BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Kawasan 4.1.1 Data Kawasan
Gambar 4.1 Lokasi kawasan dalam peta Jakarta.
Kawasan Kota Tua memiliki luas total sekitar 346Ha yang membentang dari Pelabuhan sunda Kelapa sampai Stasiun Kota, dengan pembagian kawasan berdasarkan lokasi dan fungsi kawasan di Jakarta tempo dulu. Penelitian di fokuskan pada kawasan pusat kota yaitu di Balai Kota lama atau yang sekarang menjadi Museum Sejarah Jakarta yang lebih dikenal sebagai Museum Fatahillah memiliki alun-alun yang menjadi daya tarik dan ciri khas. Sebagai pusat wisata di kawasan Kota Tua, alun-alun museum Sejarah Jakarta menjadi titik pusat atau Landmark kawasan sebagai tempat berkumpul. Kawasan Kota Tua berlokasi di keluarahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Kota tua berada di perbatasan Jakarta Barat dengan Jakarta Pusat, sehingga sering terjadi kesalahpahaman bahwa kawasan Kota Tua termasuk pada Jakarta Pusat.
31
32
Gambar 4.2 Batasan kawasan Kota Tua yang diteliti.
Luas kawasan Kota Tua yang diteliti sekitar 14 Ha dengan 5 jalan raya (Jalan Kali Besar Timur, Jalan Kali Besar Timur 3, Jalan Lada, Jalan Kemunis dan Jalan Jembatan Batu) serta 3 jalan dalam kawasan (Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Pos Kota dan Jalan Kali Besar Timur 4). Kota Tua menjadi kawasan wisata khusus yang didalamnya terdapat beberapa objek wisata dan memiliki ciri khas arsitektur dari masa 1800-an. Berikut batasan kawasan dengan lingkungannya :
Tabel 4.1 Tabel Batasan Kawasan Informasi/Batas Bagian Utara
Keterangan Jalan Kali Besar Timur 3
Fungsi Pertokoan, pasar rakyat dan kantor
33 Bagian Timur
Jalan Lada
bank, kantor dan hotel
Bagian Selatan
Bagian Barat
Stasiun Kota dan Jl.
Stasiun, museum,
Jembatan Batu
pertokoan
Kali Besar
Pertokoan, perkantoran dan lokasi foto
Kawasan berada di pusat kota yang ramai lalu lintas kendaraan bermotor baik umum maupun pribadi, akan tetapi di dalam kawasan sendiri telah diberlakukan larangan dilalui kendaraan bermotor terutama dibagian dalam sedangkan di sisi timur yang berbatasan langsung dengan kali besar masih bisa dilalui motor karena terdapat beberapa kantor. Penelitian dilakukan pada bagian dalam kawasan serta hubungannya keluar guna memenuhi standar sebagai kawasan.
4.1.2 Analisa Feasibility Kawasan Analisa yang dilakukan adalah mengetahui potensi kawasan dengan menggunakan metode SWOT yang dapat menjabarkan kelebihan, kekurangan, keuntungan dan halangan kawasan tersebut. Hasil analisa
34 dapat membantu menghasilkan output yang menjawab kebutuhan dan membuat kawasan menjadi lebih baik.
Tabel 4.2 Analisa SWOT pada kawasan
Kelebihan (Strenghts) - Area wisata yang ramai - Objek-objek wisata berdekatan
Kelebihan (Strenghts) - Area wisata yang ramai - Objek-objek wisata berdekatan
Kekurangan (Weakness) - Kurangnya merata arus sirkulasi menuju kawasan wisata - Kurangnya fasilitas pendukung kawasan wisata
Menambahkan titik-titik informasi dan pengadaan fasilitas yang menunjang kawasan
Peluang (Opportunities) - Lokasi dekat dengan stasiun Kota dan pemberhentian angkot - Memiliki badan kepengurusan yang jelas
Menata akses menuju kawasan dengan sedemikian rupa guna memberi kemudahan dan kenyamanan bagi pengguna kendaraan umum
Kekurangan (Weakness) - Kurangnya merata arus sirkulasi menuju kawasan wisata - Kurangnya fasilitas pendukung kawasan wisata Menambahkan titik-titik informasi dan pengadaan fasilitas yang menunjang kawasan
Peluang (Opportunities) - Lokasi dekat dengan stasiun Kota dan pemberhentian angkot - Memiliki badan kepengurusan yang jelas
Halangan (Threats) - Banyaknya jumlah pedagang kaki lima yang belum terwadahi - Terjadinya parkir liar
Menata akses menuju kawasan dengan sedemikian rupa guna memberi kemudahan dan kenyamanan bagi pengguna kendaraan umum
- Penambahan lokasi perdagangan yang dapat mendukung peningkatan kualitas kawasan - Pengadaan kantong parkir/gedung parkir (perencanaan pemerintah) Pendekatan walkability pada kawasan wisata digunakan sebagai dasar pembentuk pergerakan pengunjung di kawasan untuk meningkatkan kualitas kawasan. - Mengatur pedagang dari pemberhentian hingga menuju lokasi - Pengurus menyediakan dan mengatur parkir sementara
- Memperbaiki sirkulasi menuju dan dalam kawasan - Menambahkan fasilitas pendukung kawasan dan street aminities
- Memperbaiki sirkulasi menuju dan dalam kawasan Menambahkan fasilitas pendukung kawasan dan street aminities
35 Halangan (Threats) - Banyaknya jumlah pedagang kaki lima yang belum terwadahi - Terjadinya parkir liar
Penambahan lokasi perdagangan yang dapat mendukung peningkatan kualitas kawasan - Pengadaan kantong parkir/gedung parkir perencanaan pemerintah)
Pendekatan walkability pada kawasan wisata digunakan sebagai dasar pembentuk pergerakan pengunjung di kawasan untuk meningkatkan kualitas kawasan.
- Mengatur pedagang dari pemberhentian hingga menuju lokasi - Pengurus menyediakan dan mengatur parkir sementara
Dari tabel diatas, diketahui potensi yang dapat dilakukan guna membantu proses penentuan output untuk kawasan penelitian, yaitu dengan menambahkan titik informasi, memperbaiki sirkulasi menuju dan di dalam kawasan, menambahkan fasilitas pendukung dan pengadaan wadah kegiatan perdagangan memasukkan fungsi baru dalam kawasan akan tetapi tidak melanggar batasan pada kawasan wisata sejarah (preservasi). Setelah diketahui kebutuhan kawasan, maka di lihat pemetaan fungsi lahan atau bangunan eksisting yang potensial sesuai dengan hasil analisa SWOT.
4.2 Analisa Lahan Kawasan Analisa yang dilakukan pada kawasan secara utuh dengan acuan batasan batasan dari teori yang digunakan untuk penelitian. Pembahasan dikategorikan menjadi 2 (dua) jenis yaitu analisa kawasan secara keseluruhan dengan teori responsive environtment dan analisa khusus berdasarkan teori walkability. Selain itu akan diberikan analisa singkat mengenai lingkungan kawasan.
4.2.1 Analisa Kawasan Terhadap Responsive Environment Teori responsive environment merupakan salah satu teori Ian Bentley pada tahun 1985 dibuku berjudul yang sama yang mendasari penataan ruang atau urban design. Dalam penelitian, teori tersebut dijadikan standar kelayakan yang sifatnya memperbaiki dan menambahkan potensi kawasan dengan harapan dapat meningkatkan kualitasnya. Beberapa poin responsive environtment yang akan dibahas antara lain permeability,
36 variety, legibility, visual appropiateness, richness dan personalisaton. Berikut analisa kawasan terhadap poin-poin responsive environment :
1. Permeability Sirkulasi kawasan terbentuk dari lokasi kawasan yang menjadikan entrance dan terbentuknya titik kegiatan seperti pasar dan tempat berkumpulnya pedagang makanan, retail atau restoran. namun tidak semua sirkulasi sudah walkable untuk pencapaian ke titik-titik kegiatan tersebut yang menjadi salah satu daya tarik kawasan. Aksesibilitas pengunjung pada kawasan penelitian sangat erat dengan titik-titik
pemberhentian
kendaraa
tersebut,
selanjutnya
akan
diteruskan dengan berjalan kaki sehingga jarak menjadi poin penting. Permeability mengatur pembuatan akses-akses alternatif yang memotong blok-blok besar kawasan agar sdapat miningkatkan aksisbititas sehingga pengunjung lebih mudah mengakses area yang menjadi daya tarik kawasan. Berikut pemetaan sirkulasi pengunjung berdasarkan terbentuknya titik-titik kegiatan
Gambar 4.3 Sikulasi pergerakan pengunjung dari titik pemberhentian kendaraan terdekat
37
Dari hasil pemetaan didapati beberapa blok besar pasa kawasan penelitian yang berdekatan dengan titik-titik pemberhentian kendaraan. Selanjutnya blok-blok besar tersebut dipelajari solid void areanya dan fungsi bangunan yang ada didalamnya, dari hal tersebut dapat dilihat potensi area yang dapat dijadikan akses alternatif baru.
3
1
2
Gambar 4.4 Pemetaan kawasan berdasarkan jaringan jalan yang sudah terbentuk.
Berdasarkan analisa lanjutan mengenai fungsi bangunan pada blok-blok yang diteliti, maka didapati bahwa blok no.2 merupakan blok terbesar dan memiliki void yang lebih banyak dan fungsi lebih mendukung dibanding blok lain. Potensi yang dapat di bentuk jalan alternatif adalah di area parkir milik bank mandiri dan halaman sebuah gedung kosong (bekas hotel beverlyhills). Pada unsur permeability, semakin banyak jalan alteratif membuat kualitas kawasan meningkat karena semakin mudah untuk diakses dan semakin memberi banyak pilihan jalan bagi penggunanya. namun jalan tersebut berada pada lahan yang saat ini sifatnya privat dan dimiliki oleh dua pihak yang berbeda. maka analisa menggunakan street level digunakan untuk memperjelas batasan privat dan publik pada jalan alternatif yang akan dibuat.
38
Gambar 4.5 (gambar kiri) Halaman hotel tua di Jl. Lada yang memiliki lebar 5 meter menuju halaman belakang, (gambar kanan) halaman parkir bank Mandiri pasar di Jl. Jembatan Besi.
Setelah dimasukkan jalan alternatif, maka didapati akses yang walkable menuju pasar dari tempat penurunan rombongan wisata di sekitar Bank BNI 46 maupun berpotensi menghidupkan area di sisi jalan Lada. Akses ini memotong jalan dari area semi private milik hotel dan semi privat milik parkir kantor Bank Mandiri, secara otomatis area tersebut sebagian menjadi area publik, jalur yang direncanakan terjadi 2 segmen karena titik akses masuk-keluar yang sulit untuk digeser, selain itu segmen tersebut dapat mengurangi kebosanan dan lebih alami dibandingkan jalan yang lurus.
Parkir mobil bank Mandiri
Kantor pajak Jakarta barat 10 lantai Hotel Beverly hills 3 lantai
Parkir mobil bank Mandiri
Gambar 4.6 Tampilan denah jalur pergerakan pengunjung setelah dimasukkan crossing dari arah Bank BNI 46 sebagai pemberhentian bus pariwisata
Perubahan fungsi tersebut dibarengi dengan diletakkannya pembatas dengan pagar besi kecil yang di tanamankan perdu setinggi 1 meter didekatnya, pembedaan material jalur pejalan dan lampu
39 penerangan serta kanopi guna memfasilitasi dan menandai batas gerak pejalan kaki yang melaluinya.
Hotel Beverlyhills (kosong) 3 lantai
P R I V A T
P U B L I K
Kantor Pajak Jakarta Barat 10 lantai
Gambar 4.7 Jalur pergerakan pengunjung setelah dijadikan jalan alternatif dari arah Bank BNI 46 ke jalan Lada.
Sirkulasi kawasan terbentuk dari lokasi kawasan yang menjadikan entrance dan terbentuknya titik kegiatan seperti pasar dan tempat berkumpulnya pedagang makanan, retail atau restoran. namun tidak semua sirkulasi sudah walkable untuk pencapaian ke titik-titik kegiatan tersebut yang menjadi salah satu daya tarik kawasan. Berikut pemetaan sirkulasi pengunjung berdasarkan terbentuknya titik-titik kegiatan
2. Variety
Pada poin variety dijelaskan bahwa suatu kawasan sangat baik apabila memiliki beragam fungsi sehingga menghasilkan beragam bentuk bangunan dan dapat mengundang beragam atau banyak pengunjung untuk datang. Dalam hal ini terkait dengan fungsi kawasan yang beralih fungsi dari pusat pemerintahan pada masa penjajahan menjadi kawasan wisata, maka fungsi-fungsi yang timbul dikawasan adalah pendukung untuk wisata sepeti area belanja dan area kuliner. Berikut pemetaan pedagang dan restoran di kawasan :
40
Keterangan Entrance Pedagang liar Pedagang terwadahi restoran Lokasi kuliner (rencana)
Gambar 4.8 Pemetaan restoran dan area berdagang dan berbelanja.
Dari pemetaan diatas, dapat diketahui bahwa masih terdapat pedagang liar (spot merah muda) pada kawasan. Jenis pedagang liar yang ada adalah pedagang cemilan, aksesoris, minum dan pekerja seni seperti pelukis jalanan yang berada disisi jalan dengan hanya menggelar lapak atau beratap payung besar atau sekedar meneduh dibawah pohon di lokasi yang biasa dilalui pengunjung. Letak pedagang yang bergerombol dan sporadis membuat pengunjung kesulitan menikmati pemandangan dari bangunan-bangunan lama yang menjadi ciri khas kawasan. Maka terdapat tindakan pemerintah membuat naungan berkanopi untuk pedagangpedagang tersebut namun kurang efisien karena kurang terkoordinasi.
Gambar 4.9 Pedagang kaki lima yang tidak terwadahi.
41
Gambar 4.10 Kanopi tempat pengelola mewadahi pedagang, kosong dan kurang efektif
Setelah dilakukan analisa maka didapati pedagang dilokasikan pada titik-titik yang strategis dengan pergerakan pengunjung, pedagang akan diatur dalam suatu kesatuan dan dikelompokkan. Selain itu dari analisa feasibility sebelumnya telah didapati potensi fungsi seperti restoran atau gallery guna mengatur penyebaran pengunjung yang menjadi penentu lokasi pedagang.
3. Legibility
Pada pembahasan legibility akan mengamati kejelasan kawasan untuk akses didalamnya. Hal tersebut dimaksudkan bagaimana pengunjung dapat memahami bagaimana pencapaiannya menuju lokasi atau bangunan yang dituju. Bila dilihat pemahaman legibility pada kawasan, biasanya pengunjung memahami kemana dan dimana lokasi tujuannya dengan menyebutkan bangunan terdekat dengan lokasi tujuan. Hal tersebut sebenarnya sudah membantu tetapi terdapat cara penataan kawasan yang dapat membantu yaitu dengan memetakan dan mendesain paths, nodes, landmark, dan edges pada kawasan.
Gambar 4.11 Beberapa bangunan yang menjadi ciri khas kawasan
42
v
v v
v Keterangan :
v
v
Edges Landmark Node Path
Gambar 4.12 Pemetaan paths, edges, node, dan landmark kawasan
Setelah mengetahui letak paths, edges, node dan landmark pada kawasan maka penelitian terhadap pergerakan pengunjung dapat di orientasikan dengan baik karena sudah memahami titik-titik yang penting dan perubahan banyak dapat dilakukan pada edges karena persimpangan dari paths yang membawa pengunjung. Pada titik edges akan dibuat desain penunjuk jalan atau taman duduk yang bisa memberikan area komunal tambahan.
4. Visual Appropriateness Pembahasan visual appropriateness berfokus pada tampilan fasad bangunan yang menjadi daya tarik suatu kawasan. Pada kawasan yang diteliti sudah sangat jelas eragam namun masih dalam satu konteks yang sama.
Gambar 4.13 Jenis fasade bangunan dengan fungsi berbeda tetapi memiliki keseragaman.
Dari
hasil
bentuk
analisa
dan
dengan
sesuai peraturan
pengelola, fasade dan segala bentuk fisik luar bangunan
beserta
materialnya
diatur
dalam
design
guideline.
Apabila
diadakan pembangunan dengan
Gambar 4.14 Tampak fasade yang teratur dan bersifat pengulangan.
fungsi
maka
bentuk
tidak
berubah
baru fasade atau
menyesuaikan
agar
keseragaman
tema
kawasan tetap terjaga, tetapi terkadang ada hal yang sifatnya ornamen yang di perbolehkan untuk dipasang selama tidak berlebihan dan mengganggu seperti papan nama, daun jendela ataupun kanopi.
45
46 Melalui penelitian yang telah dilakukan didapati data yang terkait dengan bentuk bangunan yang bersifat konseptual dengan tema kawasan, berikut tabel hasil penelitian : Tabel 4.3 Hasil penelitian visual approprieteness terhadap bangunan sekitar Aspek penelitian Banyak lantai
Keterangan bangunan dikawasan sebagaian besar merupakan bangunan 2-3 lapis lantai
Ketinggian bangunan
ketinggian lantai cenderung beragam bergantung pada fungsi awal bangunan, ketinggian lantai 1 bangunan berkisar 2,8 – 3,2 meter sedangkan lantai selanjutnya maksimal 2,8 meter.
Jenis fasad
terjadi pengulangan bentuk yang sifatnya simetris dengan lis jendela dan pintu, serta garis-garis tegas pada kulit fasad yang secara tidak langsung menunjukkan ketinggian tiap lantai.
Bentuk jendela
jendela dengan 2 daun jendela yang di beri segmen-segmen simetris dilengkapi dengan tambahan aplikasi daun jendela kayu yang bersisir sebagai ornamen mempertegas konsep kawasan.
Bentuk pintu
pintu kayu dengan pengulangan segmen serupa jendela dengan detail handle pintu yang sesuai tema
Bentuk atap
atap pelana menjadi pilihan dengan ketinggian yang menyesuaikan pada panjang dan lebar bangunan.
47 5. Richness Pada poin richness merupakan perpanjangan dari poin visual appropriateness pada sisi visual sense detail bangunan seperti bentuk jendela dan pintu yang dapat membentuk ciri khas bangunan. Richness membahas lebih dalam bagaimana menciptakan suatu desain detail seperti jendela dan pintu pada bangunan yang seirama dengan bentuk pengulangan atau repetisi yang terjadi. Bangunan yang akan diolah pada penelitian ini merupakan bangunan dengan konteks seirama dengan konsep kawasan, sehingga peletakan pintu dan jendela tidak akan banyak berubah hanya model atau motifnya yang akan dirubah dan dibuat harmonis.
Gambar 4.15 Pattern jendela bangunan eksisting, sudah banyak kerusakan.
Dari bentuk yang telah dipelajari dan disesuaikan dengan konsep kawasan tahun 1800-an, maka didapati bentuk repetisi simetris dan lengkungan untuk bagian atas pintu.
48 6. Personalisation Personalisation merupakan penggambaran suasana yang dapat memberikan kesan tersendiri bagi manusia yang berada didalamnya atau mengalaminya. Identitas fungsi bangunan atau ruang dapat dipahami dari tampilan luar maupun di bagian interior bangunan. Seperti perbedaan antara fungsi rumah makan yang bersebelahan dengan fungsi kantor dapat di jelaskan melalui dekorasi, bentuk jendela atau ornamen penjelas lain seperti papan nama dan furniture. pada penelitian tidak dapat dilakukan banyak pemberian ornamen di bagian luar bangunan dikarenakan ketentuan yang berlaku, akan tetapi personalisasi dapat dibentuk di bagian interior bangunan yang direncanakan memiliki beberapa fungsi.
4.2.2 Analisa Kawasan Terhadap Walkability Elements
Entrance kawasan Pergerakan Pengunjung Area Persimpangan baru Gambar 4.16 Area berjalan kaki pengunjung.
Kawasan wisata kota tua sebagian besar sudah tergolong walkable karena pada titik pencapaian dari moda kendaraan umum dan di dalam sudah diberlakukan sistem berjalan namun belum terfasilitasi proses berjalan tersebut membuat kesulitan dan kurang nyamannya proses berjalan tersebut. Maka dari itu, setelah mendapatkan hasil analisa peningkatan kawasan berdasarkan teori responsive environtment, perlu diterapkan juga teori yang mendukung dalam peningkatan kenyamanan
49 gerak pengunjung di kawasan. Usaha peningkatan tersebut dilakukan dengan mengetahui tingkat walkable kawasan dengan pendekatan berdasarkan elemen-elemen walkability sebagai berikut
Tabel 4.4 Tabel Pengamatan Walkability Elements Terhadap Kawasan Connectivity Lokasi
Pengamatan
Jl. Jembatan
Exit/entrance
batu
terkoneksi dengan busway dan
(depan
stasiun sangat sulit untuk di lalui
Museum BI
karena penjual dan parkir liar di
–
pedestrian tidak teratur dan sulit
Pasar
entrance 1)
menyeberang tetap
Gambar tunnel
karena
melaju
terdapat Terdapat
yang
kendaraan
kencang
lampu banyak
walau
penyebrangan. lorong/jalan
menuju kali besar
- Untuk mengurangi kecepatan kendaraan dapat diadakan marka jalan (melintang) timbul sebagai peredam
kecepatan
sebelum
lampu
penyeberangan. - Pedagang tetap di beri kesempatan berdagang, namun
diatur
keseragamannya,
dibatasi
jumlahnya dan diawasi.
Jl. Lada
Lokasi yang bersebrangan membuat
(depan
kendaraan besar seperti bis wisata
Kantor arsip
menurunkan penumpang di tepi
Bank
jalan, tetapi tidak ada zebra cross
46)
BNI
atau
tempat
perjalan kaki.
beristirahat
untuk
50 Tabel 4.4 Tabel Pengamatan Walkability Elements Terhadap Kawasan - Mengadakan zebra cross sebagai alat bantu
penyebrangan,
baik
bagi
para
pengunjung menuju alun-alun Fatahillah maupun sebaliknya menuju ke bank BNI atau kantor disekitarnya. - Meletakkan sejenis gazebo atau tempat duduk disisi pedestrian
Jl. Lada
Exit dari stasiun kota melalui side
(depan
entrance menuju pasar entrance 1
side
tidak
entrance
karena
Stasiun
menyeberang
Kota)
cenderung
terbentuk tidak
dengan adanya dan
baik., fasilitas
aksesnya
seadanya
dengan
melintasi halaman kantor bank Mandiri tanpa
papan petunjuk.
Membingungkan
apabila
pengunjung awam di kawasan ini, tetapi tingkat efektifitas akses yang baik.
- Mengadakan zebra cross sebagai alat bantu penyebrangan, baik bagi para pengunjung menuju alun-alun Fatahillah maupun sebaliknya menuju ke bank BNI atau kantor disekitarnya. - Meletakkan sejenis gazebo atau tempat duduk disisi pedestrian. Jl.
Kali
Merupakan akses langsung dari
Besar Timur
sirkulasi kendaraan, lebar badan
3
jalan
(jalan di arah
menyeberang lebih mudah, namun
pintu
arus
belakang
berbahaya
kantor pos)
Terkain
yang
kecil
kendaraan bagi rencana
membuat
yang
ramai
pejalan
kaki.
pemerintah
membuat kantong parkir di utara kawasan,
menjadikan akses ini
sebagai
entrance
yang
akan
menampung pejalan kaki dari arah Jl Cengkeh.
51 Tabel 4.4 Tabel Pengamatan Walkability Elements Terhadap Kawasan Menjadi area crossing dari jl. Cengkeh menuju pusat alun-alun Museum Sejarah Jakarta. Saat ini telah tersedia zebra cross dan lampu penyebrangan namun kondisinya yang rusak dan penempatan
kurang
tepat.
Dibutuhkan
perbaharuan untuk akses crossing pejalan kaki tersebut.
-Pengadaan lampu penyebrangan dapat membantu pejalan kaki untuk menuju alun-alun Fatahillah melalui pasar di entrance 3 samping kantor pos.
Dari pengamatan berdasarkan elemen connectivity, diketahui permasalahn di ruas-ruas jalan di area penelitian adalah perbatasan saat pejalan kaki bertemu dengan kendaraan bermotor dalam perjalanan mengakses lokasi. Hal tersebut sebenarnya dapat diatur dengan fasilitas tambahan seperti titik penyeberangan, tombo penyeberangan, speed bumper dan signage yang membantu pengunjung yang berjalan kaki menjadi lebih aman dan memperkecil kebingungan mengakses lokasi yang mungkin timbul saat keramaian jalan.
Tabel 4.4 Tabel Pengamatan Walkability Elements Terhadap Kawasan Density Lokasi
Pengamatan
Gambar
Jl. Jembatan besi
Fungsi
sebagai
(Pasar entrance
pejalan
kaki
1)
Jembatan besi
akses
utama
menjadikan
Jl.
sebagai tempat
pedagang
dan
komunitas
kesenian
yang
terkumpul
membentuk suatu pasar rakyat setiap hari. Jalan ini juga di tutup untuk kendaraan bermotor dan
52 menimbulkan parkir liar.
Penertiban penjual dapat dilakukan dengan menentukan batas posisi dimana pedagang atau pelaku seni berjualan tanpa mengganggu pemandangan bangunan. Jl.
Kali Besar
Timur 3
Digunakan
sebagai
jalan
perputaran sirkulasi kendaraan bermotor, membuat pedestrian selebar
2.5
meter
dijadikan
parkir motor, selain itu lorong terdekat dijadikan gallery pasar dan pasar kanopi oleh pengelola guna
menampung
pedagang,
tetapi unit yang disiapkan lebih sedikit dari jumlah pedagang yang terus bertambah .
Penataan kembali dan pelebaran gallery pasar agar dapat menampung dapat menampung para pedagang dan meratakan sirkulasi pengunjung di kawasan. Jl.
Kali Besar
Timur
Jalan tidak dilewati kendaraan beroda empat namun bisa dilalui kendaraan roda dua karena di jalan
ini
terdapat
beberapa
kantor, lokasi foto dan beberapa pedagang kaki lima. lokasi yang tidak langsung alun-alun dan kurangnya penyebaran fasilitas membuat
pergerakan
pengunjung tidak banyak. Diperlukan pengadaan fasilitas guna menunjang penyebaran pengunjung karena lokasi yang potensial di sisi kali besar.
Pengamatan memberikan pemahaman terhadap jenis-jenis kegiatan dan pergerakan yang terjadi pada titik-titik keramaian dan titik yang berpotensi atau direncanakan menjadi titik keramaian di masa depan. Sehingga dipahami bahwa di lorong jalan yang terdapat didalam kawasan cenderung memiliki titik penyearan yang hanya terfokus pada
53 titik tertentu, sedangkan pengelola memiliki titik keramaian yang belum terjamah, maka solusi yang dikeluarkan dalam usaha mendistribusikan pergerakan pengunjung dengan baik.
Pada analisa land-used mix, didapati informasi fungsi-fungsi bangunan di masa lalu, saat ini dan potensi fungsi di masa depan serta ketentuan bentuk dan rupa bangunan yang diatur dalam peraturan daerah. Dengan mengetahui hal-hal tersebut maka dapat dipertimbangkan jenis fungsi bangunan yang dapat menghidupkan dan mendukung daya tarik kawasan sehingga memberi pelayanan yang baik bagi pengunjung. Jenis bangunan yang berpotensi dan cocok berada di kawasan wisata adalah mini mixed-use yang mempunyai fungsi pusat informasi, restoran atau café, multifunction hall dan office (optional). Berikut tabel pengamatan yang dilakukan :
54 Tabel 4.4 Tabel Pengamatan Walkability Elements Land-used Mix Lokasi
Pengamatan
Gambar
Jl. Jembatan besi
Di jalan ini terdapat gedung-
(Pasar entrance 1)
gedung
yang dulu berupa
hunian atau kantor, seperti gedung arsip bank Mandiri. Tapi terdapat beberapa fungsi baru
yang
menghuni
bangunan tua seperti café , restoran dan kantor pengelola. Pengadaan fungsi baru sangat baik, akan tetapi masih sangat
bercampur
pengelompokkan
dengan jenis
pedagang
barang
kaki
dagangan
lima. dapat
menyelaraskan pasar.
Jl. Kali Besar Timur 3
Terdapat pasar serupa entrance 1, tetapi jenis barang yang dijual berupa barang bukan makanan. terdapat gallery pasar kota tua, bank Mega, café dan gedung lama Tjipta Niaga (mixed use)
Terdapat gedung kosong ( Tjipta Niaga ) yang cukup besar dapat dijadikan sarana untuk menampung pedagang/retail dan menyebarkan pengunjung kearah kali besar.
Jl. Kali Besar Timur
Pencahayaan sangat kurang saat malam hari pengguna jalan harus lebih berhati-hati, selain itu pada lorong-lorong menuju area pasar makanan (eksisting) juga masih remang-remang karena lampu jalan dalam keadaan mati.
Dilakukan penataan kegiatan pada area pasar kuliner dan pengadaan fungsi bangunan baru di sekitarnya yang mendukung dapat memberikan kesatuan tema area sebagai pasar kuliner dan mengekspos potensi wisata di sekitar kali besar secara langsung.
55
Tabel 4.4 Tabel Pengamatan Walkability Elements Aesthetic Jl. Jembatan besi
Pada
dasarnya
seluruh
sudut
(Pasar entrance 1)
kawasan wisata Kota Tua memiliki nilai estetika arsitektur tersendiri, tetapi
kurangnya
perawatan
membuat kesan yang seram dn kumuh. pada jalan Jembatan Besi tidak ada tempat duduk kecuali di restoran karena penuh pedagang kaki cukup
lima.
untuk
baik
pencahayaan
namun
belum
memenuhi untuk aktivitas pasar di malam hari dan terdapat signage serta
papan
petunjuk
namun
kurang terawat. Ditambahkan titik pencahayaan atau di ganti ukuran lampu penerangan dititik yang sudah tersedia Jl.
Kali
Timur
Besar
Pencahayaan sangat kurang saat malam hari pengguna jalan harus lebih berhati-hati, selain itu pada lorong-lorong menuju area pasar makanan (eksisting) juga masih remang-remang karena lampu jalan dalam keadaan mati.
Pemberian pencahayaan tambahan serta dimasukkan kegiatan selain area makan yang dapat terus bergerak hingga malam hari, paling tidak sampai pengunjung mulai sepi.
Analisa aesthetic memberikan informasi mengenai fasilitasfasilitas pendukung pada kawasan di setiap jalan yang ada. Terdapat sekitar 4 jalan yang diamati dan bermasalah pada pencahayaan, petunjuk arah dan tempat istirahat (duduk), maka dibuatlah beberapa solusi yang memenuhi kekurangan terhadap street aminities tersebut. Terkait dengan estetis, street aminities merupakan elemen penguat dari kesan dan konsep desain yang diusung, dalam hal ini adalah kawasan. Keindahan dan kenyamanan berjalan sangat dipengaruhi oleh fasilitas yang berada di
56 sekitar jalan yang dilalui, mulai dari pencahayaan sampai kursi untuk tempat beristirahat. Semua itu guna membentuk personalisation dan mendukung unsur richness yang berpengaruh memberi sense of place, diperlukan kelengkapan street furniture guna memenuhi kebutuhan pengunjung. Berikut standarisasi terkait street furniture untuk pejalan kaki :
57 Tabel 4.5 Tabel kelengkapan jalan dan street furniture Elemen
Keterangan
Ilustrasi
Penyeberangan
Digunakan
(median jalan)
menyeberang dengan lebar
pada
jalan
>15 m atau lebih dari 4 lajur kendaraan.
Fungsi
lain
meningkatkan keamanan pada saat menyeberang.
Guidelines : - Median jalan memiliki bagian tanah yang dapat ditanami tanaman kayu kecil dan semak sekitar 45cm tetapi tidak menghalangi jalur menyeberang, sebagai peneduh saat menyebrang dan menjadi pembatas jelas bagi pengendara - Area berhenti di median jalan luasnya harus > 2x2 meter. - Disisi trotoar jalan menuju median harus terdapat median ‘nose’ guna memperjelas area menyebrang dan dibuat ramp yang mencakup pengguna disable. Trotoar
Berada di sisi jalan berguna
- Lebar >4 meter
sebagai akses bagi pejalan kaki.
Kelayakan
trotoar
tergantung pada luasan badan jalan terdekat.
- Lebar 3 meter
- Lebar 2.7 meter
58 Tabel 4.5 Tabel Kelengakapan Jalan atau Street Furniture Guidelines : - Pembuatan trotoar atau pedestrian menggunakan batu alam (andesit) yang tidak di tempel semen sebagai penyerapan air dan menjaga tema kawasan tempo dulu. - Terdapat area untuk tanaman antara area berjalan dengan jalan raya, untuk keamanan dan buffer sementara. Bench/tempat
Diadakan
sebagai
duduk
pemberhentian
fasilitas atau
peristirahatan
Guidelines : - Bangku taman dipasang setiap 9-10 meter disisi area berjalan, menghadap ke pejalan. - Terbuat dari bahan yang nyaman dan tahan lama, permukaan halus dan mengikuti tema kawasan - Dimensinya lebar 0,75 meter, panjang 2,4 meter dan tinggi 1,5 meter dari kaki bangku. Lampu jalan
Diadakan sebagai penerangan jalan
Guidelines: - Diadakan tiap 10 meter dan tinggi maksimal 4 meter - Menggunakan bahan yang tahan lama dan desain yang serupa tema kawasan Pedagang kaki
Diatur agar membentuk suatu
lima
karakter kawasan, terutama di titik-titik yang banyak dilalui pengunjung
Guidelines : - Dapat diadakan pada pedestrian dengan lebar >3.7 meter - Diberi keseragaman pada gerobak/kios berjualan yang sesuai tema kawasan. - Berbahan dasar nyaman dan warna yang tidak mengganggu.
59
Selain pembahasan kelengkapan jalan atau street aminities, penelitian juga dilakukan untuk membentuk desain street aminities baru yang nantinya menyesuaikan tema dan kebutuhan sehingga memenuhi standar. Sebagai lanjutan dari penelitian, cakupan pergerakan pengunjung terbesar salah satunya melalui halte transjakarta dan stasiun kereta api Kota, maka dilakukan pembuata desain baru halte transjakata sebagai salah satu icon transportasi baru yang modern tetapi desainnya dibuat mengikuti lokasi keberadaannya.
Gambar 4.17 Kondisi fisik eksterior dan interior halte
Dari analisa walkability terhadap kawasan pada poin connectivity, density, land used mix dan aesthetic, maka di pahami bahwa walkability membentuk kawasan menjadi lebih nyaman dilalui dengan kualitas jalan dan fasilitas yang baik. Jalan-jalan yang terdapat didalam kawasan dibuat memenuhi standar untuk pejalan kaki tetapi tetap memiliki nilai estetis yang menambah daya tarik dan ciri khas kawasan
4.2.3 Analisa Lingkungan dan Bangunan Pada tahapan analisa lingkungan dan bangunan akan diperhatikan unsur pola penghijauan dan spot-spot yang berpotensi untuk diolah menjadi pendukung kegiatan di kawasan. Tujuan analisa lebih berfokus kepada bagaimana membentuk pengantar penyebaran keramaian kearah Kali Besar. Setelah diketahui lokasi bangunan, maka ditentukan fungsi yang akan diterapkan sesuai peruntukkan lahan.
60 • Penghijauan Kawasan Selain fungsi bangunan, penghijauan membuat kawasan menjadi lebih hidup dan manusiawi, selain itu adanya penghijauan membuat kesan kawasan menjadi lebih nyaman. Penghijauan di kawasan tidak cukup banyak, hanya berupa kumpulan pohon disisi jalan dan kali lalu sebidang taman di depan Museum Seni Rupa dan ruang terbuka berupa alun-alun Museum Sejarah Jakarta.
Gambar 4.18 Jalur pepohonan hijau cenderung terbentuk di sisi jalan dan pinggir kali besar, sedangkan lahan terbuka hijau merupakan halaman dari Museum Seni Rupa.
Saat ini penghijauan asli di kawasan berupa pohon, sedangkan taman tersebut masih milik Museum Seni Rupa karena secara fisik masih berada di dalam pagar pembatas. Hal tersebut membatasi ruang publik dan mengurangi area komunal kawasan.
Gambar 4.19 Penghijauan masih dibatasi oleh pagar, mengurangi pergerakan dan ruang komunal.
61
Dari hasil analisa, tanaman yang cenderung berkelompokkelompok memuat hanya sebagian jalan yang penghijauan. Akan diatur kembali lokasi penanaman dan jenis tanaman di jalan-jalan lain. Pada jalan yang berbatasan dengan jalan raya akan ditanami jenis tanaman batang kayu dengan ketinggian sekitar 10 kaki (3 meter) dengan tajuk runcing atau membulat yang melindungi pejalan tanpa menutupi bangunan yang ada, sedangkan untuk pohon di median jalan menggunakan pohon dengan ketinggian lebih dari 3 meter dengan tajuk melebar atau kubah untuk memberi kesan menaungi kedua jalan dan memberi penghijauan. •
Pemetaan Kawasan dan Penentuan Lokasi Pengolahan Setelah mengamati lingkup sirkulasi dalam kawasan, maka perlu dipahami hubungan kawasan pengamatan dengan kawasan secara keseluruhan karena pergerakan didalam kawasan dipengaruhi oleh pergerakan di luar kawasan atau dari bagian kawasan secara utuh. Dari penelitian yang telah dilakukan pada kawasan maka didapati beberapa titik yang dapat diolah sebagai bentuk implementasi dari penataan kawasan, lokasinya antara lain :
5 4 2
3
1
Gambar 4.20 Titik-titik yang potensial untuk diolah dalam perencanaan kawasan
62
Tabel 4.6 Lokasi Potensial Pada Kawasan No.
Lokasi
Keterangan
1
Entrance selatan
Merupakan entrance yang ramai pedagang
Jl. Jembatan Besi
makanan dan berbagai macam pernak-pernik, sekaligus
entrance
dari
pemberhentian
kendaraan umum. 2
Area Kuliner di sisi Kali
Area yang difungsikan pemerintah sebagai
Besar
pusat kuliner dan perkantoran. Saat ini belum beroperasi
dengan
baik
karena
kurang
meratanya pengunjung. 3
Area pemberhentian bis dan
Jalan dengan pemberhentian halte bus yang
penyebrangan
biasa digunakan sebagai parkir dan sirkulasi
Jl. Lada
pengunjung dengan kendaraan mobil dan bis atau skala besar.
4
5
Bangunan lama
Bangunan kosong 4 lantai yang saat ini biasa
Jl. Pintu Besar
di gunakan sebagai area fotografi.
Entrance utara
Entrance yang saat ini tidak seramai entrance
Jl. Kali Besar Timur 3 dan
selatan tetapi terdapat rencana pemerintah
Jl. Cengkeh
mengenai pembangunan area parkir terpusat di utara sekitar Jl. Cengkeh. Maka arus pengunjung dimasa datang akan lebih tinggu dari utara mengingan banyaknya parkir liar saat ini.
Guna memfokuskan penelitian dan memberikan output yang sesuai harapan maka ditentukan pengolahan desain bangunan akan berfokus pada lokasi entrance di utara site, lokasi area kuliner di tepi Kali Besar dan bangunan di hook jalan Pintu Besar Utara sebagai trigger ke arah Kali Besar. Dalam upaya mendukung rencana pemerintah yaitu pengadaan lahan parkir di Utara kawasan, maka akses melalui jalan cengkeh akan didesain ruang luarnya dan di tingkatkan fasilitas pendukung seperti penghijauan, kursi duduk, signage dan area penyeberangan. Selanjutnya untuk meneruskannya akan dibuatkan entrance kawasan di bagian utara yang berseberangan langsung dengan jalan Cengkeh sebagai penanda masuknya pengunjung pada kawasan Kota Tua dan memberi penguat karakter kawasan.
63
Gambar 4.21 Pemetaan banguan yang dapat dimasukkan fungsi baru (biru), serta arus pengunjung berdasar rencana pemerintah.
Dari hasil pemetaan, dapat dilihat arus pengunjung dimasa datang sebagian besar dari utara kawasan terpengaruh rencana pengadaan lahan parkir oleh pemerintah. Dengan tujuan peningkatan kualitas kawasan, maka akan didesain entrance kawasan di bagian utara yang berseberangan langsung dengan jalan Cengkeh sebagai penanda masuknya pengunjung pada kawasan Kota Tua dan memberi penguat karakter kawasan sekaligus penyambut pengunjung dari arah Utara kawasan. •
Sejarah Terkait Visual Kawasan Kota TUa Arsitektur di masa penjajahan Belanda atas Indonesia selama tahun 1600-1900-an biasa di sebut Dutch Colonial Architecture, sedangkan gaya arsitektur yang populer pada masa itu adalah Indische (Indische Empire Stij) tahun 1700-1800-an hingga sentuhan art deco di masa 1900-an. Salah satu pemukiman utama Belanda pertama adalah kota Batavia yang di abad 17 dan 18 adalah kota yang didominasi batu bata dan kota yang dibentengi bebatuan. Pada masa gaya Indische, bangunan pemerintahan dan bangunan besar di bangun dengan besar dan megah menggunakan arsitektur eropa klasik. Berdasarkan hasil pengamatan berikut beberapa ciri khas fasad yang terlihat adalah : - banyaknya pilar tinggi di area entrance
64 - entrance hall di buat mencolok dan menjorok keluar di banding sisi lainnya. - masih terdapat aplikasi ornamen ukiran yang didominasi lengkungan - memiliki bentuk-bentuk lengkungan di area penghawaan, dan jendela yang menjorok kedalam dinding. - kesan lantai dasar yang lebih tinggi dengan jendela-jendela yang besar - pola fasade berulang kearah horizontal.
Gambar 4.22 Gedung Museum Seni rupa dan Keramik di Jakarta
Gambar 4.23 Gedung Museum Sejarah Jakarta (Fatahillah) di Jakarta
Selanjutnya pada tahun 1900an, mulailah gaya arsitektural Art Deco mempengaruhi desain-desain bangunan Belanda yang di bangun di Indonesia. Karakteristik dalam klasik Art Deco, bentuk persegi panjang kuning sering diatur dalam mode geometris, yang pada awal penerapannya bercampur oleh unsur-unsur hias melengkung dari masa sebelumnya. Tapi selalu tujuannya
65 adalah penampilan monolitik dengan motif hias yang diterapkan. Untuk desain jendela biasanya muncul sebagai bukaan yang menjorok keluar, baik persegi atau bulat. Untuk menjaga penampilan efisien untuk bangunan, mereka sering diatur dengan garis lis horisontal terus menerus dari kaca. Pintu masuk (entrance) sering dihiasi dengan reeding (hiasan cembung) atau beralur (hiasan cekung).
Secara umum dapat di katakana bahwa masa Art Deco merupakan penyederhanaan bentuk arsitektur masa Indische yang penuh dengan pilar, lengkungan dan ukiran menjadi lebih geometris dan sederhana. Ciri khas perbedaan dapat terlihat, antara lain : - Penyederhanaan entrance, dibuat dalam garis yang sama dengan dinding lain namun tetap di beri kanopi lebih besar sebagai penanda. - Ukuran jendela lebih di perkecil dan dengan lis yang geometris - Ukuran pintu yang lebih skala manusiawi walaupun ketinggian bangunan masih termasuk skala besar.
Gambar 4.24 Gedung Merdeka dan Balai Keselamatan, Bandung
66
Gambar 4.25 Gedung Museum Bank Mandiri, Jakarta. Bentuk fasadnya serupa dengan bangunan yang akan diolah.
Maka di dapatilah identitas bangunan yang akan diolah yaitu pada masa peralihan Indische menuju Art Deco, memang lebih cenderung pada Art Deco. Berikut pengamatan fasad berdasarkan gaya Art Deco terhadap bangunan Tjipta Niaga.
Gambar 4.26 Analisa bentuk fasad terhadap ciri khas desain masa art deco
67
Lingkaran merah memperlihatkan kemiripan pada bentukan profil pada entrance dan persegi biru menampilkan bentuk repetisi bentuk jendela yang serupa, sehingga dapat dilihat secara umum desain untuk bangunan pada kawasan dapat mengacu pada masa art deco dengan aplikasi desain lain yang mendukung konsep kawasan. • Pergerakan Pengunjung Pengunjung yang datang mengunjungi kawasan, saat ini masih sangat terpencar arah kedatangannya. Maka perlu di pahami dari mana saja arah kedatangan dan hal eksternal yang berpotensi mempengaruhi atau saling mempengaruhi terhadap kedatangan pengunjung. Selain itu adapun rencana pemerintah yang dapat mempengaruhi arah kedatangan tersebut, guna mengatur pergerakan agar tidak terlalu sporadis seperti sekarang. Berikut beberapa lokasi di luar kawasan penelitian yang mempengaruhi arah kedatangan pengunjung ke dalam lokasi penelitian :
68
5
4
3
6
2 Gambar 4.27 Pemetaan Hubungan Lokasi Terhadap Kawasan Secara Keseluruhan
1
69
- Pemetaan Hubungan Lokasi Terhadap Kawasan Secara Keseluruhan
1. Kawasan Belanja ITC Mangga Dua
Gambar 4.28 Hubungan ITC Mangga Dua Dengan Lokasi Penelitian
Lokasi belanja ITC Mangga Dua berada sekitar di arah tenggara 1,5km dari lokasi penelitian, Hubungan antara kedua tempat yaitu dapat terjadinya tarik menarik terhadap pergerakan pengunjung, dalam artian pengunjung yang telah mengunjungi Kota Tua akan melanjutkan kunjungan ke ITC Mangga Dua atau sebaliknya. Hal tersebut didukung dengan transportasi yang melalui kedua tempat tersebut dan jalur kendaraan yang mudah dipahami oleh orang awam karena jalur yang di ambil cenderung lurus. Keadaan seperti tersebut dapat terjadi apabila pengunjung yang datang adalah wisatawan domestic maupun asing yang sifatnya bersama travel, kelengkapan wisata sejarah dan wisata belanja. Arah masuk pengunjung akan melalui titik di selatan lokasi Kota Tua, sejalan dengan arus pengunnjung dari stasiun dan pemberhentian Transjakarta.
70 2.
Kawasan Belanja Pasar Glodok Kawasan belanja Pasar Glodok berada di arah selatan lokasi penelitian Kota Tua, dengan jarak sekitar 1km. Tingkat keramaian jalur ini cenderung lebih padat dari arah Mangga Dua karena menjadi gabungan pengendara dari arah pusat, selatan dan sebagian barat Jakarta.
Gambar 4.29 Hubungan Pasar Glodok Dengan Lokasi Penelitian
Hubungan yang terjadi dengan lokasi penelitian akan serupa dengan hubungan kepada Mangga Dua yaitu hubungan sebagai pelengkap wisata belanja, akan tetapi Pasar Glodok sifat barang yang dijual lebih beragam. Jalur yang menghubungkan kedua lokasi juga sederhana dan menjadi jalur 2 arah serta dilalui oleh Transjakarta. Akses datang pengunjung ke lokasi penelitian akan sama melalui arah selatan lokasi karena jalan yang sama-sama berujung dan menjadi searah setelah Stasiun Kota.
3.
Deret Bangunan Di Seberang Kali Besar Merupakan lokasi yang dekat dan dapat menjadi gabungan wisata dengan lokasi penelitian. Berjarak 200 meter dari sisi barat lokasi, deretan bangunan lama yang sebagian telah menjadi fungsi baru dan sebagian dijadikan tempat favorit pengunjung untuk mengabadikan foto liburan dan foto
71 professional.
Keberadaan
bangunan-bangunan
tersebut
berhubungan timbal balik dengan fungsi sama sebagai kawasan wisata sejarah, yang menarik pengunjung adalah fasade bangunan yang seirama dan cukup rapi untuk di pandang mata membuat lokasi tersebut menjadi tujuan lanjutan setelah kawasan Kota Tua yang dijadikan area penelitian.
Gambar 4.30 Hubungan Gedung Sepanjang Kali Besar Dengan Lokasi Penelitian
Yang paling terkenal dari deretan bangunan yang ada adalah Toko merah. Dahulu bangunan Toko Merah merupakan akademi kelautan yang kemudian dijadikan hotel, tetapi fungsi tersebut kian menurun sehingga saat ini bangunan tersebut dijadikan gallery pameran dan conference hall yang disewakan untuk umum.
Gambar 4.31 Bangunan Toko Merah Yang Populer di Kawasan tepian Kali Besar.
72
4.
Hotel Batavia Jakarta
Gambar 4.32 Hubungan Hotel Batavia Dengan Lokasi Penelitian
Hotel Batavia berada di barat laut lokasi penelitian, jaraknya sekitar 500 meter dari titik paling utara lokasi. Fungsi bangunan sebagai hotel 8 lantai masih bertahan dan menjadi salah satu icon tujuan terutama bagi pelancong yang memiliki biaya lebih karena dapat merasakan nuansa menginap di bangunan tua yang berdiri sejak jaman 1800-an. Hubungan lokasi penelitian dengan Hotel Batavia merupakan pelengkap wisata yaitu tempat istirahat atau menginap. Akses jalan antara kedua lokasi tersebut cenderung mudah melalui jalan sepanjang kali besar namun hanya diakses satu jalur saja. Pengunjung yang bertujuan ke lokasi wisata dapat memilih untuk tinggal di hotel Batavia karena jarak yang cukup dekat dan masih dalam nuansa Old Batavia yang terjaga.
5.
Area Parkir Kawasan Kota Tua Area parkir atau kantong parkir yang berada di utara lokasi penelitian berjarak sekitar 500-700 meter masih dalam tahap perencanaan karena kendala lahan dan koordinasi pengelola. Kantor parkir yang direncanakan semula berada di
73 kampong
bandan
di
timur
lokasi
penelitian,
namun
kemungkinan terjadinya masalah akses yang dapat timbul membuat rencana tersebut dibatalkan. Pemindahan lokasi kantong parkir yang cukup jauh dikarenakan upaya menyatukan kawasan Kota Tua yang berada di pusat menjadi terintegrasi dengan kawasan Sunda kelapa supaya menjadi kesatuan kawasan wisata yang menerus melalui jalan Cengkeh. Terkait dengan rencana kantong parkir tersebut, akses masuk utama kawasan penelitian akan berada di utara lokasi.
Gambar 4.33 Hubungan Lahan Rencana Area Parkir Dengan Lokasi Penelitian yang Menjadikan Bagian Utara Menjadi Main Entrance Kawasan
6.
Stasuin Kota Stasuin Kota menjadi salah satu faktor arus datangnya pengunjung selain pemberhentian Transjakarta sebagai tempat pemberhentian akhir berbagai transportasi. Berjarak hanya 100meter dari sisi paling selatan lokasi penelitian, membuat Stasiun Kota menjadi pembentuk arus dan acuan bagi para pengunjung untuk menuju lokasi Kota Tua. Hubungan yang terjadi antara kedua lokasi adalah area wisata dengan titik pemberhentian mass transport yang dari dan menuju kawasan Kota, Sehingga keramaian pergerakan pengunjung sifatnya
74 saling mempengaruhi dengan jumlah orang yang menggunakan fasilitas transportasi umum.
Gambar 4.34 Lokasi Stasiun Jakarta Kota yang Dekat Dengan Lokasi Penelitian
Dari analisa yang dilakukan, diketahui beberapa lokasi di luar kawasan penelitan yang dapat mempengaruhi arah kedatanngan pengunjung. Terdapat lokasi yang memang menjadi titik pemberhentian kendaraan umum sehingga menjadikan arah pergerakan melalui selatan kawasan penelitian, tetapi rencana pemerintah untuk pengadaan area parkir di utara akan membuat pergerakan pengunjung dengan kendaraan pribadi datang dari utara melalui jalan Cengkeh sehingga entrance utama difokuskan pada utara kawasan.