BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian Berdasarkan survei yang dilakukan pada Simpang Gintung, maka diperoleh data geometrik simpang dan besar volume lalu lintas yang terjadi pada simpang tersebut. 4.1.1 Geometrik Simpang Eksisting Dalam mencari besar kapasitasnya, diperlukan survei geometrik simpang yang meliputi jumlah lengan simpang, jumlah lajur jalan minor, jumlah lajur jalan utama, lebar pendekat, serta ada/tidaknya median jalan. Berdasarkan pengamatan di lapangan maka didapatkan data sebagai berikut: Tabel 4.1 Data Simpang Eksisting Nama Jalan Jl. Ir. H. Juanda Jl. Pahlawan
Tipe Jalan
Jumlah Lajur
Utama
4
Minor
2
Arah Barat Timur Utara
Median Ada (< 3m) Tidak Ada
Gambar 4.1 Sketsa Simpang Ir. H. Juanda dan Pahlawan
Lebar Pendekat (m) 6,8 7 3
47 4.1.2 Kondisi Lingkungan Terdapat tiga faktor peninjauan dalam menentukan kondisi lingkungan Simpang Gintung antara lain: 1.
Tipe Lingkungan Jalan Menurut MKJI 1997, lingkungan jalan diklasifikasikan dalam kelas menurut
guna tanah dan aksesibilitas suatu jalan dari aktivitas di sekitarnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa tipe lingkungan jalan pada Simpang Gintung ini adalah komersial karena letaknya yang terdapat banyak pertokoan serta rumah-rumah makan baik itu pada sisi jalan utama maupun jalan minor dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki maupun kendaraan.
Gambar 4.2Pertokoan dan rumah makan di area Simpang Gintung (Lokasi Penelitian, April 2014) 2.
Hambatan Samping Hambatan samping menunjukkan pengaruh aktivitas samping jalan di daerah
simpang pada arus berangkat lalu-lintas, misalnya pejalan kaki berjalan atau menyeberangi jalur, angkutan kota dan bus berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, kendaraan masuk dan keluar halaman dan tempat parkir di luar jalur (MKJI 1997). Hambatan samping pada jalan utama dapat dikatakan sedang karena hanya diakibatkan oleh naik/turunnya penumpang angkutan umum baik itu penumpang angkutan kota maupun penumpang bus yang pemberhentiannya tidak memakan waktu yang cukup lama. Begitu pula pada jalan minor yang hanya terdapat angkutan kota saja, walaupun ada tambahan keluar masuknya kendaraan ke pertokoan-pertokoan di sekitar simpang.
48
Gambar 4.3Sampel hambatan samping pada ruas LTOR jalan minor (Lokasi Penelitian, 2014)
Gambar 4.4 Contoh hambatan samping di ruas jalan utama berupa angkutan umum (Lokasi Penelitian, 2014) 3.
Ukuran Kota Hasil sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah penduduk kota Tangerang
Selatan adalah sebesar 1.290.322 jiwa. Berdasarkan MKJI 1997, jika jumlah penduduk suatu kota adalah antara 1 juta sampai dengan 3 juta jiwa, maka dapat diklasifikasikan bahwa ukuran kota ini merupakan kota besar. 4.1.3 Volume Lalu Lintas Simpang Eksisting Pengumpulan data volume lalu lintas di lapangan dibedakan berdasarkan jenis kendaraannya antara lain Light Vehicle (LV), Heavy Vehicle (HV), dan Motor Cycle (MC)dengan melakukan pencatatan jumlah kendaraan pada jam puncak pagi, siang, dan malam masing-masing selama 2 jam. Untuk kendaraan tak bermotor tidak dilakukan pencatatan karena persentasenya yang sangat kecil. Berikut ini merupakan hasil volume lalu lintas simpang berdasarkan survei yang telah dilakukan. Untuk hasil survei per 15 menitnya dapat dilihat pada lembar lampiran.
49 1.
Puncak Pagi Pencatatan dan perhitungan volume kendaraan pada jam puncak pagi
dilakukan pada pukul 06.00 – 08.00 WIB. Tabel 4.2 Hasil survei volume kendaraan jam puncak pagi berbagai arah
Arah Kendaraan Ciputat menuju Lebak Bulus Ciputat menuju Rempoa Rempoa menuju Ciputat Rempoa menuju Lebak Bulus Lebak Bulus menuju Ciputat Lebak Bulus menuju Rempoa Total
Total Kendaraan Bermotor (Kend/Jam) Weekday Weekend Kend/Jam SMP/Jam Kend/Jam SMP/Jam 6196 3715,2 4899 2811,5 865 466,5 789 449,3 704 400,4 795 447,2 792 520,4 516 324,7 3329 2027,6 3126 1987,3 834 554,8 313 212,8 12720 7684,9 10438 6232,8
Gambar 4.5Arah pergerakan dan volume kendaraan puncak pagi (weekday)
Gambar 4.6Arah pergerakan dan volume kendaraan puncak pagi (weekend)
50 2.
Puncak Siang Pencatatan dan perhitungan volume kendaraan pada jam puncak siang
dilakukan pada pukul 11.00 – 13.00 WIB. Tabel 4.3 Hasil survei volume kendaraan jam puncak siang berbagai arah
Arah Kendaraan Ciputat menuju Lebak Bulus Ciputat menuju Rempoa Rempoa menuju Ciputat Rempoa menuju Lebak Bulus Lebak Bulus menuju Ciputat Lebak Bulus menuju Rempoa Total
Total Kendaraan Bermotor (Kend/Jam) Weekday Weekend Kend/Jam SMP/Jam Kend/Jam SMP/Jam 2937 2005,8 3465 2255,7 528 354,1 578 350,4 569 358 613 401,6 546 392,6 618 447,8 2713 1834,5 2890 1989,1 435 303,6 577 394,3 7728 5248,6 8741 5838,9
Gambar 4.7Arah pergerakan dan volume kendaraan puncak siang (weekday)
Gambar 4.8Arah pergerakan dan volume kendaraan puncak siang (weekend)
51 3.
Puncak Sore Pencatatan dan perhitungan volume kendaraan pada jam puncak sore
dilakukan pada pukul 17.00 – 19.00 WIB. Tabel 4.4Hasil survei volume kendaraan jam puncak sore berbagai arah
Arah Kendaraan Ciputat menuju Lebak Bulus Ciputat menuju Rempoa Rempoa menuju Ciputat Rempoa menuju Lebak Bulus Lebak Bulus menuju Ciputat Lebak Bulus menuju Rempoa Total
Total Kendaraan Bermotor (Kend/Jam) Weekday Weekend Kend/Jam SMP/Jam Kend/Jam SMP/Jam 3516 2274,5 4111 2701,3 496 299,5 741 417,6 1857 1041,2 1029 616,6 561 361,5 540 365,1 5334 3250 3935 2437,6 766 486,6 474 325,2 12530 7713,3 10830 6863,4
Gambar 4.9Arah pergerakan dan volume kendaraan puncak sore (weekday)
Gambar 4.10Arah pergerakan dan volume kendaraan puncak sore (weekend)
52 4.2 Analisis Simpang Data volume kendaraan pada jam puncak pagi, siang, dan malam digunakan sebagai acuan dalam melakukan analisis serta evaluasi simpang berdasarkan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 mengenai simpang tak bersinyal yang bertujuan untuk mengurangi titik konflik di persimpangan jalan, mengurangi kecelakaan lalu-lintas, mengurangi tundaan, derajat kejenuhan, serta peluang antrian. •
Faktor Penyesuaian Kapasitas Dalam perhitungan mencari besar kapasitas simpang, maka perlu dicari nilai
kapasitas dasar (Co) dan faktor pernyesuaian kapasitas (F) sebagai berikut: -
Kapasitas dasar (Co) Nilai kapasitas dasar dapat dilihat berdasarkan tipe simpangnya. Karena simpang yang diteliti adalah simpang dengan 3 buah lengan, 2 lajur jalan minor, dan 4 lajur jalan utama, maka kode tipe simpangnya adalah 324. Dari Tabel 2.3 maka didapat nilai kapasitas dasarnya sebesar 3200 smp/jam.
-
Faktor penyesuaian lebar pendekat (FW) Berdasarkan Tabel 2.4, tipe simpang dan lebar rata-rata pendekat (W1) adalah suatu variable masukan yang digunakan dalam mencari FW. Jika tipe simpangnya adalah 324, maka: FW = 0,62 + 0,0646 W1 Nilai W1 sendiri adalah: W1 = =
WA + WB + WD Jumlah lengan simpang 3+7+6,8 3
= 5,6 Jadi, faktor penyesuaian lebar pendekatnya: FW = 0,62 + 0,0646 × 5,6 = 0,982 -
Faktor penyesuaian median jalan utama (FM) Hasil pengukuran yang dilakukan pada lebar median jalan utama simpang yang diteliti adalah sebesar 1,5 m dan dikategorikan kedalam tipe median yang sempit. Sehingga dari Tabel 2.5 dapat digunakan nilai FM = 1,05
53 -
Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS) Faktor yang hanya dipengaruhi variabel besar kecilnya jumlah penduduk kota ini dapat dilihat pada Tabel 2.6. Seperti yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, penduduk Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 1.290.322 jiwa, sehinggal nilai FCS-nya adalah 1,00.
-
Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor (FRSU) Pada subbab 4.1.2 mengenai kondisi lingkungan telah dibahas bahwa tipe lingkungan jalannya adalah komersial dengan kelas hambatan samping yang sedang. Sedangkan untuk kendaraan tak bermotor tidak dilakukan survei perhitungan karena memang sangat sedikit sekali jumlahnya maka diasumsikan rasio kendaraan tak bermotor (pUM) adalah 0,00. Sehingga berdasarkan Tabel 2.7, nilai FRSU didapat sebesar 0,94.
-
Faktor penyesuaian belok kiri (FLT), belok kanan (FRT), dan rasio arus jalan minor (FMI) Untuk tiga buah faktor penyesuaian ini, peneliti menggunakan rumus untuk mendapatkan nilai ketelitian yang lebih tinggi dibanding dengan menarik garis menggunakan grafik seperti pada Gambar 2.3, 2.4, dan 2.5. berikut ini rumus yang digunakan sebagai perhitungan: FLT = 0,84 + 1,61 PLT Dengan PLT = Rasio belok kiri jalan utama dan minor (Formulir USIG-I, Baris 20, Kolom 11) FRT = 1,09 – 0,922 PRT Dengan PRT = Rasio belok kanan jalan utama dan minor (Formulir USIG-I, Baris 22, Kolom 11) FMI = 16,6 × PMI2 – 33,3 × PMI3 + 25,3 × PMI2 – 8,6 PMI + 1,95 Dengan PMI = Rasio Jl. Minor / (Jalan utama+minor) total (Formulir USIGI, Baris 24,Kolom 11) Perhitungan nilai dari faktor penyesuaian belok kiri, belok kanan, dan rasio arus jalan minor ini akan dibahas berdasarkan analisa masing-masing jam puncak pada subbab berikutnya.
54 4.2.1
Kondisi Awal Masing-Masing Jam Puncak pada Awal Pekan (Weekday)
Jam Puncak Pagi Dengan menggunakan data hasil survei volume kendaraan pada hari Selasa, 29 April 2014 pukul 06.00 – 08.00, maka dapat dilakukan analisa sebagai berikut. a.
Formulir USIG-I
1.
Komposisi lalu lintas:
2.
3.
-
Arus total kendaraan ringan
: QLV = 2453 smp/jam
-
Arus total kendaraan berat
: QHV = 159,9 smp/jam
-
Arus total sepeda motor
: QMC = 5072 smp/jam
-
Arus total semua kendaraan
: QMV = 7684,9 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan minor
: QMI = 920,8 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan utama
: QMA = 6764,1 smp/jam
Rasio berbelok: -
Rasio belok kiri
: PLT
= 0,128
-
Rasio belok kanan : PRT
= 0,124
-
Total rasio berbelok : PT
= 0,253
Rasio Jalan Minor / (Jalan Utama+Minor) total PMI =
QMI QMV
=
920,8 7684,9
= 0,120
b. Formulir USIG-II 1.
Perhitungan Kapasitas •
Kapasitas dasar (CO) = 3200 smp/jam
•
Faktor penyesuaian Pendekat rata-rata (FW)
= 0,982
Median jalan utama (FM)
= 1,05
Ukuran kota (FCS)
= 1,00
Hambatan samping (FRSU) = 0,94 Belok kiri (FLT)
= 0,84 + 1,61 PLT = 0,84 + 1,61 × 0,128 = 1,047
Belok kanan (FRT)
=1,09 – 0,922 PRT = 1,09 – 0,922 × 0,124 = 0,975
55 Rasio minor total (FMI)
= 16,6 × PMI2 – 33,3 × PMI3 + 25,3 × PMI2 – 8,6 × PMI + 1,95 = 16,6 × 0,1202 – 33,3 × 0,1203 + 25,3 × 0,1202 – 8,6 ×0,120 + 1,95 = 1,464
•
Kapasitas C
= CO× FW× FM× FCS × FRSU× FLT× FRT× FMI = 3200 × 0,982 × 1,05 × 1,00 × 0,94 × 1,047 × 0,975 × 1,464 = 4634,333 smp/jam
2.
Perilaku Lalu Lintas •
Derajat Kejenuhan DS =
QMV C
=
7684,9 4634,333
= 1,658
Dimana: QMV = Arus total (smp/jam) dari Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10 C •
= Kapasitas dari Formulir USIG-II, Kolom 28
Tundaan Lalu Lintas Pada pembahasan tundaan lalu lintas, peneliti menggunakan rumus tundaan lalu lintas pada MKJI 1997, selain untuk mendapatkan tingkat ketelitian yang lebih tinggi, penggunaan grafik seperti yang tertera pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8 sudah tidak memungkinkan jika nilai derajat kejenuhan (DS) > 1,2. a. Tundaan lalu lintas simpang (DTI) Variabel masukan dari tundaan lalu lintas simpang (DTI) adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,658. Karena nilai DS > 0,6, maka menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.6: DTI = =
1,0504
− (1 – DS) × 2 (0,2742 − 0,2042×DS 1,0504
− (1 – 1,658) × 2 (0,2742 − 0,2042×1,658
= -14,990 det/smp b. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) Variabel masukannya adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,658. Karena nilai DS > 0,6, maka rumus yang digunakan sesuai Gambar 2.7 adalah:
56
DTMA = =
1,05034
− (1 – DS) × 1,8 (0,346 − 0,246 × DS) 1,05034
− (1 – 1,658) × 1,8 (0,346 − 0,246 × 1,658)
= -15,775 det/smp c. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) Tundaan lalu lintas jalan minor dapat dihitung menggunakan rumus seperti pada persamaan (2.5): DTMI
=
=
QMV DTI −QMA ×DTMA QMI (7684,9 × -14,990−6764,1 × -15,775) 920,8
= -9,224 det/smp Dimana: QMV = Arus lalu lintas total (Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10) DTI
= Tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32)
QMA = Arus total jalan utama (Formulir USIG-I Baris 19, Kolom 10) DTMA = Tundaan lalu lintas jalan utama (Formulir USIG-II, Kolom 33) QMI
= Arus total jalan minor (Formulir USIG-I Baris 10, Kolom 10)
d. Tundaan geometrik simpang (DG) Berdasarkan rumus tundaan geometrik simpang MKJI 1997, jika nilai DS ≥ 1,0, maka nilai DG = 4 det/smp e. Tundaan simpang (D) Variabel masukan tundaan simpang adalah tundaan geometrik simpang DG (Formulir USIG-II, Kolom 35) dan tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32), dengan rumus pada persamaan (2.7) sebagai berikut: D = DG + DTI = 4 + (-14,990) = -10,990 det/smp •
Peluang Antrian (QP%) Sama seperti sebelum-sebelumnya, pada pembahasan peluang antrian peneliti menggunakan rumus peluang antrian pada MKJI 1997, selain untuk mendapatkan tingkat ketelitian yang lebih tinggi, penggunaan grafik seperti
57 yang tertera pada Gambar 2.8 sudah tidak memungkinkan jika nilai derajat kejenuhan (DS) > 1,1. Dengan variabel masukan derajat kejenuhan (DS), maka nilai peluang antrian dapat menggunakan rumus yang tertera pada Gambar 2.8: a.
Batas Atas QP% = 47,71 × DS – 24,68 × DS2 + 56,47 × DS3 = 47,71 × 1,658 – 24,68 × 1,6582 + 56,47 × 1,6583 = 268,746%
b.
Batas Bawah QP% = 9,02 × DS – 20,66 × DS2 + 10,49 × DS3 = 9,02 × 1,658 – 20,66 × 1,6582 + 10,49 × 1,6583 = 119,602%
Jam Puncak Siang Kondisi Awal (Weekday) Dengan menggunakan data hasil survei volume kendaraan pada hari Selasa, 29 April 2014 pukul 11.00 – 13.00, maka dapat dilakukan analisa sebagai berikut. a.
Formulir USIG-I
1.
Komposisi lalu lintas:
2.
3.
-
Arus total kendaraan ringan
: QLV = 2342 smp/jam
-
Arus total kendaraan berat
: QHV = 347,1 smp/jam
-
Arus total sepeda motor
: QMC = 2559,5 smp/jam
-
Arus total semua kendaraan
: QMV = 5248,6 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan minor
: QMI = 750,6 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan utama
: QMA = 4498 smp/jam
Rasio berbelok: -
Rasio belok kiri
: PLT
= 0,142
-
Rasio belok kanan : PRT
= 0,126
-
Total rasio berbelok : PT
= 0,268
Rasio Jalan Minor / (Jalan Utama+Minor) total PMI =
QMI QMV
=
750,6 4498
= 0,143
b. Formulir USIG-II 1.
Perhitungan Kapasitas •
Kapasitas dasar (CO) = 3200 smp/jam
58 •
Faktor penyesuaian Pendekat rata-rata (FW)
= 0,982
Median jalan utama (FM)
= 1,05
Ukuran kota (FCS)
= 1,00
Hambatan samping (FRSU) = 0,94 Belok kiri (FLT)
= 0,84 + 1,61 PLT = 0,84 + 1,61 × 0,142 = 1,069
Belok kanan (FRT)
=1,09 – 0,922 PRT = 1,09 – 0,922 × 0,126 = 0,974
Rasio minor total (FMI)
= 16,6 × PMI2 – 33,3 × PMI3 + 25,3 × PMI2 – 8,6 × PMI + 1,95 = 16,6 × 0,1432 – 33,3 × 0,1433 + 25,3 × 0,1432 – 8,6 ×0,143 + 1,95 = 1,480
•
Kapasitas = CO× FW× FM× FCS × FRSU× FLT× FRT× FMI
C
= 3200 × 0,982 × 1,05 × 1,00 × 0,94 × 1,069 × 0,974 × 1,480 = 4776,279 smp/jam 2.
Perilaku Lalu Lintas •
Derajat Kejenuhan DS =
QMV C
=
5248,6 4776,279
= 1,099
Dimana: QMV = Arus total (smp/jam) dari Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10 C •
= Kapasitas dari Formulir USIG-II, Kolom 28
Tundaan Lalu Lintas a. Tundaan lalu lintas simpang (DTI) Variabel masukan dari tundaan lalu lintas simpang (DTI) adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,099. Karena nilai DS > 0,6, maka menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.6:
59
DTI = =
1,0504
− (1 – DS) × 2 (0,2742 − 0,2042×DS 1,0504
− (1 – 1,099) × 2 (0,2742 − 0,2042×1,099
= 21,287 det/smp b. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) Variabel masukannya adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,099. Karena nilai DS > 0,6, maka rumus yang digunakan sesuai Gambar 2.7 adalah: DTMA = =
1,05034
− (1 – DS) × 1,8 (0,346 − 0,246 × DS) 1,05034
− (1 – 1,099) × 1,8 (0,346 − 0,246 × 1,099)
= 14,058 det/smp c. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) Tundaan lalu lintas jalan minor dapat dihitung menggunakan rumus seperti pada persamaan (2.5): DTMI
=
=
QMV DTI −QMA ×DTMA QMI (5248,6 × 21,287−4498 × 14,058) 750,6
= 64,609 det/smp Dimana: QMV = Arus lalu lintas total (Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10) DTI
= Tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32)
QMA = Arus total jalan utama (Formulir USIG-I Baris 19, Kolom 10) DTMA = Tundaan lalu lintas jalan utama (Formulir USIG-II, Kolom 33) QMI
= Arus total jalan minor (Formulir USIG-I Baris 10, Kolom 10)
d. Tundaan geometrik simpang (DG) Karena DS ≥ 1,0, maka nilai DG = 4 det/smp e. Tundaan simpang (D) Variabel masukan tundaan simpang adalah tundaan geometrik simpang DG (Formulir USIG-II, Kolom 35) dan tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32), dengan rumus pada persamaan (2.7) sebagai berikut:
60 D = DG + DTI = 4 + 21,287 = 25,287 det/smp •
Peluang Antrian (QP%) Dengan variabel masukan derajat kejenuhan (DS), maka nilai peluang antrian dapat menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.8: a.
Batas Atas QP% = 47,71 × DS – 24,68 × DS2 + 56,47 × DS3 = 47,71 × 1,099 – 24,68 × 1,0992 + 56,47 × 1,0993 = 97,560%
b.
Batas Bawah QP% = 9,02 × DS – 20,66 × DS2 + 10,49 × DS3 = 9,02 × 1,099 – 20,66 × 1,0992 + 10,49 × 1,0993 = 48,780%
Jam Puncak Sore Kondisi Awal (Weekday) Dengan menggunakan data hasil survei volume kendaraan pada hari Selasa, 29 April 2014 pukul 17.00 – 19.00, maka dapat dilakukan analisa sebagai berikut. a.
Formulir USIG-I
1.
Komposisi lalu lintas:
2.
3.
-
Arus total kendaraan ringan
: QLV = 2626 smp/jam
-
Arus total kendaraan berat
: QHV = 211,9 smp/jam
-
Arus total sepeda motor
: QMC = 4884,5 smp/jam
-
Arus total semua kendaraan
: QMV = 7722,4 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan minor
: QMI = 1411,8 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan utama
: QMA = 6310,6 smp/jam
Rasio berbelok: -
Rasio belok kiri
: PLT
= 0,086
-
Rasio belok kanan : PRT
= 0,199
-
Total rasio berbelok : PT
= 0,285
Rasio Jalan Minor / (Jalan Utama+Minor) total PMI =
QMI QMV
=
1411,8 7722,4
= 0,183
61 b. Formulir USIG-II 3.
Perhitungan Kapasitas •
Kapasitas dasar (CO) = 3200 smp/jam
•
Faktor penyesuaian Pendekat rata-rata (FW)
= 0,982
Median jalan utama (FM)
= 1,05
Ukuran kota (FCS)
= 1,00
Hambatan samping (FRSU) = 0,94 Belok kiri (FLT)
= 0,84 + 1,61 PLT = 0,84 + 1,61 × 0,086 = 0,978
Belok kanan (FRT)
=1,09 – 0,922 PRT = 1,09 – 0,922 × 0,199 = 0,907
Rasio minor total (FMI)
= 16,6 × PMI2 – 33,3 × PMI3 + 25,3 × PMI2 – 8,6 × PMI + 1,95 = 16,6 × 0,1832 – 33,3 × 0,1833 + 25,3 × 0,1832 – 8,6 ×0,183 + 1,95 = 1,575
•
Kapasitas C
= CO× FW× FM× FCS × FRSU× FLT× FRT× FMI = 3200 × 0,982 × 1,05 × 1,00 × 0,94 × 0,978 × 0,907 × 1,575 = 4328,061 smp/jam
4.
Perilaku Lalu Lintas •
Derajat Kejenuhan DS =
QMV C
=
7722,4 4328,061
= 1,784
Dimana: QMV = Arus total (smp/jam) dari Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10 C •
= Kapasitas dari Formulir USIG-II, Kolom 28
Tundaan Lalu Lintas a. Tundaan lalu lintas simpang (DTI)
62 Variabel masukan dari tundaan lalu lintas simpang (DTI) adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,784. Karena nilai DS > 0,6, maka menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.6: DTI = =
1,0504
− (1 – DS) × 2 (0,2742 − 0,2042×DS 1,0504
− (1 – 1,784) × 2 (0,2742 − 0,2042×1,784
= -10,084 det/smp b. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) Variabel masukannya adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,784. Karena nilai DS > 0,6, maka rumus yang digunakan sesuai Gambar 2.7 adalah: DTMA = =
1,05034
− (1 – DS) × 1,8 (0,346 − 0,246 × DS) 1,05034
− (1 – 1,784) × 1,8 (0,346 − 0,246 × 1,784)
= -9,891 det/smp c. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) Tundaan lalu lintas jalan minor dapat dihitung menggunakan rumus seperti pada persamaan (2.5): DTMI
=
=
QMV DTI −QMA ×DTMA QMI (7722,4 × -10,084−6310,6 × -9.891) 1411,8
= -10,945 det/smp Dimana: QMV = Arus lalu lintas total (Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10) DTI
= Tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32)
QMA = Arus total jalan utama (Formulir USIG-I Baris 19, Kolom 10) DTMA = Tundaan lalu lintas jalan utama (Formulir USIG-II, Kolom 33) QMI
= Arus total jalan minor (Formulir USIG-I Baris 10, Kolom 10)
d. Tundaan geometrik simpang (DG) Karena DS ≥ 1,0, maka nilai DG = 4 det/smp e. Tundaan simpang (D)
63 Variabel masukan tundaan simpang adalah tundaan geometrik simpang DG (Formulir USIG-II, Kolom 35) dan tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32), dengan rumus pada persamaan (2.7) sebagai berikut: D = DG + DTI = 4 + (-10,945) = -6,084 det/smp •
Peluang Antrian (QP%) Dengan variabel masukan derajat kejenuhan (DS), maka nilai peluang antrian dapat menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.8: a.
Batas Atas QP% = 47,71 × DS – 24,68 × DS2 + 56,47 × DS3 = 47,71 × 1,784 – 24,68 × 1,7842 + 56,47 × 1,7843 = 327,327%
b.
Batas Bawah QP% = 9,02 × DS – 20,66 × DS2 + 10,49 × DS3 = 9,02 × 1,784 – 20,66 × 1,7842 + 10,49 × 1,7843 = 141,454%
4.2.2
Kondisi Awal Masing-Masing Jam Puncak pada Akhir Pekan (Weekend)
Jam Puncak Pagi Kondisi Awal (Weekend) Dengan menggunakan data hasil survei volume kendaraan pada hari Sabtu, 3 Mei 2014 pukul 06.00 – 08.00, maka dapat dilakukan analisa sebagai berikut. a.
Formulir USIG-I
1.
Komposisi lalu lintas:
2.
-
Arus total kendaraan ringan
: QLV = 1834 smp/jam
-
Arus total kendaraan berat
: QHV = 157,3 smp/jam
-
Arus total sepeda motor
: QMC = 4241,5smp/jam
-
Arus total semua kendaraan
: QMV = 6232,8 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan minor
: QMI = 771,9 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan utama
: QMA = 5460,9 smp/jam
Rasio berbelok: -
Rasio belok kiri
: PLT
= 0,124
-
Rasio belok kanan : PRT
= 0,106
64 3.
Total rasio berbelok : PT
= 0,230
Rasio Jalan Minor / (Jalan Utama+Minor) total PMI =
QMI QMV
=
771,9 6232,8
= 0,124
b. Formulir USIG-II 1.
Perhitungan Kapasitas •
Kapasitas dasar (CO) = 3200 smp/jam
•
Faktor penyesuaian Pendekat rata-rata (FW)
= 0,982
Median jalan utama (FM)
= 1,05
Ukuran kota (FCS)
= 1,00
Hambatan samping (FRSU) = 0,94 Belok kiri (FLT)
= 0,84 + 1,61 PLT = 0,84 + 1,61 × 0,124 = 1,040
Belok kanan (FRT)
=1,09 – 0,922 PRT = 1,09 – 0,922 × 0,106 = 0,992
Rasio minor total (FMI)
= 16,6 × PMI2 – 33,3 × PMI3 + 25,3 × PMI2 – 8,6 × PMI + 1,95 = 16,6 × 0,2302 – 33,3 × 0,2303 + 25,3 × 0,2302 – 8,6 ×0,230 + 1,95 = 1,464
•
Kapasitas C
= CO× FW× FM× FCS × FRSU× FLT× FRT× FMI = 3200 × 0,982 × 1,05 × 1,00 × 0,94 × 1,040 × 0,992 × 1,464 = 4685,845 smp/jam
2.
Perilaku Lalu Lintas •
Derajat Kejenuhan DS =
QMV C
=
6232,8 4685,845
= 1,330
Dimana: QMV = Arus total (smp/jam) dari Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10 C
= Kapasitas dari Formulir USIG-II, Kolom 28
65 •
Tundaan Lalu Lintas a. Tundaan lalu lintas simpang (DTI) Variabel masukan dari tundaan lalu lintas simpang (DTI) adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,330. Karena nilai DS > 0,6, maka menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.6: DTI = =
1,0504
− (1 – DS) × 2 (0,2742 − 0,2042×DS 1,0504
− (1 – 1,330) × 2 (0,2742 − 0,2042×1,330
= 406,735 det/smp b. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) Variabel masukannya adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,312. Karena nilai DS > 0,6, maka rumus yang digunakan sesuai Gambar 2.7 adalah: DTMA = =
1,05034
− (1 – DS) × 1,8 (0,346 − 0,246 × DS) 1,05034
− (1 – 1,330) × 1,8 (0,346 − 0,246 × 1,330)
= 56,502 det/smp c. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) Tundaan lalu lintas jalan minor dapat dihitung menggunakan rumus seperti pada persamaan (2.5): DTMI
=
=
QMV DTI −QMA ×DTMA QMI (6232,8 × 406,675−5460,9 × 56,602 771,9
= 2884,501 det/smp Dimana: QMV = Arus lalu lintas total (Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10) DTI
= Tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32)
QMA = Arus total jalan utama (Formulir USIG-I Baris 19, Kolom 10) DTMA = Tundaan lalu lintas jalan utama (Formulir USIG-II, Kolom 33) QMI
= Arus total jalan minor (Formulir USIG-I Baris 10, Kolom 10)
d. Tundaan geometrik simpang (DG) Karena DS ≥ 1,0, maka nilai DG = 4 det/smp
66 e. Tundaan simpang (D) Variabel masukan tundaan simpang adalah tundaan geometrik simpang DG (Formulir USIG-II, Kolom 35) dan tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32), dengan rumus pada persamaan (2.7) sebagai berikut: D = DG + DTI = 4 + (406,735) = 410,735 det/smp •
Peluang Antrian (QP%) Dengan variabel masukan derajat kejenuhan (DS), maka nilai peluang antrian dapat menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.8: a.
Batas Atas QP% = 47,71 × DS – 24,68 × DS2 + 56,47 × DS3 = 47,71 × 1,330 – 24,68 × 1,3302 + 56,47 × 1,3303 = 152,689%
b.
Batas Bawah QP% = 9,02 × DS – 20,66 × DS2 + 10,49 × DS3 = 9,02 × 1,330 – 20,66 × 1,3302 + 10,49 × 1,3303 = 73,237%
Jam Puncak Siang Kondisi Awal (Weekend) Dengan menggunakan data hasil survei volume kendaraan pada hari Sabtu, 3 Mei 2014 pukul 11.00 – 13.00, maka dapat dilakukan analisa sebagai berikut. a.
Formulir USIG-I
1. Komposisi lalu lintas:
2.
-
Arus total kendaraan ringan
: QLV = 2628 smp/jam
-
Arus total kendaraan berat
: QHV = 250,9 smp/jam
-
Arus total sepeda motor
: QMC = 2960 smp/jam
-
Arus total semua kendaraan
: QMV = 5838,9 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan minor
: QMI = 849,4 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan utama
: QMA = 4989,5 smp/jam
Rasio berbelok: -
Rasio belok kiri
: PLT
= 0,137
-
Rasio belok kanan : PRT
= 0,136
67 3.
Total rasio berbelok : PT
= 0,273
Rasio Jalan Minor / (Jalan Utama+Minor) total PMI =
QMI QMV
=
849,4 5838,9
= 0,145
b. Formulir USIG-II 1.
Perhitungan Kapasitas •
Kapasitas dasar (CO) = 3200 smp/jam
•
Faktor penyesuaian Pendekat rata-rata (FW)
= 0,982
Median jalan utama (FM)
= 1,05
Ukuran kota (FCS)
= 1,00
Hambatan samping (FRSU) = 0,94 Belok kiri (FLT)
= 0,84 + 1,61 PLT = 0,84 + 1,61 × 0,137 = 1,060
Belok kanan (FRT)
=1,09 – 0,922 PRT = 1,09 – 0,922 × 0,136 = 0,964
Rasio minor total (FMI)
= 16,6 × PMI2 – 33,3 × PMI3 + 25,3 × PMI2 – 8,6 × PMI + 1,95 = 16,6 × 0,1452 – 33,3 × 0,1453 + 25,3 × 0,1452 – 8,6 ×0,145 + 1,95 = 1,483
•
Kapasitas C
= CO× FW× FM× FCS × FRSU× FLT× FRT× FMI = 3200 × 0,982 × 1,05 × 1,00 × 0,94 × 1,060 × 0,964 × 1,483 = 4701,27 smp/jam
2.
Perilaku Lalu Lintas •
Derajat Kejenuhan DS =
QMV C
=
5838,9 4701,27
= 1,242
Dimana: QMV = Arus total (smp/jam) dari Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10 C
= Kapasitas dari Formulir USIG-II, Kolom 28
68 •
Tundaan Lalu Lintas a. Tundaan lalu lintas simpang (DTI) Variabel masukan dari tundaan lalu lintas simpang (DTI) adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,242. Karena nilai DS > 0,6, maka menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.6: DTI = =
1,0504
− (1 – DS) × 2 (0,2742 − 0,2042×DS 1,0504
− (1 – 1,242) × 2 (0,2742 − 0,2042×1,242
= 51,507 det/smp b. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) Variabel masukannya adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,242. Karena nilai DS > 0,6, maka rumus yang digunakan sesuai Gambar 2.7 adalah: DTMA = =
1,05034
− (1 – DS) × 1,8 (0,346 − 0,246 × DS) 1,05034
− (1 – 1,242) × 1,8 (0,346 − 0,246 × 1,242)
= 26,388 det/smp c. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) Tundaan lalu lintas jalan minor dapat dihitung menggunakan rumus seperti pada persamaan (2.5): DTMI
=
=
QMV DTI −QMA ×DTMA QMI (5838,9 × 51,507−4989,5 × 26,388) 849,4
= 199,059 det/smp Dimana: QMV = Arus lalu lintas total (Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10) DTI
= Tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32)
QMA = Arus total jalan utama (Formulir USIG-I Baris 19, Kolom 10) DTMA = Tundaan lalu lintas jalan utama (Formulir USIG-II, Kolom 33) QMI
= Arus total jalan minor (Formulir USIG-I Baris 10, Kolom 10)
d. Tundaan geometrik simpang (DG) Karena DS ≥ 1,0, maka nilai DG = 4 det/smp
69 e. Tundaan simpang (D) Variabel masukan tundaan simpang adalah tundaan geometrik simpang DG (Formulir USIG-II, Kolom 35) dan tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32), dengan rumus pada persamaan (2.7) sebagai berikut: D = DG + DTI = 4 + 51,507 = 55,507 det/smp •
Peluang Antrian (QP%) Dengan variabel masukan derajat kejenuhan (DS), maka nilai peluang antrian dapat menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.8: a.
Batas Atas QP% = 47,71 × DS – 24,68 × DS2 + 56,47 × DS3 = 47,71 × 1,242 – 24,68 × 1,2422 + 56,47 × 1,2423 = 129,370%
b.
Batas Bawah QP% = 9,02 × DS – 20,66 × DS2 + 10,49 × DS3 = 9,02 × 1,242 – 20,66 × 1,2422 + 10,49 × 1,2423 = 63,168%
Jam Puncak Sore Kondisi Awal (Weekend) Dengan menggunakan data hasil survei volume kendaraan pada hari Sabtu, 3 Mei 2014 pukul 17.00 – 19.00, maka dapat dilakukan analisa sebagai berikut. a.
Formulir USIG-I
1.
Komposisi lalu lintas:
2.
-
Arus total kendaraan ringan
: QLV = 2724 smp/jam
-
Arus total kendaraan berat
: QHV = 140,4 smp/jam
-
Arus total sepeda motor
: QMC = 3999 smp/jam
-
Arus total semua kendaraan
: QMV = 6913,4 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan minor
: QMI = 981,7 smp/jam
-
Arus total kendaraan jalan utama
: QMA = 5881,7 smp/jam
Rasio berbelok: -
Rasio belok kiri
: PLT
= 0,114
-
Rasio belok kanan : PRT
= 0,137
70 3.
Total rasio berbelok : PT
= 0,251
Rasio Jalan Minor / (Jalan Utama+Minor) total PMI =
QMI QMV
=
981,7 6913,4
= 0,143
b. Formulir USIG-II 1.
Perhitungan Kapasitas •
Kapasitas dasar (CO) = 3200 smp/jam
•
Faktor penyesuaian Pendekat rata-rata (FW)
= 0,982
Median jalan utama (FM)
= 1,05
Ukuran kota (FCS)
= 1,00
Hambatan samping (FRSU) = 0,94 Belok kiri (FLT)
= 0,84 + 1,61 PLT = 0,84 + 1,61 × 0,114 = 1,024
Belok kanan (FRT)
=1,09 – 0,922 PRT = 1,09 – 0,922 × 0,137 = 0,963
Rasio minor total (FMI)
= 16,6 × PMI2 – 33,3 × PMI3 + 25,3 × PMI2 – 8,6 × PMI + 1,95 = 16,6 × 0,1432 – 33,3 × 0,1433 + 25,3 × 0,1432 – 8,6 ×0,143 + 1,95 = 1,480
•
Kapasitas C
= CO× FW× FM× FCS × FRSU× FLT× FRT× FMI = 3200 × 0,982 × 1,05 × 1,00 × 0,94 × 1,024 × 0,963 × 1,480 = 4524,982 smp/jam
2.
Perilaku Lalu Lintas •
Derajat Kejenuhan DS =
QMV C
=
6913,4 4524,982
= 1,517
Dimana: QMV = Arus total (smp/jam) dari Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10 C
= Kapasitas dari Formulir USIG-II, Kolom 28
71 •
Tundaan Lalu Lintas a. Tundaan lalu lintas simpang (DTI) Variabel masukan dari tundaan lalu lintas simpang (DTI) adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,517. Karena nilai DS > 0,6, maka menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.6: DTI = =
1,0504
− (1 – DS) × 2 (0,2742 − 0,2042×DS 1,0504
− (1 – 1,517) × 2 (0,2742 − 0,2042×1,517
= -28,533 det/smp b. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA) Variabel masukannya adalah derajat kejenuhan (DS) = 1,517. Karena nilai DS > 0,6, maka rumus yang digunakan sesuai Gambar 2.7 adalah: DTMA = =
1,05034
− (1 – DS) × 1,8 (0,346 − 0,246 × DS) 1,05034
− (1 – 1,517) × 1,8 (0,346 − 0,246 × 1,517)
= -37,788 det/smp c. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI) Tundaan lalu lintas jalan minor dapat dihitung menggunakan rumus seperti pada persamaan (2.5): DTMI
=
=
QMV DTI −QMA ×DTMA QMI (6913,4 × -28,533−5881,7 × -37,788) 981,7
= 26,916 det/smp Dimana: QMV = Arus lalu lintas total (Formulir USIG-I, Baris 23, Kolom 10) DTI
= Tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32)
QMA = Arus total jalan utama (Formulir USIG-I Baris 19, Kolom 10) DTMA = Tundaan lalu lintas jalan utama (Formulir USIG-II, Kolom 33) QMI
= Arus total jalan minor (Formulir USIG-I Baris 10, Kolom 10)
d. Tundaan geometrik simpang (DG) Karena DS ≥ 1,0, maka nilai DG = 4 det/smp
72 e. Tundaan simpang (D) Variabel masukan tundaan simpang adalah tundaan geometrik simpang DG (Formulir USIG-II, Kolom 35) dan tundaan lalu lintas simpang (Formulir USIG-II, Kolom 32), dengan rumus pada persamaan (2.7) sebagai berikut: D = DG + DTI = 4 + (-28,533) = -24,533 det/smp •
Peluang Antrian (QP%) Dengan variabel masukan derajat kejenuhan (DS), maka nilai peluang antrian dapat menggunakan rumus seperti yang tertera pada Gambar 2.8: a.
Batas Atas QP% = 47,71 × DS – 24,68 × DS2 + 56,47 × DS3 = 47,71 × 1,517 – 24,68 × 1,5172 + 56,47 × 1,5173 = 212,640%
b.
Batas Bawah QP% = 9,02 × DS – 20,66 × DS2 + 10,49 × DS3 = 9,02 × 1,517 – 20,66 × 1,5172 + 10,49 × 1,5173 = 97,817%
4.2.3
Perbandingan Hasil Perhitungan pada Kondisi Awal Weekday dan Weekend Berdasarkan berbagai macam perhitungan kondisi awal simpang seperti yang
telah dibahas pada subbab sebelumnya dengan menggunakan Formulir SIG-I dan SIG-II MKJI 1997, maka berikut ini adalah hasilnya: Tabel 4.5Hasil analisa kapasitas, arus lalu lintas, dan derajat kejenuhanpada kondisi awal Pekan Awal Pekan Akhir Pekan
Jam Puncak Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
Kapasitas (SMP/Jam) 4634,333 4776,279 4328,061 4685,845 4701.268 4524,982
Arus Lalu Lintas (SMP/Jam) 7684,9 5248,6 7722,4 6232,8 5838.9 6863,4
Derajat Kejenuhan 1,658 1,099 1,784 1,330 1,242 1,517
73 Nilai arus lalu lintas yang sangat tinggi dan tidak sebanding dengan kapasitas simpangnya membuat nilai dari derajat kejenuhan melebihi batas yang telah ditetapkan oleh MKJI 1997 yaitu sebesar 0,85. Untuk nilai tundaan dan peluang antrian dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.6 Hasil analisa tundaan dan peluang antrian kondisi awal Pekan
Jam Puncak
Tundaan (det/SMP) Lalin Lalin Jl. Lalin Jl. Simpang Simpang Utama Minor
BA BB BA Awal Siang 21,287 14,058 64,609 25,287 Pekan BB BA Sore -10,084 -9,891 -10,945 -6,084 BB BA Pagi 406,735 56,502 2884,501 410,735 BB BA Akhir Siang 51,507 26,388 199,059 55,507 Pekan BB BA Sore -28,533 -37,788 26,916 -24,533 BB Keterangan: Lalin = Lalu Lintas; BA = Batas Atas; BB = Batas Bawah Pagi
-14,990
-15,775
-9,224
-10,990
Peluang Antrian 268,746 119,602 97,560 48,780 327,327 141,454 152,689 73,237 129,370 63,168 212,640 97,817
Hasil tundaan yang nilainya negatif menandakan bahwa nilai derajat kejenuhan dari simpang tersebut sudah terlampau tinggi berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan. 4.3 Evaluasi Simpang Berdasarkan hasil perhitungan derajat kejenuhan pada kondisi jam puncak pagi, siang, dan sore baik itu pada weekday dan weekend yang semua nilainya melebihi standar yang telah ditetapkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 sebesar 0,85, maka diperlukan sebuah evaluasi perbaikan simpang untuk mengurangi nilai derajat kejenuhan pada kondisi awal sehingga berbanding lurus dengan kepadatan simpang yang tentunya juga akan berkurang. Ada tiga alternatif yang peneliti lakukan untuk perbaikan simpang ini, antara lain: -
Alternatif 1: Penambahan lebar pendekat (WENTRY dan WEXIT)pada jalan utama dan jalan minorditambah larangan berhenti pada area simpang untuk mengurangirasio hambatan samping, serta larangan pergerakan kendaraanarah belok kanan.
74 -
Alternatif 2 : Penggunaan sinyal lalu lintas.
-
Alternatif 3 : Penggunaan sinyal lalu lintas ditambah dengan larangan berhenti untuk mengurangi rasio hambatan samping serta penambahan lebar pendekat (WENTRY dan WEXIT) jalan utama dan jalan minor.
-
Alternatif 4 : Pembangunan simpang tak sebidang untuk kendaraan arah lurus, dan penggunaan sinyal lalu lintas pada kendaraan arah belok kanan yang tak melewati simpang tak sebidang. Untuk penambahan lebar pendekat pada alternatif 1,2, dan 3, dari pengamatan
peneliti pada kondisi eksisting, cukup memungkinkan apabila pelebaran pendekat jalan utama maksimal adalah sebesar 1,5 m untuk WENTRYarah Timur dan WEXIT arah Barat. Sedangkan penambahan 1,7 m untuk WENTRYarah Barat dan WEXIT arah Timur, sehingga lebar pendekat pada kedua arahnya adalah sebesar 8,5 m. Sementara itu untuk pendekat jalan minor pelebaran yang memungkinkan,maksimalnyahanya sebesar 1 m untuk WENTRY dan WEXIT-nya. Jika pelebaran dilakukan lebih dari yang telah disebutkan, maka akan terbentur dengan bangunan-bangunan disekitar simpang yang tentunya perbaikan simpang akan membutuhkan biaya yang lebih besar lagi karena dapat bersinggungan denganberbagai macam masalah biaya pembebasan lahan. Untuk pelebaran jalan dengan adanya pembangunan simpang tak sebidang pada alternatif 4 tentunya akan membutuhkan pelebaran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pelebaran jalan pada tiga alternatif sebelumnya. Sehingga peneliti sudah tidak akan mempertimbangkan lagi kondisi eksisting simpang, karena pada dasarnya pembangunan simpang tak sebidang sudah pasti membutuhkan ruang yang cukup besar sehingga dibutuhkan suatu studi kelayakan untuk melakukan kajian-kajian berupa aspek teknis, ekonomi, lingkungan, dan sebagainya. Namun pada evaluasi simpang alternatif 4 ini, peneliti tidak akan membahas mengenai kajian-kajian tersebut, peneliti hanya akan membahas dari sisi teknik lalu lintasnya beserta geometri simpangnya saja. 4.3.1
Perbaikan Simpang Alternatif 1 Derajat kejenuhan yang begitu tinggi pada masing-masing jam puncak baik
itu saat weekday maupun weekend membuat perbaikan geometri simpang seperti pelebaran lebar pendekat dan pemasangan rambu dilarang berhenti masih belum efektif dalam hal penekanan angka kepadatan simpang. Oleh karena itu peneliti melakukan kombinasi perbaikan dengan melakukan rekayasa arus lalu lintas dengan
75 larangan arah belok kanan langsung pada jam-jam tertentu sesuai dengan volume total kendaraan arah belok kanan terbesar dari masing-masing pendekatnya. Tabel 4.7Hasil survai dari total kendaraan arah belok kanan Jam Puncak
Pekan
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
Awal Pekan Akhir Pekan
Rempoa - Ciputat Volume Lalu Lintas Kend/Jam SMP/Jam 704 400.4 569 358 1857 1041.2 795 447.2 613 401.6 1029 616.6
Lebak Bulus - Rempoa Volume Lalu Lintas Kend/Jam SMP/Jam 834 554.8 435 303.6 766 486.6 313 212.8 577 394.3 474 325.2
Dari data arus lalu lintas volume belok kanan langsung diatas, dapat diketahui bahwa kendaraan terbanyak untuk arah belok kanan yaitu adalah arah Rempoa menuju Ciputat yang hampir terjadi pada semua jam puncak, baik itu pada weekday maupun weekend (kecuali hanya jam puncak pagi weekday).Berdasarkan faktor pertimbangan arus lalu lintas belok kanan tersebut, maka peneliti melakukan rekayasa arus lalu lintas berupa larangan untuk belok kanan langsung dari arah Rempoa menuju Ciputat (jalan minor) setiap hari secara permanen demi tercapainya nilai derajat kejenuhan yang lebih kecil dibandingkan pada kondisi awal dimana tidak ada larangan untuk belok kanan langsung pada kedua pendekat jalan utama dan jalan minor. Berikut ini merupakan hasil evaluasi perbaikan simpang untuk masingmasing jam puncak dengan larangan belok kanan langsung pada pendekat jalan minor. Peneliti menggunakan 17 variabel kombinasi pelebaran pendekat pada masing-masing lengan. Tabel 4.8 Hasil analisa nilai DS berdasarkan kombinasi pelebaran pendekat Besar Pelebaran Pendekat (m) Jalan Jalan Minor Mayor WA 0,5
Jam WB WD Puncak Pagi 0,5 0,7 1,396
Derajat Kejenuhan (DS) Weekday Jam Puncak Siang 0,893
Weekend Jam Puncak Sore 1,222
Jam Puncak Pagi 1,075
Jam Puncak Siang 1,011
Jam Puncak Sore 1,172
76 Besar Pelebaran Pendekat (m) Jalan Jalan Minor Mayor WA 1 0,5 0,5 0,5 1 1 1 1 1 1 0,5 0,5 0,5 1 1 1
Jam WB WD Puncak Pagi 0,5 0,7 1,381 1 0,7 1,381 0,5 1,2 1,381 1 1,2 1,367 0,5 1,2 1,367 1 0,7 1,367 1 1,2 1,353 1 1,7 1,339 1,5 1,2 1,339 1,5 0,7 1,353 1 1,7 1,353 0,5 1,7 1,367 1,5 0,7 1,367 1,5 0,7 1,353 0,5 1,7 1,353 1,5 1,7 1,326
Derajat Kejenuhan (DS) Weekday Jam Puncak Siang 0,884 0,884 0,884 0,874 0,874 0,874 0,865 0,857 0,857 0,865 0,865 0,874 0,874 0,865 0,865 0,848
Weekend Jam Puncak Sore 1,209 1,209 1,209 1,196 1,196 1,196 1,184 1,172 1,172 1,184 1,184 1,196 1,196 1,184 1,184 1,160
Jam Puncak Pagi 1,064 1,064 1,064 1,053 1,053 1,053 1,042 1,031 1,031 1,042 1,042 1,053 1,053 1,042 1,042 1,017
Jam Puncak Siang 1,000 1,000 1,000 0,990 0,990 0,990 0,980 0,970 0,970 0,980 0,980 0,990 0,990 0,980 0,980 0,956
Jam Puncak Sore 1,160 1,160 1,160 1,148 1,148 1,148 1,136 1,125 1,125 1,136 1,136 1,148 1,148 1,136 1,136 1,109
Berdasarkan MKJI 1997, nilai derajat kejenuhan (DS) tersebut merupakan nilai DS keseluruhan simpang yang mencakup semua kaki-kaki simpangnya. Sementara itu karena perhitungan kapasitas untuk simpang tak bersinyal menggunakan nilai rata-rata dari semua lebar pendekat, maka hasil DS yang didapat besarnya sama apabila jumlah lebar pendekatnya juga mempunyai nilai yang sama, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.8. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat pula hasil DS terendah dihasilkan dengan menggunakan pelebaran pendekat maksimum, karena hasil pelebaran pendekat berbanding terbalik dengan nilai DS yang dihasilkan. Semakin besar pelebaran pendekatnya, semakin rendah pula nilai DS yang dihasilkan. Jadi, atas dasar nilai DS yang paling rendah dari semua kombinasi pelebaran pendekat pada evaluasi alternatif 1 ini, maka pelebaran yang digunakan adalah pelebaran paling maksimum, dengan penambahan:
77 •
WENTRY - Arah Barat (WD) : + 1,7 m - Arah Utara (WA) : + 1 m - Arah Timur (WB) : + 1,5 m
•
WEXIT - Arah Barat (WD) : + 1,5 m - Arah Utara (WA) : + 1 m - Arah Timur (WB) : + 1,7 m
Gambar 4.11 Skema gambar simpang hasil evaluasi alternatif 1 Sementara itu, berikut merupakan hasil perbandingan nilai DS pada kondisi awal dengan evaluasi alternatif 1 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9Hasil analisa perbandingan derajat kejenuhan kondisi awal dengan hasil evaluasi alternatif 1 Jam DS Kondisi DS Puncak Awal Alternatif 1 Pagi 1,658 1,326 Awal Siang 1,099 0,848 Pekan Sore 1,784 1,160 Pagi 1,312 1,017 Akhir Siang 1,242 0,956 Pekan Sore 1,529 1,109 Ket: DS = Derajat Kejenuhan Pekan
Nilai dari kapasitas bertambah dengan adanya penambahan lebar pendekat pada jalan utama dan jalan minor, ditambah lagi akibat berkurangnya rasio belok
78 kanan membuat faktor penyesuaian belok kanan menjadi bertambah pula. Bertambahnya kapasitas jalan akan mengurangi derajat kejenuhannya. Jika dibandingkan dengan kondisi awal, maka dari hasil perbaikan simpang alternatif pertama dapat diperoleh persentase angka penurunan derajat kejenuhan masingmasing sebagai berikut: •
•
Weekday -
Jam puncak pagi
: 20,024%
-
Jam puncak siang
: 22,839%
-
Jam puncak sore
: 37,836%
Weekend -
Jam puncak pagi
: 23,533%
-
Jam puncak siang
: 23,027%
-
Jam puncak sore
: 26,895%
Penurunan yang cukup signifikan terjadi pada jam puncak malam. Hal ini diakibatkan volume lalu lintas arah belok kanan dari pendekat jalan minor nilainya jauh lebih besar dibandingkan dengan jam puncak lain, sehingga walaupun larangan belok kanan langsung dari pendekat jalan minor sama-sama efektif disetiap jam puncaknya, tetapi saat jam puncak malam hal ini menjadi jauh lebih efektif untuk menekan angka kepadatan simpang. Walaupun angka penurunan derajat kejenuhan dirasa telah cukup besar, hal ini masih belum cukup dalam menekan angka kepadatan simpangnya. Karena berdasarkan tabel diatas, nilai derajat kejenuhan yang telah mencapai target sesuai dengan batas jenuh kepadatan simpang sesuai peraturan MKJI 1997 hanya tercapai pada saat jam puncak siang weekday yaitu 0,848 < 0,85. Selain dari itu, nilai derajat kejenuhannya masih lebih besar dari 0,85 yang menandakan kepadatan simpang masih cukup tinggi. Tabel 4.10Hasil analisa tundaan dan peluang antrian hasil evaluasi alternatif 1 Jam Pekan Puncak
Awal Pekan
Tundaan Lalin Lalin Lalin Jalan Jalan Simpang Utama Minor
Simpang
Pagi
300,462
53,389 2115,431
304,462
Siang
10,094
7,373
14,094
26,403
Peluang Antrian BA BB BA BB
151.428 72.701 57.158 28.908
79 Tundaan Jam Lalin Lalin Pekan Lalin Puncak Jalan Jalan Simpang Utama Minor Awal Sore 28,504 17,629 77,112 Pekan
Simpang
Peluang Antrian
BA BB BA Pagi 15,815 10,988 61,217 19,815 BB BA Akhir Siang 13,209 9,397 35,601 17,209 Pekan BB BA Sore 22,196 14,536 98,877 26,196 BB Keterangan: Lalin = Lalu Lintas; BA = Batas Atas; BB = Batas Bawah 32,504
110.34 54.665 82.368 41.563 72.388 36.667 99.53 49.697
Semakin tinggi nilai derajat kejenuhan (DS), semakin tinggi pula nilai tundaannya. Jika nilai derajat kejenuhan sangat tinggi (>1,34), hal ini akan menyebabkan rumus-rumus dan grafik tundaan yang digunakan pada MKJI 1997 sudah tidak efektif lagi dalam menghitung lamanya tundaan baik itu untuk tundaan lalu lintas simpang, tundaan lalu lintas jalan utama, tundaan lalu lintas jalan minor, serta tundaan simpangnya, seperti yang telah dibahas sebelumnya dimananilai tundaan di kondisi awal (Tabel 4.6) untuk beberapa kondisi jam puncak nilainya negatif. Setelah dilakukan perbaikan simpang alternatif 1, sudah tidak ditemukan lagi besar tundaan yang nilainya negatif, walaupun pada salah satu jam puncak yaitu jam puncak pagi awal pekan, tundaannya masih sangat tinggi. Sedangkan nilai tundaan yang telah memenuhi standar MKJI 1997 (berdasarkan nilai DS < 0,85) dapat dilihat pada awal pekan jam puncak siang, dimana semua tundaannya kurang dari 30 detik/smp. 4.3.2 Perbaikan Simpang Alternatif 2 Penggunaan sinyal lalu lintas merupakan salah satu alternatif apabila perbaikan simpang tanpa sinyal masih belum efektif dalam menekan kepadatan simpang yang ditunjukkan oleh tingginya besar derajat kejenuhan. Indonesia merupakan salah satu Negara yang dalam pengoperasian lampu lalu lintasnya berupa permitted operation, dimana lampu lalu lintas dalam putaran yang konstan dan mempunyai siklus yang sama dengan panjang siklus serta fase yang tetap. Sehingga, perhitungan lama waktu hijau berdasarkan volume kendaraan tertinggi akan menjadi
80 waktu hijau yang tetap dan konstan didalam pengimplementasiannya di lapangan setiap hari. Tabel 4.11Hasil survei total kendaraan bermotor semua jam puncak
Jam Puncak Pagi Siang Malam
Total Kendaraan Bermotor (Kend/Jam) Weekday Weekend Kend/Jam SMP/Jam Kend/Jam SMP/Jam 12720 7684.9 10438 6232.8 7728 5248.6 8741 5838.9 12530 7713.3 10830 6863.4
Berdasarkan Tabel 4.11 diatas, didapatkan nilai dari volume kendaraan tertinggi adalah pada jam puncak pagi hari kerja (weekday). Oleh karena itu, jam puncak pagi di hari kerja ini akan dijadikan dasar perhitungan dalam menentukan waktu hijau untuk selanjutnya dijadikan waktu hijau tetap setiap hari pada Simpang Gintung. •
Penentuan Jumlah Fase Jumlah titik konflik pada simpang tiga sebidang tanpa lalu lintas adalah
sebanyak 3 titik konflik bersilang (crossing), 3 titik konflik bergabung (merging), dan 3 titik konflik memisah (diverging) (Tamin, 2008). Dari teori ini, maka untuk perancangan sinyal lalu lintas, peneliti menetapkan 3 fase sebagai sistem pengendali lalu lintas yang berdasarkan pada arah pergerakan kendaraan dan jumlah volume total kendaraan pada masing-masing pendekat. Penggunaan 3 fase akan mengurangi titik konflik bersilang (crossing) yang merupakan faktor utama penyebab kemacetan pada simpang. Dengan menggunakan 3 fase, maka tipe pendekat yang terjadi adalah terlindung yang berarti dalam 1 fase tidak boleh ada gerakan belok kanan yang bersamaan dengan gerakan lurus dari arah berlawanan.Gambaran dari tiap fase berdasarkan arah pergerakan lalu lintasnya adalah sebagai berikut:
Gambar 4.12 Rencana rancangan fase lalu lintas
81 Sementara itu, berikut ini adalah gambaran skematis pergerakan kendaraan pada masing-masing fase dari fase pertama sampai fase ketiga:
Gambar 4.13 Skema pergerakan kendaraan fase 1 pada evaluasi alternatif 2
Gambar 4.14 Skema pergerakan kendaraan fase 2 pada evaluasi alternatif 2
Gambar 4.15 Skema pergerakan kendaraan fase 3 pada evaluasi alternatif 2
82 •
Waktu Hilang Waktu hilang didapat dari nilai total waktu merah semua dikurangi dengan
waktu kuningnya. Waktu merah semua merupakan fungsi dari kecepatan dan jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti sampai ke titik konflik, ditambah dengan panjang dari kendaraan yang berangkat. Berikut ini adalah perhitungan waktu merah berdasarkan masing-masing pendekat: -
Barat
-
10
−
3,3 10
= 0,42 detik
→ pembulatan ke atas menjadi 1 detik
= 0,9 detik
→ pembulatan ke atas menjadi 1 detik
= 0,1 detik
→ pembulatan ke atas menjadi 1 detik
Utara
-
(2,5+ 5)
(10,8 + 5) 10
−
6,8 10
Timur
(6,8 + 5) 10
−
10,8 10
Jadi, total waktu merah semua adalah 1+1+1 = 3 detik per siklusnya. Untuk waktu kuningnya, karena berdasarkan Formulir SIG-III lama waktu kuning per fase adalah 3 detik dan fase yang digunakan adalah 3 fase, maka total waktu kuning adalah 3×3 = 9 detik per siklus. Sehingga nilai waktu hilangnya adalah: Total Waktu Hilang (LTI) = Total Waktu Merah Semua + Waktu Kuning =3+9 = 12 det/siklus Waktu hilang ini juga dapat dilihat pada Formulir SIG-III pada lembar lampiran. •
Arus Jenuh Dasar Karena tipe pendekatnya adalah terlindung (P), maka berikut ini adalah hasil
perhitungan arus jenuh dasar pada tiap pendekat dengan menggunakan lebar efektif (We) hasil dari pelebaran pendekat masing-masing sebesar 1,5-1,7 m pada jalan utama dan 1 m pada jalan minor.
83 Tabel 4.12Hasil analisa nilai arus jenuh dasar alternatif 2 pada masing-masing pendekat Kode Pendekat B T-ST T-RT U •
Rumus
We
SO
SO = 600 × We
6,80 7,00 3,50 3,00
4080 4200 2100 1800
Faktor Penyesuaian -
Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS) Berdasarkan data sensus 2010, penduduk Kota Tangerang Selatan berjumlah 1.290.322 jiwa, sehingga dari Tabel 2.12 nilai FCS adalah 1,0.
-
Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor (FSF) Dengan kendaraan tak bermotor yang di anggap = 0, serta dengan kondisi lingkungan dengan tipe lingkungan jalan yang berupa kawasan komersial (seperti pada pembahasan subbab 4.1.2), dengan kelas hambatan samping yang sedang maka dari Tabel 2.13 nilai FSF nya adalah 0,94 untuk terlindung maupun terlawan.
-
Faktor penyesuaian kelandaian (FG) Nilai dari FSF dianggap 1,00 karena simpang bukan berupa tanjakan maupun turunan.
-
Faktor penyesuaian parkir (FP) Karena jarak kendaraan yang parker pertama semuanya diatas 80 meter, maka berdasarkan grafik pada Gambar 2.11 nilai FP = 1,00
-
Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) Karena tipe tiap-tiap pendekat simpang adalah terlindung (P), maka nilai FRT untuk masing-masing pendekat adalah sebagai berikut: Tabel 4.13Hasil analisa nilai FRTpada masing-masing pendekat Kode Rumus Pendekat B T-ST FRT = 1,0 + PRT× 0,26 T-RT U Ket: PRT = Rasio belok kanan
PRT
FRT
0 0 1 0,379
1 1 1,260 1,099
84 -
Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) Tabel 4.14Hasil analisa nilai FLT pada masing-masing pendekat Kode Pendekat Rumus B T-ST FRT = 1,0 – PLT× 0,16 T-RT U Ket: PLT = Rasio belok kiri
•
FLT 0,985 1 1 0,901
PLT 0,093 0 0 0,621
Arus Jenuh yang Disesuaikan Arus jenuh disesuaikan (S) dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus
jenuhdasar (SO) untuk standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisisebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan menggunakan rumus pada persamaan (2.18) sebagai berikut: S = SO× FCS× FSF × FG × FP × FRT × FLT Maka nilai dari arus jenuh yang disesuaikan dapat dilihat pada Tabel 4.14: Tabel 4.15 Hasil analisa nilai S alternatif 2 pada masing-masing pendekat Kode Pendekat B T-ST T-RT U •
SO
FCS
FSF
FG
FP
FRT
FLT
S
4080 4200 2100 1800
1 1 1 1
0,94 0,94 0,94 0,94
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1,260 1,099
0,985 1 1 0,901
3778,319 3948 2487,240 1673,958
Rasio Arus, Arus Simpang, dan Rasio Fase Berikut ini hasil perhitungan rasio arus (FR) , arus simpang (IFR), dan rasio
fase (PR) berdasarkan persamaan (2.19), (2.20), dan (2.21), serta dapat dilihat pula pada Formulir SIG-IV di lembar lampiran. Tabel 4.16Hasil analisa nilai rasio arus, arus simpang, dan rasio fase alternatif 2 pada masing-masing pendekat Kode Pendekat B
Rasio Arus (FR) = Q/S 2443,5 3778,319
= 0,647
Rasio Fase (PR) = FRCRIT/IFR 0,647 1,146
= 0,573
85
Kode Pendekat
Rasio Arus (FR) = Q/S 1236,5
T-ST
3948
2487,24
1673,958
IFR = Σ FRcrit •
= 0,156
574,6
U
FRCRIT/IFR -
= 0,313
387,1
T-RT
Rasio Fase (PR) =
= 0,343
0,156 1,146 0,343 1,146
= 0,136 = 0,300
0,647 + 0,156 + 0,343 = 1,146
Waktu Siklus dan Waktu Hijau Nilai dari waktu siklus sebelum disesuaikan berdasarkan perrsamaan (2.22)
adalah sebagai berikut: cua = =
1,5 × LTI+5 1 − IFR 1,5 × 12+5 1 − 1,146
= -157,958 detik Nilai cua yang negatif disebabkan oleh IFR yang melebihi 1,00, ini menandakan bahwa besar arus jenuh dasar (SO) yang dipengaruhi oleh lebar efektif pada tiap pendekatnya (We) tidak sebanding dengan arus lalu lintasnya (Q). Dengan nilai cuatersebut, waktu hijau (gi) yang didapatjuga menjadi negatif seperti pada Tabel 4.17. Tabel 4.17Hasil analisa perhitungan waktu hijauevaluasi alternatif 2 Kode Pendekat B T-ST T-RT U
Rumus
gi = (cua – LTI) × PRi
Waktu Hijau -95,944 -95,944 -23,089 -50,924
Dengan waktu hijau negatif tersebut, maka perhitungan antrian kendaraan dan tundaan simpang menjadi tidak lagi efektif. Oleh karena itu, peneliti tidak menampilkannya pada subbab ini, tetapi dapat dilihat pada lembar lampiran (Formulir SIG-V). Selain itu, waktu hijau ini sudah tentu tidak dapat untuk
86 diaplikasikan di lapangan. Sehingga, perlu indikator lain selain pemasangan sinyal lalu lintas dalam perbaikan simpang yang akan dibahas pada perbaikan simpang alternatif 3. Karena nilai dari waktu hijau dengan menggunakan MKJI 1997 adalah negatif, maka peneliti mencoba mencari waktu hijau dengan metode lain yaitu Metode Webster sebagai pembanding saja. Metode ini mempunyai perbedaan konversi kendaraan ke dalam satuan mobil penumpang (smp) dengan MKJI 1997, dimana untuk 1 kendaraan berat/sedang = 1,75 smp sedangkan untuk 1 sepeda motor = 0,33 smp. Berikut adalah hasil konversi volume kendaraan/jam ke dalam satuan smp/jam: Tabel 4.18 Hasil analisa konversi total volume kendaraan dengan Metode Webster Kode Arah Volume Pendekat Pergerakan (smp/jam) LT 332,75 B ST 2890,52 LT 429,10 U RT 298,22 ST 1604,96 S RT 460,22 Karena lebar jalan > 5,5 m, maka untuk menghitung arus jenuhnya adalah dengan menggunakan rumus S = L × 525. •
LBARAT = 6,8 m
→
SB = 3570 smp/jam
•
LUTARA = 3 m
→
SU = 1575 smp/jam
•
LTIMUR = 7 m
→
ST = 3675 smp/jam
Sementara itu, nilai rasio arus normal terhadap arus jenuhnya adalah sebagai berikut: •
YB =
•
YU =
•
YT =
332,75+2890,52 3570 429,10+298,22 1575 1604,96+460,22 3675
= 0,903 = 0,462 = 0,562
Sehingga didapat nilai rasio fase (FR) = ΣYMAX = 0,903 + 0,462 + 0,562 = 1,927.
87 Karena Metode Webster dan MKJI 1997 mempunyai kesamaan rumus dalam mencari waktu siklus, maka dapat dipastikan bahwa apabila nilai FR > 1, waktu siklus dan waktu hijaunya akan bernilai negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa baik menggunakan metode simpang bersinyal pada MKJI 1997 maupun Metode Webster, hasil dari perhitungan waktu siklus dan waktu hijau sama-sama bernilai negatif. Oleh karena itu, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perlu dilakukan pembahasan indicator-indikator lain selain penggunaan sinyal pada simpang. 4.3.3 Perbaikan Simpang Alternatif 3 Pada alternatif ketiga, peneliti mengkombinasikan penggunaan sinyal lalu lintas dengan dengan penambahan rambu-rambu larangan berhenti serta penambahan lebar pendekat, untuk jalan utama pelebarannya sebesar 1,5 m-1,7 m dan 1 m untuk jalan minor (sama seperti pelebaran pendekat pada evaluasi alternatif 1). Seperti yang telah dibahas pada subbab sebelumnya pula (perbaikan simpang alternatif 2), apabila hanya dipasang sinyal lalu lintas tanpa adanya pelebaran pendekat, maka berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode simpang bersinyal MKJI 1997, akan didapat nilai dari rasio arus (FR) mendekati 1 yang membuat besar arus simpang (IFR) > 1, sehingga waktu hijaunya akan bernilai negatif. Waktu hijau yang negatif ini tentu tidak dapatdiimplementasikanpada kondisi sebenarnya. Walaupun didalam perhitungan tersebut derajat kejenuhan yang dihasilkan nilainya lebih kecil dibanding kondisi awal, hal tersebut tidak akan efektif karena waktu hijaunya tidak dapat diaplikasikan. Sama seperti alternatif 2, untuk mendapatkan nilai dari waktu hijau yang maksimal, maka cukup dilakukan pembahasan dan perhitungan hanya pada jam puncak dimana terdapat volume kendaraan tertinggi, yaitu jam puncak pagi weekday (Tabel 4.11). Sementara itu, jumlah fase yang digunakan juga sama dengan alternatif 2 yaitu dengan 3 fase untuk menghindari terjadinya konflik bersilang antara kendaraan yang datang bersamaan pada masing-masing kaki simpang, selain itu waktu hilang dan faktor penyesuaian yang digunakan juga sama (kecuali untuk FSF karena hambatan samping akan dibuat menjadi rendah maka nilainya menjadi 0,95). Berikut ini merupakan skema/gambaran geometri simpang hasil evaluasi alternatif 3:
88
Gambar 4.16 Skema pergerakan kendaraan fase 1 pada evaluasi alternatif 3
Gambar 4.17Skema pergerakan kendaraan fase 2 pada evaluasi alternatif 3
Gambar 4.18Skema pergerakan kendaraan fase 3 pada evaluasi alternatif 3
89 •
Arus Jenuh Dasar Karena lebar efektif (We) nilainya berbeda, yang merupakan hasil dari
pelebaran pendekat masing-masing sebesar 1,5-1,7 m pada jalan utama dan 1 m pada jalan minor, maka arus jenuh dasarnya juga menjadi berbeda. Tabel 4.19Hasil analisa nilai arus jenuh dasar alternatif 3 pada masing-masing pendekat Kode Pendekat B T-ST T-RT U •
Rumus
We
SO
SO = 600 × We
8,50 8,50 4,25 4,00
5100 5100 2550 2400
Arus Jenuh yang Disesuaikan Arus jenuh disesuaikan (S) mempunyai nilai yang lebih besar dibanding
dengan perbaikan simpang alternatif 2. Hal ini disebabkan hasil pelebaran pendekat yang membuat nilai arus jenuh dasarnya (SO) juga menjadi lebih besar. Nilai dari arus jenuh yang disesuaikan ini dapat dilihat pada Tabel 4.20: Tabel 4.20Hasil analisa nilai S alternatif 3 pada masing-masing pendekat Kode Pendekat B T-ST T-RT U •
SO
FCS
FSF
FG
FP
FRT
FLT
S
5100 5100 2550 2400
1 1 1 1
0,95 0,95 0,95 0,95
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1,260 1,099
0,985 1 1 0,901
4773,143 4845 3052,350 2255,688
Rasio Arus, Arus Simpang, dan Rasio Fase Dengan menggunakan persamaan (2.19), (2.20), dan (2.21), maka besar rasio
arus, arus simpang, dan rasio fase adalah: Tabel 4.21Hasil analisa nilai rasio arus, arus simpang, dan rasio fase alternatif 3 pada masing-masing pendekat Kode Pendekat B T-ST
Rasio Arus (FR) = Q/S 2443,5 4773,143 1236,5 4845
= 0,512
= 0,255
Rasio Fase (PR) = FRCRIT/IFR 0,512 0,893
= 0,573 -
90
Kode Pendekat
387,1
T-RT
3052,35
= 0,127
574,6
U
2255,688
IFR = Σ FRcrit •
Rasio Arus (FR) = Q/S
= 0,255
Rasio Fase (PR) = FRCRIT/IFR 0,127 0,893 0,255 0,893
= 0,142 = 0,285
0,512 + 0,127 + 0,255 = 0,893
Waktu Siklus dan Waktu Hijau Nilai dari waktu siklus sebelum disesuaikan adalah sebagai berikut:
cua = =
1,5 × LTI+5 1 − IFR 1,5 × 12+5 1 − 0,893
= 215, 924 detik Dengan mendapatkan nilai cua maka waktu hijau (gi) dapat dilakukan perhitungan seperti pada Tabel 4.22. Tabel 4.22Hasil analisa perhitungan waktu hijauevaluasi alternatif 3 Kode Pendekat B T-ST T-RT U
Rumus
gi = (cua – LTI) × PRi
Waktu Hijau 116,84 116,84 28,945 58,139
Dalam kondisi yang sebenarnya, waktu hijau tidak mengandung angka desimal. Oleh karena itu, dilakukan pembulatan ke atas untuk mempermudah pengimplementasiannya di lapangan, seperti berikut ini: B
→ 120 detik
T-ST → 120 detik
Total waktu hijau
T-RT → 30 detik
= 220 detik
U
→ 70 detik
91 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, waktu hijau ini akan menjadi waktu tetap dikarenakan rata-rata pengoperasian sinyal lalu lintas di Indonesia adalah dengan premitted operation, dimana lampu lalu lintas dalam putaran yang konstan dan mempunyai siklus yang sama dengan panjang siklus serta fase yang tetap. Setelah mendapatkan total waktu hijau, langkah selanjutnya adalah mencari waktu siklus sesudah disesuaikan (c) dengan menggunakan persamaan (2.24): c = Σg + LTI = 220 + 12 = 232 detik •
Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Berikut ini merupakan hasil perhitungan kapasitas (C) tiap pendekat dengan
variabel masukan berupa arus jenuh (S), waktu hijau (g), dan waktu siklus sesudah disesuaikan (c). Untuk derajat kejenuhan (DS) pada tiap pendekat didapat dari hasil perbandingan
antara
volume
lalu
lintas
masing-masing
pendekat
dengan
kapasitasnya. Tabel 4.23Hasil analisa besar kapasitas dan derajat kejenuhan tiap pendekat berdasarkan waktu hijau sesudah disesuaikan Kode Pendekat B T-ST T-RT U
Kapasitas 2468,867 2506,034 394,700 680,595
Derajat Kejenuhan 0,990 0,493 0,981 0,844
Dari Tabel 4.23 diatas, jika dibandingkan dengan kondisi awalnya (awal pekan jam puncak pagi) yang nilainya adalah sebesar 1,658, maka besar penurunan yang terjadi sudah cukup signifikan. Apabila mengacu pada ketetapan MKJI 1997 dimana nilai DS < 0,85, maka pendekat yang memenuhi persyaratan hanya pendekat Barat dan pendekat Timur arah lurus. Sementara itu untuk pendekat Utara dan Timur arah belok kanan nilainya masih melebihi batas yang telah ditetapkan. •
Antrian Kendaraan Nilai panjang antrian diperoleh dari kendaraan yang tersisa pada fase
sebelumnya (NQ1) ditambah dengan jumlah kendaraan yang datang selama waktu
92 merah (NQ2). NilaiNQ1 ditentukan oleh besarnya derajat kejenuhan (DS). Untuk DS ≤ 0.5 nilai NQ1 = 0,sedangkan untuk DS > 0.5 maka nilai NQ1 dapat dihitung.Nilai DS yang besar akan menghasilkan nilai NQ1 dan NQ2 yang besar pula.Akibat arus yang besar, juga akan berpengaruh terhadap panjang antriannya. Panjangantrian yang terjadi tidak hanya dipengaruhi oleh nilai NQMAX tetapi juga dipengaruhi olehlebar masuknya. Tabel 4.24Hasil analisa antrian kendaraan dan panjang antrian Kode Pendekat B T-ST T-RT U
NQTOTAL
NQMAX
Panjang Antrian QL
174,81 51,65 32,90 36,82
> 80 72 46 51
> 188 169,41 108,24 240,00
Antrian Kendaraan (SMP) NQ1
NQ2
19,05 155,76 0 51,65 8,02 24,88 2,13 34,69
NQMAX didapat dengan menarik garis arah vertikal dari nilai NQTOTAL ke garis POL ≤ 5% (sesuai MKJI 1997 untuk perancangan dan perencanaan), kemudian tarik lagi garis tersebut arahhorizontal ke kiri menuju nilai NQMAX.
Gambar 4.19Analisa Hasil NQMAX untuk tiap pendekat Keterangan: T-ST : T-RT : U
:
93 •
Angka Henti Tingginya nilai angka henti disebabkan karena perbandingan jumlah
kendaraan antridengan arus lalu lintas pada suatu pendekat yang relatif besar. Berikut ini merupakan hasil perhitungan angka henti pada masing-masing pendekat: Tabel 4.25Hasil analisa angka henti, kendaraan terhenti, dan angka henti seluruh simpang pada tiap pendekat
Kode Pendekat B T-ST T-RT U •
Angka Henti
Kendaraan Terhenti
NS 1,00 0,58 1,19 0,89
NSV 2441,25 721,33 459,45 514,21
Angka Henti Seluruh Simpang NSTOTAL 0,792
Tundaan Tundaan yang terjadi pada simpang bersinyal dapat diakibatkan oleh lalu
lintas (DT) dan tundaan akibat geometrik (DG). Tundaan akibat lalu lintas didasarkan pada gerakan masing-masing kendaraan yang secara bersama melewati simpang. Tabel 4.26 Hasil analisa perhitungan tundaan Kode DT Pendekat (det/smp) B T-ST T-RT U •
83,17 36,30 173,90 87,13
DG (det/smp)
D (det/smp)
DTOTAL (det/smp)
D simpang rata-rata (det/smp)
4,00 2,33 3,63 4,21
87,17 38,63 177,52 91,34
212988,32 47768,05 68718,99 52486,59
73,101
Hasil Perbaikan Simpang Alternatif 3(Waktu Hijau Sudah Disesuaikan) Dengan sistem pengoperasian lampu lalu lintas berupa permitted operation,
maka lama waktu hijau pada tiap puncak yang akan dibahas berikut ini akan disamakan dengan waktu hijau yang telah didapat (berdasarkan volume lalu lintas tertinggi) atau biasa dikatakan waktu hijau sesudah disesuaikan. Sebagai data tambahan, akan disertakan perhitungan lama waktu hijau sebenarnya berdasarkan volume lalu lintas masing-masing jam puncak pada Formulir SIG-V di lembar
94 lampiran. Namun untuk perhitungan antrian dan tundaan (Formulir SIG-VI), waktu hijau yang digunakan adalah waktu hijau sesudah disesuaikan. Berikut ini merupakan hasil perbandingan derajat kejenuhan berdasarkan waktu hijau belum disesuaikan dan sesudah disesuaikan pada masing-masing jam puncak. •
Jam Puncak Pagi
Tabel 4.27 Hasil analisa DSjam puncak pagi berdasarkan evaluasi alternatif 3 Derajat Kejenuhan (DS) Weekday Weekend g Belum g Sudah g Belum g Sudah Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan B 0,946 0,990 0,773 0,733 T-ST 0,472 0,493 0,543 0,515 T-RT 0,946 0,981 0,773 0,386 U 0,946 0,844 0,773 0,629 Ket: g = Waktu Hijau Kode Pendekat
•
Jam Puncak Siang
Tabel 4.28Hasil analisa DS jam puncak siang berdasarkan evaluasi alternatif 3 Derajat Kejenuhan (DS) Kode Weekday Weekend Pendekat g Belum g Sudah g Belum g Sudah Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan B 0,800 0,685 0,845 0,705 T-ST 0,599 0,513 0,686 0,571 T-RT 0,800 0,566 0,845 0,719 U 0,800 0,758 0,845 0,882 Ket: g = Waktu Hijau •
Jam Puncak Sore
Tabel 4.29Hasil analisa DS jam puncak sore berdasarkan evaluasi alternatif 3 Derajat Kejenuhan (DS) Kode Weekday Weekend Pendekat g Belum g Sudah g Belum g Sudah Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan B 0,787 0,688 0,874 0,842 T-ST 0,907 0,793 0,633 0,610 T-RT 0,907 0,807 0,874 0,594 U 0,907 1,025 0,874 0,848 Ket: g = Waktu Hijau
95 Dari hasil derajat kejenuhan diatas, maka pada jam puncak baik weekday maupunweekenddapat disimpulkan bahwa nilai derajat kejenuhan (DS) sesudah waktu hijau disesuaikan sebagian besar mengalami penurunan nilai. Tetapi untuk di beberapa pendekat, terdapat nilai DS yang ternyata mengalami kenaikan akibat kapasitas yang menjadi berkurang setelah waktu hijau disesuaikan. Namun jika melihat hasil DS di kondisi awal (Tabel 4.5), penurunan DS sudah cukup signifikan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.30 berikut ini: Tabel 4.30 Analisa hasilperbandingan DS kondisi awal dengan DS hasil evaluasi alternatif 3 Pekan
Jam Puncak
Kode Pendekat
DS Kondisi Awal
B T-ST Pagi 1,658 T-RT U B T-ST Weekday Siang 1,099 T-RT U B T-ST Sore 1,784 T-RT U B T-ST Pagi 1,312 T-RT U B T-ST Siang 1,242 Weekend T-RT U B T-ST Sore 1,529 T-RT U * DS berdasarkan waktu hijau sesudah disesuaikan
DS* Evaluasi Alternatif 3 0,990 0,493 0,981 0,844 0,685 0,513 0,566 0,758 0,688 0,793 0,807 1,025 0,733 0,515 0,386 0,629 0,705 0,571 0,719 0,882 0,842 0,610 0,594 0,848
Jika mengacu pada DS hasil analisa di kondisi awal, maka didapatkan penurunan nilai DS yang tentunya akan berbanding lurus dengan penurunan angka kepadatan lalu lintas pada Simpang Gintung dengan menggunakan evaluasi alternatif
96 3 ini. Namun apabila melihat kembali persyaratan yang telah ditetapkan oleh MKJI 1997 dimana nilai DS harus < 0,85, maka perbaikan simpang alternatif 3 ini masih belum memenuh syarat tersebut karena di beberapa pendekat masih terdapat angka yang melebihi 0,85. 4.3.4 Perbaikan Simpang Alternatif 4 Pada evaluasi alternatif 4, peneliti mencoba menggunakan simpang tak sebidang berupa underpass untuk kendaraan arah lurus pada jalan utama dan untuk arah gerakan belok kanan tetap menggunakan simpang sebidang bersinyal. Evaluasi ini hanya menitikberatkan pada kajian teknik lalu lintasnya saja, peneliti tidak akan membahas mengenai studi kelayakan mengenai simpang tak sebidang yang biasanya berupa kajian menyeluruh dan mendalam terhadap beberapa aspek, seperti aspek teknis, ekonomi, keuangan, lingkungan dan kelembagaan dengan beberapa justifikasinya. Dalam perhitungannya, analisa tetap akan menggunakan simpang bersinyal berdasarkan MKJI 1997, namun untuk gerakan arah lurus pada jalan utama, peneliti hanya memasukkan banyaknya kendaraan ringan (LV) berupa angkutan kota dan kendaraan berat (HV) berupa bus kota hasil dari survei volume lalu lintas pada arah lurusnya, dimana diasumsikan kendaraan umum ini tidak melewati underpass. Sementara itu untuk kendaraan pribadi berupa mobil dan sepeda motor arah lurus pada jalan utama dianggap menggunakan underpass demi menghindari simpang sebidang. Berikut ini adalah data kendaraan umum arah lurus yang melewati jalan utama (Wikipedia.org): •
Kendaraan Ringan (LV) : - Angkot D01 - Angkot D02
•
Kendaraan Berat (HV) : - Bianglala AC 57 dan AC 76 - Koantas Bima P102 dan T510 - Mayasari Bakti AC 135 - APTB Transjakarta
Untuk data perbandingan jumlah kendaraan umum dengan kendaraan pribadi hasil survei volume lalu lintas dapat dilihat pada lembar lampiran.
97
Gambar 4.20 Sketsa Simpang Tak Sebidangpada Simpang Gintung Pada pembangunan simpang tak sebidang, perlu dilakukan pelebaran jalan yang digunakan oleh kendaraan yang tidak melewati underpass. Acuan pelebaran jalan pada Simpang Gintung ini akibat pembangunan simpang tak sebidang ini merupakan pelebaran minimum dengan 2 lajur, didasari oleh Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031 Pasal 22 Ayat 3D yang menyatakan bahwa Jalan Ir. H. Juanda adalah jalan arteri sekunder, dimana menurut RSNI T-142004 tentang Geometri Jalan, lebar minimum untuk jalan arteri sekunder (kelas I dan II) adalah sebesar 3 m. Sedangkan penggunaan karakteristik 2 lajur disini dimaksudkan untuk memisahkan arah kendaraan yang akan berbelok atau lurus, seperti pada beberapa model underpass antara lain underpass Lebak Bulus, underpass Gandaria City, serta underpass-underpass lain yang memilik kesamaan karakteristik. Sama seperti pembahasan yang telah dilakukan pada evaluasi alternatif 2 dan 3, karena Indonesia merupakan salah satu Negara yang dalam pengoperasian lampu lalu lintasnya berupa premitted operation, dimana lampu lalu lintas dalam putaran yang konstan dan mempunyai siklus yang sama dengan panjang siklus serta fase yang tetap. Sehingga, perhitungan lama waktu hijau berdasarkan volume kendaraan tertinggi akan menjadi waktu hijau yang tetap dan konstan didalam pengimplementasiannya di lapangan setiap hari. Dengan melakukan rekayasa arah lurus pada jalan utama, seperti yang telah disebutkan sebelumnya dimana arah lurus pada jalan utama yang tidak melewati
98 simpang tak sebidang adalah kendaraan umum baik itu angkutan kota maupun bus umum, maka didapatkan total kendaraan bermotor di semua jam puncak yang tidak melewati simpang tak sebidang adalah sebagai berikut: Tabel 4.31 Hasil survei total kendaraan bermotor yang tidak melewati simpang tak sebidang Total Kendaraan Bermotor (Kend/Jam) Weekday Weekend Kend/Jam SMP/Jam Kend/Jam SMP/Jam 3264 2017.1 2482 1509.9 2166 1503.8 2474 1691.7 3764 2280.3 2864 1813.5
Jam Puncak Pagi Siang Malam
Berdasarkan Tabel 4.31 diatas, didapatkan nilai dari volume kendaraan tertinggi adalah pada jam puncak malam hari kerja (weekday), yang diakibatkan oleh adanya gerakan arus belok kanan dari jalan minor (Jalan Pahlawan, arah Rempoa) menuju jalan utama (Jalan Ir. H. Juanda, arah Ciputat). Oleh karena itu, jam puncak malam di hari kerja ini akan dijadikan dasar perhitungan dalam menentukan waktu hijau untuk selanjutnya dijadikan waktu hijau tetap setiap harinya pada Simpang Gintung. Untuk cara perhitungannya sama dengan evaluasi alternatif 2 dan 3. •
Penentuan Jumlah Fase Jumlah fase yang digunakan pada evaluasi alternatif 4 sama dengan yang
digunakan pada evaluasi alternatif 2 dan 3 (Gambar 4.12), dikarenakan volume kendaraan arah belok kanan yang masih cukup tinggi walaupun volume kendaraan arah lurus pada jalan utama sudah direkayasa dengan menggunakan simpang tak sebidang. •
Waktu Hilang Berikut ini adalah perhitungan waktu merah berdasarkan masing-masing
pendekat: -
Barat
-
(2,5+ 5) 10
−
3,3 10
= 0,42 detik
→ pembulatan ke atas menjadi 1 detik
= 1,2detik
→ pembulatan ke atas menjadi 2 detik
Utara
(14 + 5) 10
−
6,8 10
99 -
Timur
(8 + 5) 10
−
12 10
= 0,1 detik → pembulatan ke atas menjadi 1 detik
Jadi, total waktu merah semua adalah 1+2+1 = 4 detik per siklusnya. Untuk waktu kuningnya, karena berdasarkan Formulir SIG-III lama waktu kuning per fase adalah 3 detik dan fase yang digunakan adalah 3 fase, maka total waktu kuning adalah 3×3 = 9 detik per siklus. Sehingga nilai waktu hilangnya adalah: Total Waktu Hilang (LTI) = Total Waktu Merah Semua + Waktu Kuning =4+9 = 13 det/siklus •
Arus Jenuh Dasar Dengan menggunakan pelebaran pendekat sebanyak 6 m pada kedua sisi
jalan, maka arus jenuh dasar yang didapat berdasarkan lebar efektif (We) adalah sebagai berikut: Tabel 4.32Hasil analisa nilai arus jenuh dasar alternatif 4 pada masing-masing pendekat Kode Pendekat B T-ST T-RT U •
Rumus
We
SO
SO = 600 × We
6,0 3,0 3,0 3,0
3600 1800 1800 1800
Arus Jenuh yang Disesuaikan Arus jenuh disesuaikan (S) didapat dari perkalian dari arus jenuh dasar (SO)
dengan faktor-faktor penyesuaian (F) seperti yang telah diuraikan pada evaluasi alternatif 2. Tabel 4.33 Hasil analisa nilai S alternatif 4 pada masing-masing pendekat Kode Pendekat B T-ST T-RT U
SO
FCS
FSF
FG
FP
FRT
FLT
S
3600 1800 1800 1800
1 1 1 1
0,94 0,94 0,94 0,94
1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1,260 1,181
0,869 1 1 0,951
2939,281 1692 2131,920 1900,841
100 •
Rasio Arus, Arus Simpang, dan Rasio Fase Dengan menggunakan persamaan (2.19), (2.20), dan (2.21), maka besar rasio
arus, arus simpang, dan rasio fase adalah: Tabel 4.34Hasil analisa nilai rasio arus, arus simpang, dan rasio fase alternatif 4 pada masing-masing pendekat Kode Pendekat
Rasio Arus (FR) = Q/S 220
B
2939,281 52,2
T-ST
1692
2131,920 791,9
U
1900,841
IFR = Σ FRcrit •
FRCRIT/IFR 0,075 0,597
= 0,149 = 0,417
= 0,125 -
= 0,031
318,6
T-RT
= 0,075
Rasio Fase (PR) =
0,149 0,597 0,417 0,597
= 0,250 = 0,698
0,075 + 0,149 + 0,417 = 0,597
Waktu Siklus dan Waktu Hijau Nilai dari waktu siklus sebelum disesuaikan adalah sebagai berikut:
cua = =
1,5 × LTI+5 1 − IFR 1,5 × 13+5 1 − 0,597
= 60,779 detik Dengan mendapatkan nilai cua maka waktu hijau (gi) dapat dilakukan perhitungan seperti pada Tabel 4.35. Tabel 4.35Hasil analisa perhitungan waktu hijauevaluasi alternatif 4 Kode Pendekat B T-ST T-RT U
Rumus
gi = (cua – LTI) × PRi
Waktu Hijau 5,991 17,953 11,962 33,347
101 Perlu dilakukan pembulatan nilai waktu hijau yang disesuaikan dengan jamjam puncak lain dalam upaya mencapai target DS < 0,85. Berdasarkan hal tersebut, maka pembulatan waktu hijau yang digunakan adalah sebagai berikut: →11 detik
Karena T-ST berada dalam 1 fase yang sama dengan B
T-ST →31 detik
dan T-RT, maka lama waktu hijaunya tidak disertakan
T-RT →20 detik
dalam total waktu hijau. Dimana:
B
U
→ 45 detik
Total waktu hijau = 76 detik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, waktu hijau ini akan menjadi waktu tetap dikarenakan rata-rata pengoperasian sinyal lalu lintas di Indonesia adalah dengan premitted operation, dimana lampu lalu lintas dalam putaran yang konstan dan mempunyai siklus yang sama dengan panjang siklus serta fase yang tetap. Setelah mendapatkan total waktu hijau, langkah selanjutnya adalah mencari waktu siklus sesudah disesuaikan (c) dengan menggunakan persamaan (2.24): c = Σg + LTI = 76 + 13 = 89 detik •
Kapasitas dan Derajat Kejenuhan Berikut ini merupakan hasil perhitungan kapasitas (C) tiap pendekat dengan
variabel masukan berupa arus jenuh (S), waktu hijau (g), dan waktu siklus sesudah disesuaikan (c). Untuk derajat kejenuhan (DS) pada tiap pendekat didapat dari hasil perbandingan
antara
volume
lalu
lintas
masing-masing
pendekat
dengan
kapasitasnya. Tabel 4.36Hasil analisa besar kapasitas dan derajat kejenuhan tiap pendekat berdasarkan waktu hijau sesudah disesuaikan pada evaluasi alternatif 4 Kode Pendekat B T-ST T-RT U
Kapasitas 363,282 589,348 479,083 961,100
Derajat Kejenuhan 0,606 0,089 0,665 0,824
Dari Tabel 4.36 diatas, maka jika mengacu pada syarat MKJI 1997, dimana batas kepadatan simpang berupa derajat kejenuhan nilainya harus < 0,85, maka
102 simpang yang pada arah lurus di jalan utamanya telah direkayasa menjadi simpang tak sebidang ini mengindikasikan bahwa rekayasa tersebut telah berhasil memenuhi persyaratan MKJI 1997, dimana pada semua pendekat nilainya < 0,85.Untuk perhitungan antrian kendaraan, angka henti, serta tundaan dapat dilihat pada lembar lampiran hasil evaluasi alternatif 4 •
Hasil Perbaikan Simpang Alternatif 4(Waktu Hijau Sudah Disesuaikan) Berikut ini merupakan hasil perbandingan derajat kejenuhan berdasarkan
waktu hijau belum disesuaikan dan sesudah disesuaikan pada masing-masing jam puncak. •
Jam Puncak Pagi
Tabel 4.37 Hasil analisa DS jam puncak pagi berdasarkan evaluasi alternatif 4 Derajat Kejenuhan (DS) Kode Weekday Weekend Pendekat g Belum g Sudah g Belum g Sudah Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan B 0,776 0,763 0,613 0,804 T-ST 0,118 0,041 0,107 0,050 T-RT 0,776 0,808 0,613 0,318 U 0,776 0,679 0,613 0,506 Ket: g = Waktu Hijau •
Jam Puncak Siang
Tabel 4.38 Hasil analisa DS jam puncak siang berdasarkan evaluasi alternatif 4 Derajat Kejenuhan (DS) Kode Weekday Weekend Pendekat g Belum g Sudah g Belum g Sudah Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan B 0,691 0,798 0,746 0,716 T-ST 0,219 0,090 0,248 0,085 T-RT 0,691 0,467 0,746 0,592 U 0,691 0,610 0,746 0,709 Ket: g = Waktu Hijau
103 •
Jam Puncak Sore
Tabel 4.39 Hasil analisa DS jam puncak sore berdasarkan evaluasi alternatif 4 Derajat Kejenuhan (DS) Kode Weekday Weekend Pendekat g Belum g Sudah g Belum g Sudah Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan Disesuaikan B 0,803 0,606 0,717 0,720 T-ST 0,110 0,089 0,250 0,089 T-RT 0,803 0,665 0,717 0,489 U 0,803 0,824 0,717 0,682 Ket: g = Waktu Hijau Dari hasil derajat kejenuhan diatas, maka diseluruh jam puncak pada semua kaki-kaki simpang menunjukkan bahwa rekayasa lalu lintas dengan penggunaan simpang tak sebidang ini sudah sangat berhasil dalam menekan angka kepadatan simpang. Hal ini dapat dilihat sudah tidak ada lagi nilai DS > 0,85, sehingga jika dibandingkan evaluasi-evaluasi alternatif lain, evaluasi alternatif 4 ini merupakan solusi dengan hasil yang paling baik, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.40 berikut ini: Tabel 4.40Hasil analisa perbandingan DS hasil evaluasialternatif 4 dengan DS hasil dari evaluasi alternatif sebelumnya
Pekan
Jam Puncak
Pagi
Weekday
Siang
Sore
Weekend
Pagi
DS DS Kode Evaluasi Kondisi Pendekat Alternatif Awal 1
B T-ST T-RT U B T-ST T-RT U B T-ST T-RT U B T-ST T-RT U
1,658
DS* Evaluasi Alternatif 2
1,326
1,099
0,848
1,784
1,160
1,312
1,017
Hasil Waktu Hijau negatif, tidak dapat diimplemen -tasikan di lapangan
DS* DS* Evaluasi Evaluasi Alternatif Alternatif 3 4
0,990 0,493 0,981 0,844 0,685 0,513 0,566 0,758 0,688 0,793 0,807 1,025 0,733 0,515 0,386 0,629
0,763 0,041 0,808 0,679 0,798 0,090 0,467 0,610 0,606 0,089 0,665 0,824 0,804 0,050 0,318 0,506
104
Pekan
DS DS* DS* DS Jam Kode Evaluasi Evaluasi Evaluasi Kondisi Puncak Pendekat Alternatif Alternatif Alternatif Awal 1 2 3
B T-ST Siang 1,242 0,956 T-RT U Weekend B T-ST Sore 1,529 1,109 T-RT U * DS berdasarkan waktu hijau sesudah disesuaikan
0,705 0,571 0,719 0,882 0,842 0,610 0,594 0,848
-
DS* Evaluasi Alternatif 4
0,716 0,085 0,592 0,709 0,720 0,089 0,489 0,682
4.4 Perbandingan Analisa dan Pembahasan dengan Beberapa Penelitian Selanjutnya Berikut adalah beberapa jurnal mengenai penelitian persimpangan yang peneliti gunakan sebagai referensi dalam melakukan berbagai macam analisa serta pembahasan dalam penelitian ini: 1.
“Analisis Simpang Empat Tak Bersinyal dengan Menggunakan Manajemen lalu Lintas”, oleh Wisnhukoro (UII, 2008). Jurnal ini simpang empat tak bersinyal dimana pada kondisi awal, besar derajat kejenuhannya (DS) melebihi 0,85 yaitu sebesar 1,240.
2.
“Evaluasi
Kinerja
Simpang
Tak
Bersinyal
antara
Jalan
Sultan
Hamengkubuwono 9 dan Jalan Cakung Cilincing Raya” oleh Dwinanta Utama (Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPP Teknologi, 2006), dimana simpang ini memiliki DS tertinggi sebesar 1,321 pada jam puncak pagi di kondisi awalnya. 3.
“Analisis Kinerja Simpang Jl. Dr. Setiabudhi – Jl. Sersan Bajuri, Bandung”, oleh Fahmi Islami (ITB, 2012). Hasil dari kondisi awal DS tertinggi pada masingmasing jam puncak adalah 0,93 (periode subuh), 1,56 (periode pagi), 1,11 (periode siang), dan 1,22 (periode malam). Jurnal ini tidak membahas mengenai evaluasi akibat DS yang terlalu besar, namun pembahasan yang dijelaskan berupa perbandingan nilai tundaan dengan dua metode yang berbeda, yaitu MKJI 1997 dan Webster.
4.
“Kajian Kinerja Persimpangan Tidak Bersignal pada Persimpangan Jalan Soekarno-Hatta − Jenderal Sudirman – Jalan Cut Nyak Dien”, oleh Rizky Mufty
105 Aqsha (USU, 2009). Simpang pada jurnal ini memiliki DS terbesar masingmasing sebesar 0,563 pada hari Selasa, 0,546 pada hari Rabu, dan 0,512 pada hari Jumat, semuanya terjadi pada jam puncak sore pukul 16.00-18.00. 5.
“Perencanaan Persimpanganan Tidak Sebidang pada Jalan Raya”, oleh Ir. Joni Harianto (USU, 2004). Jurnal ini menjelaskan mengenai berbagai macam teori yang berkaitan dengan simpang tak sebidang. Peneliti melakukan analisa yang sama dalam melakukan pembahasan dalam
penulisan seperti pada jurnal ke-1 hingga ke-4, yaitu sama-sama menggunakan karakteristik dan kriteria berdasarkan MKJI 1997. Berbagai macam indikator evaluasi perbaikan simpang pun tidak jauh berbeda dari segi penganalisaan masalah, misalnya dengan melakukan pelebaran jalan, pengurangan rasio hambatan samping, serta penggunaan sinyal lalu lintas demi menurunkan angka derajat kejenuhan yang tentunya akan berbanding lurus dengan angka kepadatan simpang. Salah satu perbedaan evaluasi simpang peneliti dengan jurnal-jurnal tersebut ada pada penggunaan rekayasa lalu lintas jika dilakukan pembangunan simpang tak sebidang. Hal ini dikarenakan pada jurnal pertama hingga ketiga, hasil DS dengan menggunakan indikator-indikator perbaikan simpang yang telah disebutkan sebelumnya sudah cukup dan memenuhi persyaratan MKJI 1997, sedangkan hasil DS seperti pada kasus Simpang Gintung ini masih belum memenuhi syarat apabila hanya dengan menggunakan pelebaran pendekat, penggunaan sinyal lalu lintas, dan lain-lain, sehingga dilakukanlah kajian lalu lintas apabila menggunakan simpang tak sebidang. Khusus pada jurnal ke-4 tidak dilakukan perbaikan simpang dikarenakan seluruh nilai DS masih memenuhi persyaratan MKJI 1997 yaitu < 0,85. Sementara itu untuk jurnal ke-5 peneliti menjadikannya sebagai referensi pada dasar teori mengenai simpang tak sebidang. Berikut ini peneliti lampirkan ringkasan perbandingan antara penelitian sksipsi ini dengan referensi jurnal-jurnal yang telah disebutkan diatas secara garis besar dalam hal analisa dan pembahasannya, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.41.
106 Tabel 4.41 Perbandingan analisa dan pembahasan antara hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya Irwanto, Wisnhukoro, 2014 2008 Simpang 3 tak Simpang 4 Jenis Simpang bertak bersinyal sinyal Volume Kendaraan (smp/jam) Tertinggi 7713,3 4674 Keterangan
Terendah
5248,6
3226
Utama, 2006 Simpang 4 tak bersinyal 4765 Tidak diperhitungkan
Islami, 2012
Aqsha, 2009
Simpang Simpang 3 tak 3 tak bersinyal bersinyal 3422
1959,1
1953
1130,9
MKJI 1997 dan Webster
MKJI 1997
1,56
0,563
0,93
0,338
Kondisi Awal Simpang Metode yang Digunakan
MKJI 1997
Derajat Kejenuhan Tertinggi 1,784 Terendah
1,099
Evaluasi Perbaikan Simpang Rekayasa Arah Arus Ya Lalu Lintas Pelebaran Ya Pendekat Pemasangan Rambu Ya Larangan Berhenti Pemasangan Sinyal Lalu Ya Lintas Pembangunan Simpang Tak Ya Sebidang Hasil Evaluasi DS < 0,85 Ya
MKJI 1997
MKJI 1997
1,240 Tidak diperhitungkan
1,321 Tidak diperhitungkan
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
-
-