36
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1.
Tinjauan Umum
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tahap awal pelaksanaan penelitian berupa pemeriksaan bahan meliputi pemeriksaan atau pengujian terhadap bahan agregat kasar dan halus, setelah pemeriksaan bahan dilakukan dan memenuhi standart maka dilanjutkan dengan pembuatan benda uji.
Penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variasi persentase serat bendrat (0%; 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%) sementara variabel terikat dalam penelitian ini yaitu styrofoam (20%) dan agregat lainnya seperti semen, pasir dan air dengan perbandingan berat fas sebesar 0,50. Butiran styrofoam yang dipakai memiliki diameter antara 3-10 mm dan Serat bendrat dengan diameter 1 mm dan panjang 70 mm yang dibentuk seperti huruf Z.
Benda uji akan diuji dengan uji kuat tekan dan kuat lentur. Pengujian kuat tekan menggunakan benda uji berbentuk silinder yang berukuran 15 cm x 30 cm dan untuk uji kuat lentur menggunakan balok 8 cm x 12 cm x 100 cm, masing-masing variasi persentase serat bendrat (0%; 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%) dan styrofoam 20% berjumlah 3 benda uji per persentase serat, dapat dilihat pada tabel 3.1 dan tabel 3.2.
Pengujian direncanakan dilakukan setelah beton benda uji
berumur 28 hari.
Pembebanan akan dihentikan apabila defleksi yang terjadi dirasa sudah cukup besar. Data yang digunakan yaitu analisis statistik menggunakan program Microsoft Excel.
36
37
Tabel 3.1. Kode dan Jumlah Benda Uji Kuat Tekan No
Kadar Serat
Kadar
Bendrat
Styrofoam
Kode Benda Uji
Jumlah Benda Uji
1
0%
20%
SM-0
3
2
0,5 %
20%
SM-0,5
3
3
1%
20%
SM-1
3
4
1,5 %
20%
SM-1,5
3
5
2%
20%
SM-2
3
Tabel 3.2. Kode dan Jumlah Benda Uji Kuat Lentur No
Bendrat
Kadar Styrofoam
Kode Benda Uji
Jumlah Benda Uji
1
0%
20%
SM-0
3
2
0,5 %
20%
SM-0,5
3
3
1%
20%
SM-1
3
4
1,5 %
20%
SM-1,5
3
5
2%
20%
SM-2
3
3.2.
Kadar Serbuk
Tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini meliputi : a. Tahap I Tahap pertama ini dilakukan persiapan berdasarkan data hasil studi, studi literatur. Persiapan meliputi bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam pembuatan benda uji. b.
Tahap II
Disebut tahapan uji bahan. Tahapan ini dilakukan pengujian terhadap agregat halus dan kasar yang meliputi uji kadar lumpur, uji kadar organik, uji specific
38
gravity, dan uji gradasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan tersebut. c.
Tahap III
Disebut tahapan pembuatan benda uji. Tahapan ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut : a. Perhitungan rencana campuran adukan beton ringan. b. Pembuatan adukan beton ringan. c. Pengecoran adukan beton ke dalam cetakan.
d.
Tahap IV
Tahapan ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada tahap III. Perawatan beton umur 28 hari dilakukan dengan cara ditutupi selimut dengan karung goni yang telah dibasahi air untuk benda uji balok lentur dan direndam didalam air untuk benda uji silinder untuk pengujian kuat tekan. Pembasahan untuk balok lentur dilakukan setiap pagi hari, setelah 21 hari balok benda uji dicat dengan warna putih kemudian balok digaris kotak-kotak dengan jarak 2 cm pada sisi kanan dan kiri yang berguna untuk memudahkan menggambar pola retak yang terjadi. e.
Tahap V
Tahap ini dilakukan pengujian kuat tekan dan lentur. Pengujian dilakukan pada benda uji silinder 15 cm x 30 cm dan balok 8 cm x 12 cm x 100 cm setelah beton berumur 28 hari. f.
Tahap VI
Disebut tahapan analisa data, pada tahap ini data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variable-variabel yang diteliti dalam penelitian.
39
g.
Tahap VII
Disebut tahapan pengambilan keputusan tahap ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
40
Tahapan penelitian dan analisi data dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.1. dan Gambar 3.2. Persiapan Tahap I
Semen
Styrofoam
Serat Bendrat
Agregat Halus
Agregat Kasar
Uji: Kadar Lumpur Kadar Organik Spesific Grafity Gradasi Ya
Air
Uji: Abrasi Spesific Grafity Gradasi
Tidak
Tahap II
Perhitungan rencana campuran
Pembuatan adukan beton
Pembuatan Benda Uji
Uji Slump Tahap III Perawatan Tahap IV Pengujian Tahap V Analisis Data Tahap VI Kesimpulan
Gambar 3.1 Bagan Alir Tahap Metode Penelitian
Tahap VII
41
Analisis Data
Tabel Pengujian Agregat Kasar
Tabel Pengujian Agregat Halus
Tabel Pengujian Kuat Tekan
Tabel Pengujian Kapasitas Lentur
Diagram Hubungan Kuat Tekan dengan % Serbuk
Diagram Hubungan Kuat Tekan Lentur dengan % Serbuk
Kurva Regresi Kuat Tekan dengan % Serbuk
Kurva Regresi Kuat Lentur dengan % Serbuk
Gambar Pola Retak Balok
KESIMPULAN
Gambar 3.2. Bagan Alir Tahap Analisis Data Kuat Tekan dan Lentur 3.3.
Alat Uji
Peralatan yang digunakan dalam penelitian berasal dari Laboratorium Bahan dan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan beton ringan berserat ini antara lain :
a.
Timbangan Bascule Timbangan “Bascule” merek DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Jenis ini digunakan untuk mengukur berat material yang jauh lebih berat dan tidak memerlukan ketelitian yang tepat.
42
b.
Timbangan digital Timbangan digital berkapasitas 5 kg dengan ketelitian hingga 1 gram. Alat ini digunakan untuk menimbang berat material yang berada di bawah kapasitasnya.
c.
Ayakan konvensional dengan ukuran 1mm
d.
Ayakan dengan ukuran diameter saringan 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,85 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; pan dan mesin penggetar ayakan (vibrator) yang digunakan untuk pengujian gradasi agregat halus
e.
Oven dengan temperature 150 °C
f.
Conical Mould untuk mengukur keadaan SSD agregat halus Corong konik dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm dan tinggi 7,6 cm lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini digunakan untuk mengukur keadaan Saturated Surface Dry (SSD) agregat halus.
g.
Cetakan benda uji berupa balok dengan ukuran 8 cm x 12 cm x 100 cm. Tulangan polos diameter 10 dan sengkang 8 mm.
h.
Karung goni yang dibasahi air untuk curing.
i.
Loading frame untuk pengujian kuat lentur beton. Bentuk dasar loading frame berupa portal segi empat yang berdiri diatas lantai beton dengan perantara plat dasar dari besi setebal 14 mm. A gar loading frame tetap stabil, pelat dasar dibaut ke lantai beton dan kedua baloknya dihubungkan oleh plat WF450x200x9x14 mm. Posisi plat portal dapat diukur untuk menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran model yang akan diuji dengan cara melepas sambungan baut. Alat ini digunakan dalam pengujian utama yaitu pengujian kapasitas lentur balok beton bertulang. Adapun bagian-bagian utama dari alat loading frame adalah sebagai berikut: 1. Dial Gauge Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya penurunan yang terjadi. Penelitian berskala penuh digunakan dial gauge dengan kapasitas penurunan maksimum 50 mm dan 20 mm dengan tingkat ketelitian 0,01 mm.
43
2. Hydraulic Pump Alat ini digunakan sebagai pengontrol pembebanan yang disalurkan pada benda uji melalui hydraulic jack. 3. Hydraulic Jack Alat ini digunakan untuk memberikan pembebanan pada pengujian kuat lentur dan kuat geser balok berskala penuh dengan kapasitas maksimum 25 ton 4. Transducer Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya pembebanan atau untuk mengetahui pembebanan secara bertahap. 5. Load Cell Alat ini digunakan untuk mentransfer sekaligus membaca beban dari hydraulic jack ke tranducer. j.
Alat bantu lain: 1. Gelas ukur 250 ml untuk pengujian kadar lumpur dan kandungan zat organic dalam pasir 2. Gelas ukur 1000 ml untuk menakar air 3. Cetok semen 4. Ember 5. Alat Tulis 6. Sekop, dll
3.4.
Bahan Uji
Bahan yang digunakan dalam pembuatan beton ringan ini meliputi : a. Agregat halus b. Semen tipe I (PPC) c. Serat bendrat panjang 7 cm dan diameter 1 mm d. Air e. Styrofoam.
44
3.5.
Standart Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar
Pengujian bahan dasar untuk pembuatan beton digunakan untuk mengetahui kelayakan karakteristik bahan penyusun beton yang nantinya dipakai dalam mix design. Pengujian ini dilakukan terhadap agregat halus. Pengujian dilakukan dengan standar ASTM.
3.5.1. Standart Pengujian Agregat Halus
Pengujian agregat halus dilakukan berdasarkan ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM. Standar pengujian agregat halus adalah sebgai berikut : a.
ASTM C-23
:
Standar penelitian pengujian berat isi agregat halus.
b.
ASTM C-40
:
Standar penelitian untuk tes kotoran organik dalam
:
Standar penelitian untuk agregat lolos saringan no.
agregat halus. c.
ASTM C-117
200 dengan pencucian. d.
ASTM C-128
:
Standar penelitian untuk menentukan spesific
gravity gregat halus. e.
ASTM C-136
:
Standar penelitian untuk analisis saringan agregat
halus
3.5.1.1. Pengujian Kadar Zat Organik
Pasir biasanya diambil dari sungai maka kemungkinan bersifat kotor sangat besar, misalnya bercampur dengan lumpur maupun zat organik lainnya. Pasir sebagai agregat halus dalam adukan beton tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna dari Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan Peraturan Beton Bertulang Indonesia.
45
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kadar zat organik dalam pasir, adapun kadar zat organik dalam pasir ditunjukkan oleh perubahan warna setelah pasir diberi NaOH 3%. Penurunan kekuatan dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Pengaruh Kadar Zat Organik terhadap Presentase Penurunan Kekuatan Beton Warna
Penurunan Kekuatan (%)
Jernih Kuning Muda Kuning Tua
0 0 – 10 10 – 20
Kuning Kemerahan Coklat Kemerahan Coklat Tua (Sumber: Tabel Prof. Ir. Rooseno, 1995)
20 – 30 30 – 50 50 – 100
3.5.1.2. Pengujian Kadar Lumpur
Pasir adalah salah satu bahan dasar beton sebagai agregat halus. Pasir yang digunakan dalam pembuatan beton harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah pasir harus bersih. Pasir dapat dikatakan bersih dan dapat dipakai bila tidak mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Lumpur adalah bagian dari pasir yang lolos dari ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci terlebih lebih dahulu. Syarat-syarat agregat halus harus sesuai dengan PBI NI-2, 1971. Kadar lumpur pasir dihitung dengan Persamaan 3.1. Kadar lumpur =
G0 G1 x100% G1
dengan : G0
= berat pasir awal (100 gram)
G1
= berat pasir akhir (gram)
(3.1)
46
3.5.1.3. Pengujian Specific Gravity
Mengetahui sifat-sifat bahan bangunan yang dipakai dalam suatu pekerjaan struktur adalah sangat penting, karena dari sifat-sifat tersebut dapat ditentukan langkah-langkah yang tepat untuk mengerjakan bangunan tersebut. Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan.
Tujuan dari pengujian ini untuk mendapatkan : a.
Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total.
b.
Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total.
c.
Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir.
d.
Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering.
Nilai-nilai yang ingin diketahui di atas dihitung dengan Persamaan 3.2 – 3.5. Bulk spesific gravity
=
A B 500 C
(3.2)
Bulk spesific gravity SSD
=
500 B 500 C
(3.3)
Apparent spesific gravity
=
A B AC
(3.4)
Absorption
=
500 A x100 % A
(3.5)
47
dengan : A
= berat pasir kering oven (gram)
B
= berat Volumetric Flask berisi air (gram)
C
= berat Volumetric Flask berisi pasir dan air (gram)
500
= berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram)
3.5.1.4. Pengujian Gradasi
Gradasi dan keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih diperhitungkan daripada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi campuran adukan beton. Pasir sangat menentukan pemakaian semen dalam pembuatan beton. Menurut ASTM agregat halus yang baik adalah mempunyai gradasi butiran sesuai Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Syarat Persentase Berat Lolos Standar ASTM Diameter Ayakan (mm) 9,5
(sumber: ASTM)
Berat Lolos Sesuai Standar ASTM (%) 100
4,75
90 - 100
2,36
75 - 100
1,18
55 - 90
0,60
35 - 59
0,30
8 - 30
0,15
0 - 10
0
0
48
Modulus kehalusan pasir dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.6. Modulus kehalusan pasir
=
d e
(3.6)
dengan : d
= ∑ persentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan
e = ∑ persentase berat pasir yang tertinggal 3.5.2. Pengujian Agregat Kasar
3.5.2.1. Pengujian Abrasi
Agregat kasar harus memiliki ketahanan terhadap keausan akibat gesekan. Standar pengujian abrasi pada agregat kasar menggunakan ASTM C131, dengan menggunakan mesin Los Angeles. Bagian yang hilang akibat gesekan tidak boleh lebih dari 50%. Prosentase berat yang hilang dihitung dengan menggunakan persamaan 3.6 sebagai berikut : Keausan = Berat Kerikil Sebelum Putaran – Berat Kerikil Setelah Putaran x 100% Berat Kerikil Sebelum Putaran
3.5.2.2. Pengujian Specific Gravity
Agregat kasaryang digunakan dalam penelitian adalah kerikil atau batu pecah dengan diameter maksimum 20 mm. Standar pengujian yang digunakan pada pengujian specific gravity agregat kasar adalah ASTM C127. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui : a. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume kerikil total b. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total c. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam
49
kondisi kering dengan volume butir kerikil d. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil kering
Menganalisis hasil pengujian dengan persamaan 3.8 s/d 3.11 sebagai berikut:
Bulk specific gravity
Bulk specific gravity SSD
Appearent Spesific Gravity
Absorbtion dengan : f
= berat agregat kasar (3000 gram)
g
= berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram)
h
= berat agregat kasar jenuh (gram)
3.5.2.3.
Pengujian Gradasi
Gradasi pada kerikil sebagai agregat kasar menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat kasar sangatlah diperhatikan. Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian ASTM C136. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui gradasi atau variasi diameter butiran kerikil, prosentase dan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan kerikil.
50
Modulus kehalusan kerikil dihitung menggunakan persamaan 3.12 berikut :
3.5.3. Pengujian Bobot Isi
Berat isi agregat adalah perbandingan antara berat agregat dengan volume yang ditempatinya. Hal ini dapat digunakan untuk mempermudah perhitungan campuran beton bila kita menimbang agregat dengan ukuran volume, karena umumnya agregat tersebut dalam keadaan padat, sedangkan pada kenyataan pada saat penimbangan agregat tidak dilakukan dengan dolak (wadah untuk penakaran sehingga satuan volume agregat berada dalam keadaan gembur, sehingga diperlukan adanya faktor konversi (faktor pengali).
Bobot isi agregat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Bobot Isi =
(gr/cm3)
(3.7)
Keterangan : C = Berat agregat + berat bejana / container (gr) A = Berat bejana / container (gr) V = Volume bejana / container (cm3)
3.5.4. Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan
Pengujian Kuat Tarik baja bertujuan untuk mengetahui tegangan leleh dan tegangan maksimum baja sehingga dapat diketahui mutu baja yang digunakan. Hal ini perlu diketahui sebelumnya untuk menghindari lelehnya baja tulangan sebelum benda uji mencapai kondisi keruntuhan. Proses pengujian Tarik baja menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM).
51
3.6.
Pembuatan Benda Uji
Penelitian ini dibuat 15 buah benda uji berbentuk silinder dan 15 buah balok lentur. Benda uji silinder menggunakan cetakan silinder 15 cm x 30 cm dan balok lentur menggunakan bekisting ukuran 8 cm x 12 cm x 100 cm untuk pengujian kuat lentur. Langkah-langkah pembuatan benda uji: a.
Menyiapkan dan menimbang bahan-bahan campuran adukan beton sesuai dengan mix design.
b.
Mencampur bahan-bahan tersebut dan mengaduknya sampai campuran homogen dengan cara bahan dimasukkan ke dalam alat adukan secara berurutan. Mulai dari agregat halus, semen, air, serat bendrat dan butiran styrofoam.
c.
Setelah adukan homogen, tuangkan adukan beton ke dalam cetakan silinder berukuran 15cm x 30 cm dan cetakan balok berukuran 8 cm x 12 cm x 100 cm hingga penuh sambil dipadatkan.
d.
Setelah cetakan penuh dan padat, permukaannya diratakan dan diberi kode benda uji di atasnya, kemudian diamkan selama 24 jam.
e.
Setelah 24 jam dilakukan curing dengan merendam selama 28 hari untuk silinder dan penyelimutan beton dengan karung goni yang di basahi air selama 21 hari untuk benda uji balok, kemudian diangin-anginkan supaya benda uji menjadi kering sampai umur beton mencapai 28 hari.
3.7.
Perawatan Benda Uji
Perawatan benda uji umur 28 hari dilakukan dengan cara ditutupi selimut dengan karung goni yang telah dibasahi air, pembasahanya dilakukan setiap pagi hari. Benda uji balok lentur diangkat setelah 21 hari lalu dicat dengan warna putih, kemudian balok digaris kotak-kotak dengan jarak 2 cm pada sisi kanan dan kiri 1/3 bentang tengah yang berguna untuk menggambar pola retak yang terjadi.
52
3.8.
Uji Slump
Uji Slump adalah suatu uji empiris/metode yang digunakan untuk menentukan konsistensi/kekakuan (dapat dikerjakan atau tidak) dari campuran beton segar (fresh concrete) untuk menentukan tingkat workabilitynya. Kekakuan dalam suatu campuran beton menunjukkan berapa banyak air yang digunakan. Uji slump menunjukkan apakah campuran beton kekurangan, kelebihan, atau cukup air.
Adukan/campuran beton, kadar air sangat diperhatikan karena menentukan tingkat workabilitynya atau tidak. Campuran beton yang terlalu cair akan menyebabkan mutu beton rendah, dan lama mongering, sedangkan campuran beton yang terlalu kering menyebabkan adukan tidak merata dan sulit untuk dicetak.Uji Slump mengacu pada SNI 1972-2008 dan ICS 91.100.30
Gambar 3.3. Sketsa Pengujian Slump
Pengukuran slump dilakukan dengan alat sebagai berikut : a. Kerucut Abrams 1.
Kerucut terpancung dengan bagian atas dan bawah terbuka
2.
Diameter atas 102 mm
3.
Diameter bawah 203 mm
4.
Tinggi 305 mm
5.
Tebal plat minimum 1,5 mm
53
b. Batang Besi Penumbuk 1.
Diameter 16 mm
2.
Panjang 600 mm
3.
Memiliki salah satu atau kedua ujung berbentuk bulat setengah bola dengan diameter 16 mm.
c. Alas : datar, dalam kondisi lembab, tidak menyerap air dan kaku.
Langkah pengujian nilai slump : a.
Kerucut
Abrams
diletakkan
di
atas
bidang
alas
yang
rata
dan tidak menyerap air. b.
Kerucut diisi adukan beton sambil ditekan supaya tidak bergeser.
c.
Adukan beton diisikan dalam 3 lapis, masing-masing diatur supaya sama tebalnya (1/3 tinggi kerucut Abrams).
d.
Setiap lapis ditusuk-tusuk dengan batang penusuk sebanyak 25 kali.
e.
Lapis
terakhir
dilebihkan
pengisiannya,
setelah
dipadatkan
lalu
diratakan dengan menggelindingkan batang penusuk di atasnya. f.
Segera setelah permukaan atas beton diratakan, cetakan diangkat dengan kecepatan 3-7 detik, diangkat lurus vertikal.
g.
Seluruh proses dari awal sampai selesainya pengangkatan cetakan tidak boleh lebih lama dari 2,5 menit.
h.
Letakkan cetakan di samping beton yang diuji slump nya (boleh diletakkan dibalik posisinya) dan ukur nilai slump: penurunan permukaan atas beton pada posisi titik tengahpermukaan atasnya.
i.
Jika
terjadi
kegagalan
slump (tidak
memenuhi
kisaran slump
yang disyaratkan keruntuhan benda uji termasuk keruntuhan geser), maka pengujian
diulang-
maksimal
3 kali, jika
masih
gagal
beton dinyatakan tidak memenuhi syarat dan ditolak. j.
Nilai Slump = Tinggi cetakan dikurang tinggi rata-rata benda uji
maka
54
3.9 Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 28 hari. Benda uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah silinder beton dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengujian ini bertujuan untuk mengamati besarnya beban (P) maksimum atau beban pada saat beton hancur dengan menggunakan alat uji kuat tekan (Compression Testing Machine). Tata cara pengujian yang umum dipakai adalah standar ASTM 39 atau yang disyaratkan PBI1989. Langkah-langkah pengujian kuat tekan beton adalah sebagai berikut : a.
Menyiapkan benda uji silinder beton yang akan diuji.
b.
Meletakkan benda uji silinder beton pada alat uji kuat tekan (CTM).
c.
Mengatur jarum Compression Testing Machine tepat pada posisi nol.
d.
Menyalakan Compression Testing Machine kemudian membaca jarum penunjuk beban sampai silinder beton hancur.
e.
Mencatat besarnya nilai beban tekan maksimum
P
h
d Gambar 3.4. Sketsa pengujian kuat tekan beton dengan: P
= Gaya
h
= Tinggi benda uji
d
= diameter benda uji
55
15 cm
30 cm
Gambar 3.5. Benda uji kuat tekan beton
3.10 Pengujian Kuat Lentur
Kuat lentur balok beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, sampai benda uji patah (SNI 03-4431-1997). Sketsa pengujian, sketsa benda uji kuat lentur balok dan detail tulangan balok dapat ditunjukkan seperti pada dibawah ini: P Pembagi beban
Balok Uji
Dial
300
300
300
1/3 L
1/3 L
1/3 L
50
Gambar 3.6. Sketsa pengujian kuat lentur balok
100 cm
12 cm
50
m 8c
Gambar 3.7. Benda uji kuat lentur balok
56
D8-100
2D10
D8-100 2D10
D8-100
2D10
2D10
Gambar 3.8. Detail tulangan balok lentur
Data yang akan dicatat dalam pengujian balok ini meliputi : a.
Defleksi selama pembebanan berlangsung yang ditunjukkan oleh dial gauge.
b.
Besarnya beban pada saat terjadi retak.
c.
Besarnya beban maksimum yang mampu dipikul oleh balok.
d.
Besarnya beban pada saat defleksi maksimum, pola retak yang terjadi pada balok benda uji tersebut akibat pembebanan.
57
Loading Frame HidraulicJack Balok Uji
Load Cell
Dial Gauge
Hidraulic Pump
Tranducer
Gambar 3.9. Setting Up Alat Pengujian Balok
3.8.1.1. Langkah-langkah Pengujian Kuat Lentur
1. Memompa Hidraulic Jack melalui Hidraulic Pump untuk memberikan beban pada balok benda uji, serta memperhatikan angka pada monitor transducer untuk mengetahui besarnya beban yang disalurkan pada balok benda uji. 2. Pembebanan dilakukan berangsur-angsur dan dinaikkan perlahan-lahan pada interval pembebanan 50 kg. Setiap interval pembebanan dilakukan pembacaan dial gauge untuk mengetahui besarnya lendutan yang terjadi pada balok benda uji. 3. Mengamati retak pertama yang terjadi pada balok benda uji, kemudian digambar serta ditulis besarnya beban pada saat terjadi nya retak tersebut, demikian juga untuk retakan selanjutnya dilakukan hal yang sama. 4. Melanjutkan penambahan pembebanan hingga balok benda uji mencapai
58
beban maksimum yang ditandai dengan terjadinya keruntuhan pada balok benda uji serta pada monitor transducer mengalami penurunan angka yang signifikan. Pada kondisi ini balok benda uji telah patah atau mengalami retak yang sangat besar.
3.8.1.2. Perhitungan Kuat Lentur
1. Pengujian dimana patahnya benda uji ada di daerah pusat pada 1/3 jarak titik perletakan pada bagian tarik dari beton seperti Gambar 3.8.
2. Pengujian dimana patahnya benda uji ada diluar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) dibagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan seperti Gambar 3.8. (b). 3. Benda uji yang patahnya diluar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik beton dan jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5 % bentang, hasil pengujian tidak dipergunakan.
PATAH PADA PUSAT 1/3 BENTANG (L) RUMUS 1
PATAH DI LUAR 1/3 BENTANG (L) DAN GARIS PATAH < 5% DARI BENTANG RUMUS 2
5%L
(a)
1/3 L
5%L
(b)
Gambar 3.10. Jenis patah pada pengujian lentur (SNI 03-4431-1997)
59
Tahapan perhitungan pengujian, analisis SNI, dan analisis Suhendro dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.11; Gambar 1.12; dan Gambar 1.13 Pengujian
Benda Uji Beton
Pengujian
Pmax
Pleleh
Lendutan
Perhitungan Mn
Hasil Mn Pengujian
Gambar 3.11 Bagan Alir Tahap Perhitungan Pengujian
60
Analisis SNI (Kuat Tarik Diabaikan)
Benda Uji Silinder
Pengujian
Uji Tekan
Kuat Tekan
Perhitungan Mn SNI
Hasil Mn SNI
Gambar 3.12 Bagan Alir Tahap Perhitungan analisis SNI (kuat tarik diabaikan) Analisis Suhendro (Kuat Tarik Diperhitungkan)
Benda Uji Silinder
Pengujian Tarik Belah
Nilai Tarik Belah
Perhitungan Mn
Hasil Mn
Gambar 3.13 Bagan Alir Tahap Perhitungan analisis Suhendro (kuat tarik diperhitungkan)