BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Kete’ Kesu’
4.1.1
Sejarah Suku Toraja Kata Toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang
berdiam di negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar satu juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Sebelum abad ke-20 Suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen, akan tetapi saat ini mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat kepercayaan tradisional dan agraris menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen. Sekalipun mayoritas masyarakat beragama Kristen, akan tetapi masyarakat masih berpegang teguh pada kepercayaan adat istiadat yang telah di anut sejak zaman nenek moyang baik itu pada ritual kelahiran, pernikahan maupun pada kematian. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Seiring berjalannya waktu, objek wisata Ke’te’ Kesu’ semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog. Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia
menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan. Dalam upacara Rambu Solo ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses pembungkusan jenazah, pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah, penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan, dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir pada Patane Pong Massangka (kuburan dari kayu berbentuk rumah Toraja), kuburan (liang) purba, peti jenazah digantung pada tebing serta diletakkan pada makam-makan modern yang semuanya itu terdapat pada objek wisata Ke’te’ Kesu’. 4.1.2 Profil Kete’ Kesu’ Kete’ Kesu’ merupakan salah satu tempat yang digunakan oleh suku Toraja melakukan ritual pemakaman atau yang disebut dengan Rambu Solo. Objek wisata Kete’ Kesu’ sudah ada sejak zaman nenek moyang Suku Toraja, akan tetapi secara objek wisata Ke’te’ Kesu’ mulai menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai dengan norma-norma pemerintah mulai dari tahun 1970 sampai sekarang. Objek wisata Ke’te’ Kesu’ sudah populer diantara turis domestik dan asing sejak 1979 dan seiring berjalannya waktu pihak-pihak pengelola melengkapi secara perlahan-lahan fasilitas untuk pemeliharaan lingkungan objek wisata tersebut. Kete Kesu ditetapkan sebagai salah satu Cagar Budaya dengan nomor registrasi 290 yang perlu dilestarikan atau dilindungi. Objek wisata Ke’te’ Kesu’ ini sangat menarik karena memiliki suatu kompleks perumahan adat Toraja yang masih asli yang terdiri dari enam Tongkonan lengkap dengan 12 alang sura’ (lumbung padinya). Tongkonan tersebut dari leluhur Puang ri Kesu’ difungsikan sebagai tempat bermusyawarah, mengelola, menetapkan dan melaksanakan aturan-aturan adat, baik aluk maupun pemali yang digunakan sebagai aturan hidup dan bermasyarakat di daerah Kesu’ dan juga di seluruh Tana Toraja yang disebut aluk Sanda Pituma. Tongkonan dan hak kepemilikan objek wisata Ke’te’ Kesu’ hingga saat ini diwariskan secara turun temurun dan turunan Puang ri Kesu masih hidup sampai sekarang. Tongkonan tersebut menjadi cagar budaya, tetap digunakan sebagai ajang kegiatan adat tetapi kini tongkonan tersebut sudah tidak
ditinggali melainkan Ke’te’ Kesu’ saat ini telah dikelola beberapa pihak keluarga dan pemerintah yang saling bekerja sama dalam mengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’. daftar ketua pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang pertama hingga saat ini dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Daftar Ketua Objek Wisata Ke’te’ Kesu’ No
Nama
Tahun Menjabat
1.
F. K. Sarungallo
1970-1987
2.
Layuk Sarungallo
1987-1992
3.
Tinting Sarungallo
1992-1998
4.
Emba Sarungallo
1998-2004
5.
Layuk Sarungallo
2004-Sekarang
Sumber : Badan Pengurus Ke’te’ Kesu’ (2014).
Kete Kesu adalah potret kebudayaan megalitik di Tana Toraja yang paling lengkap. Tongkonan-tongkonan di Kete’ Kesu’ memiliki ukiran yang indah. Tanduk kerbau berderet di depannya menandakan tingginya status sosial si pemilik rumah. Tongkonan dan alang sura dimiliki secara turun temurun. Tongkonan-tongkonan di Kete’ Kesu’ sudah tua, bahkan ada yang diperkirakan berumur sekitar 300 tahun. Atap tongkonan yang terbuat dari susunan bambu sudah ditumbuhi rumput liar akan tetapi, Badan Pengurus sengaja tidak sering membersihkannya karena rumput ini bisa berguna untuk mencegah kebocoran dari air hujan. Ke’te’ Kesu’ terletak di Desa Panta’nakan Lolo dengan alamat Jl. Ke’te Kesu’ 98A, Kecamatan Rantepao, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Objek wisata Ke'te Kesu’ dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Jarak tempuh dari kota Rantepao kurang lebih lima km dengan waktu sekitar 20 sampai 25 menit. Berdasarkan pembagian jenis pariwisata menurut Spille (1987), Ke’te’ Kesu’ termasuk merupakan pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism) dan alam yang merupakan tempat untuk mempelajari adatistiadat serta sebagai tempat untuk mengunjungi bangunan dan benda-benda bersejarah peninggalan masa lalu dan menikmati pemandangan alam yang dimiliki objek wisata dengan kondisi lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ pada tahun 2013 termasuk kurang terawat. Jumlah pegawai pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ terdiri dari 16 orang yang di dalamnya sudah termasuk keluarga
selaku pemilik objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang memiliki tugas pada penjualan tiket masuk. Data jumlah pegawai dapat dilihat pada lampiran E-1. Topografi wilayah objek wisata Ke’te’ Kesu’ berbukit tebing dengan ketinggian lahan ± 300 m sampai dengan 2.580 m di atas permukaan laut dengan jumlah anak tangga menuju bukit tebing sebanyak 57 anak tangga serta luas wilayah objek wisata Ke’te’ Kesu’ seluas 3.746 km2. Berada pada zona waktu Indonesia Tengah, secara klimatologi Kabupaten Tana Toraja khususnya Desa Panta’nakan Lolo termasuk ke dalam daerah yang beriklim Tropis Basah. Hal ini dapat diketahui melihat letak keberadaan tempat yang berada di daerah pegunungan. Dalam segi temperatur udara, suhu di Tana Toraja berkisar antara 15 ºc–28ºc dengan kelembaban udara yang berkisar antara 82%–86%. Curah hujan rata-rata berada pada kisaran 1500 mm/thn sampai lebih dari 3500 mm/thn. Ke’te’ Kesu’ memiliki banyak ukiran dan pahatan patung. Beberapa penduduk desa memang sudah terkenal sebagai ahli mengukir dan memahat patung dan juga terbiasa membuat tau-tau yang merupakan patung yang digunakan untuk upacara pemakaman dalam adat Toraja. Penduduk desa juga sering menggunakan keahlian untuk mengukir peti mati dan rumah adat. Di belakang deretan tongkonan, terdapat kompleks pemakaman yang berdinding batu kapur. Menurut cerita para orang tua, makam-makam tua tersebut berumur hingga 700 tahun. Tulang-tulang dan tengkorak berserakan di dalam gua dan di sekitar pemakaman. Peti-peti mati atau erong dipahat menyerupai bentuk perahu, kerbau, babi serta terdapat juga patene atau makam modern yang berbentuk rumahrumahan. Terdapat puluhan tau-tau di dalam sebuah ruangan khusus. Sejak tahun 1960-an. Masyarakat di sekitar objek wisata Ke’te’ Kesu’ mulai mengenal semen dan membuat bangunan bagi pemakaman keluarga. Kete’ Kesu’ merupakan salah satu warisan Toraja yang istimewa dengan menyimpan banyak cerita tentang budaya Toraja. Objek wisata Ke’te’ Kesu’ Berada di Kecamatan Kesu’ dengan total jumlah penduduk kecamatan Kesu’ sebanyak 19.251 jiwa yang terdiri dari lakilaki sebanyak 9.437 jiwa dan perempuan sebanyak 9.814 jiwa. Adapun Kecamatan Kesu’ terbagi menjadi tujuh desa yaitu Desa Angin-angin, Desa Ba’tan, Desa Rinding Batu, Desa Panta’nakan Lolo, Desa Sangbua (Sangubua),
Desa Tadongkon, Desa Talulolo. Jumlah penduduk pada tiap-tiap desa yang berada di Kecamatan Kesu’ dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Kesu’ No
NAMA
JUMLAH PENDUDUK
DESA/KELURAHAN
(JIWA) Laki-laki
Perempuan
Total
1.
Panta’nakan Lolo
1456
1532
2988
2.
Ba’tan
1253
1269
2522
3.
Rinding Batu
1497
1379
2876
4.
Angin-angin
1159
1402
2561
5.
Sangbua (Sangubua)
1456
1381
2837
6.
Tadongkon
1398
1391
2789
7.
Talulolo
1218
1460
2678
JUMLAH
9437
9814
19251
Sumber : Kecamatan Kesu' (2013)
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk banyak adalah Desa Panta’nakan Lolo dengan total jumlah penduduk 2988 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.456 jiwa dan perempuan 1.532 jiwa dengan mata pencaharian penduduk sekitar sebagian besar adalah petani dan pengrajin dengan penghasilan Rp 1.500.000 sampai Rp 1.900.000 per bulan sehingga dengan beroperasinya objek wisata Ke’te’ Kesu’ memberikan kontribusi yang sangat besar bagi penghasilan masyarakat Panta’nakan Lolo karena dengan beroperasinya objek wisata Ke’te’ Kesu’ maka masyarakat dapat menjual hasil kerajinan tangan mereka kepada wisatawan objek wisata Ke’te’ Kesu’ sebagai salah satu mata pencaharian masyarakat (Untuk data lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran wawancara B-23).
4.1.3 Visi dan Misi Sebuah organisasi dikatakan berhasil jika di dalam organisasi tersebut semua orang yang terlibat memiliki visi dan misi yang sama. Jika visi dan misi yang dijalankan oleh setiap anggota berbeda-beda maka organisasi yang dijalankan tidak akan berkembang melainkan justru mengalami kemunduran yang berujung pada kehancuran. Objek wisata Ke’te’ Kesu’ memiliki visi yaitu “Menjadi pusat objek wisata budaya yang bermanfaat, aman dan nyaman dengan
melestarikan adat dan budaya Toraja”. Visi dari dalam organisasi dapat tercapai apabila didorong dengan misi yang jelas. Untuk mencapai visinya objek wisata Ke’te’ Kesu’ memiliki misi sebagai berikut : 1.
Melakukan ritual upacara pemakaman sesuai dengan tata cara adat Toraja.
2.
Meningkatkan pemeliharaan dan keamanan lingkungan, bangunan dan benda cagar budaya.
3.
Menciptakan budaya tata krama.
4.
Memanfaatkan, mengelola dan melestarikan sumber daya alam dengan menerapkan sistem tebang pilih. Dari visi dan misi yang ditetapkan oleh pihak pengelola objek wisata
Ke’te’ Kesu’ terlihat bahwa Ke’te’ Kesu’ mengutamakan usaha untuk menciptakan kondisi yang aman dan nyaman pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ dengan meningkatkan pemeliharaan pada lingkungan, bangunan dan benda cagar budaya yang terdapat pada objek wisata Ke’te’ Kesu. Terwujudnya visi dan misi tersebut dapat memacu orang-orang untuk mengunjungi objek wisata Ke’te’ Kesu’ bukan hanya sekali melainkan hingga berulang-ulang kali yang tentunya dapat menunjang penerimaan objek wisata Ke’te’ Kesu’. Visi dan misi di atas juga di dukung oleh kerja keras yang berdasarkan pada pencapaian sapta pesona dengan mewujudkan kondisi yang dapat menarik minat wisatawan berkunjung ke suatu daerah atau tempat agar wisatawan memperpanjang masa tinggal disuatu daerah serta memperoleh kepuasan atas kunjungannya. Sapta pesona terdiri dari tujuh unsur (Amzis, 2014), yaitu: 1.
Aman Wisatawan akan senang berkunjung dan tinggal di suatu tempat apabila mereka merasa aman baik bagi dirinya maupun harta bendanya.
2.
Tertib Kondisi yang tertib adalah sesuatu yang sangat didambakan oleh setiap orang, termasuk wisatawan yang tercermin dari suasana yang teratur, rapi, adanya disiplin yang tinggi
3.
Bersih Suatu kondisi lingkungan dan suasana yang menampilkan kebersihan dan kesehatan di semua tempat yang menjadi kegiatan manusia baik ditempat umum maupun di daerah-daerah tempat tujuan.
4.
Sejuk Suatu kondisi yang menampilkan lingkungan dan suasana yang sejuk, nyaman dan tenteram karena lingkungan yang serba hijau, segar dan asri.
5.
Indah Kondisi yang menampilkan suasana yang menunjukkan keserasian dan keselarasan suatu lingkungan seperti tata warna, tata letak, tata bentuk ruang, gaya, gerak serasi dan selaras di objek wisata serta akomodasi sehingga memberi nuansa indah yang memenuhi nilai-nilai estetika.
6.
Ramah Ramah-tamah adalah suatu
sikap
dan perilaku
seseorang
yang
menunjukkan keakraban, sopan dan senang membantu. Ramah-tamah sebagaimana yang dimaksud merupakan watak dan budaya Indonesia yang selalu menghormati tamunya dan dapat menjadi tuan rumah yang baik. Sikap ramah-tamah ini menjadi salah satu hal yang sangat menarik bagi wisatawan. 7.
Kenangan Suatu kesan yang melekat kuat pada ingatan dan perasaan seseorang yang disebabkan oleh pengalaman yang diperolehnya. Kenangan yang ingin diwujudkan dalam ingatan wisatawan adalah kenangan indah dan menyenangkan dalam berwisata.
4.1.4 Struktur Organisasi dan Tugas Pengurus Objek wisata Ke’te’ Kesu’ Objek wisata Ke’te’ Kesu’ mulai menjalankan kegiatan operasionalnya secara resmi mulai dari tahun 1970. Didirikan oleh Renda Sarungallo yang merupakan ketua Badan Pendiri Yayasan dan dibantu oleh M. Menggiling yang merupakan wakil ketua dan F. B Rombelayuk yang merupakan sekertaris. Ketua Badan Pendiri Yayasan membawahi Badan Pengurus dengan Layuk Sarungallo yang merupakan ketua Badan Pengurus dan dibantu oleh Tino Sarungallo yang
merupakan wakil ketua, Y. S. Dalipang dan Malengko Sarungallo yang merupakan sekretaris dan wakil sekretaris serta M. Bunga dan PK. Layuk Sugi’ yang merupakan bendahara dan wakil bendahara. Ketua Badan Pengurus membawahi pegawai-pegawai yang bertugas membantu badan pengurus dalam mewujudkan visi dan misi objek wisata Ke’te’ Kesu’. Struktur organisasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Objek Wisata Ke’te’ Kesu’ Sumber : Data diolah (2014)
Struktur organisasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ masih terdapat kelemahan karena baik Badan Pendiri Yayasan, Badan Pengurus maupun pegawai masih memiliki tugas yang lain selain tugas yang telah dijelaskan, dimana mereka dibagi lagi menjadi empat team atau unit dalam mengelola objek wisata Ke’te’ Ke’su’ (Lampiran B-3). Empat team atau unit tersebut yaitu : 1.
Perencanaan Pelestarian Rumah Tongkonan Team ini terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara Badan Pengurus. Tugas dari unit ini yaitu : a.
Melakukan perencanaan terhadap pelestarian aset yang terdapat di objek wisata Ke’te’ Kesu’.
b.
Melakukan perencanaan terhadap keberhasilan pelaksanaan proses operasional sehingga dapat memperoleh penghasilan yang digunakan
dalam memenuhi kebutuhan objek wisata Ke’te’ Kesu’ seperti pembayaran listrik, pembayaran air dll. 2.
Pemeliharaan Lingkungan Team ini terdiri dari petugas kebersihan, juru pelihara dan petugas keamanan. Tugas dari unit ini yaitu berfokus pada pemeliharaan dan pelestarian lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’.
3.
Sumber Daya Manusia Team ini terdiri dari tenaga admin, wakil sekretaris Badan Pengurus, dan wakil bendahara Badan Pengurus. Tugas dari unit ini yaitu melakukan pengembangan dan pemberdayaan manusia khususnya masyarakat yang terdapat di sekitar objek wisata Ke’te’Kesu’ dengan mengembangkan keterampilan masyarakat sekitar dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada sebagai penunjang mata pencaharian masyarakat serta memperkenalkan hasil karya ciri khas masyarakat Toraja kepada para wisatawan yang datang baik itu berupa manik-manik, baju dan tas Toraja dll.
4.
Penasehat Unit penasehat ini terdiri dari petua-petua yaitu ketua, wakil ketua dan sekretaris Badan Pendiri Yayasan yang bertugas dalam memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan dalam meningkatkan pengelolaan objek wisata Ke’te’ Kesu’. Penjelasan uraian tugas dari masing-masing bagian dalam struktur
organisasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ adalah sebagai berikut : 1. Tugas Badan Pendiri Yayasan a. Ketua Ketua Badan Pendiri Yayasan bertugas dalam merencanakan, melaksanakan, mengkoordinasikan dan mengevaluasi pelaksanaan pendirian yayasan dan proses pengelolaan objek wisata yang dilaksanakan oleh badan pengurus dan ikut mengusahakan serta mengendalikan administrasi sumber daya yang diperlukan.
b. Wakil Ketua Wakil ketua bertangung jawab kepada ketua Badan Pendiri Yayasan yang bertugas bersama-sama dengan ketua dalam menetapkan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan. c. Sekretaris Sekretaris bertanggung jawab kepada ketua Badan Pendiri Yayasan yang bertugas untuk mendampingi ketua dalam setiap rapat dan melakukan pencatatan dalam setiap pengambilan keputusan kemudian disampaikan kepada Ketua Badan Pengurus. 2. Badan Pengurus a. Ketua Ketua Badan Pengurus bertanggung jawab kepada ketua Badan Pendiri Yayasan yang merupakan badan pengurus harian yayasan dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Uraian tugas dari ketua Badan Pengurus yaitu : 1) Memimpin yayasan dengan baik dan bijaksana. 2) Mengkoordinasi semua rapat yang dilakukan oleh badan pengurus. 3) Menetapkan
kebijaksanaan
yang
telah
dipersiapkan
dan
direncanakan oleh rapat Badan Pengurus. 4) Memimpin rapat. 5) Menetapkan kebijaksanaan dan mengambil keputusan berdasarkan musyawarah dan mufakat. 6) Mengkoordinasikan pegawai kebersihan dan juru pelihara. b. Wakil Ketua Wakil ketua Badan Pengurus bertanggung jawab kepada Ketua Badan Pengurus dan uraian tugas dari wakil ketua yaitu : 1) Bersama-sama ketua menetapkan kebijaksanaan. 2) Memberikan saran kepada ketua dalam mengambil keputusan. 3) Menggantikan ketua apabila ketua berhalangan. 4) Membantu ketua dalam rangka melaksanakan tugasnya. 5) Bertanggung jawab kepada ketua. 6) Mengkoordinasikan petugas keamanan dan tenaga admin.
c. Sekretaris Sekretaris Badan Pengurus bertanggung jawab kepada Ketua Badan Pengurus dan uraian tugas dari sekretaris yaitu : 1) Mendampingi ketua dalam setiap rapat 2) Menyiapkan, mendistribusikan serta menyimpan surat serta arsip yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan 3) Menyiapkan laporan, surat, hasil rapat, dan evaluasi kegiatan 4) Bersama ketua menandatangani setiap surat 5) Bertanggung jawab atas tertib administrasi yayasan d. Wakil Sekretaris Wakil sekretaris Badan Pengurus bertanggung jawab kepada Ketua Badan Pengurus, akan tetapi wakil sekretaris telah meninggal dunia dan hingga saat ini belum ada yang menggantikan posisi sekretaris sehingga tugas wakil sekretaris saat ini dialihkan kepada sekretaris dan ketua. Uraian tugas dari wakil sekretaris yaitu : 1) Aktif membantu pelaksanaan tugas sekretaris. 2) Memberi saran kepada ketua dalam mengambil keputusan. 3) Bertindak sebagai notulen dalam rapat. 4) Menggantikan sekretaris jika sekretaris berhalangan. e. Bendahara Bendahara Badan Pengurus bertanggung jawab kepada Ketua Badan Pengurus dan uraian tugas dari bendahara yaitu : 1) Bertanggung jawab dan mengetahui segala penerimaan/pengeluaran uang/biaya yang diperlukan. 2) Membuat tanda bukit kuitansi setiap penerimaan /pengeluaran uang untuk pertanggungjawaban. 3) Menyampaikan laporan kas secara berkala. f. Wakil Bendahara Wakil Bendahara Badan Pengurus bertanggung jawab kepada Ketua Badan Pengurus dan uraian tugas dari wakil bendahara yaitu: 1) Membantu bendahara dalam segala urusan keuangan yang diperlukan.
2) Ikut
membantu
mengawasi
penerimaan/pengeluaran
yang
diperlukan. 3) Membantu mencatat segala kegiatan untuk bahan laporan keuangan secara berkala dan menyiapkan tanda bukti pembayaran kuitansi. 3. Pegawai a. Pegawai Kebersihan Pegawai kebersihan bertanggung jawab kepada Ketua Badan Pengurus yang terdiri satu orang yang bertugas memelihara kebersihan lingkungan objek wisata serta melakukan pembuangan sampah (Lampiran B-11). b. Juru Pelihara Juru pelihara bertanggung jawab kepada Ketua Badan Pengurus dan ada dua orang yang bertugas untuk menjaga dan melestarikan bendabenda dan bangunan cagar budaya yang terdapat di objek wisata Ke’te’ Kesu’ serta membantu pegawai kebersihan (Lampiran B-14). c. Petugas Keamanan Petugas keamanan bertanggung jawab kepada Ketua Badan Pengurus dan terdapat dua orang yaitu satu orang dari pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ dan satu orang lagi dari Balai Pelestarian Cagar Budaya. Tugas dari petugas keamanan adalah menjaga keamanan di sekitar objek wisata Ke’te’ Kesu’ dan mengawasi para wisatawan yang datang mengunjungi objek wisata Ke’te’ Kesu’ (Lampiran B-17). d. Tenaga Admin Tenaga admin bertanggung jawab kepada Ketua Badan Pengurus dan bertugas membantu administrasi di yayasan objek wisata Ke’te’ Kesu’ serta mendata jumlah pengunjung.
4.2
Analisis Data dan Pembahasan
4.2.1 Hasil Dokumentasi Pada penelitian ini telah dilakukan dokumentasi dengan mengumpulkan berbagai dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini. Dokumen yang telah diperoleh yaitu sejarah objek wisata Ke’te’ Kesu’, struktur organisasi, visi dan
misi objek wisata Ke’te’ Kesu’, daftar pegawai berdasarkan latar belakang pendidikan (lampiran D-1), jumlah wisatawan (lampiran F-1), daftar alat kebersihan yang rusak, rincian pengeluaran alat kebersihan (lampiran E), foto-foto yang berkaitan dengan aktivitas yang terjadi di dalam objek wisata (lampiran H) serta laporan kas tahun 2013 (lampiran G). Objek wisata Ke’te’ merupakan salah satu objek wisata yang terkenal di Kabupaten Toraja Utara. Melalui data yang diperoleh dapat diketahui bahwa ratarata jumlah wisatawan selama periode tahun 2013 yaitu wisatawan nusantara 717,58 jiwa dan wisatawan mancanegara 3.021,50 jiwa (Lampiran F-1). Kunjungan wisatawan merupakan satu-satunya sumber penerimaan objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang akan digunakan dalam memenuhi kebutuhan sepanjang menjalankan aktivitas operasionalnya. Harga tiket masuk untuk setiap wisatawan berbeda-beda dimana harga tiket masuk untuk wisatawan domestik sebesar Rp 10.000/orang, wisatawan mancanegara sebesar Rp 20.000/orang dan untuk pelajar sebesar Rp 3.000/orang. Penerimaan objek wisata Ke’te’ Kesu’ tidak semuanya digunakan untuk operasional objek wisata melainkan dari total penerimaan 40% harus diserahkan kepada pihak Pemerintah Daerah, 3% diserahkan kepada Restitusi Guide yang merupakan suatu lembaga Guide yang berada di Kabupaten Toraja Utara dan 7% digunakan untuk membayar upah petugas pos. Melalui data tersebut maka dapat diketahui bahwa pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ hanya menggunakan 50% dari total pemasukannya untuk memenuhi kebutuhan dalam menjalankan aktivitas operasionalnya. Objek wisata Ke’te’ Kesu’ telah melakukan pengelolaan lingkungan yang tentunya harus mengeluarkan biaya-biaya yang jumlahnya tidak sedikit. Akan tetapi pencatatan biaya yang dikeluarkan untuk lingkungan masih belum cukup baik. Selama beberapa tahun ini pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ masih menganggap biaya tersebut sebagai biaya umum sehingga pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ mencatatnya dalam laporan kas. Namun saat ini pihak pengelola objek wisata mulai merasa bahwa mereka perlu melakukan pencatatan biaya lingkungan secara terpisah untuk dapat mengetahui rincian pengeluaran terkait biaya lingkungan dalam suatu periode. Rincian pengeluaran yang dilakukan objek wisata Ke’te’ Kesu’ dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Pengeluaran Objek Wisata Ke’te’ Kesu’ Tahun 2013 Aktivitas
Gaji Pegawai PEMDA (40%)
Biaya Rp 72.000.000
Rp 212.372.000
Restitusi Guide (3%)
Rp 15.927.900
Petugas Pos (7%)
Rp 37.165.100
Membayar rekening listrik
Rp 9.634.420
Membayar PAM
Rp 192.000
Biaya foto copy LPJ/ akhir bulan
Rp 400.800
Biaya belanja ATK
Rp 596.900
Biaya alat kebersihan
Rp 1.500.000
Bahan Bakar Minyak (BBM)
Rp 3.200.000
Iuran sampah
Rp 5.760.000
Penataan Lokasi
Rp 2.820.000
Pemeliharaan bangunan
Rp 6.314.087
Transportasi (perjalanan Dinas)
Rp 615.000
Perbaikan jalan
Rp 7.979.000
Pelatihan pegawai
Rp 2.000.000
Petugas kebersihan
Rp 9.050.000
Total Pengeluaran
Rp 387.527.207
Sumber : Data diolah (2014)
Dapat dilihat pada tabel 4.3 bahwa total pengeluaran objek wisata Ke’te’ Kesu’ selama periode tahun 2013 sebesar Rp 387.527.207. Total penerimaan selama periode tahun 2013 sebesar Rp 530.930.000 sehingga dapat diketahui bahwa surplus objek wisata Ke’te’ Kesu’ sebesar Rp 143.402.793. Laporan kas inilah yang dipertanggungjawabkan oleh pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ kepada Badan Pendiri Yayasan selaku perwakilan dari seluruh keluarga yang memiliki hak kepemilikan atas objek wisata Ke’te’ Kesu’. Rincian penerimaan dan pengeluaran objek wisata Ke’te’ Kesu’ untuk setiap bulannya dapat dilihat pada lampiran G. Pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ mengakui bahwa pentacatan akuntansi yang dilakukan masih sangat sederhana terkait dengan rincian penerimaan dan pengeluaran objek wisata Ke’te’ Kesu’. Hal ini disebabkan karena baik bendahara maupun wakil bendahara bukan merupakan lulusan
fakultas ekonomi khususnya jurusan akuntansi melainkan bendahara merupakan lulusan fakultas teknik dan wakil bendahara merupakan lulusan fakultas hukum sehingga selama ini mereka melakukan pencatatan hanya dengan melihat contoh dari pencatatan yang dilakukan oleh bendahara yang menjabat diperiode-periode sebelumnya.
4.2.2.
Hasil Observasi Pada penelitian ini telah dilakukan observasi di lapangan sehingga dapat
melihat secara langsung aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam objek wisata, kondisi serta cara pemeliharaan kebersihan lingkungan kantor, halaman, rumah Tongkonan, lumbung padi, kuburan patane serta kuburan tebing yang berisi petipeti kuno, tengkorak manusia dan Tau-Tau. Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa terdapat aktivitas yang terjadi di lokasi objek wisata yang berdampak terhadap lingkungan seperti aktivitas wisatawan yang melakukan pembuangan sampah seperti bungkus rokok dan bungkus makanan bukan pada tempatnya sehingga terdapat sampah yang berserakan, aktivitas yang dilakukan oleh pegawai di dalam kantor yang menghasilkan sampah berupa kertas yang sudah tidak terpakai. Selain itu terdapat juga hewan yang memasuki lokasi objek wisata seperti kerbau yang masuk ke dalam lokasi objek wisata yang sehingga terdapat kotoran kerbau yang merusak pemandangan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Terdapat juga tumbuhan dan pohon besar yang terdapat di lokasi objek wisata yang menghasilkan sampah dari daun-daun yang berguguran akan tetapi jarang dibersihkan oleh petugas kebersihan sehingga membuat lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ terlihat kotor, serta dilakukannya pembuangan sampah pada lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ di jalan sebelah kiri menuju Rumah Tongkonan yang mengakibatkan terjadinya penumpukan sampah sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap (Lampiran C-21). Selain melihat dan mengetahui aktivitas yang terjadi di objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang berdampak pada lingkungan, observasi dilakukan dengan melakukan pencocokan antara biaya yang telah dilaporkan pada tabel 4.5 terkait dengan lingkungan apakah benar-benar sudah terealisasi atau tidak. Berdasarkan objek yang diobservasi maka hasil observasi yaitu sebagai berikut :
1. Pagar Pada penelitian ini dilakukan observasi pada pagar yang membatasi wilayah objek wisata Ke’te’ Kesu’ dengan lahan warga, akan tetapi setelah dilakukan observasi diketahui bahwa tidak terdapat pagar yang membatasi wilayah objek wisata Ke’te’ Kesu’ dengan lahan warga serta tidak terdapat pintu gerbang (Lampiran C-1). 2. Tempat parkir Lokasi tempat parkir kendaraan objek wisata Ke’te’ Kesu’ bersih dengan adanya pagar yang membatasi lokasi parkir dengan sawah untuk menjaga keamanan kendaraan terjatuh ke bawah sawah, akan tetapi luas area parkir masih kurang luas dimana hanya dapat menampung empat mobil dan enam sampai tujuh motor dan tidak tersedia tempat sampah. (Lampiran C2 dan H-8) 3. Bak pembakaran sampah Terdapat bak pembakaran sampah pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang berukuran dengan panjang 2m, lebar 1m dan tinggi 2m, akan tetapi bak pembakaran sampah tersebut terletak di area parkir kendaraan yang dapat berakibat tidak baik pada keselamatan kendaraan yang diparkir. (Lampiran C-3 dan H-8) 4. Loket pembelian tiket Letak loket pembelian tiket masuk objek wisata Ke’te’ Kesu’ terletak tepat di teras kantor dengan luas panjang 2m, lebar 1m, dan tinggi ± 5m. Letak loket pembelian tiket di teras kantor sangat mengganggu ketenangan pegawai di dalam kantor karena apabila terdapat banyak wisatawan yang datang berkunjung maka akan terdengar ke dalam kantor yang tentunya dapat mengganggu konsentrasi pegawai ketika bekerja. (Lampiran C-4 dan H-9) 5. Kantor Kondisi di dalam ruangan kantor tidak rapi dan terdapat berbagai peralatan dapur, kulkas, tikar dan alat kebersihan di dalam kantor. Kursi dan meja yang tidak tertata dengan rapi. Lantai dan teras kantor tidak menggunakan keramik dan terdapat beberapa titik yang sudah retak dan berlubang serta
kedap air. Dinding kantor yang masih cukup bagus sekalipun dibangun dengan menggunakan papan akan tetapi terlihat rapi namun cat dinding sudah mulai pudar. Atap kantor yang sudah tua, terdapat lumut dan banyak yang bocor dan pada kantor tidak terdapat langit-langit sehingga apabila terjadi hujan maka di beberapa titik air akan masuk membasahi ruangan.. (Lampiran C-5, H-9 dan H-10) 6. Aktivitas di dalam kantor Jam masuk pegawai pukul 07.30 pagi – 05.00 sore, akan tetapi banyak pegawai yang datang di atas pukul 09.00 pagi. Aktivitas yang terjadi di dalam kantor ialah melakukan pencacatan laporan kas, print berbagai dokumen-dokumen, melakukan rapat. Limbah yang dihasilkan adalah sampah berupa kertas-kertas yang sudah tidak terpakai (Lampiran C-5). 7. Selokan Selokan yang terletak di samping kantor terlihat sangat kotor dengan adanya tumpukan sampah yang membuat air tidak mengalir dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Aktivitas yang dilakukan wisatawan yaitu membuang sampah pada selokan baik itu sampah berupa bungkus rokok maupun bungkus makanan serta daun-daun yang berjatuhan dari pohon yang menimbulkan terjadinya penumpukan sampah. (Lampiran C-7 dan H-11) 8. Toilet Kondisi toilet terlihat bersih dengan air yang lancar, bersih dan tidak berbau, akan tetapi tidak ada pemisahan antara toilet wanita dan pria dan tidak ada pemisahan antara toilet pegawai dan toilet wisatawan. Saluran pembuangan air limbah dibuang ke septic tank. Terdapat satu keranjang sampah kecil. Tidak disediakan lap pengering atau tissue. Terdapat satu timba/gayung, tidak terdapat sikat kloset dan sikat lantai. Terdapat toilet yang terletak lokasi menuju kuburan akan tetapi tidak dapat digunakan karena mengalami kerusakan dan hingga saat ini belum juga diperbaiki. (Lampiran C-8, H-11 dan H-12)
9. Wastafel Kondisi Wastafel terlihat bersih dengan air yang lancar dan bersih, serta keran berfungsi dengan baik, terdapat cermin, tidak disediakan tissue atau lap tangan dan tidak tersedia zat antiseptic. (Lampiran C-9 dan H-12) 10. Tempat pembuangan sampah Terdapat tempat pembuangan sampah pada lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang terletak di sebelah kiri jalan menuju Rumah Tongkonan. Pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ seharusnya tidak melakukan pembuangan sampah pada tempat ini karena terjadi penumpukan sampah yang menimbulkan bau yang tidak sedap dan merusak pemandangan serta banyak lalat yang mengerumuni tumpukan sampah. (Lampiran C-10 dan H-13) 11. Jalan menuju Rumah Tongkonan Kondisi bangunan jalan menuju Rumah Tongkonan masih bagus dimana tidak terdapat tembok yang retak akan tetapi terlihat kotor dengan kotoran kerbau yang terdapat di tengah jalan yang menimbulkan bau yang tidak sedap. (Lampiran C-11 dan H-13) 12. Rumah Tongkonan dan lumbung padi Kondisi lingkungan rumah tongkonan terlihat bersih akan tetapi terdapat rumput-rumput liar yang tumbuh di ratiang banua (atap) Rumah Tongkonan, tidak terdapat tiang yang retak, tidak kedap air dan mudah dibersihkan, terdapat tumpukan kayu-kayu dan bambu-bambu pada lokasi lumbung padi yang membuat lingkungan menjadi terlihat kotor dan membahayakan wisatawan khsususnya anak-anak yang bermain disekitar tumpukan kayu dan bambu tersebut. (Lampiran C-12 dan H-15) 13. Pot bunga dan Tanaman/bunga Penanaman bunga hanya pada lokasi lumbung padi saja dan beberapa diantaranya sudah mati serta terdapat pot yang pecah (Lampiran C-13). 14. Tempat sampah Total jumlah tempat sampah sebanyak 11 buah dan jarak tempat sampah yang satu dengan tempat sampah lainnya tidak menentu dimana ada yang 5m, 8m, bahkan 10m. Beberapa diantaranya sudah mengalami kerusakan,
Sebagian besar tempat sampah tidak tertutup rapat bahkan ada tutup tempat sampah yang sudah hilang, tempat sampah kedap air, akan tetapi mudah dibersihkan dan mudah di angkat, adanya pemisahan sampah organik dan an organik, pengosongan tempat sampah tidak menentu, serta tempat sampah gandeng yang sudah rusak bahkan hilang. Tersedia tempat sampah di area tongkonan, keranjang sampah di dalam kantor, dan di tempat penjual. (Lampiran C-14 dan H-15) 15. Jalan menuju lokasi kuburan Hasil observasi pada saat ini menunjukkan bahwa pada lokasi kuburan terdapat jalan setapak yang mengalami kerusakan dan apabila kondisi ini terus dibiarkan maka dapat menimbulkan kerusakan yang semakin besar sehingga membutuhkan biaya perbaikan yang lebih besar lagi, serta terdapat sampah daun-daun yang berjatuhan dari pagi hingga sore tidak dibersihkan oleh petugas kebersihan. (Lampiran C-6, C-15 dan H-16) 16. Kuburan patane Terdapat kuburan patane yang rubuh dan hancur namun hingga saat ini tidak dibersihkan dan dibenahi oleh pihak Ke’te’ Kesu’ dan terdapat rumput liar yang tumbuh. Di lokasi kuburan patane pada pagi hari hingga sore hari terdapat banyak daun-daun yang berjatuhan dari pohon namun tidak dibersihkan. (Lampiran C-16, H-19 dan H-17) 17. Kuburan tebing Pada lokasi kuburan tebing yang masih sangat banyak sampah-sampah yang berserakan di mana-mana, kurangnya tempat sampah membuat wisatawan malas untuk mencari tempat sampah yang letaknya jauh dari lokasi kuburan tebing sehingga membuat mereka lebih memilih untuk membuang sampah dengan sembarangan serta peti mati yang sudah lapuk yang digantung pada tebing dibiarkan jatuh dan tidak ditata dengan rapi sehingga terlihat berantakan. (Lampiran C-17, H-17, H-18, H-19 dan H20) 18. Petugas kebersihan Petugas kebersihan yang hanya berjumlah satu orang merasa kewalahan dalam membersihkan wilayah objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang sangat luas,
akan tetapi petugas kebersihan tetap menjalankan tugasnya sebagai petugas kebersihan (Lampiran C-18). 19. Cuaca Cuaca di objek wisata Ke’te’ Kesu’ dapat dikatakan dingin mulai dengan suhu 15ºC-28ºC sehingga dengan cuaca yang dingin membuat mayat dan tengkorak manusia tidak mudah busuk dan tidak berbau dapat dilihat pada keadaan tengkorak manusia yang sudah bertahun-tahun tidak hancur hingga saat ini. Namun, pada bulan November hingga bulan Juni Toraja Utara mengalami musim hujan akan tetapi pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ khususnya pada kuburan tebing tidak ada pelindung untuk peti mati dan tengkorak manusia sehingga perlahan-lahan dapat membuat peti mati dan tengkorak manusia menjadi lapuk dan hancur (Lampiran C-19). 20. Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Berdasarkan hasil observasi di lapangan objek wisata Ke’te’ Kesu’ selama ini belum memiliki TPA. Sejak tahun 1987 sampai sekarang pembuangan sampah dilakukan di salah satu lahan warga yang terletak di Desa Rantebua’ yang berada sekitar 18 km dari kota Rantepao dan 15 km dari lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ dengan luas satu hektar, akan tetapi peneliti tidak melakukan observasi secara langsung di Desa Rantebua’ melainkan hanya dilakukan observasi di lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ di sebelah kiri jalan menuju lokasi Rumah Tongkonan yang juga merupakan salah satu tempat pembuangan sampah. Kondisi objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang seperti ini tentu menimbulkan dampak negatif baik bagi masyrakat di sekitar lahan tempat pembuangan sampah maupun pada wisatawan yang datang mengunjungi objek wisata. Penyediaan TPA bagi objek wisata Ke’te’ Kesu’ sangat penting melihat kondisi TPA objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang diletakkan pada salah satu lahan warga dapat menimbulkan ketidaknyamanan warga setempat terhadap sampah-sampah dan pembakaran sampah yang dilakukan oleh pihak objek wisata Ke’te’ Kesu’ (Lampiran C-20). Pembakaran sampah yang berdekatan dengan warga dapat menimbulkan dampak negatif pada warga setempat karena sampah yang dibakar dapat menghasilkan dioksin yaitu ratusan senyawa
kimia berbahaya seperti CDD (chlorinated dibenzo-p-dioxin), CDF (chlorinated dibenzo furan), dan PBC (poly chlorinated biphenyl) yang sangat membahayakan kesehatan tubuh manusia karena zat kimia ini akan terakumulasi dalam jaringan lemak tubuh manusia dan intervensinya pada tingkat jaringan sel yang kemudian mempengaruhi DNA sel, metabolisme hormon, sistem endokrin, sistem reproduksi, fungsi imunitas dan faktor pertumbuhan (Hadisuwito, 2013). 21.
Halaman (taman dan jalan) Setelah dilakukan observasi di lapangan maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat taman pada lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’, akan tetapi jalanan di dalam lokasi objek wisata tertata dengan rapi dan tersedia tempat sampah walaupun terdapat beberapa lokasi di dalam objek wisata Ke’te’ Kesu’ tidak terdapat tempat sampah (Lampiran C-22). Melalui observasi yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
objek wisata Ke’te’ Kesu’ belum menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai dengan peraturan UU RI No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Dapat dilihat pada pasal 26 poin k bahwa kondisi lingkungan objek wisata belum dapat dikatakan bersih, sehat, dan asri. Melalui data yang diperoleh dari hasil observasi yang telah dilakukan di lapangan, jika dilihat secara keseluruhan kebersihan lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ baik internal maupun eksternal masih sangat memprihatinkan dengan kondisi lingkungan yang terlihat tidak bersih dan tidak aman. Objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang merupakan salah satu objek wisata yang terkenal di Kabupaten Toraja Utara menjadi salah satu pusat perhatian masyarakat dan wisatawan yang datang baik itu wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Salah satu penyebab kurang terpelihara dan kurang bersihnya lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ disebabkan karena kurang didukungnya ketersediaan peralatan kebersihan yang ada. Berdasarkan hasil observasi di lapangan pihak objek wisata Ke’te’ Kesu’ juga kurang melakukan perawatan terhadap alat-alat kebersihan yang ada. Rincian alat kebersihan yang telah rusak dapat dilihat pada tabel 4.4 yang diperoleh dari bagian inventaris serta berdasarkan hasil observasi di kantor dan lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’
Tabel 4.4 Daftar Alat Kebersihan yang Telah Rusak NAMA BARANG JUMLAH KETERANGAN UNIT 1. Tempat sampah model gandeng (sampah 5 buah 2 Rusak organik dan non organik) 1 Rusak Ringan 2. Tempat sampah model tong 3 buah 1 Rusak Ringan 3. Keranjang sampah 2 buah 1 Rusak Ringan 4. Skop Sampah 3 buah 2 Rusak 1 Rusak Ringan 5. Sapu lantai 3 buah 2 Rusak 6. Sapu lidi 8 6 Rusak 7. Sapu panjang untuk laba-laba 3 2 Rusak 8. Sikat kloset 3 2 Rusak 9. Timba 4 2 Rusak 10. Ember 2 1 Rusak 11. Tempat Sampah bsr (untuk toilet) 2 2 Rusak 12. Sikat Lantai 2 1 Rusak 13. Keranjang sampah 3 1 Rusak 14. Sikat lantai bertangkai 2 1 Rusak 15. Kemoceng 2 1 Rusak 16. Kain Pel 3 1 Rusak Sumber : Badan Pengurus Objek Wisata Ke’te’ Kesu’ (2014) NO
Dari data yang terdapat pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa alat-alat kebersihan yang terdapat pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ masih sangat kurang untuk dapat menunjang kebersihan lingkungan objek wisata bahkan sebagian alatalat kebersihan yang ada pun sudah banyak yang rusak. Melihat jumlah alat kebersihan yang masih sangat sedikit, seharusnya pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ perlu melakukan penambahan jumlah alat-alat kebersihan serta melakukan pemeliharaan terhadap alat-alat kebersihan agar dapat menunjang dalam peningkatan kebersihan pada objek wisata Ke’te’ Kesu’. Pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ telah melakukan upaya dalam meningkatkan kebersihan dan pemeliharaan lingkungan objek wisata. Masalah pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang berkaitan dengan lingkungan objek wisata bukan hanya sebatas pada TPA dan kurangnya jumlah peralatan kebersihan saja saja melainkan juga pada sumber manusia dan tingkat keamanan. Pegawai pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ dengan jumlah 16 orang masih sangat kurang dalam mengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ dengan seluas 3.746 km2, enam Tongkonan dan 12 lumbung padi, kuburan tebing serta banyaknya benda-benda cagar budaya. Secara khusus tenaga kebersihan hanya berjumlah satu orang, tenaga pemeliharaan hanya berjumlah dua orang serta petugas keamanan hanya
berjumlah dua orang tentu masih belum dapat memaksimalkan kebersihan lingkungan dan keamanan lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’. Data yang diperoleh melalui proses wawancara yang dilakukan dengan ketua Badan Pengurus Objek wisata Ke’te’ Kesu’ mengatakan bahwa pada tahun 2004 telah dibentuk empat unit atau team yaitu perencanaan pelestarian Rumah Tongkonan, pemeliharaan lingkungan, sumber daya manusia, dan penasehat (Lampiran B-3). Berdasarkan observasi di lapangan, terbentuknya team ini tidak menghasilkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan karena orang-orang yang dibagi ke dalam team ini adalah ke 16 orang yang sudah termasuk di dalam Badan Pendiri Yayasan, Badan Pengurus dan pegawai-pegawai. Dibentuknya team ini memberikan tugas yang rangkap kepada pegawai-pegawai yang ada sehingga membuat mereka tidak dapat memberikan hasil kinerja yang maksimal untuk setiap tanggung jawab yang diberikan.
4.2.3 Hasil Wawancara Pada penelitian ini telah dilakukan proses wawancara dengan berbagai pihak untuk memperoleh sejumlah data dan informasi yang dibutuhkan yaitu sejarah objek wisata Ke’te’ Kesu’, visi dan misi, pendapat dan saran untuk perbaikan lingkungan bagi pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ dari wisatawan, masyarakat sekitar, kepala Desa Panta’nakan Lolo dan Bapak Camat Kesu’, dan biaya-biaya serta aktivitas yang berhubungan dengan lingkungan. Wawancara dilakukan dengan cara tatap muka dan juga melalui handphone. Melalui proses wawancara yang telah dilakukan diperoleh berbagai informasi tentang lingkungan bahwa objek wisata Ke’te’ Kesu’ belum dapat dikatakan sebagai objek wisata yang memiliki kondisi lingkungan yang bersih, sehat dan asri. Pihak pemerintah, masyarakat sekitar serta wisatawan baik wisatawan mancanegara
maupun wisatawan
nusantara
mengatakan
bahwa
kondisi
lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ masih sangat memprihatinkan dengan melihat banyaknya sampah yang tidak dibersihkan dan tidak dibuang pada tempatnya di seluruh wilayah objek wisata mulai lagi lokasi parkir, kantor, Rumah Tongkonan, lumbung padi, kuburan patane serta kuburan tebing. Selain kondisi lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang terdapat sampah dimana-mana,
informasi penting yang juga didapatkan dari proses wawancara yang telah dilakukan adalah objek wisata Ke’te’ Kesu’ selama ini belum memiliki lokasi TPA yang tepat sehingga mengharuskan pihak pengelola objek wisata melakukan pembuangan dan penumpukan sampah pada salah satu lahan warga dan di dalam lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’. (Lampiran B-19, B-21, B-23, B-25, dan B-27) Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan warga Desa Rantebua’ dapat diketahui bahwa warga yang secara khusus berada di sekitar lahan pembuangan sampah merasa terganggu dengan adanya penumpukan sampah dan pembakaran sampah yang dilakukan oleh pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’. Pihak warga Desa Rantebua’, pemerintah khususnya kepala Desa Panta’nakan Lolo dan Bapak Camat Kesu’ merekomendasikan agar pihak pengelola objek wisata Ke’te Kesu’ lebih memperhatikan dan meningkatkan kebersihan lingkungan objek wisata untuk menciptakan lingkungan yang sehat, bersih dan asri dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan menyediakan tempat pembuangan akhir (TPA) secara khusus agar tidak menganggu kenyamanan warga atau menemukan tempat pembakaran sampah yang tepat. (Lampiran B-30, B-28, dan B-32) Pada kenyataannya saat ini, beroperasinya objek wisata Ke’te’ Kesu’ dapat dikatakan mengurangi tingkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat karena hasil dari aktivitas yang terjadi di objek wisata menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat terkait dengan adanya pembuangan, penumpukan serta pembakaran sampah yang dilakukan di Desa Rantebua’. Sebagai suatu organisasi yang menjalankan operasionalnya di Indonesia maka objek wisata Ke’te’ Kesu’ harus tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan itu, diperlukan keterpaduan peranan pemerintah, badan usaha dan masyarakat secara serasi, selaras dan seimbang agar dapat mewujudkan potensi pariwisata nasional yang memiliki kemampuan daya saing baik di tingkat regional maupun global. Melalui
penelitian
ini
diketahui
bahwa
perwujudan
tujuan
penyelenggaraan kepariwisataan khususnya pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ belum ada keterpaduan yang serasi, selaras dan seimbang antara peran pemerintah, pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ dan masyarakat. Melalui
hasil wawancara yang dilakukan kepada pemerintah setempat dan pihak pengelola objek wisata diketahui bahwa pemerintah
belum melakukan perannya
sebagaimana mestinya. Seperti yang telah dijelaskan pada landasan teori mengenai peran pemerintah dalam pengembangan pariwisata dalam garis besarnya adalah menyediakan infrastruktur, menyediakan pendanaan yang dibutuhkan dalam pengembangan wisata, memperluas pelbagai bentuk fasilitas, kegiatan koordinasi antara aparatur pemerintah dengan pihak swasta, pengaturan dan promosi umum ke luar negeri. Pada kenyataan yang terjadi di Kabupaten Toraja Utara khususnya di Kecamatan Kesu’ dapat diketahui bahwa pemerintah setempat belum menjalankan perannya sebagaimana mestinya dan hal tersebut dapat diketahui melalui hasil wawancara yang telah dilakukan dengan ketua Badan Pengurus objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang mengatakan bahwa mereka telah melakukan permintaan pencairan dana mengenai penyediaan TPA, akan tetapi pihak pemerintah hingga saat ini belum menanggapinya. Hal tersebut juga semakin diperkuat dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah setempat melalui proses wawancara yang dilakukan dengan kepada Desa Panta’nakan Lolo dan kepala Camat Kesu’ yang mengatakan bahwa pihak pemerintah hingga saat ini memang benar belum dapat memberikan pencairan dana mengenai pembangunan TPA untuk objek wisata Ke’te’ Kesu’ dan hal tersebut disebabkan karena belum adanya persetujuan hingga saat ini dari pihak Pemerintah Daerah. (Lampiran B-2, B-9, dan B-27) Penyediaan TPA bagi objek wisata Ke’te’ Kesu’ sangat penting melihat kondisi TPA objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang diletakkan pada salah satu lahan warga menciptakan ketidaknyamanan warga setempat akibat dari adanya penumpukan sampah dan pembakaran sampah yang dilakukan oleh pihak objek wisata Ke’te’ Kesu’. Melihat kondisi seperti ini, pemerintah setempat seharusnya menjalankan perannya dengan baik dalam menyediakan fasilitas dan menyediakan pendanaan
yang
dibutuhkan dalam
pengembangan objek
wisata
demi
menciptakan kesejahteraan masyarakat serta melihat objek wisata Ke’te’ Kesu’ sebagai salah satu objek wisata yang terkenal di Kabupaten Toraja Utara dan sebagai penyumbang retribusi terbesar di Kecamatan Kesu’ yang sangat menunjang PAD setempat (Lampiran B-27).
4.2.4
Laporan Biaya Lingkungan Tahun 2013 Objek wisata Ke’te’ Kesu’ telah melakukan pengelolaan lingkungan, akan
tetapi melalui data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dengan analisis setiap aktivitas yang berdampak pada lingkungan yang terjadi, objek wisata Ke’te’ Kesu’ dapat dikatakan belum memberikan kinerja yang maksimal dalam menjaga kebersihan dan mengatasi sampah-sampah yang dihasilkan dari setiap aktivitas. Melihat kondisi lingkungan dan kinerja pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’, maka sangat penting bagi pihak pengelola objek wisata untuk membuat laporan biaya lingkungan. Laporan biaya lingkungan sangat penting dilakukan apabila sebuah organisasi memberikan prioritas dalam memperbaiki kinerja lingkungan. Terdapat biaya-biaya yang berhubungan dengan aktivitas lingkungan yang dikeluarkan oleh pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ selama melakukan pengelolaan lingkungan di objek wisata dan biaya-biaya tersebut dicatat di dalam laporan kas digabungkan dengan biaya-biaya yang tidak berhubungan dengan lingkungan. Laporan yang dibuat oleh pihak objek wisata Ke’te’ Kesu’ masih sangat sederhana, oleh sebab itu pada penelitian ini akan dibuatkan laporan biaya lingkungan berdasarkan data pengeluaran objek wisata Ke’te’ Kesu’ tahun 2013 yang terdapat pada tabel 4.1. Total pengeluaran objek wisata pada tabel 4.1 dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pengeluaran untuk aktivitas lingkungan dan pengeluaran untuk aktivitas non lingkungan. Pembagian ini bertujuan untuk mengetahui dari total pengeluaran yang telah dikeluarkan oleh pihak objek wisata Ke’te’ Kesu’, berapa banyak pengeluaran yang telah dikeluarkan oleh objek wisata Ke’te’ Kesu’ dalam melakukan pengelolaan lingkungan sehingga dapat diketahui akun apa saja yang dapat dimasukkan ke dalam laporan biaya lingkungan tahun 2013. Pembagian pengeluaran berdasarkan aktivitas lingkungan dan non aktivitas lingkungan dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Pengeluaran Aktivitas Lingkungan dan Aktivitas Non Lingkungan Pengeluaran Aktivitas Lingkungan Upah petugas kebersihan
Rp 9.050.000
Pemeliharaan bangunan
Rp 6.314.087
Biaya alat kebersihan Perbaikan jalan Pelatihan pegawai
Rp 1.500.000 Rp 7.979.000
Iuran sampah Penataan lokasi
Biaya (Rp)
Rp 2.000.000 Rp 5.760.000 Rp 2.820.000
Total Pengeluaran aktivitas lingkungan
Rp 35.423.087
Pengeluaran Aktivitas Non lingkungan Gaji pegawai PEMDA (40%) Restitusi Guide (3%) Membayar rekening listrik Membayar PAM Biaya foto copy LPJ/ akhir bulan Biaya belanja ATK Bahan Bakar Minyak (BBM) Transportasi (perjalanan Dinas) Upah petugas Pos (7%) Total Pengeluaran aktivitas non lingkungan
Biaya (Rp) Rp 72.000.000 Rp 212.372.000 Rp15.927.900 Rp 9.634.420 Rp 192.000 Rp 400.800 Rp 596.900 Rp 3.200.000 Rp 615.000 Rp 37.165.100 Rp 352.104.120
Sumber : Data diolah (2014)
Pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa total pengeluaran aktivitas lingkungan sebesar Rp 35.423.087. Pengeluaran ini terdiri dari biaya untuk membayar petugas kebersihan, biaya untuk pemeliharaan bangunan, biaya alat kebersihan, perbaikan jalan, pelatihan pegawai dan biaya pembayaran iuran sampah dan akun-akun inilah yang akan dimasukkan ke dalam laporan biaya lingkungan tahun 2013. Total untuk pengeluaran aktivitas non lingkungan adalah Rp 352.104.120. Dari data yang terdapat pada tabel 4.3 Dapat dilihat bahwa selama tahun 2013 objek Wisata
Ke’te’ Kesu’ mengeluarkan biaya untuk
peralatan kebersihan masih sangat sedikit dengan total biaya alat kebersihan selama tahun 2013 sebesar Rp 1.500.000. Berdasarkan observasi lapangan, peralatan kebersihan di objek wisata Ke’te’ Kesu’ masih sedikit bahkan sebagian besar mengalami kerusakan sehingga pihak pegelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ seharusnya meningkatkan pembelian peralatan kebersihan karena alat kebersihan inilah yang merupakan salah satu penunjang dalam meningkatkan kebersihan lingkungan. Dari data yang terdapat pada tabel 4.5 juga dapat dilihat bahwa gaji petugas kebersihan selama tahun 2013 masih sangat sedikit yaitu sebesar Rp 9.050.000. Sedikitnya biaya yang dikeluarkan untuk gaji petugas kebersihan disebabkan karena jumlah petugas kebersihan masih sangat kurang untuk melakukan tugas petugas kebersihan yaitu memelihara kebersihan lingkungan objek wisata serta melakukan pembuangan sampah dengan luas wilayah objek
wisata Ke’te’ Kesu’ 3.746 km2. Dari data yang terdapat pada tabel 4.5 juga dapat dilihat bahwa terdapat biaya yang dikeluarkan untuk penataan lokasi atau pembersihan objek wisata selama tahun 2013 sebesar Rp 2.820.000. Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa lokasi objek wisata dapat dikatakan tidak tertata dengan baik, hal tersebut dapat dilihat pada terdapatnya tumpukan bambu pada lokasi lumbung padi, jumlah bunga yang sedikit yang hanya terdapat di belakang lumbung padi sehingga membuat lokasi lain terlihat gersang, pada lokasi kuburan tebing dimana terdapat peti-peti mati dan tengkorak manusia yang berserakan dimana-mana membuat pemandangan objek wisata Ke’te’ Kesu’ terlihat kurang terpelihara dengan baik. Pada tabel 4.5 terlihat bahwa pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ telah melaporkan pengeluaran mengenai biaya pemeliharaan sebesar Rp 6.314.087 selama periode tahun 2013, akan tetapi hasil observasi menunjukkan bahwa bangunan yang terdapat pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ seperti kantor dan kuburan patane masih terlihat kurang terpelihara dengan baik dan untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada lampiran C-6, C15, H-9, H-10, dan H-17. Dapat juga dilihat pada pengeluaran biaya untuk perbaikan jalan sebesar Rp 7.979.000 selama periode 2013, akan tetapi hasil observasi menunjukkan bahwa terdapat jalan setapak pada lokasi kuburan yang mengalami kerusakan dan hingga saat ini belum juga dilakukan perbaikan. Melalui informasi inilah dapat diketahui bahwa apa yang telah dilaporkan oleh pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ pada laporan kas terkait dengan pengeluaran untuk lingkungan selama tahun 2013 tidak semuanya telah terealisasi dengan baik. Biaya yang termasuk dengan biaya lingkungan sudah diketahui namun masing-masing aktivitas belum dikelompokkan sesuai dengan kategori biaya lingkungan. Dari data 4.5 akan diklasifikasikan biaya yang berkaitan dengan lingkungan ke dalam tujuh kategori yaitu pencegahan polusi, biaya sirkulasi sumber daya, biaya upstream dan downstream, biaya administrasi, biaya penelitian dan pengembangan, biaya kegiatan sosial, dan kegiatan perbaikan lingkungan. Klasifikasi biaya lingkungan pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ berdasarkan kategori yang ada dan berdasarkan data pengeluaran yang diperoleh pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Klasifikasi Laporan Biaya Lingkungan Tahun 2013 No 1.
R
2. 3.
4.
5.
No
Aktivitas Biaya Pencegahan Polusi Biaya alat kebersihan Porstec 2L Timba Ember Kain Pel Tempat Sampah Bsr (untuk toilet) Harpic 1L Super Pel Sikat Kloset Sikat Lantai Sapu Lantai Skop Sampah + keranjang sampah Sapu Lidi Sapu Panjang Untuk Laba-Laba Sikat Lantai Bertangkai Kemoceng Total : Pemeliharaan bangunan Atap bambu Tiang Papan Upah pembabatan rumput rumah tongkonan dan lumbung padi Total : Total Biaya Pencegahan Polusi Biaya Sirkulasi Sumber daya Biaya upstream dan downstream Iuran sampah Total Biaya administrasi Upah petugas kebersihan Total biaya administrasi Biaya penelitian dan pengembangan Pelatihan pegawai : Seminar Perencanaan Aktivitas Seminar Perencanaan Pengembangan Objek Wisata Seminar Pelestarian Budaya Total Total biaya penelitian dan pengembangan
6
Biaya kegiatan sosial
7
Biaya perbaikan lingkungan Perbaikan jalan : Jalan dari pintu masuk hingga lokasi parkir
Biaya (Rp)
%
Rp 227.000 Rp 41.000 Rp 45.500 Rp 122.000 Rp 255.000 Rp 90.000 Rp 37.000 Rp 82.500 Rp 7.500 Rp 116.000 Rp 150.000 Rp 77.500 Rp 120.000 Rp 80.000 Rp 50.000 Rp 1.500.000 Rp 2.580.000 Rp 1.570.000 Rp 664.087 Rp 1.500.000 Rp 6.314.087 Rp 7.814.087
22,06%
Rp 5.760.000 Rp 5.760.000
16,26%
Rp 9.050.000 Rp 9.050.000
25,55%
Rp 850.000 Biaya (Rp)
%
Rp 850.000 Rp 1.150.000 Rp 2.000.000 Rp 2.000.000
Rp 4.890.000
5,65%
Tabel 4.6 Klasifikasi Laporan Biaya Lingkungan Tahun 2013 (Lanjutan) No
Aktivitas
Biaya (Rp)
%
Jalan menuju Rumah Tongkonan Total Penataan lokasi : Pembelian pot bunga Pembelian tanaman/bunga Pembersihan lokasi kuburan patane Pembersihan lokasi kuburan tebing Total Total Biaya perbaikan lingkungan
Rp 3. 089.000 Rp 7.979.000 Rp 100.000 Rp 220.000 Rp 700.000 Rp 800.000 Rp 2.820.000 Rp 10.799.000
30,49%
Total Biaya Lingkungan
Rp 35.423.087
100%
Sumber : Data diolah (2014)
1.
Biaya Pencegahan Polusi Berdasarkan pengeluaran yang terdapat pada periode tahun 2013,
terdapat dua aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai biaya pencegahan yaitu aktivitas pembelian alat kebersihan sebesar Rp 1.500.000 dan pemeliharaan bangunan sebesar Rp 6.314.087. Peralatan kebersihan yang dibeli selama periode tahun 2013 yaitu porstec 2L, timba, ember, kain pel, tempat sampah besar (untuk toilet), harpic 1L, super pel, sikat kloset, sikat lantai, sapu lantai, skop sampah dan keranjang sampah, sapu lidi, sapu panjang untuk laba-laba, sikat lantai bertangkai, kemoceng. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan serta berdasarkan data mengenai daftar alat kebersihan yang telah rusak yang diperoleh dari bagian inventaris Badan Pengurus objek wisata Ke’te’ Kesu’ dapat diketahui bahwa jumlah peralatan kebersihan yang ada hingga pada saat ini tinggal sedikit karena banyak yang telah mengalami kerusakan dan hal ini disebabkan karena kurangnya pemeliharaan terhadap peralatan kebersihan yang ada. Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan bangunan pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ yaitu pemeliharaan pada Rumah Tongkonan dan lumbung padi yang dilakukan tiga tahun sekali (lampiran B-10). Kedua aktivitas tersebut dikategorikan sebagai biaya pencegahan polusi karena biaya yang dikeluarkan digunakan sebagai usaha-usaha untuk mengurangi dampak lingkungan dengan memberi berbagai peralatan kebersihan untuk dapat meminimalkan sampah-sampah yang mencemari lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’.
2.
Biaya sirkulasi sumber daya Berdasarkan pengeluaran yang terdapat pada periode tahun 2013, objek
wisata Ke’te’ Kesu’ tidak memiliki biaya yang berkaitan dengan kategori biaya sirkulasi sumber daya. 3.
Biaya upstream dan downstream Berdasarkan pengeluaran yang terdapat pada periode tahun 2013, hanya
terdapat satu aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai biaya upstream dan downstream yaitu aktivitas membayar iuran sampah sebesar Rp 5.760.000. Aktivitas membayar iuran sampah dikategorikan sebagai biaya upstream dan downstream karena biaya yang dikeluarkan digunakan sebagai usaha untuk mengurangi dampak lingkungan yang terjadi karena aktivitas yang terjadi di objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang berkaitan dengan lingkungan. 4.
Biaya administrasi Berdasarkan pengeluaran yang terdapat pada periode tahun 2013,
terdapat satu aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai biaya administrasi yaitu upah petugas kebersihan sebesar Rp 9.050.000. Upah petugas kebersihan dikategorikan sebagai biaya administrasi karena biaya yang dikeluarkan digunakan sebagai upaya untuk pelestarian lingkungan dan secara tidak langsung memberikan kontribusi terhadap pengurangan dampak lingkungan dari aktivitas yang terjadi di objek wisata Ke’te’ Kesu’. 5.
Biaya penelitian dan pengembangan Berdasarkan pengeluaran yang terdapat pada periode tahun 2013,
terdapat satu aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai biaya penelitian dan pengembangan yaitu pelatihan pegawai sebesar Rp 2.000.000. Pada aktivitas penelitian dan pengembangan kegiatan yang dilakukan adalah diadakannya seminar yang mengenai perencanaan pengembangan objek wisata dan pelestarian budaya dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan dan pandangan baru kepada pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ dalam mengembangkan objek wisata menuju ke arah yang lebih baik. Aktivitas tersebut dikategorikan sebagai biaya penelitian dan pengembangan karena biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pengembangan kepada pegawai guna
memperbaiki lingkungan dan mencegah agar kerusakan lingkungan dapat dihindari. 6.
Biaya kegiatan sosial Berdasarkan pengeluaran yang terdapat pada periode tahun 2013, objek
wisata Ke’te’ Kesu’ tidak memiliki biaya yang berkaitan dengan kategori biaya kegiatan sosial. 7.
Kegiatan perbaikan lingkungan. Berdasarkan pengeluaran yang terdapat pada periode tahun 2013,
terdapat dua aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan perbaikan lingkungan yaitu aktivitas perbaikan jalan sebesar Rp 7.979.000 yang dilakukan pada jalan dari pintu masuk hingga lokasi parkir dan pada jalan menuju Rumah Tongkonan dan aktivitas penataan lokasi sebesar Rp 2.820.000. Kedua aktivitas tersebut dikategorikan sebagai kegiatan perbaikan lingkungan karena biaya yang dikeluarkan untuk kedua aktivitas tersebut dialokasikan untuk perbaikan dampak lingkungan dan perbaikan lingkungan kedalam keadaan semula agar menjadi lebih baik.
4.2.5 Proyeksi Laporan Biaya Lingkungan 2014 dan 2015 Setelah membuat laporan biaya lingkungan tahun 2013 maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah membuat proyeksi laporan biaya lingkungan untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya. Laporan biaya lingkungan tahun 2013 dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk mengetahui secara rinci aktivitas apa saja yang telah dilakukan yang berkaitan dengan lingkungan dan aktivitas apa saja yang perlu dilakukan dalam menentukan langkah perencanaan ditahun berikutnya untuk meningkatkan kebersihan lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’. Pembuatan proyeksi biaya lingkungan ini dilakukan dengan menyesuaikan kondisi objek wisata Ke’te’ Kesu’, menggunakan data yang diperoleh melalui hasil observasi di lapangan dan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’, pemerintah setempat, wisatawan, masyarakat sekitar dan pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan saran. Hal yang terpenting yang perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat
proyeksi biaya lingkungan yaitu menyesuaikan dengan kemampuan manajemen dan ketersediaan manajemen untuk melakukan rancangan biaya lingkungan yang telah dibuat sebagai rekomendasi dalam upaya untuk meningkatkan kebersihan lingkungan objek wisata. Melalui observasi yang telah dilakukan di lapangan, wawancara, dokumen dan dibuatnya laporan biaya lingkungan tahun 2013 memberikan manfaat kepada pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ dan peneliti untuk membantu dalam pengambilan keputusan mengenai pembuatan proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015. Setelah dilakukan kesepakatan dengan pihak pengelola objek wisata khususnya dengan Badan Pengurus objek wisata Ke’te’ Kesu’ maka dapat dibuatkan klasifikasi proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 pada tabel 4.7 sebagai berikut :
R
Ka
Tabel 4.7 Klasifikasi Proyeksi Laporan Biaya Lingkungan Tahun 2014 dan 2015 No Aktivitas Biaya (Rp) % 1. Biaya Pencegahan Polusi Biaya alat kebersihan Timba Rp 20,000 Tempat sampah model gandeng (sampah organik dan non organik) Rp 1,500,000 Sikat kloset Rp 27,500 Sikat lantai Rp 17,500 Skop sampah Rp 45,000 Keranjang sampah Rp 34,000 Sapu lidi Rp 125,000 Sapu panjang untuk laba-laba Rp 120,000 Sikat lantai bertangkai Rp 80,000 Kemoceng Rp 25,000 Pembelian tissue pada toilet dan wastafel Rp 76,000 Total : Rp 2.070.000 Pemeliharaan bangunan Rumah Tongkonan : Atap bambu Rp 2.580.000 Tiang Rp 1.570.000 Papan Rp 664.087 Upah pembabatan rumput rumah tongkonan dan lumbung padi Rp 1.500.000 Kuburan Patane Rp 2.000.000 Kantor Rp 4.000.000 Loket pembelian tiket masuk Rp 2.000.000 Obat anti rayap Rp 200.000 Total : Rp 14.514.087 Pem Pembuatan dan pemasangan rambuRp 1.500.000 rambu peringatan kebersihan lingkungan Total Biaya Pencegahan Polusi Rp 18.084.087 26,79%
Tabel 4.7 Klasifikasi Proyeksi Laporan Biaya Lingkungan Tahun 2014 dan 2015 (Lanjutan) No 2.
3.
Aktivitas Biaya Sirkulasi Sumber daya Penggantian peti mati yang rusak Total Biaya Sirkulasi Sumber Daya
Rp 5.000.000 Rp 5.000.000
Biaya Upstream dan Downstream Pembayaran Incinerator
Rp 5.000.000
Total biaya upstream dan downstream 4.
5.
Biaya administrasi Upah petugas kebersihan Total Biaya Administrasi
%
7,41%
Rp 5.000.000
7,41%
Rp 18.100.000 Rp 18.100.000
26,82%
Biaya penelitian dan pengembangan
Perkunjungan ke objek wisata lain Survei kepuasan wisatawan Total Biaya penelitian dan pengembangan 6.
Biaya kegiatan sosial
7.
Biaya perbaikan lingkungan Perbaikan jalan di lokasi kuburan patane dan kuburan tebing Penataan lokasi : Pembelian pot bunga Pembelian tanaman/bunga Pembersihan lokasi kuburan patane Pembersihan lokasi kuburan tebing Total : Memperbaiki toilet yang rusak Pembelian cat Total Biaya perbaikan lingkungan
Total Biaya Lingkungan Sumber : Data diolah (2014)
1.
Biaya (Rp)
Rp 7.000.000 Rp 2.000.000 Rp 9.000.000
13,34%
Rp 6.000.000
Rp 600.000 Rp 1.000.000 Rp 700.000 Rp 800.000 Rp 3.100.000 Rp 3.000.000 Rp 300.000 Rp 12.400.000
18,37%
Rp 67.487.087
100%
Biaya Pencegahan Polusi Terdapat empat aktivitas yang diklasifikasikan pada biaya lingkungan
dengan kategori biaya pencegahan polusi yaitu biaya alat kebersihan dengan anggaran sebesar Rp 2.070.000, pemeliharaan bangunan dengan anggaran sebesar Rp 14.314.087, pembelian obat anti rayap dengan anggaran sebesar Rp 200.000 serta pembuatan dan pemasangan rambu-rambu peringatan kebersihan dengan anggaran sebesar Rp 1.500.000. Keempat aktivitas tersebut
dikategorikan ke dalam biaya pencegahan polusi karena biaya yang akan dikeluarkan nantinya digunakan sebagai usaha-usaha untuk mengurangi dampak lingkungan dengan memberi berbagai peralatan kebersihan untuk dapat meminimalkan sampah-sampah yang mencemari lingkungan dan melakukan pemeliharaan terhadap bangunan yang terdapat di lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’. Penjelasan ketiga aktivitas tersebut sebagai berikut : a.
Biaya alat kebersihan Salah satu menunjang terpenting untuk dapat mendukung dalam meningkatkan kebersihan lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ adalah dengan menyediakan peralatan kebersihan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil observasi di lapangan, wawancara dan dengan melihat daftar peralatan kebersihan yang telah rusak pada tabel 4.4, maka melalui hasil pembicaraan dengan pihak manajemen objek wisata Ke’te’ Kesu’ menyetujui mengenai usulan yang telah diberikan untuk menambah jumlah peralatan kebersihan. Peralatan kebersihan yang akan dibeli pada tahun 2014 dan 2015 yaitu tempat sampah model gandeng (sampah organik dan non organik), timba, ember, kain pel, tempat sampah besar (untuk toilet), super pel, sikat kloset, sikat lantai, sapu lantai, skop sampah, keranjang sampah, sapu lidi, sapu panjang untuk laba-laba, sikat lantai bertangkai, kemoceng dan tissue untuk toilet dan wastafel. Anggaran biaya penambahan peralatan kebersihan untuk tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 4.8. Anggaran biaya untuk pengeluaran
penambahan
peralatan
kebersihan
dibuat
dengan
berdasarkan pada rincian pengeluaran alat kebersihan tahun 2013 (Lampiran E). Aktivitas yang terpenting yang perlu ditingkatkan pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ adalah meningkatkan pemeliharaan pada setiap alat kebersihan yang ada agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Pada objek wisata Ke’te’ Kesu’ dengan melihat laporan biaya lingkungan tahun 2013 pada tabel 4.6 dapat diketahui bahwa selama ini objek wisata Ke’te’ Kesu’ hanya melakukan pemeliharaan bangunan pada Rumah Tongkonan saja.
Tabel 4.8 Rincian Anggaran Biaya Pengeluaran Alat Kebersihan Tahun 2014 dan 2015 Nama Peralatan
Qty
Harga Satuan
Total
Timba
2
Rp 10.000
Rp 20.000
Ember
Rp -
Kain pel
Rp -
Tempat sampah model gandeng (sampah organik dan non organik)
10
Rp
150.000
Rp 1.500.000
Sikat kloset
2
Rp13.750
Rp 27.500
Sikat lantai
1
Rp 17.500
Rp 17.500
Skop sampah
3
Rp 15.000
Rp 45.000
Keterangan Dilakukan penambahan dua timba untuk toilet yang satu yang tidak beroperasi (toilet yang lama harus diperbaiki) Tidak dilakukan penambahan karena ember yang ada pada saat ini masih bagus dan diperkirakan dapat digunakan dalam jangka waktu satu sampai dua tahun kedepan. Tidak dilakukan penambahan karena hanya terdapat satu ruangan saja yang akan dipel yaitu kantor dan loket pembayaran dan diperkirakan dapat digunakan dalam jangka waktu satu sampai dua tahun kedepan Dilakukan penambahan tempat sampah model gandeng sebanyak sepuluh karena tempat sampah ini adalah salah satu alat kebersihan yang sangat penting untuk disediakan dalam jumlah yang banyak dengan melihat jumlah tempat sampah pada tabel 4.4 yang ada saat ini tinggal tiga dan pada lokasi kuburan tebing sama sekali tidak terdapat tempat sampah serta melihat beberapa kondisi tempat sampah yang sudah rusak. Tempat sampah ini apabila dirawat dengan baik diperkirakan dapat digunakan dalam jangka waktu tiga sampai empat tahun kedepan. Dilakukan penambahan sikat kloset untuk digunakan pada toilet yang rusak. Dilakukan penambahan sikat kloset untuk digunakan pada toilet yang rusak. Dilakukan penambahan skop sampah melihat keadaan skop sampah saat ini yang telah rusak dan dilakukan pembelian skop sampah untuk digunakan pada kantor dan lingkungan objek wisata Ke'te' Kesu'. Dilakukan pembelian skop sampah sekaligus tiga agar dapat digunakan secara bergantian sehingga tidak cepat rusak dan apabila skop sampah tersebut terpelihara dengan baik maka diperkirakan dapat digunakan dalam jangka waktu tiga sampai empat tahun ke depan.
Tabel 4.8 Rincian Anggaran Biaya Pengeluaran Alat Kebersihan Tahun 2014 dan 2015 (Lanjutan) Harga Nama Peralatan Qty Satuan Total Keterangan Dilakukan penambahan keranjang sampah melihat jumlah keranjang sampah pada tabel 4.4 tinggal dua Keranjang dan digunakan di dalam kantor dan sampah 2 Rp 17,000 Rp 34,000 di dalam loket pembelian tiket. Dilakukan penambahan sapu lidi karena sapu lidi merupakan salah satu peralatan kebersihan yang sangat penting untuk membersihkan lokasi objek wisata dan melihat jumlah sapu lidi pada tabel 4.4 yang saat ini sudah sangat sedikit yaitu tinggal dua sehingga dilakukan pembelian sekaligus lima agar dapat digunakan secara bergantian dan perlu dilakukan pemeliharaan sehingga diperkirakan dapat digunakan dalam jangka waktu tiga sampai Sapu lidi 5 Rp 25.000 Rp 125.000 empat tahun kedepan. Dilakukan penambahan sapu panjang untuk laba-laba melihat jumlah sapu ini pada tabel 4.4 tinggal satu dan sapu ini digunakan untuk membersihkan kantor, Sapu panjang Rumah Tongkonan dan kuburan untuk laba-laba 3 Rp 40.000 Rp 120.000 patane. Dilakukan penambahan sikat lantai Sikat lantai bertangkai untuk digunakan pada bertangkai 2 Rp 40.000 Rp 80.000 toilet yang rusak. Dilakukan penambahan kemoceng melihat jumlah kemoceng pada tabel 4.4 tinggal satu dan untuk Kemoceng 1 Rp 25.000 Rp 25.000 digunakan pada kantor. Tissue pada toilet dan wastafel (kedepannya dapat mengeluarkan biaya untuk pembelian tissue yang Tissue pada toilet lebih besar dari yang saat ini dan wastafel Rp 4 19.000 Rp 76.000 dianggarkan). Total Rp 2.070.000 Sumber : Data diolah (2014)
b.
Biaya pemeliharaan bangunan Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan wawancara yang dilakukan dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan penelitian maka pada laporan proyeksi biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 dapat diberikan usulan bahwa pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ juga perlu melakukan pemeliharaan terhadap bangunan lain seperti kantor, loket pembelian tiket masuk, dan pada kuburan patane.
Melihat kondisi kantor yang tidak tertata dengan rapi, atap yang sudah tua serta, letak loket pembelian tiket masuk tepat berada di teras kantor membuat kantor terlihat kurang rapi, serta selokan di samping kantor yang dipenuhi sampah membuat air tidak dapat mengalir, terdapat kuburan patane yang sudah hancur dan hingga saat ini belum juga dilakukan perbaikan (Lampiran H-9, H-10, H-11, dan H-19). Usulan melakukan penambahan biaya untuk aktivitas pemeliharaan bangunan mendapat dukungan melalui hasil pembicaraan dengan pihak manajemen Ke’te’ Kesu’. c.
Obat anti rayap Pada kategori biaya pencegahan polusi diusulkan untuk mengeluarkan biaya pembelian obat anti rayap dengan anggaran sebesar Rp 200.000 yang akan digunakan pada peti mayat dan pada bangunan yang terbuat dari papan untuk mencegah terjadinya pelapukan pada kayu yang disebabkan oleh hewan pemakan kayu seperti rayap.
d.
Aktivitas pembuatan dan pemasangan rambu-rambu peringatan kebersihan lingkungan. Rambu-rambu peringatan ini memiliki fungsi sebagai pengingat kepada orang-orang agar tetap memperhatikan kebersihan lingkungan dan secara tidak langsung berfungsi sebagai penegur bagi mereka yang tidak menjaga kebersihan lingkungan. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan wawancara yang dilakukan dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan penelitian dapat diketahui bahwa ramburambu peringatan mengenai kebersihan pada sepanjang lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ masih sangat sedikit, oleh sebab itu pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 diberi usulan untuk mengeluarkan biaya pembuatan rambu-rambu peringatan kebersihan lingkungan.
2.
Biaya Sirkulasi Sumber Daya Pada proyeksi laporan biaya lingkungan 2014 dan 2015 terdapat
aktivitas yang dapat dikategorikan pada biaya sirkulasi sumber daya yaitu penggantian peti mati yang rusak dengan anggaran sebesar Rp 5.000.000.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan wawancara dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan penelitian dapat diketahui bahwa terdapat peti mati yang sudah mengalami kerusakan dan kehancuran serta peti mati yang digantung pada kuburan tebing banyak yang berjatuhan dan hingga saat ini belum ditangani oleh pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’(Lampiran H19 dan H-20). Sebagai suatu organisasi yang bergerak dalam bidang objek wisata yang berkaitan dengan orang mati, maka pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ perlu memperhatikan untuk melakukan pemeliharaan dan penyimpanan peti-peti mati dengan baik terutama peti mati kuno yang merupakan nenek moyang Suku Toraja. Apabila peti mati terus dibiarkan dalam keadaan tidak terpelihara, maka perlahan-lahan peti mati kuno akan habis berjatuhan dari tebing dan peti mati yang berisi tengkorak manusia tersebut akan habis menjadi rata dengan tanah. Apabila keadaan tersebut terus dibiarkan maka beberapa tahun yang akan datang perlahan-lahan objek wisata Ke’te’ Kesu’ akan kehilangan benda-benda cagar budaya yang unik dan khas, oleh sebab itu pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 diusulkan agar pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ mulai mengeluarkan biaya untuk penggantian peti mati yang sudah lapuk. Dianggaran biaya untuk penggantian peti mati yang rusak selama tahun 2014 dan 2015 sebesar Rp 5.000.000 karena biaya yang akan dikeluarkan akan lebih banyak untuk membayar upah pembuatan peti saja sedangkan bahan-bahan peti akan diambil pada pohon yang terdapat di lokasi objek wisata dengan melakukan sistem tebang pilih (Lampiran B-9). Aktivitas mengganti peti mati dikategorikan sebagai biaya sirkulasi sumber daya karena biaya tersebut akan digunakan sebagai pengeluaran untuk perputaran biaya berkelanjutan. Agar objek wisata tidak kehilangan ciri khas benda cagar budaya yang dimiliki maka diperlukan untuk dapat menjaga dan mempertahankan tengkorak manusia jaman kuno yang sulit hancur sekalipun tanpa diberikan bahan pengawet dan usulan ini mendapat dukungan dari pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’.
3.
Upstream dan Downstream Pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 terdapat
satu aktivitas yang dikategorikan sebagai biaya upstream dan downstream yaitu pembayaran incinerator dengan anggaran sebesar Rp 5.000.000/tahun. Kedua aktivitas tersebut dikategorikan sebagai biaya upstream dan downstream karena biaya yang akan dikeluarkan digunakan sebagai usahausaha mengurangi dampak lingkungan yang terjadi karena adanya aktivitas yang terjadi di objek wisata Ke’te’ Kesu’. Pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 diberikan usulan kepada pihak manajemen objek wisata Ke’te’ Kesu’ untuk mengalokasikan biaya iuran sampah menjadi biaya pembayaran incinerator. Berdasarkan keluhan warga yang diperoleh melalui proses wawancara maka pihak pengelola Ke’te’ Kesu’ diharapkan dapat segera menanggulangi penumpukan sampah dan aktivitas pembakaran sampah yang menimbulkan polusi yang menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan warga Desa Rantebua’ (Lampiran B-30). Dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan kepada pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ dalam menyelesaikan masalah pembuangan sampah ini yaitu dengan melakukan pembakaran sampah dengan menggunakan incinerator RS Khatolik Marampa’ Rantepao. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala RS Khatolik Marampa’ Rantepao dapat diketahui bahwa pihak RS memberikan perijinan kepada organisasi yang mengalami kesulitan dalam melakukan pembuangan sampah dengan melakukan pembakaran sampah menggunakan incinerator RS Khatolik Marampa’ Rantepao dengan biaya yang harus dibayar sebesar Rp 5.000.000/tahun. Besarnya biaya tersebut sudah sama dengan biaya pengangkutan sampah dari lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang dilakukan oleh pihak RS dan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh RS Khatolik Marampa’ Rantepao maka pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ dapat bekerja sama dengan pihak RS dalam mengatasi masalah sampah yang selama ini mengganggu kenyamanan warga di Desa Rantebua’ (Lampiran B-33).
4.
Biaya Administrasi Pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 terdapat
satu aktivitas yang dikategorikan sebagai biaya administrasi yaitu upah petugas kebersihan sebesar Rp 18.100.000. Pada proyeksi laporan biaya lingkungan 2014 dan 2015 ini diberikan usulan kepada pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ untuk melakukan penambahan jumlah petugas kebersihan melihat luas wilayah objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang luas 3.746 km2 dengan jumlah petugas kebersihan hanya satu tentu belum dapat menghasilkan kinerja yang maksimal dengan melihat kondisi lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ saat ini yang masih sangat memprihatinkan. Kondisi lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ belum dapat dikatakan bersih didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala Desa Panta’nakan Lolo dan Bapak Camat Kesu’ yang mengatakan bahwa kebersihan lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ masih perlu ditingkatkan (Lampiran B-28 dan B-29). Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan hasil wawancara yang telah dilakukan maka diusulkan pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 untuk menambah petugas kebersihan yang tentunya akan menambah biaya untuk upah petugas kebersihan, namun usulan ini mendapat dukungan oleh pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ karena melihat tenaga kebersihan pada objek wisata masih kurang. Upah petugas kebersihan dikategorikan sebagai biaya administrasi karena biaya yang dikeluarkan digunakan sebagai upaya untuk pelestarian lingkungan dan secara tidak langsung memberikan kontribusi terhadap pengurangan dampak lingkungan dari aktivitas yang terjadi di objek wisata Ke’te’ Kesu’. 5.
Biaya Penelitian dan Pengembangan Pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 terdapat
dua aktivitas yaitu biaya perkunjungan ke objek wisata lain dengan anggaran sebesar Rp 2.500.000 dan survei kepuasan wisatawan sebesar Rp 2.000.000. Kedua aktivitas tersebut dikategorikan ke dalam biaya penelitian dan pengembangan karena biaya yang akan dikeluarkan digunakan sebagai upaya untuk pencegahan agar kerusakan lingkungan dapat dihindari. Penjelasan kedua aktivitas tersebut sebagai berikut :
a.
Perkunjungan ke objek wisata lain Dapat dilihat pada tabel 4.6 laporan biaya lingkungan tahun 2013 pada kategori biaya penelitian dan pengembangan dilakukan seminar mengenai perencanaan pengembangan objek wisata dan seminar pengenai pelestarian budaya, akan tetapi hingga saat ini melihat kondisi lingkungan objek wisata yang belum dapat terpelihara dengan baik dapat dikatakan bahwa seminar yang telah dilakukan masih belum dapat memberikan dampak yang sesuai dengan yang diharapkan. Melihat hal tersebut maka pada pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 diusulkan agar biaya kedua seminar tersebut dialokasikan untuk biaya perkunjungan ke objek wisata yang memiliki kondisi lingkungan yang bersih dan terpelihara dengan baik seperti Londa. Dilakukannya perkunjungan ke objek wisata lain diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru kepada pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ untuk dapat mempelajari strategi-strategi apa saja yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kebersihan lingkungan objek wisata.
b.
Survei kepuasan wisatawan Pada kategori biaya penelitian dan pengembangan diusulkan juga mengenai pengeluaran biaya untuk survei kepuasan wisatawan yang dilakukan untuk mengumpulkan berbagi pendapat wisatawan mengenai kondisi lingkungan objek wisata dan harapan wisatawan kedepannya untuk lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ agar menjadi lebih baik. Pihak pengelola objek wisata dalam melakukan survei kepuasan wisatawan
tentu
memerlukan
bantuan
dari
wisatawan
untuk
mengeluarkan pendapat mereka mengenai lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’, dengan demikian untuk mengumpulkan saran dan pendapat wisatawan maka akan dibuatkan kotak saran. Diadakannya kotak saran belum dapat menjamin semua wisatawan untuk mau mengisi kotak saran tersebut, oleh sebab itu untuk menarik minat wisatawan maka pihak Ke’te’ Kesu’ akan melakukan undian dan pemberian hadiah pada pemenang undian. Biaya yang akan dikeluarkan pada aktivitas survei kepuasan wisatawan adalah pembuatan kotak saran serta hadiah bagi
pemenang undian. Dengan dilakukannya survei kepuasan wisatawan maka pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ dapat melakukan evaluasi dan mencari solusi terbaik dalam meningkatkan kebersihan lingkungan sesuai dengan yang diharapkan oleh wisatawan dan aktivitas ini diharapkan dapat memberikan keuntungan baik bagi pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ maupun bagi wisatawan. 6.
Biaya Kegiatan Sosial Pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 belum
terdapat aktivitas yang berkaitan dengan kategori biaya kegiatan sosial. Melihat kondisi kas objek wisata Ke’te’ Kesu’ maka di tahun 2014 dan 2015 diharapkan pihak pengelola objek wisata untuk terlebih dahulu berfokus dalam membenahi kondisi lingkungan objek wisata secara internal. Aktivitas yang diutamakan dilakukan oleh pihak pengelola yaitu meningkatkan kebersihan dan pemeliharaan lingkungan terlebih dahulu. Apabila kondisi lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ sudah mengalami peningkatan dalam kebersihan lingkungan maka pihak Ke’te’ Kesu’ pada tahun berikutnya dapat memulai untuk melakukan kegiatan sosial dalam rangka mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan. 7.
Biaya Perbaikan Lingkungan Pasa proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 terdapat
empat aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai biaya perbaikan lingkungan yaitu perbaikan jalan di lokasi kuburan patane dan kuburan tebing dengan anggaran sebesar Rp 6.000.000, penataan lokasi dengan anggaran sebesar Rp 3.100.000, memperbaiki toilet yang rusak dengan anggaran sebesar Rp 3.000.000 serta pembelian cat dengan anggaran sebesar Rp 300.000. Keempat aktivitas tersebut dikategorikan sebagai biaya perbaikan lingkungan karena biaya yang akan dikeluarkan digunakan untuk perbaikan dampak lingkungan dan pengembalian lingkungan pada kondisi seperti semula. Penjelasan keempat aktivitas tersebut sebagai berikut :
a.
Perbaikan jalan di lokasi kuburan patane dan kuburan tebing Pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 diusulkan untuk melakukan perbaikan jalan di lokasi kuburan patane dan kuburan tebing. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dapat diketahui bahwa terdapat kerusakan di beberapa titik pada jalan di lokasi kuburan patane. Apabila kerusakan pada jalan ini terus dibiarkan maka kerusakan pada jalan dapat menjadi semakin parah, oleh sebab itu diusulkan kepada pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ agar segera melakukan perbaikan pada jalan yang rusak agar biaya yang dikeluarkan tidak semakin besar (Lampiran H-16). Biaya yang akan dikeluarkan pada perbaikan jalan ini yaitu biaya pembelian bahan-bahan bangunan seperti semen, pasir, batu, dan upah untuk pekerja.
b.
Penataan lokasi Dapat dilihat pada laporan biaya lingkungan tahun 2013 bahwa selama ini pihak pengelola objek wisata melakukan penataan lokasi hanya pada pembersihan lokasi kuburan patane dan dan kuburan tebing, akan tetapi berdasarkan observasi di lapangan lokasi kuburan patane dan kuburan tebing masih terlihat belum bersih (Lampiran H-17, H-18, H-19 dan H20). Pihak pengelola objek wisata khusunya ketua Badan Pengurus perlu melakukan evaluasi dan pengontrolan terhadap kinerja pegawai kebersihan secara langsung di lapangan agar biaya yang dikeluarkan benar-benar terealisasi sebagaimana mestinya. Biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas pembersihan lokasi kuburan patane dan kuburan tebing berupa penyewaan alat pemotong rumput dan bahan bakar alat pemotong rumput. Pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 diusulkan melakukan penambahan biaya untuk pembelian pot bunga dan tanaman/bunga. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dapat dilihat bahwa tanaman/bunga yang terdapat pada lokasi objek wisata Ke’te’ Kesu’ sangat sedikit dan beberapa diantaranya banyak yang mati, oleh sebab itu untuk memperindah pemandangan objek wsiata Ke’te’ Kesu’ maka diusulkan untuk melakukan pembelian tanaman/bunga dan pot bunga. Selain penambahan tanaman/bunga dan pot bunga, hal yang
terpenting untuk dilakukan oleh pihak Ke’te’ Kesu’ khususnya oleh pegawai pemeliharaan adalah melakukan pemeliharaan pada setiap tanaman yang terdapat di objek wisata, karena apabila tanaman tersebut tidak dipelihara maka tanaman tersebut akan mati dan pada akhirnya mengeluarkan biaya lagi. c.
Memperbaiki toilet yang rusak Setelah melakukan observasi di lapangan dapat diketahui bahwa terdapat toilet yang rusak dan tidak dapat digunakan lagi sementara toilet di lokasi objek wisata hanya ada dua. Toilet yang rusak ini terletak di jalan menuju kuburan tebing dan kuburan patane sedangkan toilet yang satu terletak di belakang kantor. Rusaknya toilet ini mengurangi kenyamanan wisatawan yang ingin membuang air harus pergi ke lokasi kantor sementara jarak antara kuburan dengan kantor cukup jauh. Oleh sebab itu, pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 diusulkan bahwa demi menjaga kenyamanan wisatawan maka pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ perlu memperbaiki dan memelihara setiap fasilitas yang ada khususnya pada toilet. Disarankan agar pihak pengelola untuk segera mengeluarkan biaya perbaikan toilet yang rusak agar dapat digunakan kembali. Biaya yang akan dikeluarkan untuk perbaikan toilet yaitu pembelian kloset baru, bahan-bahan untuk membangun seperti semen, pasir, batu dan upah untuk pekerja.
d.
Pembelian cat Pada kategori biaya perbaikan lingkungan diusulkan untuk melakukan pembelian cat dengan anggaran sebesar Rp 300.000 yang akan digunakan untuk pengecatan dinding kantor, kuburan patane dan Rumah Tongkonan serta lumbung padi agar terlihat lebih terpeliara dan menarik. Proyeksi laporan biaya lingkungan yang terdapat pada tabel 4.7 dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan langkah perencanaan untuk periode 2014, 2015 dan periode berikutnya. Aktivitas dan anggaran yang telah dibuat pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 tidak mewajibkan pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ untuk dapat langsung merealisasikan pada tahun 2014 dan 2015. Proyeksi tersebut dibuat berdasarkan
informasi yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan laporan biaya lingkungan tahun 2013 sehingga dapat diketahui aktivitas apa saja yang harus dilakukan kedepannya untuk dapat membantu pihak pengelola objek wisata dalam meningkatkan dan menciptakan lingkungan yang bersih, asri dan nyaman pada objek wisata Ke’te’ Kesu’. selain itu, dasar yang digunakan dalam menetapkan anggaran biaya yang harus dikeluarkan dengan melakukan komunikasi dengan pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang terdapat pada lampiran B dan dengan melihat penerimaan objek wisata Ke’te’ Kesu’. Total proyeksi biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 sebesar Rp 67.487.087 dibandingkan dengan penerimaan tahun 2013 sebesar Rp 530.930.000 maka dapat diketahui bahwa 12,71% dari total penerimaan dapat digunakan untuk merealisasikan aktivitas yang telah direkomendasikan pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015. Selain itu dengan menaikkan harga tiket wisatawan mancanegara menjadi Rp 35.000 maka pihak objek wisata Ke’te’ Kesu’ dapat mengalami peningkatan penerimaan dari periode tahun 2013 penerimaannya sebesar Rp 14.351.600 saat ini penerimaannya menjadi
Rp
25.115.300 khusus untuk wisatawan mancanegara saja. Selain itu terdapat penghematan pada biaya upstream dan downstream sebesar Rp 760.000 sehingga menambah total anggaran total penerimaan menjadi sebesar Rp 542.453.700 yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan proses operasional objek wisata Ke’te’ Kesu’ untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya. Perhitungan pada anggaran penerimaan objek wisata Ke’te’ Kesu’ inilah yang digunakan sebagai dasar dalam menentukan anggaran untuk proyeksi laporan biaya lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’. Setelah dilakukan pembuatan laporan biaya lingkungan tahun 2013 dan proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan tahun berikutnya maka terjadi perubahan persentase dan komposisi untuk masing-masing kategori biaya lingkungan. Perbandingan persentase untuk masing-masing kategori biaya lingkungan tahun 2013 dan proyeksi biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Perbandingan Persentase Biaya Lingkungan Tahun 2013 dan Proyeksi Biaya Lingkungan Tahun 2014 dan 2015 No Proyeksi Biaya Klasifikasi Biaya Lingkungan Biaya Lingkungan lingkungan tahun Tahun 2013 2014 dan 2015 1. Biaya Pencegahan Polusi 22,06% 26,79% 2. Biaya Sirkulasi Sumber Daya 7,41% 3. Biaya Upstream dan Downstream 16,26% 7,41% 4. Biaya Administrasi 25,55% 26,82% 5. Biaya Penelitian dan Pengembangan 5,65% 13,34% 6. Biaya Kegiatan Sosial 7. Biaya Perbaikan Lingkungan 30,48% 18,37% Total 100% 100% Sumber : Data diolah (2014)
Rincian untuk menjelasan penyebab terjadinya perubahan persentase pada masing-masing kategori biaya lingkungan adalah sebagai berikut : a. Kategori biaya pencegahan polusi mengalami peningkatan sebesar 4,73%. Pada kategori biaya pencegahan polusi dilakukan penambahan biaya berdasarkan kesepakatan dengan pihak pengelola dalam upaya untuk mencegah terjadinya polusi yang dapat merusak lingkungan sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan biaya pencegahan polusi secara signifikan menjadi Rp 18.084.087. Kenaikan biaya ini berbanding lurus dengan kenaikan total proyeksi biaya lingkungan sehingga pada pembagian biaya pencegahan polusi terhadap total proyeksi biaya lingkungan mengalami peningkatan persentase. b. Biaya sirkulasi sumber daya mengalami peningkatan sebesar 7,41%. Pada kategori biaya sirkulasi dilakukan penambahan aktivitas penggantian peti mati agar tengkorak manusia yang terdapat di dalam peti yang sudah mengalami kelapukan tetap dapat terjaga dan terpelihara sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan biaya sirkulasi sumber daya yang signifikan menjadi Rp 5.000.000. Kenaikan biaya ini berbanding lurus dengan kenaikan total proyeksi biaya lingkungan yang signifikan sehingga pada pembagian biaya sirkulasi sumber daya terhadap total proyeksi biaya lingkungan mengalami peningkatan persentase. c. Biaya administrasi meningkat sebesar 1,27%. Pada kategori biaya administrasi dilakukan penambahan jumlah petugas kebersihan sebagai upaya untuk menghasilkan kinerja yang maksimal terkait pembersihan lingkungan melihat kinerja petugas kebersihan hingga saat ini belum
memberikan hasil yang maksimal disebabkan karena petugas kebersihan yang mengalami kewalahan dalam membersihkan lingkungan yang luasnya 3.746 km2.. Penambahan jumlah petugas kebersihan menyebabkan terjadi kenaikan biaya administrasi yang signifikan menjadi Rp 18.100.000. Kenaikan biaya ini berbanding lurus dengan kenaikan total proyeksi biaya lingkungan yang signifikan sehingga pada pembagian biaya administrasi terhadap total proyeksi biaya lingkungan mengalami peningkatan persentase. d. Biaya penelitian dan pengembangan meningkat sebesar 7,69%. Pada kategori biaya administrasi dilakukan penambahan aktivitas sebagai upaya untuk menambah pengetahuan dan evaluasi bagi pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ melalui perkunjungan ke objek wisata lain dan melakukan survei kepuasan wisatawan. Aktivitas tersebut menyebabkan terjadinya kenaikan yang signifikan menjadi Rp 9.000.000. Kenaikan biaya ini berbanding lurus dengan kenaikan total proyeksi biaya lingkungan yang signifikan sehingga pada pembagian biaya penelitian dan pengembangan terhadap total proyeksi biaya lingkungan mengalami peningkatan. e. Biaya upstream dan downstream persentasenya mengalami penurunan sebesar 7,41%. Pada kategori biaya ini dilakukan alokasi biaya terkait pembayaran iuran menjadi pembayaran incinerator dalam mengatasi masalah sampah dengan menggunakan cara yang lebih efisien. Pengalokasian aktivitas ini menyebabkan terjadinya penghematan sebesar Rp 760.000/tahun. Penurunan biaya upstream dan downstream bertolak belakang dengan total proyeksi biaya lingkungan yang justru mengalami kenaikan yang signifikan sehingga hasil pembagian antara biaya upstream dan downstream mengalami penurunan. f. Biaya perbaikan lingkungan menurun sebesar 12,12%. Pada kategori biaya perbaikan lingkungan terjadi penambahan aktivitas perbaikan jalan, penataan lokasi, perbaikan toilet, serta pembelian cat sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan objek wisata kembali ke keadaan semula bahkan
lebih
baik
dari
semula.
Penambahan
aktivitas
tersebut
menyebabkan terjadinya penambahan biaya namun tidak signifikan yaitu menjadi Rp 12.400.000, melihat total proyeksi biaya lingkungan yang mengalami kenaikan secara signifikan sehingga pada pembagian biaya perbaikan
lingkungan
terhadap
total
proyeksi
biaya
lingkungan
menghasilkan persentasi yang lebih kecil. Perubahan persentase ini tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa dengan adanya perubahan tersebut maka kategori setiap biaya lingkungan saat ini telah menjadi ideal, akan tetapi berdasarkan kelemahan di masa lalu dengan melihat kondisi dan kebutuhan lingkungan objek wisata serta atas pertimbangan pihak manajemen maka dilakukan pengambilan keputusan untuk meningkatkan aktivitas yang diprioritaskan dan meminimalisasi aktivitas yang dapat dilakukan dengan aktivitas yang lebih efisien sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada persentase untuk masing-masing kategori biaya lingkungan.
4.2.6
Proyeksi Pembelian Peralatan Kebersihan Tahun 2016 dan Tahun Berikutnya Demi menunjang kebersihan lingkungan dan pencegahan terjadinya
kerusakan lingkungan bukan hanya rancangan aktivitas yang terdapat pada proyeksi laporan biaya lingkungan saja yang akan dilakukan melainkan peneliti juga memberikan saran dengan melihat kemampuan manajemen dan ketersediaan manajemen objek wisata Ke’te’ Kesu’ maka direkomendasikan agar pada tahun 2016 dan tahun berikutnya pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ melakukan investasi untuk menunjang kebersihan lingkungan dengan melakukan pembelian incinerator dan mesin pemotong rumput, menyediakan TPA, serta dalam menunjang keamanan objek wisata maka pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ perlu melakukan pembangunan untuk pagar keliling dan menyiapkan CCTV. Aktivitas yang juga perlu dilakukan kedepan ialah melakukan kegiatan sosial yang melibatkan warga dan wisatawan dalam rangka mengajak mereka untuk turut aktif menjaga kebersihan lingkungan. Upaya dalam mengaplikasikan usulan-usulan ini tentu tetap disesuaikan dengan kemampuan keuangan objek wisata dan perlu adanya dukungan dan kerjasama dengan pemerintah setempat.
Selama ini pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ belum melakukan kegiatan sosial sehingga untuk tahun 2016 dan tahun berikutnya dapat direkomendasikan untuk melakukan kegiatan sosial seperti kunjungan study tour siswa atau mahasiswa, kegiatan bakti sosial dan lomba kebersihan halaman dengan mengikutsertakan seluruh masyarakat di sekitar objek wisata. Pada penelitian ini juga direkomendasikan untuk menaikkan harga tiket masuk untuk wisatawan khususnya bagi wisatawan macanegara. Melihat harga tiket masuk untuk wisatawan mancanegara saat ini hanya sebesar Rp 20.000/orang disarankan agar pihak pengelola objek wisata Ke’te’ Kesu’ menaikkan harga tiket menjadi Rp 30.000 sampai Rp 35.000 dengan pertimbangan bahwa pihak Ke’te’ Kesu’ dapat menyesuaikan harga tiket sesuai dengan objek wisata lain seperto Tikala, Londa, Patane Pong Masangka dll yang menetapkan harga tiket untuk wisatawan mancanegara mulai dari Rp 30.000 sampai Rp 35.000. Menaikkan harga tiket masuk untuk wisatawan mancanegara tentu dapat meningkatkan penerimaan objek wisata Ke’te’ Kesu’ dan dapat membantu dalam memenuhi pelaksanaan proyeksi laporan biaya lingkungan.
4.2.7 Keuntungan yang Diperoleh dalam Melaporkan Biaya Lingkungan Pada penelitian ini telah dibuatkan pelaporan biaya lingkungan dan dengan adanya laporan biaya lingkungan tahun 2013 maka pihak manajemen objek wisata Ke’te’ Kesu’ dapat memperoleh informasi mengenai rincian besarnya biaya dari aktivitas lingkungan yang berfungsi dalam pengambilan keputusan serta dapat menilai dan meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan. Melalui informasi yang diperoleh pada laporan biaya lingkungan tahun 2013, maka dibuatkan proyeksi biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015. pembuatan proyeksi biaya lingkungan tahun 2014 akan membantu memberikan informasi kepada pihak manajemen objek wisata Ke’te’ Kesu’ untuk mengetahui biaya mana yang harus diminimalisasi dan biaya mana yang harus ditingkatkan terkait dengan aktivitas lingkungan dalam upaya memperbaiki kinerja lingkungan demi meningkatkan kebersihan lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’. Keuntungan yang diperoleh objek wisata Ke’te’ Kesu’ melalui proyeksi biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015 yaitu dapat melakukan penghematan
terkait dengan cara dalam mengatasi masalah pembuangan sampah. Dapat dilihat pada laporan biaya lingkungan tahun 2013 pada tabel 4.6 pada kategori biaya upstream dan downstream dimana pihak Ke’te’ Kesu’ melakukan pembuangan sampah pada salah satu lahan warga di Desa Rantebua’ dengan mengeluarkan biaya untuk pembayaran iuran sampah sebesar Rp 5.760.000 selama periode tahun 2013. Pada proyeksi laporan biaya lingkungan tahun 2014 dan 2015. Mengenai masalah sampah ini agar tidak dilakukan pembuangan pada salah satu lahan warga maka direkomendasikan untuk melakukan kerjasama dengan pihak RS Khatolik Marampa’ Rantepao dengan mengeluarkan biaya pembayaran incinerator dan pengangkutan sampah sebesar Rp 5.000.000/tahun. Dapat diketahui bahwa pihak Ke’te’ Kesu’ dapat melakukan penghematan sebesar Rp 760.000/tahun. Penghematan ini dapat dialokasikan untuk membiayai aktivitas lain dalam menunjang kebersihan lingkungan, selain itu dengan mengalokasikan biaya iuran sampah menjadi biaya untuk membayar incinerator maka pihak Ke’te’ Kesu’ juga dapat mengatasi masalah mengenai pencemaran lingkungan akibat dari pembusukan dan pembakaran sampah yang menimbulkan polusi yang selama ini meresahkan masyarakat di sekitar Desa Rantebua’ dan dapat terhindar dari sanksi pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah) mengenai pelanggaran Peraturan UU RI No. 10 Tahun 2009 pasal 26 poin k tentang Kepariwisataan dalam mewujudkan lingkungan yang sehat, bersih dan asri . Adanya pelaporan biaya lingkungan sangat membantu pihak objek wisata Ke’te’ Kesu’ dalam memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dalam meningkatkan kebersihan lingkungan objek wisata. Setelah dilakukan pembuatan laporan biaya lingkungan dan setelah merasakan manfaat yang diperoleh dengan dibuatnya laporan biaya lingkungan maka pihak manajemen menginginkan agar bagian keuangan mulai saat ini melakukan pelaporan biaya lingkungan secara terpisah dengan mempelajari pengklasifikasian biaya lingkungan yang telah dibuat pada penelitian ini serta dapat mempelajari referensi lain terkait dengan pelaporan biaya lingkungan. Pengelolaan lingkungan objek wisata Ke’te’ Kesu’ dengan baik dapat menghasilkan lingkungan objek wisata yang sehat, asri dan nyaman yang secara tidak langsung dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak baik kepada wisatawan maupun masyarakat sehingga secara tidak langsung lingkungan objek wisata yang sehat, asri dan nyaman dapat menunjang daya tarik wisatawan untuk mengunjungi objek wisata Ke’te’ Kesu’ yang tentunya hal ini memberikan keuntungan kepada objek wisata Ke’te’ Kesu’ dimana dapat menunjang wisatawan sehingga bertambahnya jumlah wisatawan yang datang menunjukkan bahwa penerimaan objek wisata Ke’te’ Kesu’ juga semakin bertambah.