BAB 3 PERWUJUDAN AMBISI NOBUNAGA UNTUK MENGUASAI JEPANG (1568-1582) 3.1 Nobunaga Menuju Kekuasaan Hall (1991) mengemukakan bahwa pada masa sebelum tahun 1565, klan Miyoshi adalah bawahan (shitsuji) dari klan Hosokawa yang secara turun temurun telah menjabat kanrei di wilayah Kinai. Kelompok Tiga Serangkai (Miyoshi Iwanari Tomomichi, Miyoshi Masayasu, dan Miyoshi Nagayuki) dan Matsunaga Hisahide adalah samurai berpengaruh dari klan Miyoshi yang mengabdi kepada shōgun ke-14 Ashikaga Yoshihide yang merupakan boneka klan Miyoshi. Sewaktu sedang memperkuat pemerintah keshōgunan, Ashikaga Yoshiteru (shōgun ke-13) berselisih dengan klan Miyoshi sehingga dibunuh Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi dan Matsunaga Hisahide. Selain itu, adik Ashikaga Yoshiteru yang bernama Ashikaga Yoshiaki juga menjadi incaran, sehingga melarikan diri ke Provinsi Echizen yang dikuasai klan Asakura. Pada saat itu, penguasa Echizen yang bernama Asakura Yoshikage ternyata tidak memperlihatkan sikap mau memburu klan Miyoshi. Yoshiaki pada saat itu memang menduduki jabatan sebagai Shōgun, akan tetapi ia tidak memiliki kekuasaan apapun, ia bahkan tidak memiliki pasukan sama sekali. Oleh karena itu ia harus mencari seorang penguasa yang bersedia untuk membantunya kembali ke Kyōtō dan membalaskan dendam kakaknya. Oleh karena itu Yoshiaki mendapatkan julukan sebagai “Shōgun Pengembara”. Yoshikawa (1967) menjelaskan bahwa pada saat itu, Akechi Mitsuhide, seorang pengikut Mino yang kabur dari wilayahnya setelah pembunuhan Saito Dōsan, bekerja sebagai seorang prajurit di dalam klan Asakura. Meskipun ia telah menyumbangkan beberapa kemenangan bagi klan Asakura, mereka masih tidak terlalu percaya kepada Mitsuhide. Suatu malam Mitsuhide didatangi oleh salah seorang pengikut “Shōgun Pengembara”, Hosokawa Fujitaka. Fujitaka tidak lagi mempercayai klan Asakura karena mereka sepertinya enggan untuk membantu Yoshiaki membalas dendam, oleh karena itu Hosokawa mendatangi Mitsuhide yang reputasinya memang tidak memiliki hubungan baik dengan Ashikaga.
33 Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
34
Fujitaka kemudian bertukar pikiran dengan Mitsuhide mengenai keadaan di Jepang pada saat itu, dan kemudian Mitsuhide menyarankan sang Shōgun untuk pergi meminta bantuan kepada sang penguasa Mino yang baru, Oda Nobunaga. Ia kemudian ditugaskan sebagai kurir pengantar pesan Shōgun untuk Nobunaga, ketika sampai di Gifu, ia menghadap ke salah satu jendral Nobunaga, Mori Yoshinari, dan kemudian ia diantarkan langsung ke Nobunaga untuk mengatakan maksud kedatangannya. Nobunaga yang mendengarkan hal ini, tidak mau membuang kesempatan emas yang datang dengan sendirinya, Dengan adanya shōgun di sisinya, hal ini akan memberikannya alasan yang kuat untuk bergerak ke Kyōtō di provinsi Omi dan menaklukkan wilayah-wilayah yang ia lewati. Mitsuhide yang cerdas dan berpengetahuan luas, membuat Nobunaga terkesan, Ia pun berpikir bahwa Mitsuhide pasti akan berguna baginya. Dengan demikian Akechi Mitsuhide dipekerjakan olehnya dan ia diberikan sebidang tanah di Gifu. Ia kemudian diperintahkan untuk menjemput sang shōgun dan pengikutpengikutnya dengan membawa pasukan dan mengawal mereka ke Gifu. Nobunaga bahkan datang ke perbatasan provinsi untuk menyambut sang shōgun yang selama ini dianggap sebagai orang yang merepotkan di provinsi-provinsi yang didatanginya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bryant (sejarawan amatir yang berspesialisasi
pada
kebudayaan
Periode
Kamakura,
Muromachi,
dan
Momoyama) & McBride (ilustrator sejarah dan fantasi) (1989) diketahui bahwa pada tahun 1568 Ashikaga Yoshiaki tiba di Gifu, di gerbang benteng, Nobunaga menyambut kedatangan sang Shōgun dan memperlakukannya sebagai tamu kehormatan. Akan tetapi dengan melakukan hal ini Nobunaga tidak hanya bermaksud untuk membantu Yoshiaki saja, ia juga bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan mengendalikan seluruh negeri. Mulai saat itu ia memiliki alasan yang kuat untuk pergi ke Kyōtō dan menguasai pemerintahan. Usaha Nobunaga untuk menaklukkan Kyōtō dihentikan di Provinsi Ōmi oleh klan Rokkaku. Pimpinan klan Rokkaku yang bernama Rokkaku Yoshikata tidak mengakui Yoshiaki sebagai shōgun. Serangan mendadak dilakukan Nobunaga, dan seluruh anggota klan Rokkaku terusir. Penguasa Kyōtō yang terdiri dari Miyoshi Yoshitsugu dan Mastunaga Hisahide juga ditaklukkan
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
35
Nobunaga. Ambisi Nobunaga menguasai Kyōtō tercapai setelah Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi melarikan diri ke Provinsi Awa (sekarang Chiba). Berkat bantuan Nobunaga, Ashikaga Yoshiaki diangkat sebagai shōgun ke15 Keshōgunan Ashikaga. Nobunaga membatasi kekuasaan shōgun agar bisa memerintah seluruh negeri sesuai kemauannya sendiri. Pemimpin militer daerah seperti Uesugi Kenshin juga mematuhi kekuasaan keshōgunan yang dikendalikan Nobunaga. Nobunaga memaksa Yoshiaki untuk mematuhi Lima Pasal Peraturan Kediaman Keshōgunan (denchū okite gokajū) yang membuat shōgun Yoshiaki sebagai boneka Nobunaga. Secara diam-diam, Ashikaga Yoshiaki membentuk koalisi anti Nobunaga dibantu daimyō penentang Nobunaga. Pada uraian di atas, Nobunaga lagi-lagi menggunakan kesempatan untuk menjadikan seseorang sebagai bonekanya, demi ambisinya. Peraturan yang dipaksakan kepada Yoshiaki menjadi buktinya, walaupun ia juga sebenarnya telah membantu Yoshiaki mendapatan jabatan. Dalam usaha menaklukkan Kyōtō, Nobunaga memberi dana pengeluaran militer sebanyak 20.000 kan kepada kota Sakai dengan permintaan agar tunduk kepada Nobunaga. Perkumpulan pedagang kota Sakai (Sakai Egoshū) menentang Nobunaga dengan bantuan Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi. Sansom (1963) menjelaskan bahwa pada tahun 1569, kota Sakai menyerah setelah diserang pasukan Nobunaga. Sansom (1963) juga menyatakan bahwa mulai sekitar tahun 1567, Nobunaga berusaha menaklukkan Provinsi Ise (sekarang Mie). Provinsi Ise dikuasai Nobunaga berkat bantuan kedua putranya yang dikawinkan dengan anggota keluarga klan yang berpengaruh di Ise. Berdasarkan data yang diperoleh dari West & Seal (2004a) dapat diketahui bahwa pada tahun 1568, Nobunaga memaksa Klan Kambe untuk menyerah dengan imbalan Oda Nobutaka dijadikan penerus keturunan Klan Kambe. West & Seal (2004a) juga menjelaskan bahwa pada tahun 1569, Nobunaga menundukkan klan Kitabatake yang menguasai Provinsi Ise. Putra kedua Nobunaga yang bernama Oda Nobuo (Oda Nobukatsu) dijadikan sebagai penerus keturunan Kitabatake.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
36
Penundukan klan dan daerah-daerah semakin banyak dilakukan. Demi ambisinya Nobunaga termasuk gigih dan cerdas dalam mencapai cita-citanya. Dengan usahanya ini Jepang semakin lama semakin bersatu karenanya. 3.2 Koalisi Anti-Nobunaga Yoshikawa (1967) juga mengemukakan pada bulan April 1570, Nobunaga bersama Tokugawa Ieyasu memimpin pasukan untuk menyerang Asakura Yoshikage di Provinsi Echizen. Istana milik Asakura satu demi satu berhasil ditaklukkan pasukan gabungan Oda-Tokugawa. Pasukan sedang dalam iringiringan menuju Kanegasaki ketika secara tiba-tiba Azai Nagamasa (sekutu Nobunaga dari Ōmi Utara) berkhianat dan menyerang pasukan Oda-Tokugawa dari belakang. Nobunaga sudah dalam posisi terjepit ketika Kinoshita Hideyoshi meminta diberi kesempatan bertempur di bagian paling belakang dibantu Tokugawa Ieyasu agar Nobunaga mempunyai kesempatan untuk kabur. Pada akhirnya, Nobunaga bisa kembali ke Kyōtō. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Jalan Lolos Kanegasaki (Kanegasaki Nukiguchi). Sementara itu, Ashikaga Yoshiaki yang sedang membangun kembali Keshōgunan Muromachi, secara diam-diam mengumpulkan kekuatan antiNobunaga. Koalisi anti-Nobunaga yang dipimpinnya terdiri dari daimyō seperti Takeda Shingen, Asakura Yoshikage, Azai Nagamasa, Kelompok Tiga Serangkai Miyoshi, dan kekuatan bersenjata kuil Buddha seperti Ishiyama Honganji dan Enryakuji. Kekuatan yang dipaksa tunduk kepada Nobunaga seperti Miyoshi Yoshitsugu dan Matsunaga Hisahide juga dipanggil untuk bergabung. Dari data yang diperoleh dari West & Seal (2004a) dapat diketahui bahwa pada bulan Juni 1570, pasukan Tokugawa Ieyasu bersama pasukan Nobunaga terlibat pertempuran dengan pasukan gabungan Azai-Asakura yang antiNobunaga. Pertempuran terjadi di tepi sungai Anegawa (Provinsi Ōmi) yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Sungai Anegawa. Pertempuran berlangsung sengit dengan kerugian besar di kedua belah pihak. Pihak Azai dengan Isono Kazumasa di garis depan sudah kehilangan 13 lapis pasukan dari 15 lapis pasukan yang ada. Tokugawa Ieyasu yang berhadapan dengan Kelompok Tiga Serangkai dari Mino juga terlibat pertempuran sengit.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
37
Pada akhirnya, pasukan Nobunaga berhasil mengalahkan pasukan gabungan AzaiAsakura. Pada pertempuran berikutnya di Sakamoto (Ōmi), pasukan Nobunaga menderita kekalahan pahit dari pasukan gabungan kuil Enryakuji-Asakura-Azai. Mori Yoshinari dan adik Nobunaga yang bernama Oda Nobuharu tewas terbunuh. 3.2.1 Pembakaran Gunung Hiei Seperti yang telah ditulis Yoshikawa (1967) dalam novel sejarahnya, pada bulan September 1571, Nobunaga mengeluarkan perintah untuk membakar kuil Enryakuji yang berada di gunung Hiei, seluruh pasukannya bingung, bahkan beberapa jendralnya seperti Sakuma Nobumori, Akechi Mitsuhide, dan Takei Sekian bermaksud untuk mengubah keputusan junjungan mereka. Gunung Hiei pada saat itu merupakan sebuah wilayah yang dianggap suci yang merupakan markas besar sekte Tendai. Akibat ulah orang-orang berjubah biksu ini Nobunaga tidak sempat beristirahat. Mereka berkomplot dengan marga Azai dan Asakura serta dengan sang shōgun, membantu musuh-musuh yang dikalahkan Nobunaga, mengirim pesan rahasia berisi permohonan bantuan sampai ke Echigo dan Kai, dan juga menyulut pemberontakan petani di Owari. Nobunaga bisa saja mengepung dan merebut gunung Hiei. Tapi perlukah mereka melakukan pembantaian dengan serangan api? Jika mereka nekat menempuh jalan keji ini, para jendral khawatir rakyat akan berbalik menentang marga Oda. Semua musuh Nobunaga akan bersuka ria, dan mereka akan memanfaatkan peristiwa ini untuk memperburuk citra Nobunaga di mata rakyat. Hal ini yang menjadi kekhawatiran para pengikut Nobunaga saat itu. Nobunaga menganggap bahwa jalan yang ditempuh oleh biksu-biksu ini benar-benar menuju kehancuran. Mereka minum minuman keras, makan daging, menikah, bahkan membunuh orang yang dianggap Nobunaga merupakan perbuatan yang sangat tercela bagi seseorang yang berani menyebut dirinya biksu. Ia kemudian membulatkan tekad untuk menghancurkan kebusukan biksu-biksu ini dengan menghancurkan pusat kekuasaan mereka beserta dengan orang-orang yang berada di dalamnya. Lagipula mereka juga yang ikut menyebabkan saudaranya, Nobuharu, dan salah satu pengikut andalannya, Mori Yoshinari meninggal, penyerangan ini merupakan sekaligus pembalasan dendam bagi mereka berdua.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
38
Akhirnya para jendral yang menentang Nobunaga menyerah, mereka tahu betul bahwa apabila junjungannya sudah memutuskan sesuatu, maka ia tidak akan mengubah pikirannya lagi, serangan ke kuil Hiei pun kemudian dijalankan. Asap hitam memenuhi lembah, api melahap seluruh gunung. Kuil utama pun terbakar, begitu juga ketujuh tempat persembahan, gedung utama, menara genta, biara-biara, pagoda tempat penyimpanan harta, pagoda besar, dan semua kuil yang lebih kecil habis dilalap api. Para jendral menatap pemandangan itu dengan penuh kengerian, dan sekalisekali saling membangkitkan semangat dan mengingat bahwa Nobunaga mengaku telah menerima amanat dari dewa-dewa, mereka maju tanpa keraguan, para prajurit pun mencontoh pemimpin-pemimpinnya untuk memburu orang-orang yang berlarian. Delapan ribu biksu-prajurit tewas dalam pertempuran yang menyerupai neraka ini. Para biksu, perempuan, maupun anak-anak yang merangkak di lembah-lembah, bersembunyi di dalam gua, atau memanjat pohon untuk meloloskan diri, diburu dan dibunuh sesuai dengan perintah Oda Nobunaga Bagi semua biksu-prajurit dan pengikut-pengikut mereka diseluruh negeri, Gunung Hiei ada basis perlawanan mereka terhadap Nobunaga. Akan tetapi dalam waktu setengah malam saja, gunung Hiei berubah menjadi neraka di bumi. Pihak Enryakuji berkali-kali mengirim utusan dari pihak mereka untuk meminta ampun dan damai kepada Nobunaga, tapi setiap utusan langsung dipancung ketika sampai di hadapan Nobunaga. Tidak ada lagi keraguan di dalam hati Nobunaga bahwa pembantaian ini ini harus dilakukan. Perbuatan Oda Nobunaga dalam pembakaran kuil memang sangat kejam apalagi kuil adalah tempat suci agama Budha. Namun di sisi lain, bila melihat perlakuan yang diterima Nobunaga atas Koalisi anti-Nobunaga, Nobunaga memang sudah sewajarnya marah. Biksu-biksu yang seharusnya mencari kesempurnaan diri, malah melakukan pembakaran-pembakaran, mengangkat senjata, membunuh orang, minum-minuman keras dan bahkan menikah. Nobunaga menganggap bahwa agama Buddha pada saat itu sudah busuk dan tidak tertolong lagi mungkin serupa dengan keadaan FPI (Front Pembela Islam) di Indonesia saat ini. Sehingga tanpa ragu lagi ia memberantas kebusukan-
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
39
kebusukan yang ada sekaligus sampai ke akar-akarnya. Berkat kejadian ini pula ia mendapatkan reputasi sebagai “Raja Iblis”. 3.2.2 Penyerangan Takeda Shingen ke Wilayah Tokugawa Berdasarkan tulisan Yoshikawa (1967) pada tahun 1572, Takeda Shingen dari Provinsi Kai memutuskan untuk menyerang Kyōtō sebagai jawaban atas permintaan bantuan Ashikaga Yoshiaki. Menurut data yang diperloleh dari sejarawan yang bernama Bowman (2000) dapat diketahui bahwa pasukan berjumlah 27.000 prajurit yang dipimpin Shingen berhasil menaklukkan wilayah kekuasaan keluarga Tokugawa. Ketika mendengar kabar penyerangan Takeda Shingen, Nobunaga sedang berperang melawan Azai Nagamasa dan Asakura Yoshikage di Ōmi Utara. Nobunaga segera kembali ke Gifu setelah pimpinan pasukan diserahkan kepada Kinoshita Hideyoshi. Nobunaga mengirim pasukan untuk membantu Tokugawa Ieyasu, tapi jumlahnya tidak cukup. Turnbull (1998) menjelaskan bahwa pasukan Takeda Shingen tidak mungkin ditundukkan pasukan bantuan Nobunaga yang hanya terdiri dari 3.000 prajurit, sebuah jumlah yang tidak berarti. Banyak jendral-jendral dari pihak Tokugawa yang menganggap bahwa Nobunaga tidak serius membantu klan Tokugawa, akan tetapi Ieyasu paham betul bahwa Nobunaga tidak bisa memberikan pasukan lebih dari tiga ribu orang karena Nobunaga sendiri pun masih harus menghadapi banyak musuh. Pada akhirnya, pasukan
gabungan
Oda-Tokugawa
dikalahkan
pasukan
Takeda
dalam
Pertempuran Mikatagahara. Selanjutnya, pasukan Takeda terus memperkuat posisi di wilayah kekuasaan Tokugawa. Kemudian Asakura Yoshikage secara tiba-tiba memutuskan persekutuannya dengan Takeda Shingen. Keadaan ini menguntungkan pihak Nobunaga. Pasukan Nobunaga yang dipusatkan di Ōmi Utara bisa ditarik mundur. Dengan tambahan pasukan yang baru kembali dari Ōmi Utara, kekuatan pasukan gabungan OdaTokugawa berada jauh di atas pasukan Takeda. Pasukan Takeda yang menghadapi pasukan gabungan Nobunaga hanya dapat maju pelan-pelan. Takeda Shingen mengirimkan surat kepada Yoshikage sambil terus bergerak maju sedikit demi sedikit di dalam wilayah Tokugawa. Menurut sejarawan yang bernama Takeuchi
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
40
(1985) pada bulan Mei 1573, Shingen meninggal karena sakit sebelum ambisinya menguasai Kyōtō tercapai. Setelah membubarkan diri, Pasukan Takeda pulang ke Provinsi Kai, dan sekaligus menandai tamatnya koalisi anti-Nobunaga. 3.2.3 Akhir dari Keshōgunan Ashikaga Menurut Yoshikawa (1967) Nobunaga yang sudah muak dengan kelakuan Yoshiaki yang terus menerus menghasut semua pihak untuk menentang klan Oda dan selalu bermuka dua di depannya ini kemudian mengepung istana keshōgunan, pihak keshōgunan pun panik karena mereka belum memberikan jawaban mereka tentang ke tujuh belas pasal yang dikirimkan oleh Nobunaga yang ditujukan kepada Yoshiaki pada saat tahun baru yang berisi mengenai protes Nobunaga terhadap perilaku Yoshiaki. Diantara ketujuh belas pasal tersebut terdapat dua pasal yang cukup mengganggu Yoshiaki. Yang pertama menyangkut kejahatan berupa ketidaksetiaan kepada sang Tenno (Kaisar). Yang kedua membahas tindakan Yoshiaki yang dinilai tidak pantas. Yoshiaki yang seharusnya menjaga ketentraman seluruh provinsi malah menghasut seluruh provinsi untuk memberontak.
Sebenarnya
Nobunaga
ingin
menghindari
segala
bentuk
penggunaan kekuatan militer jika tidak diperlukan. Ia telah berkali-kali mengirim utusan ke Kyōtō untuk menanyakan jawaban keshōgunan mengenai ketujuh belas pasal tersebut, Namun Yoshiaki bersikap angkuh dan tidak bersedia mendengarkan pendapat Nobunaga mengenai pemerintahannya, sehingga akhirnya Nobunaga menggunakan pengepungan ini sebagai ultimatum. Melihat keadaan ini, Yoshiaki mengurung dirinya didalam istana dan berunding dengan Hino dan Takaoka, pengikutnya. Tidak berapa lama kemudian seorang kurir diutus oleh Hino ke pasukan klan Oda, kemudian Oda Nobuhiro datang sebagai utusan resmi Nobunaga. Didepan utusan itu Yoshiaki berjanji akan memperhatikan setiap isi pasal. Hari itu ia memohon damai. Pasukan Nobunaga kemudian dengan tertib kembali ke Gifu. Akan tetapi tiga bulan kemudian pasukan Nobunaga kembali mengepung istana Nijo. Hal ini disebabkan karena Yoshiaki kembali menjalankan siasatsiasatnya setelah berdamai dengan Nobunaga. Yoshiaki kabur hanya disertai rombongan kecil dan berkubu di Uji. Pasukan Nobunaga tak lama kemudian
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
41
mendekati markasnya di kuil Byodoin. Yoshiaki kemudian menyerah tanpa mengadakan perlawanan ia kemudian diasingkan oleh Nobunaga ke Bizen. Dengan begini keshōgunan Ashikaga pun berakhir. 3.2.4 Jatuhnya Klan Asakura Seperti yang telah dikemukakan Yoshikawa (1967) pada bulan Juli 1573, pasukan Nobunaga terlibat pertempuran dengan pasukan Ashikaga yang berpangkalan di Ichijogadani. Pada saat itu Ahikaga Yoshikage menerima surat dari Nagamasa Asai yang meminta bantuan karena wilayah mereka diserang, Ashikaga Yoshikage menganggap hal ini merupakan krisis yang besar, sehingga ia sendiri turun tangan memimpin pasukan. Setiap pertempuran di bagian Utara Omi sangat meresahkan bagi marga Asakura, karena marga Asai merupakan barisan pertama dalam pertempuran provinsi mereka sendiri. Pasukan Yoshikage mengalami kekalahan besar dan ia sendiri tampak kalang kabut melarikan diri, sementara pengikut-pengikutnya yang setia mengorbankan nyawa, Yoshikage mengurung diri didalam benteng utamanya di Ichijogadani. Ia sudah tidak sanggup lagi menggalang semangat tempur untuk mempertahankan wilayah leluhurnya. Tak lama setelah kembali ke bentengnya, ia membawa anak dan istrinya lalu kemudian melarikan diri ke sebuah kuil di distrik Ono. Melihat pemimpin mereka bersikap seperti ini, semua jendral dan prajuritnya membelot. 3.2.5 Pertempuran Benteng Odani Sasaran berikut Nobunaga adalah klan Azai, akan tetapi pertempuran ini adalah salah satu peperangan yang paling berat yang harus dilakukan oleh Nobunaga. Yang menjadi masalah bukanlah pasukan musuh yang berjumlah besar seperti yang sudah dia hadapi sebelumnya, melainkan lawannya adalah adik iparnya sendiri, Azai Nagamasa dan adik kandungnya, Oichi yang sangat ia sayangi. Nobunaga sudah berkali-kali mengirimkan utusan untuk merundingkan perdamaian, akan tetapi keinginannya ini selalu ditolak oleh Nagamasa. Nagamasa Azai sangat menjunjung tinggi nilai kesetiaan, Klan Azai dan Klan Asakura sudah menjalin hubungan persahabatan jauh lebih lama dibandingkan
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
42
dengan hubungan Klan Oda dengan Klan Azai. Ketika Nobunaga memutuskan untuk menyerang klan Asakura dengan dalih bahwa klan Asakura tidak mau membantu Shōgun Yoshiaki ketika sang shōgun meminta bantuan kepada mereka, Nagamasa tidak memiliki pilihan lain selain untuk memutuskan hubungan dengan klan Oda dan mengkhianati mereka. Hal ini dimengerti betul oleh Nobunaga, sehingga ia pun bersedia untuk memaafkan adik iparnya ini, akan tetapi Nagamasa tetap keras kepala sehingga perdamaian pun tidak dapat diwujudkan. Di tengah kekalutannya Hideyoshi datang membawa rencana, ia meminta ijin kepada Nobunaga untuk masuk kedalam benteng Odani untuk berbicara dengan Nagamasa, pada awalnya Nobunaga ragu, meskipun Hideyoshi selama ini belum pernah gagal, bisa jadi kali ini ia terbunuh, dan Nobunaga merasa kehilangan Hideyoshi untuk urusan seperti ini adalah hal yang sia-sia. Hideyoshi paham betul cara berpikir junjungannya ini, apabila Nagamasa tidak bisa diselamatkan, setidaknya Oichi, adik kesayangannya bisa dibawa keluar dari benteng tersebut sehingga ia tidak ikut mati bersama Nagamasa. Hideyoshi yang selama ini diperintahkan untuk menjaga benteng perbatasan wilayah Azai dengan Nobunaga ternyata secara diam-diam telah menjalin hubungan dengan beberapa jendral senior klan Azai, mereka kemudian dibawa kehadapan Nobunaga, dan Nobunaga yang tadinya ragu kemudian memutuskan untuk mempercayakan hal ini kepada Hideyoshi. Hideyoshi yang datang sendiri ke benteng Odani ditolak mentah-mentah oleh Nagamasa, ia kemudian disambut oleh seorang jendral senior Azai yang bernama Fujikake Mikawa. Hideyoshi kemudian diajaknya minum teh, dan kemudian ditinggalkannya sendiri karena Hideyoshi bersikeras tidak akan pergi sebelum ia bertemu dengan Nagamasa. Kemudian ketika ia sedang melihat-lihat ruangan tempat ia minum teh, anak Nagamasa, Manju dan Chacha mengajaknya bermain karena wajahnya mirip monyet. Hal ini dimanfaatkan Hideyoshi untuk menangkap kedua anak tersebut, Manju, satu-satunya anak laki-laki Nagamasa berhasil ia tangkap, sedangkan Chacha kemudian lari dan berteriak sehingga semua pasukan di benteng itu termasuk Nagamasa segera datang keruangan dimana Hideyoshi berada. Di sana mereka melihat sebuah pemandangan yang sangat mengejutkan, Hideyoshi menempelkan ujung pedangnya di leher Manju
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
43
yang sedang terjatuh, Nagamasa yang melihat hal ini kemudian marah besar, ia menuduh Hideyoshi sebagai seorang pengecut yang hanya berani menyandera seorang anak kecil saja. Hideyoshi kemudian membalas dengan mengatakan bahwa Nagamasa melakukan hal yang sama kepada Nobunaga, ia terus memaksakan bahwa istrinya akan ikut mati bersama dirinya, hal inilah yang menyebabkan Nobunaga tidak dapat menyerang bentengnya. Mendengar hal ini Nagamasa kemudian terkejut dan akhirnya memutuskan untuk berpisah dengan anak dan istrinya dan kemudian menitipkan mereka kepada Hideyoshi untuk dibawa kepada Nobunaga. Nobunaga senang bukan main ketika melihat adiknya selamat dari pembantaian, akan tetapi Oichi tidak tampak terlalu senang, ia sebenarnya lebih memilih untuk mati bersama Nagamasa. Nobunaga yang kemudian kesal karena adiknya tidak menyambutnya sewaktu ia datang malahan menangis tersedu-sedu kemudian menyerahkan adiknya kepada Shibata Katsuie. Walaupun ia masih ragu untuk membunuh adik ipar yang ia sayangi itu, Nagamasa tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menyerah. Akhirnya benteng Odani pun digempur habishabisan oleh pasukan Nobunaga, dan dalam waktu beberapa jam saja benteng itu jatuh dan Nagamasa terbunuh. Pertempuran itu adalah pertempuran yang paling disesali oleh Nobunaga sepanjang hidupnya. Dari pengurutan sejarah oleh West & Seal (2004a) dapat diketahui bahwa pada bulan November 1573, Miyoshi Yoshitsugu dari Kawachi dipaksa pasukan Sakuma Nobumori untuk melakukan bunuh diri. Matsunaga Hisahide juga dipaksa menyerah. Tidak sampai setengah tahun setelah wafatnya Takeda Shingen, para daimyō yang menjadi anggota koalisi anti-Nobunaga tewas. Dengan begini, koalisi yang selama ini mempersulit Nobunaga sudah menghilang, hal yang tersisa adalah pemberontakan rakyat yang harus ia tangani berikutnya. 3.3 Penghancuran Kelompok Ikkō Menurut Yoshikawa (1967) pada tahun 1574, kelompok Ikkō Ise Nagashima dikepung pasukan Nobunaga dari darat dan laut hingga tidak berdaya akibat terputusnya jalur perbekalan. Pertempuran berlangsung sengit, dan Nobunaga sudah menderita luka-luka tembak. Namun akhirnya kelompok Ikkō menanggapi
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
44
peringatan untuk menyerah. Nobunaga berpura-pura memberi izin kepada kelompok Ikki untuk menyerahkan diri. Ketika sedang berkumpul untuk menyerahkan diri, kelompok Ikki mendadak diserang. Dari data yang diperoleh dari West & Seal (2004a) dapat diketahui bahwa semua pengikut kelompok Ikki yang sudah menyerah dibakar hidup-hidup, sejumlah 20.000 orang tewas. Sebagian besar anggota kelompok Ikki adalah orang tua, wanita dan anakanak yang tidak pernah ikut berperang. Penjelasan yang dapat dipercaya mengatakan Nobunaga melakukan pembunuhan massal sebagai balasan atas kerugian besar yang diderita Nobunaga dalam pertempuran dengan kelompok Ikki Nagashima. Pengikut terpercaya dan anggota keluarga Nobunaga tewas dalam jumlah besar, sehingga Nobunaga dendam terhadap kelompok Ikki. Kelompok Ikko Nagashima habis diberantas dengan pembunuhan massal yang dilakukan Nobunaga. 3.4 Pertempuran Nagashino Turnbull (2000) mengemukakan bahwa pada tahun 1575, pewaris kekuasaan Takeda Shingen yang bernama Takeda Katsuyori menjadikan menantu Ieyasu (Okudaira Nobumasa) sebagai sasaran balas dendam terhadap Ieyasu. Istana Nagashino yang dijadikan tempat kediaman Nobumasa diserang pasukan Takeda Katsuyori yang terdiri dari 15.000 prajurit. Dari buku yang ditulis oleh Turnbull (2000) juga dapat diketahui bahwa permintaan bantuan dari Ieyasu untuk membantu Okudaira Nobumasa mendapat jawaban dari Nobunaga. Pasukan Takeda yang hanya terdiri dari 15.000 prajurit dihancurkan pasukan gabungan Oda-Tokugawa yang terdiri dari 30.000 prajurit Oda dan 5.000 prajurit Tokugawa. Peristiwa ini dikenal sebagai Pertempuran Nagashino. Di dalam pertempuran ini, korban tewas di pihak pasukan Takeda dikabarkan mencapai lebih dari 10.000 prajurit. Nobunaga dikabarkan memakai strategi berperang yang membagi pasukan senapan menjadi tiga lapis prajurit. Strategi ini digunakan untuk menghindari kemungkinan prajurit tewas sewaktu mengisi peluru. Setelah prajurit lapis pertama selesai menembak dan berjongkok untuk mengisi peluru, prajurit lapis kedua mendapat giliran untuk menembak, dan seterusnya. Nobunaga memuji
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
45
Okudaira
Nobumasa
dalam
Pertempuran
Nagashino.
Istana
Nagashino
dipertahankan Nobumasa melawan pasukan Takeda yang jumlahnya lebih banyak. Turnbull (2003) menjelaskan bahwa pada tahun yang sama (1575), Nobunaga menunjuk Shibata Katsuie sebagai panglima gabungan untuk menyerang pasukan Ikko Ikki yang terbentuk setelah hancurnya klan Asakura. Pasukan Ikko Ikki dibantai pasukan Katsuie yang dikirim ke Echizen. Korban tewas akibat pasukan Katsuie dikabarkan mencapai puluhan ribu orang yang tidak membedakan usia dan jenis kelamin. Atas kejadian tersebut, pengikut Nobunaga yang bernama Murai Sadakatsu menulis surat tentang peristiwa mengerikan di Echizen Fuchū yang penuh mayat bergelimpangan sampai kelihatan tiada tempat kosong. Lebih lanjut Turnbull (2003) menyatakan bahwa dalam tulisannya yang masih tersisa dalam bentuk litografi, Maeda Toshiie yang pada waktu itu merupakan bawahan Nobunaga juga menulis tentang sekitar 1.000 tawanan yang disalib, direbus, atau dibakar hiduphidup. Dalam uraian di atas terlihat jelas kekejaman Nobunaga yang semakin merajalela. Pembakaran, pembantaian ia lakukan tanpa ampun. Karena itulah ia pantas disebut Raja Iblis. 3.5 Pembangunan Istana Azuchi Menurut Coaldrake, dosen Jepang di Universitas Melbourne dan Kepala Studi Jepang (1996), pada tahun 1576, Nobunaga memulai pembangunan Istana Azuchi di pinggir Danau Biwa, Provinsi Ōmi. Pembangunan dikabarkan selesai tahun 1579. Istana Azuchi konon terdiri dari 5 lantai dan 7 lapis atap, dengan atrium di bagian dalam menara utama. Dalam surat yang dikirimkan ke negeri asalnya, seorang misionaris Yesuit memuji Istana Azuchi sebagai istana mewah yang di Eropa saja tidak ada. Setelah selesai dibangun, Nobunaga pindah ke Istana Azuchi, sedangkan Istana Gifu diwariskan kepada putra sulungnya, Oda Nobutada. Istana Azuchi oleh Oda Nobunaga dijadikan sebagai basis kekuasaannya untuk mempersatukan Jepang.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
46
Menurut Totman (2000: 204) pada tahun 1576, Nobunaga menyerang kuil Ishiyama Honganji. Pasukan Nobunaga yang terdiri dari 3.000 prajurit sempat terdesak, tapi akhirnya pihak musuh yang terdiri dari 15.000 prajurit dikalahkan dalam Pertempuran Tennōji (Turnbull 2007: 227). Para pendeta kuil Ishiyama sudah dikepung oleh pasukan Nobunaga. Pertempuran laut pecah di muara Sungai Kizu yang disebut Pertempuran Sungai Kizu antara pasukan Nobunaga melawan kapal-kapal angkatan laut Mōri. Pada waktu itu, angkatan laut Mōri yang berada di pihak pendeta kuil Ishiyama sedang mengangkut
perbekalan
menuju
kuil
Ishiyama.
Kapal-kapal
Nobunaga
ditenggelamkan dengan serangan api oleh angkatan laut Mōri. Akibatnya, pasukan Nobunaga yang mengepung kuil Ishiyama terpaksa ditarik mundur. Selanjutnya, Kuki Yoshitaka diperintahkan Nobunaga untuk membuat kapal dari plat besi baja yang tidak mudah terbakar saat terjadi pertempuran. Kapalkapal Nobunaga menghancurkan angkatan laut Mōri saat pecah pertempuran laut yang kedua kali pada tahun 1578 (Turnbull 2007: 227). 3.6 Peran Panglima Daerah Menurut Turnbull (2005: 8) ketika Nobunaga menyerang Ise pada tahun 1580, pasukan Suzuki Magoichi memaksa kelompok Saikashū untuk menyerah. Pada tahun yang sama, panglima Nobunaga yang bernama Hashiba Hideyoshi memulai serbuan ke daerah Chūgoku. Keberhasilan Nobunaga adalah berkat jasa panglima militer yang tersebar di berbagai daerah: Shibata Katsuie (panglima daerah Hokuriku) (Berry 1989: 62) Oda Nobutada (panglima daerah Tokai) dan pasukan Takigawa Kazumasa (West & Seal, 2004a) Akechi Mitsuhide (panglima daerah Kinai) (Lodge (sejarawan dan politikus), 1928: 111) Hashiba Hideyoshi (panglima daerah Chūgoku) (West & Seal, 2004a) Niwa Nagahide (panglima daerah Shikoku), Oda Nobutaka (West & Seal, 2004a) Sakuma Nobumori (panglima khusus masalah kuil Honganji). (West & Seal, 2004a)
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
47
Nobunaga pernah berhubungan baik dengan Uesugi Kenshin, tapi akhirnya harus berselisih akibat adanya perbedaan pendapat mengenai hak penguasaan daerah seperti Noto (sekarang daerah semenanjung Prefektur Ishikawa). Pertempuran Sungai Tetori pecah akibat pertentangan antara Nobunaga dan Kenshin. Pasukan Shibata Katsuie dapat ditaklukkan dengan mudah oleh pasukan Uesugi Kenshin yang merupakan musuh terkuat Nobunaga setelah wafatnya Takeda Shingen. Kesempatan ini dimanfaatkan Matsunaga Hisahide untuk kembali memimpin pemberontakan di Yamato. Nobunaga yang menyadari kekuasaannya dalam bahaya segera mengirim pasukan ke Yamato untuk membunuh Hisahide. Dari data yang diperoleh dari West & Seal (2004a) dapat diketahui bahwa pada bulan Maret 1578, Uesugi Kenshin yang sedang dalam perjalanan menaklukkan Kyōtō meninggal karena sakit. Pada tahun 1579, pasukan Hashiba Hideyoshi berhasil menaklukkan Ukita Naoie dan menguasai Provinsi Bizen (Hall 1966: 279). Hatano Hideharu dari Tamba juga dipaksa menyerah oleh pasukan Akechi Mitsuhide. Nobunaga langsung menghukum mati Hatano Hideharu, padahal Hideharu menyerah setelah dibujuk dengan bersusah payah oleh Mitsuhide. Peristiwa ini nantinya menjadi sumber masalah bagi Nobunaga. Ada cerita yang mengatakan perbuatan Nobunaga menyebabkan terbunuhnya ibu kandung Akechi Mitsuhide yang dijadikan sandera oleh pihak Hatano Hideharu. Sementara itu, putra Nobunaga bernama Kitabatake Nobuo (Oda Nobuo) yang menjadi penguasa Provinsi Ise dengan keputusan sendiri menyerang Provinsi Iga. Alasannya, samurai pengikutnya sewaktu membangun Istana Dejiro diganggu para prajurit lokal. Kekalahan besar diderita pasukan Nobuo setelah prajurit lokal dari Ise melakukan serangan balasan. Kekalahan Nobuo diketahui Nobunaga yang memarahi habis-habisan putra keduanya. Prajurit lokal dari Provinsi Iga kemudian dinyatakan sebagai musuh Nobunaga. Peristiwa ini disebut Kerusuhan Iga tahun Tensho bagian pertama. Berdasarkan Conspiring: Webster's Quotations, Facts and Phrases (2008: 186) dapat diketahui bahwa masih di tahun yang sama (1579), pasukan Nobunaga memadamkan pemberontakan di Kinai yang dipimpin Besso Nagaharu dan Araki Murashige. Nobunaga juga memerintahkan istri sah dari Tokugawa Ieyasu yang
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
48
bernama Tsukiyama-dono untuk melakukan seppuku. Tsukiyama-dono adalah ibu dari putra pewaris Ieyasu yang bernama Tokugawa Nobuyasu. Peristiwa ini menjadi sumber perselisihan di kalangan kelompok pengikut Tokugawa yang terbagi menjadi kelompok pro dan kelompok anti-Nobunaga. Pada akhirnya Tokugawa Ieyasu memutuskan untuk tidak menyelamatkan nyawa istri dan putra pewarisnya. Dari data yang diperoleh dari West & Seal (2004a) dapat diketahui bahwa pada bulan April 1580, Nobunaga berhasil berdamai dengan pihak kuil Ishiyama Honganji. Masalah kuil Ishiyama Honganji dan pendeta Kennyo yang merupakan ganjalan bagi Nobunaga bisa diselesaikan dengan damai berkat keputusan Kaisar Ōgimachi yang menguntungkan pihak kuil Ishiyama Honganji. Sesuai dengan syarat perdamaian, kuil Ishiyama Honganji harus pindah dari Osaka. Kemudian West & Seal (2004a) mengemukakan lebih jauh bahwa pada bulan Agustus 1580, Nobunaga secara tiba-tiba mengusir pengikutnya seperti Sakuma Nobumori, Hayashi Hidesada, Andō Morinari dan Niwa Ujikatsu. West & Seal (2004a) kemudian menyatakan bahwa pada tahun 1581, Istana Tottori di Inaba yang dikuasai oleh Mōri Terumoto dipaksa menyerah oleh pasukan Hashiba Hideyoshi yang kemudian bergerak maju untuk menyerang Bizen. Berdasarkan tulisan West & Seal (2004a) pada tahun yang sama, Oda Nobunaga kembali memimpin pasukan sebanyak 60.000 prajurit untuk membalas kekalahan dari prajurit lokal di Ise. Pembunuhan massal terjadi di Iga, semua orang yang disangka ninja tewas dibantai termasuk wanita dan anak-anak kecil. West & Seal (2004a) juga menjelaskan bahwa korban tewas mencapai lebih dari 10.000 orang. Semua orang dikabarkan lenyap dari Provinsi Iga, semua barangbarang juga lenyap dan Provinsi Iga hancur. Peristiwa ini dinamakan Kerusuhan Iga tahun Tensho bagian kedua. Dapat dikatakan Nobunaga semakin mantap dalam bidang militer. Ia semakin tangguh dan semakin dekat pada cita-citanya untuk mempersatukan Jepang. Di samping itu pembantaian terus terjadi, dan julukan kekejaman semakin melekat pada dirinya.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
49
3.7 Kehancuran Klan Takeda Dari data yang diperoleh dari Shibatsuji, seorang sejarawan (2003) pada bulan Maret 1582, pasukan Oda Nobutada menyerang wilayah Takeda dan secara berturut-turut berhasil menaklukan Provinsi Shinano dan Suruga. Takeda Katsuyori dikejar sampai Gunung Tenmoku di Provinsi Kai, dan terpaksa bunuh diri yang menandai musnahnya klan Takeda. Setelah klan Takeda dari Kai takluk, Nobunaga memerintahkan untuk menghukum mati semua pengikut klan Takeda beserta keluarga, dan pembantu yang dianggap akan membalas kematian tuannya. Peristiwa ini dikenal sebagai Perburuan Takeda. Perintah Nobunaga untuk membantai seluruh klan Takeda tidak dapat diterima Tokugawa Ieyasu dan sebagian menteri dari pihak Nobunaga. Walaupun harus bertaruh nyawa, Ieyasu dan para menteri menyembunyikan sisasisa pengikut Takeda. Seorang tokoh di zaman Edo yang bernama Takeda Yukari merupakan keturunan dari sisa-sisa pengikut Takeda yang berhasil diselamatkan dari pembunuhan massal. Sementara itu, pasukan Shibata Katsuie bertempur dengan putra pewaris Uesugi Kenshin yang bernama Uesugi Kagekatsu, tapi dipaksa mundur setelah hampir merebut Noto dan Etchū. Pada saat yang bersamaan, pasukan yang dipimpin putra Nobunaga Kambe Nobutaka dan menteri Niwa Nagahide sedang dalam persiapan berangkat ke Shikoku untuk menyerbu Chōsokabe Motochika. Ada pendapat yang mengatakan Akechi Mitsuhide kuatir dengan masa depan sebagai pengikut Nobunaga karena tidak diberi bagian dalam rencana penyerbuan ke Shikoku. Mitsuhide merasa nasibnya sebentar lagi mirip dengan nasib Sakuma Nobumori dan Hayashi Hidesada yang diusir oleh Nobunaga. Pendapat lain mengatakan Akechi Mitsuhide merasa dirinya sudah tidak berguna, karena tidak lagi diserahi tugas memimpin pasukan oleh Nobunaga. Mitsuhide juga merasa dipermalukan oleh Nobunaga, karena rencana pernikahan putri salah seorang pengikutnya yang bernama Saitō Toshimitsu menjadi gagal. Pernikahan ini sebenarnya diatur oleh Mitsuhide sesuai strategi pendekatan terhadap Chōsokabe Motochika yang diperintahkan Nobunaga.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
50
Dari data yang ditulis oleh West & Seal (2004b) Nobunaga mengirim Takigawa Kazumasa ke Provinsi Kōzuke (sekarang Gunma) untuk meredam kekuatan daimyō berpenghasilan 2.400.000 koku bernama Hōjō Ujimasa. Pada saat itu, Ujimasa sedang berperang melawan Uesugi Kagekatsu dan Takeda Katsuyori. Nobunaga juga mengirim Kawajiri Hidetaka ke Provinsi Kai dan Mori Nagayoshi ke Provinsi Shinano (sekarang Nagano) sebagai bagian dari strategi untuk menekan kekuatan militer Ujimasa. Setelah dikepung panglima daerah yang berada di pihak Nobunaga, pasukan Nobunaga tidak perlu lagi mengangkat senjata melawan Hōjō Ujimasa yang ruang geraknya sudah dibatasi. Dalam penghancuran klan ini memang terlihat Nobunaga sangat kejam, tetapi menurut penulis ada alasan mengapa ia berbuat demikian. Ia menghancurkan dan membantai semua klan itu termasuk pembantu dan keturunannya karena takut mereka akan membalas dendam. Hal itu menurut penulis sudah dipikirkannya, karena itu dia harus memusnahkannya, walaupun hal itu memang sangat kejam. Selain itu, Akechi Mitsuhide mulai mempunyai pikiran buruk terhadap Nobunaga yang sebenarnya hanya ketakutannya sendiri menurut penulis. Kedua versi tersebut sama saja karena Mitsuhide sendiri yang mempunyai pemikiran buruk terhadap Nobunaga yang akan menentukan tindakan selanjutnya pada uraian berikut. 3.8 Insiden Honnōji Turnbull (1998) menyatakan bahwa pada tanggal 15 Mei 1582, Tokugawa Ieyasu berkunjung ke Istana Azuchi untuk mengucapkan terima kasih kepada Nobunaga atas penambahan Suruga ke dalam wilayah kekuasaannya Nobunaga menugaskan Akechi Mitsuhide sebagai tuan rumah yang mengurus segala keperluan Ieyasu selama berada di Istana Azuchi mulai tanggal 15 Mei-17 Mei 1582. Di tengah kunjungan Ieyasu di Istana Azuchi, Nobunaga menerima utusan yang dikirim Hashiba Hideyoshi yang meminta tambahan pasukan dari Nobunaga. Posisi Hideyoshi yang sedang bertempur merebut Istana Takamatsu di Bitchū
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
51
(sekarang Okayama) dalam keadaan sulit, karena jumlah pasukan Mōri berada di atas jumlah pasukan Hideyoshi. Nobunaga
menanggapi
permintaan
bantuan
Hideyoshi.
Mitsuhide
dibebaskan dari tugasnya sebagai tuan rumah bagi Ieyasu dan diperintahkan memimpin pasukan bantuan untuk Hideyoshi. Dalam jurnal militer Akechi Mitsuhide ditulis tentang Nobunaga yang tidak merasa puas dengan pelayanan Mitsuhide sewaktu menangani kunjungan Ieyasu. Nobunaga menyuruh anak lakilaki peliharaannya yang bernama Mori Ranmaru untuk memukul kepala Mitsuhide. Hall (1991) menjelaskan dalam bukunya bahwa Nobunaga berangkat ke Kyōtō pada 29 Mei 1582 dengan tujuan mempersiapkan pasukan yang dikirim untuk menyerang pasukan Mōri. Nobunaga menginap di kuil Honnōji, Kyōtō. Akechi Mitsuhide yang sedang dalam perjalanan memimpin pasukan bala bantuan untuk Hideyoshi berbalik arah, dan secara tiba-tiba muncul di Kyōtō untuk menyerang kuil Honnōji. Kemudian pada tanggal 2 Juni 1582, Nobunaga terpaksa melakukan bunuh diri, namun jasad Nobunaga kabarnya tidak pernah ditemukan. Peristiwa ini dikenal sebagai Insiden Honnōji. Pengkhianatan Akechi Mitsuhide terhadap Nobunaga sangat memalukan bagi Nobunaga. Mungkin karena itu juga ia memutuskan untuk melakukan bunuh diri. Di samping itu ia sudah terkepung dan tidak ada jalan keluar lagi. Karena itulah ia akhirnya mati dengan tragis akibat pengkhianatan anak buahnya sendiri. Kematian Nobunaga merupakan sebuah misteri yang sangat menarik, baik tujuan maupun alasan Akechi Mitsuhide membunuh Nobunaga tidak pernah terjawab dengan jelas. Nobunaga memang sering memperlakukan anak buahnya dengan semena-mena, ia bahkan sering menegur bahkan membentak mereka di depan umum, apakah hal ini yang menyebabkan Mitsuhide membunuh Nobunaga? Sulit untuk menjawab hal ini karena tidak ada catatan yang jelas mengenai pernyataan Mitsuhide mengenai alasannya mengkhianati Nobunaga. Pada bab berikutnya penulis akan mencoba untuk memaparkan kebijakankebijakan yang dijalankan oleh Nobunaga selama masa pemerintahannya.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
BAB 4 KEBIJAKAN-KEBIJAKAN YANG DIJALANKAN OLEH NOBUNAGA DI DALAM PEMERINTAHANNYA
4.1 Karakteristik Pemerintahan Oda Nobunaga Menurut Kasaya, peneliti sekaligus dosen studi Jepang (2000), faktor pertama yang perlu kita perhatikan mengenai karakteristik pemerintahan Oda Nobunaga adalah konfrontasinya dengan kelompok Ikkō Ikki dari Kuil Honganji, sebuah pertikaian yang berakhir dengan pertumpahan darah. Pengalaman peperangan dengan Ikkō Ikki ini berpengaruh besar terhadap karakteristik pemerintahan Oda Nobunaga dan menimbulkan perubahan yang besar kepada kekuasaan politik seorang daimyō. Sekte Jodo-Shinsu adalah sekte yang dianut oleh para penganut Budha yang menyebut dirinya sebagai Ikkō Ikki. Sekte ini adalah cabang dari sekte agama Budha yang serupa yang ditemukan oleh Shinran pada periode Kamakura, abad ke-13 dimana adanya kepercayaan bahwa dengan percaya kepada Amida Budha, maka para penganut agama tersebut dapat terlahir kembali di surga setelah kematian. Pada abad ke-15, Rennyo, seorang biksu keturunan Shinran, merupakan pemimpin agama pada saat itu di Kuil Honganji. Sekte ini berkembang luas ke rakyat jelata di seluruh Jepang. Kemudian para rakyat jelata ini mengadakan pemberontakan dengan tujuan untuk menciptakan surga di bumi. Pergerakan Ikkō Ikki ini adalah pergerakan agama sekaligus pergerakan politik yang berpusat pada pemberontakan rakyat jelata. Pergerakan Ikkō Ikki menggunakan jalan kekerasan di berbagai wilayah dan menyerang para tuan tanah. Nobunaga yang berambisi untuk menyatukan seluruh negeri,
otomatis
harus
berhadapan
dengan
pergerakan
Ikkō
Ikki
ini.
Persaingannya dengan Kuil Honganji untuk merebutkan kekuasaan berlangsung selama 10 tahun yang dimulai pada tahun 1570. Nobunaga menghancurkan sebuah kelompok Ikkō Ikki di Ise, Nagashima pada tahun 1574. Di tahun yang sama, sebuah kelompok penganut Ikkō Ikki muncul di Provinsi Echizen dan mengambil alih kekuasaan daimyō Asakura. Imotsuma Yoriteru, seorang biksu
52 Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
53
petarung dari Hongaji menjadi penguasa provinsi Echizen dan mengubah provinsi tersebut menjadi Provinsi yang dikuasai sepenuhnya oleh pergerakan Ikkō Ikki. Nobunaga kemudian membawa pasukan sejumlah 30.000 orang untuk menyerang Echizen dan setahun kemudian ia berhasil meredam pergerakan tersebut. Dalam pertempuran ini, Nobunaga membantai lawannya habis-habisan. Kira-kira sebanyak 20.000 mayat berserakan di ibukota Echizen dan dikatakan bahwa tidak ada satu orang pun yang selamat. Tujuan kelompok Ikkō Ikki yang berasal dari Kuil Honganji adalah untuk mendirikan sebuah kerajaan Budha yang berdasarkan atas ajaran sekte JodoShinshu. Organisasi politik mereka terdiri dari keluarga-keluarga yang berkuasa dan tuan tanah rendahan sampai ke rakyat jelata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ajarannya dapat masuk ke semua kalangan, khususnya ajaran tersebut masuk ke kalangan petani yang merupakan kalangan yang memiliki populasi terbesar di Jepang. Dengan menggunakan ajaran dari sekte Jodo-Shinshu, kelompok Ikkō Ikki berjuang untuk menghancurkan kekuasaan para tuan tanah samurai. Di satu pihak Nobunaga merespon pergerakan politik yang melibatkan para rakyat jelata ini dengan mengerahkan kekuatan militer yang ekstrim untuk menghancurkannya. Akan tetapi, di lain pihak, Nobunaga menggunakan ide-ide politik untuk menghadapi kepercayaan dari kelompok Ikkō, dan menciptakan sebuah cara yang stabil untuk mengendalikan para rakyat jelata. Nobunaga berpikir bahwa ia harus menjalankan kebijakan seperti ini sewaktu periode perang. Ia mengerti bahwa pemerintahan yang berdasarkan atas kekuatan saja tidak akan memastikan terus berlangsungnya pemerintahan yang dilakukan. Ia mencari sebuah sistem pemerintahan yang diterima oleh para rakyat jelata dan dapat mereka patuhi dan dapat mereka terima sebagai sesuatu yang sah. Setelah menghancurkan pergerakan Ikkō Ikki di Echizen pada bulan September 1575, Nobunaga mengeluarkan 9 buah pasal hukum yang diberi nama Echizen Kuni Okite yang diserahkan kepada Shibata Katsuie yang ditunjuknya sebagai gurbenur provinsi tersebut. Pasal-pasal tersebut mengekspresikan ide politik
Nobunaga
dengan
jelas
secara
tertulis.
Hukum
ini
melarang
pemberlakukan rakyat jelata sebagai pekerja paksa dan mencegah adanya
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
54
penarikan pajak melebihi nilai yang sudah ditentukan. Hukum ini menyatakan “There shall be no unjust taxes levied againts the farmer of the province,”. Selanjutnya hukum ini berbunyi “Correct methods for carrying out legal judgement shall be a fundamental,” (Kasaya 2000: 32). Pemerintah tidak boleh memberikan hukuman semena-mena dan tidak boleh memberikan hak istimewa terhadap keluarganya atau kerabat. Hukum ini menegaskan perlunya politik dan keputusan hukum yang adil, sehingga keadilan (kōgi) yang harus dijunjung oleh seorang penguasa yang kemudian akan membawa keadilan dan kedamaian di wilayah yang berada di bawah kekuasaannya. Faktor kedua yang paling penting dalam pemerintahan Nobunaga adalah penciptaan sebuah pasukan yang mengenal sistem pemisahan antara kaum rakyat jelata dan petarung. Wilayah Mino dan Owari memiliki tingkat produksi hasil pertanian yang tinggi yang menyebabkan para tuan tanah yang berasal dari kelas atas dari rakyat jelata dapat berhenti bertani dan menjadi pemimpin desa atau bahkan samurai. Nobunaga membentuk para pemimpin rakyat jelata dan tuan tanah rendahan menjadi sebuah kelompok petarung tingkat rendah yang ia tempatkan di sekitar istananya. Prajurit-prajurit ini dibebaskan dari tugasnya untuk bertani hingga mereka tidak harus kembali bertani pada saat menanam dan dapat menjadi tentara dalam jangka waktu yang panjang. Nobunaga menunjukkan kemampuan taktiknya yang superior dengan penggunaan senjata-senjata militer baru seperti senapan. Dengan menggunakan senjata ini, Nobunaga dapat membentuk sebuah kelompok prajurit tingkat rendah yang memiliki kemampuan bertarung di banyak pertempuran dalam jangka waktu yang panjang, karena mereka terbebas dari tugasnya untuk bertani. Nobunaga mengatur kelompok prajurit pejalan kaki yang membawa senapan dalam skala yang besar yang kemudian menjadi fondasi atas tentaranya. Ia juga berhasil menguasai kota Sakai. Sakai merupakan jalan masuk dari perdagangan luar negeri dan merupakan pusat produksi persenjataan pada saat itu. Nobunaga mengatur banyak pandai besi di dalam Kota Sakai di bawah pengawasan seorang pedagang yang kaya bernama Imai Sōkyū. Imai menyediakan senapan yang berkualitas dan berkuantitas tinggi untuk Nobunaga. Karena bahan-bahan untuk membuat mesiu dan timah untuk membuat peluru merupakan produk dari luar negeri, Nobunaga
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
55
memastikan ia dapat memperoleh persediaan barang-barang tersebut dengan mengontrol perdagangan luar negeri di Sakai. Kekuatan militer Nobunaga dapat menjadi kuat karena kekuatan militernya dapat bergerak dengan cepat, dan dipisahkan atas rakyat jelata dan kelompok samurai yang dilengkapi dengan persenjataan senapan. Metode organisasi militer baru milik Oda Nobunaga dan pembentukan kelompok-kelompok petarung membantunya dalam usahanya untuk mempersatukan Jepang.
4.2 Nobunaga dan Usahanya Untuk Menjadikan Dirinya Dewa Berdasarkan pernyataan Kasaya (2000) dalam bukunya bahwa berbeda dengan daimyō-daimyō pada periode Sengoku dan para tuan tanah di berbagai provinsi dan juga rakyat jelata yang ikut serta di dalam pergerakan Ikkō Ikki yang pernah bertarung melawannya, Nobunaga berpendapat bahwa ideologi politik adalah hal yang terpenting dalam membentuk kekuasaan politiknya. Ide-ide Nobunaga jauh melebihi sistem politik yang digunakan para daimyō pada era Sengoku. Pencapaiannya merupakan kunci sekaligus landasan bagi sistem politik modern yang berlaku sekarang. Nobunaga mengembangkan sistem politiknya dengan kekuatan dan tanpa belas kasihan. Ia tidak memperlihatkan keraguan dalam menghancurkan lawannya dan rakyat jelata yang melawannya. Akan tetapi, Nobunaga mencari cara untuk menciptakan sebuah pemerintahan yang stabil dan dapat bertahan lama, dan dia sadar untuk mencapai hal itu ia harus mengatur jalan pikiran semua orang. Karakteristik sistem politik yang Nobunaga ciptakan menggunakan ideologi politik yang mempengaruhi pandangan para pengikutnya. Nobunaga sebagai penguasa militer dan penguasa politik menuntut adanya kesetiaan dan kepatuhan dari bawahannya. Ia berusaha untuk mengakhiri pemberontakan yang dilakukan oleh pengikut terhadap penguasanya dan mencoba untuk menciptakan sistem pemerintahan yang menempatkan seorang penguasa di atas segalanya. Kasaya (2000: 34) mengemukakan bahwa bagian akhir dari Echizen Kuni Okite berbunyi : “Understanding of the faithful obedience to my (Nobunaga’s) exact order in all matters is of paramount importance. You must revere me in any
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
56
situation. You must think respectfully of me even when you are not in my present...As long as you conduct yourself in this manner, you will be able to realize everlasting prosperity and unsurtassed success as samurai. Above all else, is crucial to fully grasp what is set forth here.” Hukum itu menyatakan bahwa kepatuhan yang absolut terhadap perintah Oda Nobunaga dan penyembahan terhadap Oda Nobunaga merupakan kunci dari kesuksesan militer dari para pengikutnya. Di sini kita dapat melihat kebijakan politik Oda Nobunaga yang mengarah kepada penempatan dirinya sebagai seorang dewa. Kita dapat menarik kesimpulan yang sama dari catatan milik Louis Frois, seorang pendeta Jesuit yang tinggal di Jepang pada periode ini dan kenal dengan Oda Nobunaga. Menurut catatannya mengenai sifat Oda Nobunaga tertulis : “Nobunaga exclaimed there is no ruling god in the universe superior to him and he desired that he be worshiped on earth, stating that there was no one worthy of worshiped beside him.” (Kasaya 2000: 34) Istana Azuchi, sebuah benteng megah yang dibangun oleh Nobunaga, dapat terlihat dari jauh dan memberikan sebuah kesan terhadap semua orang yang berada di bawah pemerintahan Nobunaga mengenai kekuasaannya yang absolut. Nobunaga juga membangun sebuah kuil yang bernama Sōkenji di dalam istana. Dia memerintahkan bahwa pada saat ulangtahunnya pada hari ke-12 bulan ke-5 semua orang di Jepang harus mengunjungi kuil tersebut. Menurut catatan Frois, patung dewa yang berada dalam kuil tersebut, bukan lain adalah Oda Nobunaga. Penyembahan di kuil itu dipercayai membawa kekayaan,
menyembuhkan
penyakit,
membantu
seseorang
mendapatkan
keturunan, dan memberikan umur yang panjang. Nobunaga memiliki kharisma yang besar dan hal ini merupakan salah satu kekuatan yang mendukung perkembangan pesat karakteristik pemerintahannya. Sebagai contoh, sifatnya yang keras membuat ia menghadapi musuh-musuhnya dengan cepat dan tepat, hal ini juga terlihat dari kemampuan taktiknya menggunakan senapan di pertempuran Nagashino ketika ia mengalahkan pasukan berkuda milik Takeda yang dikatakan merupakan pasukan yang paling kuat pada periode Sengoku. Sifatnya juga terlihat pada benteng megah yang dibangunnya, Istana Azuchi yang meninggalkan kesan yang dalam pada banyak orang. Tetapi
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
57
lebih dari semuanya, rekor Nobunaga yang tidak pernah kalah meningkatkan kekuasaannya melebihi faktor-faktor yang lain. Bagi para samurai yang mempertaruhkan nyawa mereka di medan pertempuran, catatan tidak pernah kalah dalam pertempuran menunjukkan kesucian Oda Nobunaga, dan mereka menganut sebuah kepercayaan supranatural bahwa surga mendukung Nobunaga dengan memberikan kekuatan dan keberuntungan. Kesetiaan yang absolut kepada perintah Nobunaga, dianut oleh para pengikut di dalam klan Oda. Tindakan Nobunaga yang dengan tenang menghancurkan para pengikut sekte Jodo-Shinshu yang bergabung dalam pergerakan Ikkō Ikki dan penghancuran Kuil Honganji di gunung Hiei menimbulkan kepercayaan bahwa Nobunaga mengikuti Bushidō dan kemudian tindakannya diberkati oleh surga sehingga ia dapat memiliki kekuasaan yang superior dan diterima oleh khalayak luas.
4.3 Reformasi Sistem Organisasi Politik Nobunaga Ciri khas pemerintahan Nobunaga terlihat dengan jelas apabila kita membandingkannya dengan pemerintahan daimyō yang lain pada periode itu, misalnya seperti Mōri yang menguasai 10 provinsi di wilayah Chūgoku. Mori Motonari merupakan daimyō tetapi ia adalah daimyō yang paling tinggi diantara yang lain. Ia mendapat gelar Kokujin Ryōshu yaitu penguasa provinsi. Mekanisme politik yang diciptakan oleh Mōri menganut sistem Kokujin dimana ia menempatkan dirinya sebagai daimyō tunggal di wilayah yang ia kuasai. Menurut Kasaya (2000) setelah kemenangan peperangan Itsukushima pada tahun 1555, Mōri mengorganisasi para penguasa lokal di Provinsi Aki dan Bingo ke dalam sebuah kelompok sebuah provinsi (Kunishū). Kemudian Kasaya (2000) juga menulis Mōri Motonari menyatukan kekuasaannya di kedua provinsi sebagai seorang daimyō pada tahun 1557. Mōri membuat sebuah hukum yang bernama Mōshiawase Yōyō yang merupakan kumpulan larangan-larangan kegiatan militer dan melarang pergerakan pasukan. Peraturan ini dikeluarkan oleh Mōri yang memiliki kedudukan sebagai daimyō dan para penguasa provinsi: Klan Kitsukawa, Hihido, Amano, Kobayakawa, Hiraga, dan Kumagai.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
58
Meskipun Mōri merupakan daimyō, mereka juga merupakan salah satu dari penguasa provinsi dan mereka mendapatkan kedudukan sebagai daimyō karena mereka merupakan pemimpin dari penguasa lokal. Kekuatan politik dari klan Mōri tidak terlepas dari kekuatan dari penguasa lokal, kekuatan dari penguasa lokal tidak hilang tetapi menjadi bagian dari struktur klan Mōri. Bentuk pengaturan daimyō terhadap sebuah provinsi seperti ini menunjukkan sebuah pola zaman pertengahan dimana para penguasa lokal (zaichi ryōshū) memiliki otonomi dan memiliki kebebasan untuk mengatur wilayahnya sendiri. Sistem politik seperti ini yang seharusnya dimana daimyō memiliki kekuatan penuh atas wilayahnya, tetapi pada kenyataannya kekuasaan tersebut dimiliki oleh para penguasa lokal, tidak hanya dianut oleh Mōri, tetapi juga banyak dianut oleh daimyō-daimyō lain pada era Sengoku. Di lain pihak, Oda Nobunaga
berhasil
menciptakan
sebuah
pemerintahan
vertikal
yang
memanfaatkan kharismanya yang besar dan ia membentuk fondasi sistem politik organisasi yang kemudian menjadi dasar sistem sosial modern Jepang dan juga membentuk sistem pemerintahan yang dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Langkah-langkah yang diambil Nobunaga dan kebijakan-kebijakannya merupakan hal yang menakjubkan. Ia membentuk sebuah sistem yang tidak mengikuti pola umum pemerintahan daimyō pada era Sengoku dengan mengubah sistem politik dan membangun sebuah sistem organisasi yang baru. Hal ini menandai perubahan yang besar di dalam masyarakat pada zaman pertengahan, akan tetapi metode organisasi politiknya tidak berlanjut ke periode awal modern tanpa diubah. Pemerintahan Oda Nobunaga yang ekstrim meruntuhkan pola-pola masyarakat pada zaman pertengahan dan juga melakukan revolusi dan perubahan masyarakat. Akan tetapi, di waktu yang sama pemerintahannya merupakan pemerintahan yang brutal dan penuh pertumpahan darah. Pembantaian Ikkō Ikki merupakan hal yang kejam. Nobunaga juga memberikan hukuman-hukuman yang kejam terhadap orang-orang bahkan keluarga dan kerabatnya yang melawannya seperti Azai Nagamasa dan Araki Murashige. Ia juga menghukum dan mengasingkan pengikut-pengikutnya yang setia padanya tanpa pikir panjang. Salah satu contohnya adalah Takuma Nobumori, seorang pengikut lama dari klan Oda yang
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
59
diasingkan ke gunung Kōya dimana ia mati mati kelaparan, sebagai tambahan Nobunaga juga mengasingkan salah satu pengikut seniornya, Hayashi Michikatsu, Ando Iga dan anaknya, serta Niwa Ukon hanya karena pelanggaran kecil.
4.4 Kebijakan-Kebijakan Oda Nobunaga 4.4.1 Tenka Fubu Berdasarkan buku yang ditulis oleh Totman (2000), pada abad pertengahan di Jepang, golongan masyarakat terdiri dari beberapa kelas seperti kelas bangsawan, kelas pendeta, dan kelas samurai. Stempel Nobunaga bertuliskan "Tenka Fubu" (penguasaan seluruh Jepang dengan kekuatan militer) yang sering diartikan sebagai ambisi Nobunaga untuk mendirikan pemerintahan militer oleh kelas samurai dengan menghapus kelas bangsawan dan kelas pendeta. Ambisi Nobunaga
menghancurkan
kelas
pendeta
terlihat
dari
kebijakannya
menghancurkan Pemberontakan Ikko Ikki dan Perang Ishiyama yang dilancarkan terhadap kuil Honganji dan pendeta Rennyo. Keshōgunan Muromachi yang berada dibawah kendali Nobunaga juga mengeluarkan peraturan pertanahan di Kyōtō yang menempatkan kompleks rumah tinggal kelas bangsawan di lokasi khusus agar lebih mudah diawasi.
4.4.2 Kebijakan Yang Menyangkut Dengan Agama Dua sejarawan yaitu Komicki dan McMullen (1996) mengemukakan bahwa Nobunaga membantu masuknya misionaris-misionaris yang datang ke Jepang untuk menyebarkan agama Kristen, akan tetapi ia sendiri menolak untuk menganut agama Kristen. Apabila kita mengamati kebijakan yang ia ambil ini, bisa kita simpulkan bahwa tujuan Nobunaga membantu misionaris-misionaris tersebut cukup jelas. Tujuan utamanya tentu saja untuk memperoleh senjata-senjata api untuk keperluan militernya. Senjata-senjata ini sangat vital bagi kemenangan Nobunaga sehingga ia harus memastikan bahwa kebutuhan pasukannya akan senjata api tercukupi. Tetapi Nobunaga juga memiliki tujuan lain, kemungkinan besar ia ingin menghilangkan pengaruh agama Buddha yang pada saat itu dianut oleh orang
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
60
Jepang. Ia berharap dengan masuknya agama Kristen, pengaruh para pemimpin agama Buddha yang selama ini terus menghalangi jalannya bisa berkurang atau bahkan hilang. Lebih lanjut Komicki dan McMullen (1996) menulis dalam bukunya bahwa walaupun menyatakan dirinya sebagai penganut sekte Hokke, Nobunaga dinilai tidak punya penghormatan sama sekali terhadap agama Buddha. Tentu saja penilaian ini berdasarkan atas perintahnya yang dinilai kejam dalam penyelesaian masalah Ikko Ikki dan pembantaian massal kuil Enryakuji. Bahkan Nobunaga dikabarkan menggunakan patung batu dewa pelindung anak dalam agama Buddha dan batu nisan sebagai tembok batu di Istana Azuchi. Komicki dan McMullen (1996) juga menulis bahwa pihak yang pembela Nobunaga menyangkal Nobunaga tidak religius dengan menunjuk pada bukti langit-langit menara utama Istana Azuchi yang dipenuhi hiasan gambar para tokoh dalam agama Buddha, Taoisme dan Konfusianisme. Pendapat lain mengatakan Nobunaga hanya menginginkan pemerintahan militer yang sekuler. Nobunaga juga tidak pernah melarang kegiatan beragama seperti Jōdo Shinshū dan kuil Enryakuji.
4.4.3 Kebijakan terhadap Istana Menurut Hall (1991) Nobunaga tidak menempati jabatan di istana setelah mengundurkan diri dari jabatan Udaijin13, pada bulan April 1578. Pengunduran diri Nobunaga sering dikatakan berkaitan dengan wafatnya Uesugi Kenshin di usia 49 tahun, bulan Maret 1578. Menurut Yoshikawa (1967) Nobunaga ikut membantu dalam soal keuangan dan turut campur dalam pengambilan keputusan di istana. Kaisar hanya berperan sebagai boneka Nobunaga, hingga pada puncaknya Nobunaga meminta Kaisar Ōgimachi untuk mengundurkan diri. Kaisar Ōgimachi adalah kaisar yang sudah berpengalaman dan tidak mudah mengikuti setiap perkataan Nobunaga. Nobunaga sebaliknya masih menuruti perintah kaisar setiap kali kaisar tidak sependapat dengan Nobunaga yang ingin selalu menyerang musuh kuatnya di berbagai tempat.
13
Udaijin (“Menteri kanan”) adalah posisi pemerintahan di Jepang dalam keshogunan, yang mana adalah wakil dari Sadaijin (“Menteri Kiri”). Dikutip dari Hall, 1989, halaman 641.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
61
Yoshikawa (1967) lebih jauh mengemukakan pendapat lain mengatakan pameran kekuatan Nobunaga dalam bentuk parade pasukan kavaleri di tahun 1581 diadakan dengan tujuan mengancam Kaisar Ōgimachi. Pendapat yang membela Nobunaga mengatakan parade pasukan tidak dilakukan dengan tujuan mengancam kaisar. Kaisar Ōgimachi bermaksud berkompromi dengan Nobunaga dengan cara memberikan gelar-gelar seperti Seiitaishōgun, Dajō Daijin 14 , dan Kampaku 15 . Pendapat lain mengatakan ada kemungkinan kalangan istana merupakan dalang Insiden Honnōji karena kuatir dengan Nobunaga yang semakin bebas menjalankan politik Tenka Fubu setelah wafatnya Uesugi Kenshin.
4.4.4 Kebijakan Perdagangan Nobunaga menjalankan politik pasar bebas (rakuichi rakuza) dalam bentuk penghapusan sistem kartel dan pos-pos pemungutan pajak yang tidak perlu, sehingga peredaran barang dan perekonomian berkembang dengan pesat. Nobunaga juga melakukan survei wilayah dan memindahkan tempat kediaman pengikutnya di kota sekeliling istana. Penghapusan sistem kartel hanya berlaku di daerah-daerah yang bisa dibebaskan dari kartel. Distribusi barang dikuatirkan lumpuh jika sistem kartel dihapus di seluruh daerah. Sistem kartel seperti di Kyōtō tetap dipertahankan mengingat anggota kartel berpengaruh di bidang politik.
4.4.5 Kebijakan Kepegawaian Menurut Hall (1991) Nobunaga memiliki pandangan yang khusus mengenai pemilihan pengikutnya, berbeda dengan tokoh-tokoh pemimpin yang lebih melihat segi garis keturunan, Nobunaga justru lebih mementingkan kemampuan orang tersebut. Hal ini terlihat jelas dari kisah mengenai Toyotomi Hideyoshi yang awalnya hanya merupakan anak petani miskin, yang kemudian berkelana
14
Dajō Daijin adalah posisi didalam pemerintahan yang berarti penasihat tertinggi didalam pemerintahan. Dikutip dari Hall, 1989, halaman 561. 15 Kampaku adalah wali bagi kaisar yang sudah menginjak usia dewasa. Dikutip dari Hall, 1989, halaman 77.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009
62
hingga kemudian mengabdi kepada Nobunaga dan pada akhirnya menjadi tangan kanan Nobunaga akibat kecerdasan dan kemampuan berbicaranya. Nobunaga lebih menghargai kemampuan daripada asal-usul keluarga. Pengikut Nobunaga yang kemudian menjadi sukses seperti Takigawa Kazumasu dan Akechi Mitsuhide adalah bekas rōnin. Toyotomi Hideyoshi juga berasal dari rakyat jelata, bahkan pada awalnya ia hanya diberi pekerjaan sebagai pelayan. Para menteri dari klan yang sudah mengabdi dari generasi ke generasi, seperti Sakuma Nobumori dan Hayashi Hidesada sebaliknya justru diusir oleh Nobunaga. Tampaknya Sakuma Nobumori dan Hayashi Hidesada bukan tidak berprestasi, tapi Nobunaga lebih menghargai hasil pekerjaan Shibata Katsuie yang merupakan pengikut sekaligus panglima pasukan dari wilayah Hokuriku. Nobumori dan Hidesada memang pernah diizinkan untuk terus mengikuti Nobunaga, tapi ketika mencoba berperan aktif justru dikenakan tindakan disiplin berupa pemecatan.
4.4.6 Kebijakan menyangkut Kebudayaan Menurut Jansen (2002) Upacara minum teh yang sedang populer pada saat itu digunakan Nobunaga sebagai sarana berpolitik dan bisnis dengan kalangan pengikutnya. Para pengikut Nobunaga juga sebaliknya menjadi sangat menghargai tradisi upacara minum teh. Nobunaga menggunakan perangkat minum teh berharga tinggi dari provinsi penghasil keramik terbaik sebagai imbalan pengganti uang tunai. Takigawa Kazumasu yang memiliki wilayah Kanto kabarnya sangat kecewa karena tidak diberi imbalan berupa perangkat minum teh Shukōkonasu. Imbalan yang diterima dari Nobunaga justru penambahan wilayah kekuasaan berupa Provinsi Kōzuke dan gelar penguasa daerah Kanto.
Universitas Indonesia Oda Nobunaga..., Ivan Dennis Lolong, FIB UI, 2009