi ˆn ρn+1 eikΔxj = (1 − r)ρn eikΔxj + rρn eikΔxj−1 + ΔtαB j
(4.2.2)
setelah ruas kanan dan ruas kiri dibagi dengan ρn eikΔxj , maka persamaan di atas menjadi −ikΔx
ρ = 1 + r(e
ˆn B j − 1) + α n Δt Aj
(4.2.3)
mengingat bahwa kriteria kestabilan yang lebih lemah adalah |ρ| ≤ 1 + O(Δt) untuk semua k, maka dari persamaan di atas diperoleh (1 − cos kΔx)[2r 2 − 2r] ≤ 0 28
(4.2.4)
Perhatikan bahwa nilai (1 − cos kΔx) selalu positif untuk kΔx berapapun, maka Δt ≤ 1. haruslah [2r 2 − 2r] ≤ 0. Sehingga, syarat kestabilan dicapai saat r = c Δx
Dengan melakukan cara yang sama untuk persamaan (4.1.9) hasil yang sama dapat diperoleh. Jadi syarat kestabilan untuk persamaan beda (4.1.8) dan (4.1.9) adalah r ≤ 1.
4.3
Karakteristik Pantai
Pantai memiliki berbagai macam jenis. Di sini pantai dibedakan berdasarkan daya pantul atau daya serapnya terhadap gelombang yang menabrak pantai. Misalnya, pantai yang terdiri dari pasir memiliki daya serap gelombang yang besar sebaliknya memiliki daya pantul yang kecil. Berbeda dengan pantai yang terdiri dari batu-batu keras yang dapat memantulkan gelombang air dengan hampir sempurna. Selain dari bahan pembuatnya, bentuk pantai juga sangat mempengaruhi seberapa besar sebuah pantai dapat memantulkan gelombang. Misalkan gelombang gelombang datang dengan amplittudo A(x, t) bergerak ke kanan, menabrak pantai yang terletak jauh di sebelah kanan x > L dan mengˆ t) yang bergerak ke kiri, sedemikian hasilkan gelombang refleksi dengan amplitudo B(x, sehingga ˆ t) B(x, = |R| eiθ A(x, t)
(4.3.1)
dengan |R| menyatakan proporsi amplitudo gelombang yang dipantulkan dan θ adalah beda fase antara gelombang datang dan gelombang pantul. Perhatikan persamaan (4.3.1), untuk pantai yang menyerap gelombang secara ˆ t) = 0 sempurna berarti tidak ada gelombang yang dipantulkan kembali atau B(L, maka nilai R = 0. Jika gelombang datang dipantulkan secara sempurna, berarti bahwa amplitudo gelombang pantul sama dengan gelombang datang, maka koefisien R memiliki nilai sama dengan satu dan eiθ = ±1. Untuk eiθ = 1 beda fasa antara ˆ adalah θ = 0 dan untuk eiθ = −1 beda fasanya sebesar θ = π. Jadi A dan B gelombang dipantulkan dengan sempurna, R = 1, dan gelombang pantul memiliki 29
fase yang sama dengan gelombang datang apabila
ˆ B A
= 1, sebaliknya jika
ˆ B A
= −1
maka R = 1 dan θ = π. Tentu saja dalam kenyataannya tidak ada pantai yang memantulkan gelombang secara sempurna atau pantai yang menyerap gelombang secara sempurna. Akan tetapi, kedua kasus ekstrim di atas sangat menarik untuk digunakan sebagai contoh. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan simulasi numerik untuk tiga kasus ekstrim, yaitu 1. Kasus pertama: ˆ B = 0 di x = L A
(4.3.2)
ˆ B = −1 di x = L A
(4.3.3)
ˆ B = 1 di x = L A
(4.3.4)
2. Kasus kedua:
3. Kasus ketiga:
4.4
Simulasi Numerik
ˆ Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai tiga kasus khusus, yaitu: (B/A) = 0, ˆ ˆ (B/A) = −1, dan (B/A) = 1. Simulasi numerik untuk ketiga kasus tersebut menggunakan data yang sama, hal ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan perambatan gelombang pada kasus-kasus tersebut. Misalkan gelombang monokromatik bergerak ke kanan menuju daerah dengan dasar sinusoidal. Perambatan gelombang pada daerah ini dipengaruhi oleh panjang gelombang, amplitudo dasar sinusoidal, cepat rambat gelombang, dan syarat batas pada ujung-ujung dasar sinusoidal. Melalui simulasi numerik ini akan diperiksa bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi perambatan gelombang. Pada simulasi ini, misalkan gelombang datang monokromatik memiliki amplitudo sebesar 30
A0 = 1 dan memiliki bilangan gelombang k yang menyatakan panjang gelombang monokromatik sebesar k = π, sebagai kondisi terjadinya resonansi Bragg bilangan gelombang dasar sinusoidal dipilih sebesar K = 2k = 2π, cepat rambat gelombang sebesar c = 1, dasar sinusoidal terbentang dari x = 0 sampai x = L = 10, dan perbandingan amplitudo dasar sinusoidal dengan kedalaman air sebesar εD = 0.08. Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa selama perambatannya di daerah dengan dasar sinusoidal terjadi perpindahan energi dari A ke B atau sebaliknya. Besarnya energi yang dibawa oleh gelombang dapat terlihat dari berapa amplitudo gelombang tersebut. Maka, dalam hal ini perpindahan energi direpreˆ 2 ). Jika AB ˆ > 0 maka A memperoleh energi dari B ˆ sentasikan oleh 12 (|A|2 − |B| ˆ <0 dan membesar sepanjang perambatannya ke arah kanan. Sebaliknya, jika AB ˆ mendapatkan energi dari A dan menurun selama perambatannya ke arah maka B kiri sepanjang dasar sinusoidal.
4.4.1
Kasus Pertama
Gambar 4.1: Pantai yang menyerap gelombang secara sempurna, (B/A) = 0
Pantai yang menyerap gelombang dengan sempurna diibaratkan sebagai pantai yang memiliki kemiringan yang kecil. Oleh karena itu, tidak ada gelombang yang ˆ dipantulkan kembali sehingga syarat batas di x = L menjadi B(L, t) = 0. SimΔt = 1 sebagai syarat kestabilan, Gambar 4.8 ulasi dilakukan untuk nilai r = c Δx
ˆ 2 ) untuk waktu t tertentu. ˆ memperlihatkan kurva A(x), B(x), dan 12 (|A|2 − |B| Pemecahan gelombang sudah terlihat saat t = 1 bahkan semakin jelas saat t = 5. 31
ˆ yang semakin besar ke arah kiri. Saat t = 1 dan t = 5 Hal ini terlihat dari kurva B ˆ 2 ) yang bernilai nol. Hal ini disebabkan ˆ dan 1 (|A|2 −|B| terlihat ada bagian dari A, B, 2 gelombang transmisi belum mencapai daerah itu. Gelombang mencapai x = 10 saat t = 10 sesuai dengan cepat rambat gelombang sebesar c = 1. Sebelum gelombang mencapai x = 10 amplitudo A cenderung menurun sejalan dengan perambatannya ke ˆ cenderung meningkat selama perambatannya ke kiri. Hal ini kanan, sedangkan |B| ˆ Besarnya energi yang dipindahkan disebabkan ada perpindahan energi dari A ke B. ˆ sepanjang waktu sama karena hanya dipengaruhi oleh dasar sinusoidal. dari A ke B ˆ terus naik. Setelah itu, keduanya Saat t = 19, A masih terus berkurang sedangkan B tidak mengalami perubahan sama sekali. Amplitudo gelombang datang tereduksi dan hanya menyisakan 83.2% saja yang diteruskan ke kanan, sedangkan amplitudo gelombang refleksi yang dihasilkan sebesar 55.8% dari amplitudo gelombang datang. Selanjutnya, untuk ketinggian dasar sinusoidal berbeda-beda hasil simulasi saat t = 400 diperlihatkan oleh Gambar 4.3
Gambar 4.2: Garis yang berwarna hitam A(x) untuk nilai εD = 0.08, 0.1, 0.12, 0.14 ˆ berturut turut dari kurva paling atas ke bawah. Garis yang berwarna biru −B(x) untuk nilai εD = 0.08, 0.1, 0.12, 0.14 berturut turut dari kurva paling bawah ke atas. Saat t = 400
32
Tabel (4.1) menunjukkan berapa besar amplitudo gelombang yang diteruskan ke daerah sebelah kanan dasar sinusoidal dan berapa besar amplitudo gelombang refleksi yang dihasilkan ke daerah di sebelah kiri dasar sinusoidal pada akhir pengamatan t = 400, dengan nilai εD yang berbeda-beda. εD
A
ˆ −B
A yang direduksi (%)
0.08
0.832
0.5579
16.8
0.10 0.7569 0.6575
24.31
0.12 0.6789 0.7389
32.11
0.14 0.6022 0.8039
39.78
0.16 0.5294 0.8547
47.06
ˆ di x = 0 saat t = 400 dengan α yang Tabel 4.1: Perubahan A di x = 10 dan −B berbeda-beda
4.4.2
Kasus Kedua
Pantai yang memantulkan gelombang dengan sempurna dengan beda fase antara gelombang yang menabrak pantai dengan gelombang refleksi dari pantai sebesar θ = π, diibaratkan berada pada x = L dan memiliki komposisi batuan yang sangat padat sehingga dapat memantulkan gelombang dengan sempurna. Simulasi untuk Δt = 1 sebagai syarat kestabilan. Adanya kasus ini dilakukan dengan nilai r = c Δx
ˆ pantai dengan (B/A) = −1 di x = 10 menyebabkan syarat batas menjadi: A(10, t) = ˆ 2 ) untuk ˆ ˆ −B(10, t). Gambar 4.9 memperlihatkan kurva A(x), B(x), dan 12 (|A|2 − |B| waktu t tertentu. Hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar 4.9 adalah untuk kasus Sedangkan, kasus
ˆ B A
ˆ B A
= −1.
= 1 ditunjukkan oleh Gambar 4.10. Kurva-kurva yang dis-
ajikan untuk kedua kasus menggambarkan bagaimana perubahan sementara A dan ˆ disepanjang dasar laut sinusoidal, 0 < x < 10. Untuk t < 10, hasil yang diperoleh B sama, untuk kedua kasus. Hal ini disebabkan karena gelombang A belum mencapai
33
Gambar 4.3: Pantai yang memantulkan gelombang dengan sempurna berada pada ˆ x = L, (B/A) = −1
pantai di x = 10. Pengaruh dasar sinusoidal dapat dilihat dari penyebaran sejumˆ Penyebaran gelombang ini sudah terjadi saat t = 1, lah gelombang A menjadi B. ˆ walaupun hanya sedikit, bahkan lebih jelas terlihat yaitu dengan bertambahnya B ˆ menyebabkan besarnya A terus berkusaat t = 5. Transfer enegi dari A menjadi B ˆ terus naik. Proses ini terus berlangsung sampai rang sepanjang waktu sedangkan B t = 10 yaitu saat gelombang belum mencapai x = 10. Setelah t = 10 keadaan menjadi berbeda untuk kedua kasus. Kasus
ˆ B A
ˆ terjadi karena dua = −1, pada kasus ini pembentukkan amplitudo B
hal. Pertama, dari transfer energi amplitudo A yang disebabkan oleh dasar sinusoidal dan yang kedua dari efek pantulan pantai di x = 10. Pengaruh pantulan pantai terasa sesaat setelah gelombang menabrak pantai. Saat t = 19, pengaruh ˆ 2 ) bernilai negatif untuk pantai sangat jelas terlihat. Pada t = 25, kurva 12 (|A|2 − |B| ˆ 2 ) = 0, hal ˆ > |A|. Untuk waktu selanjutnya t = 50, 100, 400, besar 1 (|A|2 − |B| |B| 2 ˆ ini menunjukkan bahwa sudah tidak ada transfer energi antara A dan B. Selanjutnya, untuk perbandingan ketinggian dasar sinusoidal dengan dasar laut yang berbeda-beda,yaitu: εD = 0.08, 0.1, 0.12, 0.14, 0.16 hasil simulasi saat t = 400 diperlihatkan oleh Gambar 4.5. Tabel (4.2) menunjukkan berapa besar amplitudo gelombang yang diteruskan ke daerah sebelah kanan dasar sinusoidal dan berapa besar amplitudo gelombang refleksi yang dihasilkan ke daerah di sebelah kiri dasar
34
sinusoidal pada akhir pengamatan t = 400, dengan nilai εD yang berbeda-beda.
Gambar 4.4: Kasus
B A
ˆ = −1: Kurva A(x) dan −B(x) saling berhimpit untuk nilai
εD = 0.08, 0.1, 0.12, 0.14 berturut-turut dari atas ke bawah. Saat t = 400
εD
A
ˆ −B
A yang direduksi (%)
0.08 0.5341 1.0022
46.59
0.10 0.4567 1.0031
54.23
0.12 0.3904 1.0040
60.96
0.14 0.3338 1.0049
66.62
0.16 0.2854 1.0058
71.46
ˆ di x = 0 saat t = 400 dengan α yang Tabel 4.2: Perubahan A di x = 10 dan −B berbeda-beda
4.4.3
Kasus Ketiga
Pantai dengan
ˆ B A
= 1, diibaratkan berada pada x > L sehingga saat gelombang ke
kiri hasil pantulan dari pantai mencapai x = L beda fasenya sama dengan gelombang ke kanan yang akan menabrak pantai. 35
Gambar 4.5: Pantai yang memantulkan gelombang dengan sempurna berada pada ˆ x > L, (B/A) =1
Perhatikan Gambar 4.10, pada kasus ini adanya pantai memberikan efek yang ˆ yang dihasilkan menberlawanan dengan hasil sebelumnya yaitu besar amplitudo B ˆ > 0 positif, A memperoleh energi dari B. ˆ Dengan demikian, jadi positif. Karena AB ˆ yang positif ini memberikan pengaruh pada A, sehingga A semakin amplitudo B ˆ yang meningkat. Perhatikan saat t = 19, dari sebelah kanan ke kiri amplitudo B, ˆ menpositif, semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh perubahan amplitudo B jadi A. Sedangkan di sebelah kiri amplitudo B bernilai negatif karena pada selang ini efek pantai belum terasa dan efek yang terasa disini hanya berasal dari pemecˆ ahan gelombang oleh dasar sinusoidal. Sejalan dengan waktu besar amplitudo B semakin meningkat demikian juga dengan besar A, karena kedua amplitudo salˆ menjadi positif disepanjang ing mempengaruhi satu sama lain, sehingga besar B 0 < x < 10, lihat gambar untuk t = 100. Akhirnya, keadaan setimbang dicapai saat ˆ t = 400 karena sudah tidak ada transfer energi antara A dan B. Selanjutnya, untuk perbandingan ketinggian dasar sinusoidal dengan dasar laut yang berbeda-beda,yaitu: εD = 0.08, 0.1, 0.12, 0.14, 0.16 hasil simulasi saat t = 400 diperlihatkan oleh Gambar 4.7. Untuk perbandingan dasar sinusoidal dengan kedalaman, εD = 0.08, 0.1, 0.12, 0.14, 0.16 berturut-turut menghasilkan A(10) di akhir pengamatan saat t = 400 menjadi A(10, 400) = 1.882, 2.21, 2.60, 3.07, 3.643. 36
Gambar 4.6: Kasus
ˆ B A
ˆ = 1: Kurva A(x) dan B(x) saling berhimpit untuk nilai
α = 0.08, 0.1, 0.12, 0.14, 0.16 berturut-turut dari bawah ke atas. Saat t = 400
37
Gambar 4.7: Hasil simulasi untuk kasus
B A
= 0. Kurva berwarna hitam A(x), kurva
ˆ berwarna biru B(x), dan garis putus-putus adalah E(x)
38
Gambar 4.8: Hasil simulasi untuk kasus
B A
= −1. Kurva berwarna hitam A(x),
ˆ kurva berwarna biru B(x), dan garis putus-putus adalah E(x)
39
Gambar 4.9: Hasil simulasi untuk kasus
B A
= 1. Kurva berwarna hitam A(x), kurva
ˆ berwarna biru B(x), dan garis putus-putus adalah E(x)
40