BAB 4 DARI TOPIK KE RUMUSAN MASALAH Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi sebagai berikut: (1) Mampu menemukan dan memilih topik penelitian yang sesuai dengan minat dan potensinya dengan mempertimbangkan sumberdaya dan waktu penelitian. (2) Mampu mengidentifikasi masalah yang akan diteliti dengan dukungan justifikasi atau pembenaran dan pembuktian adanya masalah tersebut. (3) Mampu merumuskan masalah yang penelitian secara spesifik, tajam, dan jelas, sehingga penelitian arah penelitian menjadi jelas.
1. Minat dan Topik Topik dalam pengertian umum berarti sesuatu yang ditopkan untuk dibahas, atau pokok bahasan, atau sesuatu yang penting, yang diunggulkan. Peneliti pemula pada umumnya tidak mudah untuk menemukan topik penelitian. Tetapi sebenarnya dalam ilmu PWK banyak hal yang dapat digali menjadi topik penelitian. Oleh karena itu bagi peneliti pemula, untuk memperoleh wawasan luas dalam upaya menemukan topik yang tepat untuk dirinya, diajurkan untuk mengikuti hal-hal berikut: (1) Menghadiri seminar atau pertemuan ilmiah, diskusi, konferensi atau symposium. Dalam forum ini akan banyak didiskusikan berbagai macam pokok bahasan, yang diharapkan dapat mendorong untuk menentukan topic penelitian (2) Memahami peta jalan (roadmap) penelitian suatu laboratorium atau pusat penelitian. Di Prodi PWK, program LBE memiliki peta jalan penelitian yang sudah memerinci program dan sasaran penelitian. (3) Membaca referensi terutama jurnal, makalah, buku teks, atau laporan (4) Bertanya, berdiskusi, atau berkorespondensi dengan dosen senior atau ilmuwan Penelitian, baik tugas akhir atau program penelitian pada umumnya, selalu dibatasi waktu dan biaya. Peneliti harus cermat dalam memilih topik agar penelitiannya dapat diselesaikan sesuai waktu yang direncanakan dengan hasil baik, serta tidak dianggap
4. Dari Topik ke Rumusan Masalah
| 44
ambisius. Sebaliknya suatu topik yang dipilih juga tidak boleh terlau sederhana, misalnya hanya mengumpulkan data. Topik yang dipilih hendaknya memenuhi syarat berikut: (1) Sesuai dengan minat dan ketertarikan peneliti pada suatu obyek; jangan menerima begitu saja topik yang diberikan oleh pihak lain, apalagi bilatopik tidak sesuai dengan minat. (2) Minat hendaknya tidak datang tiba-tiba atau mendadak, tetapi memang sudah dipersiapkan sejak awal. Misalnya tertarik pada transportasi, maka sebaiknya sejak lama tugas-tugas, keterlibatan, makalah, sudah diarahkan pada transportasi. (3) Topik seyogyanya sesuai dengan kapasitas peneliti, misalnya peneliti pernah ikut penelitian terkait transportasi, pernah bekerja di lembaga terkait transportasi. Peneliti lebih menuasai hal-hal kuantitatif, atau menguasai metode aplikasi berbasis computer, misalnya SPSS atau GIS. (4) Mempertimbangkan skup dan waktu. Jangan memilih skup yang terlalu luas, misalnya satu kota, karena akan memakan waktu panjang. Peneliti cukup memfokuskan diri pada wilayah pusat kota, kawasan tepi air, atau kalau transportasi batasi pada jalur tertentu; dengan demikian penelitian akan selesai sesuai waktu tersedia. (5) Topik yang dipilih hendaknya menunjukkan kemampuan lebih yang dimilki oleh peneliti. Bila ini terwujud, akan menjadi unggulan atau kelebihan yang dimiliki oleh peneliti. Rudestam dan Newton (1992) memberikan saran dalam memilih topik panelitian dalam ilmu PWK: (1) Topik hendaknya lanjutan dari kegiatan sebelumnya. Misalnya bila selama ini mahasiswa sudah sering terlibat dalam kegiatan terkait transportasi, maka sebaiknya topic yang dipilih meneruskan kegiatan tersebut (2) Hindari topik yang ambisius. Dalam studi waktu sangat dibatasi. Oleh karena itu jangan memilih topic yang terlalu besar sehingga tidak akan selesai tepat waktu. Sebaliknya tentu jangan memilih topic yang terlalu kecil skupnya, misalnya hanya wilayah RT saja, karena ini tidak akan mampu menunjukkan kebolehan peneliti. (3) Hindari duplikasi. Dalam etika ilmiah, duplikasi dilarang dengan keras. Duplikasi misalnya hanya mengganti lokasi atau kota saja. Dulikasi dapat dihindari bila peneliti memilki cukup bacaan sebagai rujukan sehingga diketahui state of the art bidang ilmu yang diteliti. 4. Dari Topik ke Rumusan Masalah
| 45
(4) Topik hendaknya yang baru. Sesuatu yang baru akan menarik bagi pembaca sehingga akan dioeroleh nila plus bagi peneliti. Sesuatu yang baru, misalnya yang sedang hangat dibicarakan melalui media, misalnya tentang pelanggaran terhadap tata ruang (5) Topik hendaknya menarik. Untuk ini hindari pengulangan atau duplikasi atas topic yang pernah ada. (6) Topik
hendaknya
mendemonstrasikan
kemampuan
peneliti.
Penelitian
ini
kesempatan bagi penelitian ini untuk menampilkan kemampuan peneliti sehingga suatusaat pembaca akan mengetahui kemampuan peneliti pada bidang tertentu, sehingga menjadi pembeda. (7) Orisinal. Penelitian untuk disertasi dituntut menghasilkan novelty, temuan yang baru. Masih cara memilih topik penelitian, Tanjung dan Ardial (2007) member catatan untuke memilih topik yang baik: (1) Topik hendaknya dapat dikelola (manageable) (2) Memungkinkan memperoleh data (obtainable data) (3) Topik signifikan (significance topic) (4) Topik menarik (interesting topic)
2. Identifikasi Masalah Setelah menentukan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi masalah atau ungkapan masalah (problems identificitation). Identifikasi masalah adalah upaya peneliti untuk menemukenali masalah yang akan diteliti dana mengungkapkannya sehingga jelas rangkaian permasalahan. Misalnya soal kemacetan lalu-lintas, apa saja yang terkait dengan kemacetan lalu-lintas di sepanjang suatu jalan. Kemacetan lalu-lintas sangat kompleks, oleh karena itu perlu diidentifikasi masalah yang terkait. Misalnya saja peneliti dapat mengidentifikasi yang terkait dengan kemacetan lalu-lintas yaitu jumlah kendaraan yang lewat, geometri dan dimensi jalan, konstruksi jalan, perilaku pengguna lalu-lintas, gangguan di tepi jalan. Identifikasi ini masih perlu dipertajam lagi, misalnya difokuskan pada jumlah kendaraan saja. Dengan demikian penelitian lebih fokus. Peneliti lain dapat mengambil topik kemacetan lalu-lintas tetapi berfokus pada lainnya, misalnya perilaku pengemudi.
4. Dari Topik ke Rumusan Masalah
| 46
Identifikasi masalah harus didukung oleh justifikasi yang kuat. Justifikasi adalah pembenaran tentang adanya masalah tersebut. Bila masalahnya yang diidentifikasi tentang kemacetan lalu-lintas, maka harus didukung dengan fakta empiris bahwa masalah itu benar adanya. Misalnya, justifikasi kemacetan lalu-lintas dapat didukung dengan fakta kecepatan kendaraan yang <20 km/jam, waktu tempuh yang tinggi dibanding dengan jarak, foto-foto kemacetan. Fakta empiris ini dapat diperoleh dari data sekunder. Oleh karena itu peneliti perlu melakukan prasurvai atau observasi agar diperoleh data empirik pendukung justifikasi kemacetan lalu-lintas. Bila tidak ada masalah, tidak perlu dilakukan penelitian. Sebagai contoh, jika suatu jalan diperlebar dari semula 2 lajur menjadi 6 lajur, dan lalu lintas menjadi lancar. Bila demikian, berarti tidak ada masalah karena pelebaran jalan sudah sesuai dengan tujuannya, yaitu agar lalu-lintas lancar. Keadaan menjadi lain, bila meskipun sudah bertambah lajurnya (menjadi 6 lajur) keadaan lalu-lintas tetap macet. Kalau demikian halnya, maka tidak perlu dilakukan penelitian. Tetapi bila lalu-lintas di sepanjang jalan tersebut macet atau lambat, maka menarik dan perlu dilakukan penelitian. Bila peneliti tertarik dengan kemacetan lalu-lintas ini untuk diteliti lebih lanjut, maka berarti peneliti sudah dapat menentukan dan memilih topik penelitian, yaitu kemacetan lalu-lintas di Jl.Perintis Kemerdekaan. Masalah menurut Lubis (2012), suatu penelitian berawal dari das wollen, das sollen, dan dan sein. Das wollen berarti sesatu yang diinginkan, das sollen berarti yang ideal, dan das sein kenyataan atau realita yang ada. Penelitian berawal dari kesenjangan antara das wollen atau das sollen dengan das sein; kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Dalam penelitian dikenal adanya tiga tipe kesenjangan, kesenjangan teoritik (theoretical gap) dan kesenjangan empirik (empirical gap), dan kesenjangan informatif. Kesenjangan teoritik adalah ketiadaan teori tentang sesuatu keadaan yang seharusnya ada. Misalnya, ketiadaan teori untuk kota pantai; yang ada selama ini adalah teori struktur kota seperti teori lingkaran sepusat (concentric zone theory) oleh Burgess, oleh karena itu perlu penelitian tentang struktur ruang kota pantai. Kesenjangan empirik adalah kesenjangan antara keadaan empiric dengan seharusnya. Misalnya suatu jalan mestinya lalu-lintasnya lancer, tetapi kenyataannya lalu-lintasnya macet atau lamban. Kesenjangan antara harapan dan kenyataan, antara yang seharusnya dengan yang ada, antara yang ideal dengan kenyataan, atau antara das solen dan das sein. Kesenjangan informative,
4. Dari Topik ke Rumusan Masalah
| 47
ialah ketiadaan informasi yanga memadai tentang suatu informasi yang sangat dibutuhkan. Tabel 3.1 Tiga Jenis Kesenjangan dalam Penelitian Kesenjangan
Contoh
Tujuan
Jenis
Rumusan masalah
penelitian Kesenjangan
Teori
teoritik
sepusat
lingkaran
(concentric
zone
theory) segmen
Memperluas
Verivikatif,
Apakah
cakupan
eksplanasi
lingkaran
teori sepusat
generalisasi
berlaku untuk kota
suatu teori
pantai?
Kesenjangan
Suatu
Menguji
Eksplanatif
Mengapa
empirik
jalan
sudah
hubungan
pelebaran
diperlebar
tetapi
antara
tidak
lalin masih macet
pelebaran jalan
kemacetan lalin?
juga
dengan tingkat
jalan
menurunkan
Apa penyebab
kemacetan lalin Kesenjangan
Belum
informatif
informasi
ada
Menggali
terkait
informasi
peran siaran radio
belum
swasta
diungkap
dalam
yang pernah
Eksploratif,
Bagaimana
peran
riset
radio siaran swasta
deskriptif
dalam meningkatkan
meningkatkan
partisipasi
partisipasi
kebersihan kota
untuk
untuk
kebersihan kota
3. Rumusan Masalah Setelah masalah penelitian berhasil diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menyusun rumusan masalah. Menurut Kerlinger (1973) dan Lubis (2012) rumusan masalah hendaknya disusun dalam bentuk kalimat interogatif, mengandung dua variable/faktor atau lebih yang dipertautkan, dan memberikan jalan untuk pengukuran dan pengujian. Dalam buku teks sering rumusan masalah ditulis menjadi research question atau problems formulation.
4. Dari Topik ke Rumusan Masalah
| 48
3.1. Kalimat tanya atau interogatif Karena pada bagian latar belakang diuraikan adanya masalah, maka pada rumusan masalah latar belakang tersebut dipertanyakan. Kalimat tanya yang tersusun akan mempermudah arah berfikir peneliti untuk melanjutkan penelitiannya. Kalimat tanya dapat menggunakan kata tanya seperti apa, mengapa, bagaimana, kapan, dan kombinasi keempatnya (what, why, how, when). Sebagai contoh, bila suatu ruas jalan X sudah diperlebar dan diperbanyak lajur dan jalurnya idealnya lalu-lintas lancer dan tidak macet (das sollen). Kenyataannya masih macet juga (das sein). Sehingga seorang peneliti tertarik dan merumuskan pertanyaan seperti berikut: (1) Mengapa jalan X yang sudah diperluas dan diperlebar lalu-lintasnya belum lancar atau masih macet? (2) Mengapa pelebaran jalan dan perluasannya tidak menurunkan tingkat kemacetan lalu-lintasnya? Dua rumusan masalah tersebut sudah tersusun sebagai kalimat tanya. Tetapi belum cukup tajam karena baru menyadari adanya kemacetan lalin dan bertanya mengapa macet, tetapi belum mengarah ke apa sebab macet, apa yang berpengaruh terhadap macet.
3.2. Mengandung dua unsur atau faktor atau variabel yang dipertautkan Contoh rumusan masalah di 3.1 dapat dipertajam dengan menampilkan dua unsur, factor, atau variabel yang dipertautkan: (1) Apakah jumlah kendaraan yang menyebabkan kemacetan lalu-lintas di jalan X? (2) Bagaimana pengaruh perilaku pengemudi terhadap kelancaran lalu-lintas di jalan X? Dua contoh di atas menunjukkan adanya dua variabel di masing-masing rumusan masalah, sehingga jelas arah penelitiannya. Tautannya juga jelas yaitu sebab akibat dan pengaruh.
3.3. Memungkinkan untuk mengumpulkan data dan pengukurannya Penelitian harus berdasarkan pada fakta empirik dan dapat diperoleh datanya secara terukur, apakah kuantitatif atau kualitatif. Bila peneliti tidak mungkin memperoleh data 4. Dari Topik ke Rumusan Masalah
| 49
maka dia tidak akan mampu menjawab rumusan masalah yang berarti peneltian tidak akan selesai. Dalam contoh di (2) jumlah pengemudi, perilaku pengemudi, kemacetan lalu-lintas, semuanya memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan pengumpulan data dan mengukur serta mengujinya.
4. Jenis Rumusan Masalah Soegiono (2000) membedakan adanya beberapa model atau jenis rumusan masalah yaitu deskriptif, komparatif, kausatif, dan asosiatif: 4.1. Rumusan masalah deskriptif Bentuk yang demikian berupa kalimat tanya yang menguraikan tentang beberapa faKtor atau variabel. Berikut adalah contohnya: (1) Bagaimana kondisi ruang terbuka publik ketika hari kerja dan hari akhir pekan? (2) Seberapa tinggi persepsi masyarakat terhadap fasilitas di ruang terbuka publiK pantai Losari? 4.2. Rumusan masalah komparatif Inti rumusan masalah demikian adalah membandingkan beberapa faktor atau variabel. Contoh: (1) Apakah persepsi pengunjung pria lebih tinggi daripada pengunjung wanita dalam hal kebersihan pantai Losari? (2) Bagaimana perbandingan antara struktur ruang kota pantai dengan struktur ruang kota pedalaman? 4.3. Rumusan masalah kausatif Rumusan masalah yang demikian menguraikan sebab akibat factor atau variable. Contoh: (1) Bagaimana pengaruh pembangunan dan perluasan ruang public di Losari terhadap perubahan tata ruang kota Makassar? (2) Apakah perilaku pengemudi berpengaruh terhadap tingkat kemacetan lalu-lintas di sepanjang jalan Perintis Kemerdekaan?
4. Dari Topik ke Rumusan Masalah
| 50
4.4. Rumusan masalah asosiatif Model rumusan masalah ini menghubungkan (to associate) antara variabel satu denga lainnya. Contoh: (1) Bagaimana hubungan antara pembangunan dan perluasan ruang publik pantai Losari dengan pertumbuhan ekonomi? (2) Apakah pendidikan pengemudi berkaitan dengan perilaku pengemudi angkot di Kota Makassar? Jenis rumusan masalah yang dipilih oleh peneliti akan berpengaruh terhadap jenis hipotesis yang akan dirumuskan dan diuji nantinya. Pilihan ini juga akan menentukan model analisis untuk menjawab rumusan masalah atau pengujian hipotesis nantinya.
5. Tujuan Penelitian Agar arah penelitiannya jelas suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas pula. Tujuan penelitian bukan untuk menyelesaikan studi atau menyelesaikan proyek. Rumusan tujuan peneltian harus terkait dengan rumusan masalah. Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai setelah penelitian selesai. Untuk mudahnya, bila rumusan masalah tersusun dalam kalimat tanya, maka tujuan penelitian tersusun dalam kaliamat pernyataan. Contoh berikut membantu bagaimana menyususn tujuan peneltian: (1) Tujuan deskriptif: Peneltian ini bertujuan untuk menggali dan mendeskripsikan secara sistematik, mendalam, dan menyeluruh tingkat partisipasi masyarakat dalam penyusunan tata ruang. (2) Tujuan kausatif. Tujuan penelitian ini ialah untuk menguji sebab akibat antara perilaku pengemudi dengan kemacetan lalu-lintas (3) Tujuan asosiatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi antara kepadatan lalu-lintas dengan tingkat kemacetan lalu-lintas (4) Tujuan komparatif. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan apakah partisipasi masyarakat perkotaan lebih tinggi disbanding masyarakat perdesaan dalam hal penyusunan tata ruang
4. Dari Topik ke Rumusan Masalah
| 51
6. Judul Penelitian Judul dapat diumpamakan seperti label suatu produk. The first time the readers read but the last time the writer does. Saat pembaca membaca buku yang dibaca pertama kali adalah judulnya, tetapi sebenarnya judul itu oleh penulis ditulis dan dipastikan saat-saat terakhir. Di awal penelitian, judul biasanya masih tentative, sementara. Setelah proses penelitian berakhir, judul akirnya disempurnakan sesuai dengan pokok yang dibahas. Judul berfungsi sebagai kepala karangan. Dengan membaca judul, seharusnya orang langsung dapat memperkirakan apa isi, arah, dan hasil penelitian. Oleh karena itu judul hendaknya memasukkan variabel penting. Misalnya kalau penelitian itu membahas perilaku pengemudi, kemacetan lalu-lintas, maka judul penelitian menjadi: Hubungan perilaku pengemudi dengan tingkat kemacetan lalu lintas. Judul hendaknya mencerminkan lingkup penelitian. Agar supaya suatu penelitian dapat terkonsentrasi pada suatu fenomena, maka penelitian perlu ditentukan lingkup atau skupnya. Lingkup dapat berupa lingkup waktu, lingkup wilayah. Berikut adalah judul yang menunjukkan variabel yang diteliti sekaligus mengungkapkan lingkup waktu dan lokasi: Pengaruh perilaku pengemudi terhadap lalu lintas pada hari kerja di kota Makassar. Dalam memilih kata untuk judul hendaknya menarik perhatian. Ini bertujuan agar pembaca tertarik untuk membaca lebih lanjut sehingga proses berbagi ilmu pengetahuian berlangsung. Contoh judul yang biasa : Pengaruh pencemaran udara terhadap polisi lalin Disarankan diperbaiki
: Polusi dan polisi: Pencemaran Udara di Jalan Raya
Formulasi judul penelitian bukan kalimat. Suatu kalimat terdiri dari subyek dan predikat serta keterangan. Tetapi judul bukan berstruktur seperti kalimat karena bukan terdiri dari subyek dan predikat. Judul terdiri dari beberapa kata penting yang mencerminkan isi. Judul hendaknya ringkas dan pendek. Ada sumber yang mengatakan judul tidak lebih dari 12 kata, ada juga yang lebih longgar menyarankan boleh sampai 20 kata. Meskipun sering dalam ilmu sosial judul biasanya menjadi panjang. Bila diperlukan ada judul dan subjudul. Sebagai contoh: Pengembangan Kota Pantai: Pengaruh Ruang Publik terhadap Aspek Sosial dan Ekonomi di Kawasan X.
4. Dari Topik ke Rumusan Masalah
| 52