21
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1.
Desain
Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan metode potong lintang (cross sectional) untuk menilai perbandingan antara cystatin C dan kreatinin sebagai penanda LFG pada pasien anak dengan PGK .
3.2.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di poliklinik Divisi Nefrologi Anak dan atau ruang rawat inap bagian anak RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai Maret 2016.
3.3.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah anak usia antara 2-18 tahun yang datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel pada penelitian ini adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dipilih secara consecutive sampling, yaitu: pasien anak usia 2-18 tahun yang datang ke poliklinik Divisi Nefrologi Anak dan atau dirawat inap di bagian anak RSUP Haji Adam Malik Medan dan telah terdiagnosa dengan PGK.
Universitas Sumatera Utara
22
3.4.
Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel uji kesesuaian berdasarkan rumus Kappa Cohen.43
n = ππΌ 2
1βπ π2
1 β π 1 β 2π +
π 2βπ 2π 1βπ
n = besar sampel K = nilai kappa minimal yang dianggap memadai = 0,8 π= prediksi hasil pemeriksaan positif yang sesungguhnya =0,5 d = presisi nilai kappa = 0,2 πΌ = kesalahan yang masih dapat diterima = 0,05 ZπΌ= deviat baku alpha = 1,96
Dengan menggunakan rumus di atas maka didapatkan besar sampel : n = 36
3.5
Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria inklusi : 1. Pasien anak yang telah terdiagnosa dengan Penyakit Ginjal Kronik berdasarkan pemeriksaan klinis , laboratorium atau radiologis yang berusia 2 - 18 tahun.
Universitas Sumatera Utara
23
3.5.2. Kriteria eksklusi : 1. Pasien dengan
gagal ginjal yang sedang
dan atau pernah
menjalani dialisa ( terapi pengganti ginjal) 2. Pasien
yang
sedang
menjalani
terapi
dengan
penyakit
keganasan 3. Pasien yang telah menjalani transplantasi ginjal
3.6.
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) / Informed Consent
Persetujuan telah diminta dari subjek penelitian dan orang tua setelah terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai kondisi penyakit yang dialami dan pemeriksaan yang akan diobervasi. Formulir persetujuan terlampir.
3.7
Etika Penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.8.
Cara Kerja dan Alur Penelitian
3.8.1 Cara Kerja a. Sampel dipilih secara consecutive sampling
dimana pasien
yang masuk ke dalam kriteria inklusi disertakan dalam penelitian.
Universitas Sumatera Utara
24
b. Pasien dan orang tua diberikan penjelasan dan informed consent yang menyatakan setuju untuk mengikuti penelitian ini. c. Data
dasar diperoleh berdasarkan riwayat anamnesa dari
keluarga dan status rekam medis, pemeriksaan klinis dan penunjang
(laboratorium,
pencitraan)
yang
mendukung
diagnosa Penyakit Ginjal Kronik d. Dilakukan pengukuran berat badan (BB) pada anak yang ditentukan dengan menggunakan alat penimbang yang telah ditera sebelumnya dan anak ditimbang dalam keadaan tanpa alas kaki dan dengan pakaian sehari-hari. e. Selanjutnya dilakukan pengukuran tinggi badan (TB) pada anak yang ditentukan
dengan menggunakan alat microtoa 2 M
terbuat dari metal, diukur pada posisi tegak lurus menghadap ke depan tanpa alas kaki, tumit dan bokong menempel pada dinding. f. Dilakukan pemeriksaan serum kreatinin dan cystatin C dengan persetujuan dari pasien dan orang tua. g. Sampel darah sebanyak 5 ml diambil oleh petugas laboratorium dari vena perifer dan dilakukan sentrifugasi untuk mendapatkan serumnya. Serum selanjutnya diperiksa di laboratorium Prodia. h. Pemeriksaan serum cystatin C dengan metode particleenhanced
immunonephelometry
dengan
alat
Behring
Universitas Sumatera Utara
25
Nephelometer (BN II/BN ProSpec System). Pemeriksaan serum kreatinin dengan metode enzymatic dengan Architect. i.
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan serum cystatin C dihitung dengan persamaan : Persamaan CKD-EPI 2012 : LFG = 70,69 x (SCysC) -0,931
j.
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan serum kreatinin dihitung dengan persamaan : Persamaan CKD-EPI 2012 : LFG = 41,3 x(tinggi badan/SCr)
k. Selanjutnya dilakukan analisis data dan pengolahan data
Universitas Sumatera Utara
26
3.8.2. Alur Penelitian
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
Pengukuran antropometri
Pengambilan sampel darah
Pemeriksaan kadar serumCystatin C
Pemeriksaan kadar serumkreatinin
Penilaian LFG dengan persamaan CKD-EPICys
Penilaian LFG dengan persamaan CKD-EPI
Analisa Data
Gambar 3.1.
Alur penelitian
Universitas Sumatera Utara
27
3.9.
Identifikasi Variabel
Variabel bebas
Skala
Jenis kelamin
:
nominal dikotom
Usia
:
numerik
Tinggi Badan
:
numerik
Berat Badan
:
numerik
Variabel tergantung
Skala
Kreatinin
:
numerik
Cystatin C
:
numerik
LFG CKD-EPI Cys C
:
numerik/kategorik
LFG CKD-EPI
:
numerik/kategorik
3.10. Definisi Operasional 1. Penyakit Ginjal Kronik: suatu keadaan abnormalitas struktur maupun fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan LFG atau LFG kurang dari 60ml/menit/1.73m2 bila tanpa gejala yang tersebut di atas, yang kesemuanya berlangsung dalam waktu tiga bulan atau lebih. 2. Laju Filtrasi Glomerulus: pemeriksaan yang dianggap paling mampu menggambarkan fungsi ginjal. LFG menyatakan volume cairan dan zat
Universitas Sumatera Utara
28
sisa pada plasma darah yang difiltrasi dari glomerular kapiler ginjal yang keluar dan yang bukan diserap maupun disekresi oleh tubulus yang didapat dari suatu persamaan setelah pemeriksaan dengan penanda tertentu. LFG terdiri atas pemeriksaan dengan penanda eksogen (yang paling akurat) dan penanda endogen (hanya menilai estimasi/perkiraan) 3. Kreatinin serum : pemeriksaan kreatinin dengan menggunakan serum darah. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam mg/dL dan harus dihitung dalam persamaan tertentu untuk mengukur LFG. Nilai normal kreatinin serum bervariasi, biasanya adalah < 1.0 ( usia : 1 β 18 tahun) 4. Cystatin C serum: pemeriksaan cystatin C dengan menggunakan serum darah. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam mg/L dan harus dihitung dengan persamaan tertentu untuk mengukur LFG. Nilai normal systatin C bervariasi, biasanya adalah 0.57 β 0.96 mg/L (lakilaki) dan 0.50 β 0.96 mg/L (perempuan). 5. CKD-EPI Cys : adalah salah satu persaman yang digunakan untuk menghitung LFG berdasarkan cystatin C. Penilaian LFG menggunakan rumus : LFG = 70,69 x (SCysC) -0,931
Universitas Sumatera Utara
29
6. CKD-EPI : adalah salah satu persamaan yang digunakan untuk menghitung LFG berdasarkan kreatinin. Penilaian LFG menggunakan rumus: LFG = 41,3 x (tinggi badan/SCr) 7. Tinggi badan : pengukuran tinggi badan dengan alat pengukur tinggi badan yang dinyatakan dalam satuan cm. Tinggi badan kemudian diplot ke dalam kurva WHO atau CDC untuk kemudian dibagi ke dalam kategori tinggi badan normal dan perawakan pendek (stunted). Dalam penelitian ini dianggap perawakan pendek (stunted) bila TB/U (baca: tinggi badan menurut usia) < 70 % dan atau berada di bawah persentil 3 atau < - 3 SD. 8. Berat badan : pengukuran berat badan dengan alat pengukur berat badan yang dinyatakan dalam satuan kg. Berat badan kemudian diplot ke dalam kurva WHO dan CDC untuk kemudian dibagi ke dalam kategori berat badan normal (normoweight), berat badan kurang (underweight) dan berat badan lebih (overweight).
3.11. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data yang terkumpul dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer dengan menggunakan SPSS versi 18.0. Untuk menilai perbandingan kadar cystatin C dan nilai kreatinin dalam menilai klasifikasi
Universitas Sumatera Utara
30
PGK berdasarkan stadium digunakan uji chi square dan uji fischer. Dalam mengetahui perbedaan proporsi antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin dan cystatin C dalam menilai penurunan LFG<90ml/menit/1.73m2 digunakan uji
McNemar. Untuk menilai hubungan estimasi LFG berdasarkan kadar
cystatin C dan nilai kreatinin dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan uji t tidak berpasangan dan regresi linear. Tingkat kemaknaan diterapkan bila nilai P< 0.05 dengan IK 95 %.
Universitas Sumatera Utara
31
BAB 4. HASIL Penelitian dilaksanakan di poli rawat jalan dan ruang rawat divisi nefrologi anak RSUP Haji Adam Malik Medan selama bulan Januari β Maret 2016. Total jumlah pasien yang diikutsertakan dalam penelitian adalah 36 anak yang dinyatakan menderita penyakit ginjal kronik (PGK) dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Usia rerata penderita adalah 10.1 tahun dengan perbandingan jumlah yang sama antara subyek yang berusia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 10 tahun. Jenis kelamin lelaki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan 19 anak berbanding 17 anak. Sebagian besar status berat badan anak adalah berat badan kurang (underweight)
dengan 18 orang sedangkan
status tinggi badan didominasi dengan tinggi badan normal (normoheight) sebanyak 20 orang. Sindroma nefrotik (SN) merupakan penyebab terbanyak penyebab PGK pada penelitian ini yaitu sebanyak 27 orang. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan rerata kadar kreatinin adalah 0.9 mg/dl dengan simpangan baku 1.19 dan rerata kadar cystatin C adalah 1.4 mg/L dengan simpangan baku 1.24. Rerata LFG kreatinin pada penderita sebesar 109.7 mL/min/1.73 m2 dengan simpangan baku 51.56 sedangkan rerata LFG cystatin C sebesar 72.8 mL/min/1.73 m2dengan simpangan baku 28.12. Dijumpai perbedaan bermakna antara estimasi LFG
Universitas Sumatera Utara
32
berdasarkan kreatinin dan cystatin C dengan (mean difference 36.8, 95 % IK 29.0 β 44.9, P=0.001). Hal ini ditunjukkan dalam tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Karakteristik dasar subjek penelitian Karakteristik
(N =36)
Usia (tahun), rerata(SB)
10.1 (4.38)
Jenis kelamin, n - Laki-laki - Perempuan
19 17
Status berat badan(BB), n - Normal (normoweight) - Kurang (underweight) - Lebih (overweight)
15 18 3
Status tinggi badan, n - Normal (normoheight) - Perawakan pendek (stunted)
20 16
Etiologi PGK, n - Kelainan kongenital (CAKUT) - Sindroma Nefrotik (SN) - Lain-lain (SLE,ISK Kompleks,dll)
3 27 6
Kreatinin, rerata (SB), mg/dl
0.9(1.19)
Cystatin C, rerata (SB), mg/L
1.4(1.24)
LFG Kreatinin (ml/min/1,73 m2), rerata (SB)
109.7(51.56)
LFG Cystatin C(ml/min/1,73m2), rerata (SB)
72.8(28.12)
Universitas Sumatera Utara
33
Tabel 4.2
Hubungan jenis kelamin, usia , berat badan dan tinggi badan dengan estimasi LFG kreatinin dan cystatin C P
LFG Cystatin C rerata (SB), mg/L
P
0.628
76.2 (22.26)
0.469
N
LFG Kreatinin, rerata (SB), mg/dl
Laki-laki
19
113.8 (47.37)
Perempuan
17
105.9 (57.01)
< 10 tahun
18
112.1 (52.75)
> 10 tahun
18
107.4 (51.77)
Normal
15
116.1 (38.81)
Kurang
18
104.9 (64.13)
68.9 (30.89)
3
102.6 (18.89)
59.5 (21.32)
Normal
20
116.6 (44.70)
Perawakan Pendek
16
101.2 (59.43)
Karakteristik Jenis Kelamin
69.0 (33.83)
Usia 0.790
78.4 (28.24)
0.232
67.1 (27.62)
Berat badan,
Lebih
0.788
80.0 (25.32)
0.378
Tinggi Badan 0.397
74.1 (25.50)
0.760
71.2 (31.88)
Pada analisis hubungan antara estimasi LFG yang diperoleh dari kadar kreatinin dan cystatin C dengan persamaan menurut CKD-EPI 2012 menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara
estimasi LFG menurut kreatinin dan cystatin C dengan jenis kelamin, usia, tinggi badan dan berat badan.
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 4.3 Perbandingan derajat PGK berdasarkan estimasi LFG kreatinin dan cystatin C Derajat PGK Derajat G1
LFG kreatinin 26
LFG Cystatin C 9
antara
RP
P
3.373 (1.378-5.156)
0.001*
Derajat G2
5
19
Derajat G3a+ Derajat G3b
1
4
3.513(1.571-5.351)
0.001**
Derajat G4+ Derajat G5
4
4
1.486(0.228-2.136)
0.063**
Ket : * chi-square test ** fisher test Tabel
4.3
menunjukan
perbedaan
derajat
PGK
dengan
membandingkan estimasi LFG menurut kreatinin dan cystatin C sebagai penandanya. Dari tabel dapat dilihat perbedaan derajat PGK berdasarkan kadar kreatinin dan cystatin C yang bermakna secara statistika, yaitu bila PGK dengan LFG yang menyatakan fungsi ginjal masih normal atau tinggi (dinyatakan
dengan
stadium
G1)
dibandingkan
dengan
derajat
G2
(penurunan fungsi ginjal ringan) dan G3a+G3b (penurunan fungsi ginjal menengah) dengan nilai P<0.05. Sedangkan
derajat G1 dibandingkan
dengan derajat G4+G5 didapatkan nilai P>0.05 dan tidak bermakna secara statistika. Derajat G1 dibandingkan dengan derajat G2 mempunyai nilai RP 3.373, yang artinya akan didapatkan 3.373 kali lebih banyak dijumpai pada
Universitas Sumatera Utara
35
derajat
G1
dibandingkan
derajat
G2
bila
menggunakan
kreatinin
dibandingkan menggunakan cystatin C. Begitu juga jika dibandingkan derajat G1 dengan G3a+G3b maka didapatkan 3.513 kali lebih banyak dijumpai pada derajat G1 jika dibandingkan derajat G3a+G3b bila menggunakan kreatinin dibandingkan menggunakan cystatin C. Prevalensi rasio yang tidak jauh berbeda ditunjukkan antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin dan cystatin C pada stadium G4 dan G5 dimana telah terjadi kerusakan ginjal berat hingga gagal ginjal.
Tabel 4.4 Proporsi antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin dan cystatin C dalam membedakan fungsi ginjal normal dan yang mengalami penurunan.
LFG Cystatin C
LFG Kreatinin
Normal
Menurun
Total
P
Normal
9 (25)
17 (47.2)
26 (72.2)
0.001 *
Menurun
0 (0)
10 (27.8)
10 (27.8)
9 (25)
27 (75)
36 (100)
Total
Ket : * Uji McNemar Ket : Fungsi ginjal normal
: LFG β₯ 90 mL/min/1.73 m2
Fungsi ginjal menurun : LFG < 90 mL/min/1.73 m2
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 4.4 menunjukkan proporsi antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin dan cystatin C dalam membedakan fungsi ginjal normal dan yang mengalami penurunan dengan menggunakan uji McNemar dengan nilai P<0.05, sehingga secara statistika terdapat perbedaan
bermakna dalam
penilaian fungsi ginjal antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin dengan cystatin C.
Universitas Sumatera Utara
37
BAB 5 PEMBAHASAN
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah masalah kesehatan yang sangat penting di seluruh dunia. Tingginya prevalensi dengan hasil akhir yang buruk dan pembiayaan yang tinggi menyebabkan terjadinya
perubahan paradigma
dimana tata laksana PGK lebih diarahkan kepada pencegahan PGK, deteksi dini dan manajemen terpadu dari berbagai bidang dibandingkan
dengan
melakukan tindakan lanjutan atau terapi pengganti ginjal. 44 PGK pada anak juga dapat berkembang menjadi gagal ginjal bila tata laksana yang dilakukan tidak tepat atau terlambat. PGK pada anak memiliki dampak yang sangat bermakna dimana angka kematian pada anak dengan gagal ginjal diperkirakan 30 kali lebih tinggi dari populasi anak pada umumnya.45 Evaluasi fungsi ginjal dengan menilai LFG sangat penting untuk dilakukan. Suatu studi di Amerika Serikat memperkirakan terjadinya penurunan fungsi ginjal pada pasien PGK kira-kira 3 sampai 5 ml/min/1,73m2 setiap tahunnya yang berarti besar kemungkinan pasien dengan gagal ginjal sebelumnya telah mengalami PGK stadium awal pada masa anak dan remaja.45 Salah satu strategi yang dianggap paling baik untuk memperbaiki prognosis PGK pada anak adalah dengan mengevaluasi faktor resiko dan mendeteksi penurunan fungsi ginjal sehingga tata laksana keseimbangan
Universitas Sumatera Utara
38
cairan dan elektrolit serta penyesuaian dosis obat-obatan untuk menjaga fungsi ginjal dan menghindarinya dari toksisitas dapat dilakukan segera.45-46 LFG adalah indeks terbaik yang menggambarkan fungsi ginjal secara keseluruhan. Pemeriksaan LFG yang akurat dengan penanda eksogen hampir tidak dapat mungkin untuk dilakukan di sentra kita
sehingga
penelitian ini kami lakukan untuk membandingkan antara serum kreatinin sebagai rujukan baku dengan cystatin C sebagai penanda endogen potensial lain dalam menilai estimasi LFG . Serum kreatinin yang digunakan sebagai penanda LFG selama lebih dari 100 tahun telah diketahui memiliki banyak keterbatasan. 47 Kreatinin dianggap tidak dapat mendeteksi penurunan fungsi ringan dan menengah atau yang dikenal dengan βcreatinine blind areaβ sehingga sering terjadi over estimasi LFG yang menyebabkan banyak kasus PGK menjadi terlambat terdiagnosa.48 Hal ini sesuai dengan hasil yang kami dapatkan dalam penelitian ini dimana proporsi yang ditunjukkan antara estimasi LFG berdasarkan cystatin C dan kreatinin pada pasien PGK berbeda secara bermakna dalam membedakan fungsi ginjal normal (LFGβ₯ 90ml/min/1,73 m2) dan menurun (LFG < 90ml/min/1,73 m2 ) Pada penelitian ini juga dijumpai perbedaan nilai estimasi LFG antara kreatinin dan cystatin C yang bermakna pada stadium awal PGK akan tetapi tidak terlalu jauh berbeda bila dibandingkan pada stadium lanjut. Perbedaan bermakna ini terjadi bila stadium G1(fungsi ginjal normal) dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
39
dengan stadium G2 dan G3a+G3b (penurunan fungsi ginjal ringan hingga sedang). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya pada tahun 2008 di Kolombia yang menyimpulkan bahwa cystatin C lebih sensitif dibandingkan kreatinin pada stadium awal PGK.49 Penelitian dengan hasil yang sama di Malaysia tahun 2013 juga menyatakan bahwa cystatin C secara bermakna meningkat
pada
stadium
2
PGK
(penurunan
fungsi
ginjal
ringan)
dibandingkan kreatinin.39 Hal ini menunjukkan bahwa cystatin C memiliki kesesuaian yang baik dengan kreatinin dan dapat diandalkan sebagai penanda LFG akan tetapi memiliki performa yang lebih baik saat bekerja di stadium awal PGK. Beberapa
penelitian
lain
sebelumnya
juga
telah
banyak
membandingkan antara kedua penanda ini. Studi lain yang dilakukan di India pada tahun 2014 yang membandingkan pemeriksaan estimasi LFG antara kreatinin dan cystatin C dengan menggunakan baku emas
99
Tc-DTPA juga
menemukan bahwa estimasi LFG menurut cystatin C memiliki presisi yang lebih tinggi dibanding kreatinin (13.1 vs 25.6 mL/min/1,73 m2).13 Studi di Colombia tahun 2008 juga menyimpulkan bahwa cystatin C adalah opsi yang sangat menarik dapat menggantikan serum kreatinin dalam mendiagnosa dan memonitor fungsi ginjal pada anak.49 Suatu studi meta analisa tahun 2013 yang menggunakan persamaan CKD-EPI sebagaimana penelitian ini menemukan bahwa cystatin C lebih bermakna dibandingkan kreatinin dalam
Universitas Sumatera Utara
40
mengenali resiko lanjutan PGK karena sangat berhubungan dengan penilaian LFG dan klasifikasi PGK.50 Penelitian yang dilakukan di RS HAM tidak menggunakan kontrol ataupun pemeriksaan baku emas sehingga tidak dapat dinilai akurasinya, baik sensitivitas maupun spesifisitasnya. Studi ini juga bukan penelitian diagnostik karena hanya merupakan uji kesesuaian dengan menggunakan rujukan baku yaitu kreatinin. Pada penelitian ini kami juga hanya melakukan perhitungan estimasi LFG dengan menggunakan persamaan CKD-EPI untuk mendapatkan perbandingan yang lebih setara sesuai rekomendasi yang terbaru dikeluarkan. Selain sifatnya yang tidak sensitif kreatinin juga dianggap memiliki nilai yang tidak konstan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
usia, jenis
kelamin, massa otot , status diet dan hal-hal lain. Cystatin C dianggap bebas dari pengaruh tersebut termasuk oleh kondisi inflamasi dan keganasan.51 Suatu studi yang dipublikasikan di Turki tahun 2015 dengan menggunakan kontrol untuk menilai hubungan faktor-faktor tersebut dengan estimasi LFG menurut kreatinin dan cystatin C menemukan bahwa nilai kreatinin memiliki korelasi yang bermakna dengan usia, tinggi badan dan indeks massa tubuh (IMT) sementara cystatin C tidak.52 Pada penelitian ini kami mendapati bahwa usia, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan sama-sama memiliki korelasi yang lemah dengan nilai estimasi LFG berdasarkan kreatinin maupun cystatin C.
Universitas Sumatera Utara
41
Cystatin C selain memiliki lebih banyak keunggulan dalam menilai estimasi LFG ternyata juga memiliki keterbatasan. Beberapa tulisan juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar cystatin C dengan status thyroid pasien dan penggunaan steroid. 25 Pada studi ini kendati kami menanyakan status penggunaan steroid pada pasien , kami tidak melakukan analisa hubungan antara penggunaan steroid dengan kadar cystatin C. Pemeriksaan hormon tiroid juga tidak dilakukan dan tidak ada penilaian status hormon tiroid pada sampel kami. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai berbagai faktor diluar LFG yang dapat mempengaruhi kadar cystatin C mengingat sindrom nefrotik dengan penggunaan steroid yang lama juga terjadi pada sebagian besar kasus PGK. Cystatin C dengan segala keunggulannya dibandingkan kreatinin dalam menilai estimasi LFG ternyata belum dapat menggantikan kreatinin yang masih digunakan secara luas di seluruh dunia. Hal ini juga berhubungan dengan faktor biaya dimana pemeriksaan cystatin C berkisar antara 5 sampai 6 kali dibandingkan kreatinin dan juga standarisasi yang sangat bervariasi di berbagai tempat dan negara. Suatu penelitian di Korea tahun 2011 menemukan bahwa peningkatan serum cystatin C yang ringan dengan nilai kreatinin yang normal tidak memberikan perbedaan yang bermakna secara klinis.40 Hal ini mungkin dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan cystatin C pada kasus PGK dengan prioritas tertentu dimana pasien-pasien yang rentan mengalami penurunan fungsi ginjal dapat
Universitas Sumatera Utara
42
menimbulkan pembiayaan yang jauh lebih tinggi bila penatalaksanaan PGK dilakukan terlambat. Penelitian lebih lanjut mengenai persamaan yang digunakan dalam menilai estimasi LFG menurut kreatinin dan cystatin C juga masih diperlukan. Penelitian lain di Swiss tahun 2013 tentang perbandingan antara persamaan CKD-EPI dan Schwartz yang menggunakan baku emas inulin menemukan bahwa persamaan CKD-EPI tidak dianggap lebih baik dibandingkan persamaan Schwartz dalam menilai estimasi LFG53 Sayangnya kami tidak melakukan perbandingan antara persamaan Schwartz dan CKD-EPI dalam penelitian ini. Kelemahan lain pada studi ini populasi yang sedikit dan tidak dilakukannya pemeriksaan LFG dengan menggunakan baku emas yaitu inulin ataupun dengan penanda eksogen lain sehubungan biaya yang mahal dan tidak tersedia di sentra tempat penelitian ini dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
43
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Dari penelitian ini ditemukan perbedaan antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin dan cystatin C. Perbedaan bermakna antara estimasi LFG berdasarkan kreatinin dan cystatin C ditunjukkan terutama pada stadium awal PGK dan menjadi hal
yang sangat
penting mengingat deteksi dini penurunan fungsi ginjal sangat mempengaruhi tata laksana PGK secara keseluruhan. Estimasi LFG antara kreatinin dan cystatin C tidak menunjukkan perbedaan bermakna bahkan hampir sama pada stadium PGK menengah dan lanjut menunjukkan bahwa cystatin C juga dapat berperan sebagai penanda LFG sebagaimana kreatinin yang saat ini digunakan sebagai standar referensi dalam menilai LFG. Jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan juga bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perbedaan estimasi LFG antara kreatinin dan cystatin C.
6.2.
Saran PGK pada anak adalah masalah dengan dampak jangka panjang sehingga tata laksana yang baik dan yang dilakukan sedini mungkin akan meningkatkan kualitas hidup anak kelak. Pada penelitian ini kami
Universitas Sumatera Utara
44
menemukan bahwa cystatin C dapat dijadikan penanda endogen yang dapat menilai estimasi LFG dengan lebih baik dibandingkan kreatinin pada stadium awal dan menengah PGK. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan cystatin C terutama pada pasien PGK dengan resiko tinggi terjadinya penurunan fungsi ginjal. Aspek
pembiayaan
juga
perlu
dipertimbangkan
untuk
menjadikan cystatin C sebagai pengganti kreatinin dalam menilai estimasi LFG . Sebaiknya dilakukan study dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan menggunaan baku emas sehingga data yang diperoleh dapat dibandingkan dengan lebih akurat dalam menentukan penanda yang lebih baik dalam menilai LFG.
Universitas Sumatera Utara